Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Apotek

2.1.1 Definisi Apotek

Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat melakukan pekerjaan

kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya

kepada masyarakat.Apotek merupakan salah satu sarana kesehatan dalam

membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi

masyarakat, dan juga sebagai salah satu tempat pengabdian praktek profesi

Apoteker dalam melakukan pekerjaan farmasi (Permenkes,2002).

Pekerjaan kefarmasian atau pengelolaan apotek meliputi: Pembuatan,

pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan

penyerahan obat atau bahan obat, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan

penyerahan perbekalan farmasi lainnya serta pelayanan informasi mengenai

perbekalan farmasi (Permenkes,1993).

Perbekalan farmasi yang disalurkan apotek meliputi obat, bahan obat,

obat asli Indonesia (obat tradisional), bahan obat asli Indonesia (bahan obat

tradisional), alat kesehatan dan kosmetika. Sarana apotek dapat didirikan pada

lokasi kegiatan pelayanan komoditi lain selain sediaan farmasi, seperti : susu,

perlengkapan bayi (pempres dan dot bayi), alat kesehatan dan lain- lain

(Permenkes,1993)

2.1.1 Tujuan Apotek

Tujuan apotek adalah sebagai berikut:


a. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian diapotek.

b. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh

pelayanan kefarmasian di apotek.

c. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam memberikan

pelayanan kefarmasian di apotek

(Permenkes RI,2017).

2.1.2 Tugas Pokok Dan Fungsi Apotek

Tugas dan fungsi apotek, sebagai berikut:

a. Tempatpengabdian profesi Apoteker yang telah mengucapkan Sumpah

jabatan.

b. Sarana pelayanan farmasi dalam melaksanakan peracikan, pengubahan

bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.

c. Penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan secara luas dan

merata obat yang diperlukan oleh masyarakat.

d. Sarana informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.

(Permenkes,1980)

2.1.3 Struktur Organisasi Apotek

Berikut ini adalah bagian yang menggambarkan struktur organisasi apotek yang

ideal
2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotik

2.2.1 Sumber daya manusia

Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh

seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan apotek, apoteker

senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan

yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi,

menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan

mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu

memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan

(Hartini dan Sulasmono, 2006).

2.2.2 Sarana dan Prasarana

Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh

masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata

apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.

Dalam Permenkes No.922 tahun 1993 ayat 2 sarana apotek dapat didirikan pada

lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan

farmasi dan ayat 3 apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya

diluar sediaan farmasi (Hartini dan Sulasmono, 2006).

2.2.3 Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya.

Komoditas di apotek dapat berupa sediaan farmasi, perbekalan kesehatan,

alat kesehatan maupun yang lainnya. Yang dimaksud sediaan farmasi adalah obat

tradisional, dan kosmetik. Perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat

dan peralatan yang diperlukan untuk menyelanggarakan upaya kesehatan sedang


alat kesehatan adalah bahan, instrumen apparatus, mesin, implant yang tidak

mengandung obat yang tidak digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,

menyembuhkan dan meringankan penyakit serta memulihkan kesehatan (Hartini

dan Sulasmono, 2006).

Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya

dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi : perencanaan,

pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO

(first in first out) dan FEFO (first expire first out) (Hartini dan Sulasmono, 2006).

2.3 Tahapan Pelayanan Obat Di Apotek

Pelayanan di apotek memiliki makna luas, bukan hanya pelayanan resep,

dalam Kepmenkes No. 1027 tahun 2004 yang dimaksud pelayanan adalah

pelayanan resep, promosi dan edukasi dan pelayanan residensial (Hartini dan

Sulasmono, 2006).

2.3.1 Pelayanan resep

Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter kepada apoteker

untuk membuat dan atau menyerahkan obat kepada pasien (Anief, 2000).

Pelayanan resep meliputi :

a. . Skrining resep

Apoteker melakukan skrining resep meliputi :

1. Persyaratan administratif:

a) Nama, SIP dan alamat dokter.

b) Tanggal penulisan resep


c) Tanda tangan/ paraf dokter penulis resep (d). Nama, alamat, umur,

jenis kelamin dan berat badan pasien.

d) Nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta

e) Cara pemakaian yang jelas

f) Informasi lainnya

2. Kesesuaian farmasetik

a) Bentuk sediaan

b) Dosis

c) Potensi

d) Stabilitas

e) Inkompatibilitas

f) Cara dan lama pemberian

3. Pertimbangan Klinis

a) Adanya alergi

b) Efek samping

c) Interaksi

d) Kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain)

Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya

dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan

pertimbangan dan alternative seperlunya bila perlu menggunakan

persetujuan setelah pemberitahuan (Hartini dan Sulasmono,

2006).
b. Penyiapan Obat

1. Peracikan

Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur,

mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam

melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap

dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan

etiket yang benar (Anonim, 2004)

2. Etiket

Etiket harus jelas dan dapat dibaca, obat yang diserahkan

atas dasar resep harus dilengkapi dengan etiket berwarna putih

untuk obat dalam dan warna biru untuk obat luar (Hartini dan

Sulasmono, 2006).

3. Kemasan

Obat yang Diserahkan Obat hendaknya dikemas dengan

rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya

(Anonim, 2004).

4. Penyerahan Obat

Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan

pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep.

Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian

informasi obat dan konseling kepada pasien (Anonim, 2004).


5. Informasi Obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas

dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan

terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi:

cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu

pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus

dihindari selama terapi. Ruang lingkup kompetensi ini meliputi

seluruh kegiatan pemberian informasi obat kepada pasien, tenaga

kesehatan lain, masyarakat dan pihak-pihak lain yang

membutuhkan untuk kepentingan upayaupaya positif lain yang

terkait secara aktif maupun pasif (Hartini dan Sulasmono, 2006).

6. Konseling

Akhir - akhir ini peredaran obat-obat tanpa resep

memungkinkan seseorang individu mencoba mengatasi masalah

mediknya dengan cepat, ekonomis dan nyaman tanpa perlu

mengujungi dokter. Penggunaan obat tanpa resep yang tidak tepat

dapat mengakibatkan peningkatan biaya dan penyakit pasien

menjadi lebih serius. Untuk melayani pasien dengan lebih baik,

apoteker perlu memaksimalkan pelayanan pribadinya, dalam

menghadapi pertanyaan dari pasien, seorang apoteker harus bisa

menunjukan manfaat dari setiap petujuk yang diberikan terutama

dalam menyeleksi dan memantau pengobatan dengan obat tanpa

resep (Hartini dan Sulasmono, 2006).


7. Monitoring Penggunaan Obat

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus

melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk

pasien tertentu seperti kardiovaskuler, diabetes, TBC, asma dan

penyakit kronis lainnya (Anonim, 2004).

2.4. Pengelolaan Apotek

2.4.1 Kode Etik Pelayanan Kefarmasian

Pengelolaan apotek meliputi:

a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,

penyimpanan dan penjualan obat atau bahan obat.

b. Pengadaan, penyimpanan,penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi

lainnya.

c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi: Pelayanan

informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik

kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.

Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan bahaya dan

atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya (Permenkes,1993).

Pelayanan informasi tersebut masih didasarkan kepada kepentingan

masyarakat selain itu, pengelolaan apotek meliputi semua kegiatan administrasi,

personalia, kegiatan dibidang material (arus barang) dan bagian yang

berhubungan dengan fungsi apotek (Permenkes,1993).


2.4.2 Fungsi Manajemen

Menurut Anief (1998) agar dalam pengelolaan suatu apotek dapat berjalan

dengan baik, ada empat aktifitas dalam manajemen yang bisa diterapkan, yaitu:

1. Perencanaan (Planning).

Rencana dibuat agar organisasi dapat mengarahkan dana dan

sumber daya yang ada serta mempunyai komitmen untuk mencapai suatu

tujuan. Perencanaan dapat dibuat sebagai alat untuk memonitor semua

kegiatan yang terjadi dalam suatu organisasi agar tidak terjadi

penyelewengan.

2. Pengorganisasian (organising).

Organisasi merupakan sekelompok orang yang bekerjasama

dengan berbagai aktivitas untuk mencapai suatu tujuan yang ditentukan

bersama.Proses pengorganisasian meliputi: Pembagian atau

pengelompokan aktivitas yang sama dan seimbang dengan pendidikan

setiap karyawan, penentuan tugas masing-masing kelompok, pemilihan

orang yang tepat dalam setiap bidang dan disesuaikan dengan pendidikan,

sifat dan tanggungjawabnya, pelimpahan wewenang dan tanggung jawab,

pengkoordinasian berbagai aktivitas, berhubungan dengan tanggung jawab

terhadap kesehatan manusia.

3. Penggerakan (actuating).

Kemampuan dalam memberikan dorongan atau motivasi kepada

bawahan sehingga mereka bekerja dengan baik demi tercapainya tujuan

organisasi. Penggerakan mencakup 4 kegiatan yaitu : pengambilan


keputusan, memotivasi karyawan, berkomunikasi dan pembinaan

karyawan.

4. Pengawasan (controlling).

Pengawasan merupakan pengendalian apakah semua kegiatan telah

berjalan sebagaimana mestinya.Penilaian dilakukan dengan

membandingkan hasil dengan rencana, kemudian dilakukan koreksi atau

usaha perbaikan terhadap rencana-rencana berikutnya. Pengawasan yang

dilakukan oleh pimpinan bertujuan untuk:Melaksanakan efisiensi dan

menghemat biaya-biaya yang dikeluarkan, menjaga aktivitas agar tidak

digunakan secara boros, menjaga semua pendapatan dapat diterima serta

harus di pertanggung jawabkan.

Peraturan ini menekankan pengabdian profesi Apoteker untuk melakukan

pengelolaan apotek secara bertanggungjawab sehingga dapat menjamin kualitas

pelayanan obat kepada masyarakat.

2.5 Penggolongan Obat

Golongan obat adalah penggolongan yang dimaksudkan untuk

peningkatan keamanan dan ketetapan penggunaan serta pengamanan distribusi

yang terdiri dari Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat Wajib Apotik, Obat

Keras, Jamu, Obat herbal terstandar, Fitofarmaka, Psikotropika dan Narkotika.

2.5.1 Obat Bebas

Logo Obat Bebas


Obat Bebas adalah obat yang tidak dinyatakan sebagai obat narkotika atau

psikotropika atau obat keras atau obat bebas terbatas yang dapat diberikan tanpa

resep dokter. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu lingkaran berwarna hijau

dengan garis tepi berwarna hitam, tanda khusus dimaksud harus diletakkan

sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah dikenali. Contoh golongan obat

bebas yaitu paracetamol, obat batuk hitam, vitamin C, dan lain-lain

(Permenkes,1983).

2.5.2 Obat Bebas Terbatas

Logo Obat Bebas Terbatas

Obat Bebas Terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada

pasien tanpa resep dokter dalam jumlah terbatas. Tanda khusus untuk obat bebas

terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam dan tanda khusus

dimaksud harus diletakkan sedemikian rupa sehingga jelas terlihat dan mudah

dikenali (Permenkes,1983.

Obat bebas terbatas harus dicantumkan pula tanda peringatan P. No.1, P.

No.2, P. No.3, P. No.4, P. No.5, atau P. No.6. Tanda peringatan tersebut adalah

sebagai berikut :

P.No.1 P.No.2
Awas! Obat Keras. Bacalah Awas! Obat Keras. Hanya
aturan pakainya. untuk kumur, jangan
ditelan.
P.No.3 P.No.4
Awas! Obat Keras. Hanya Awas! Obat Keras. Hanya
untuk bagian luar dari untuk dibakar.
badan.

P.No.5 P.No.6
Awas ! Obat Keras. Tidak Awas ! Obat Keras. Obat
boleh ditelan. wasir, jangan ditelan.

Contoh golongan obat bebas terbatas yaitu vitadex, neozep forte, allerzin, antimo,

dan lain lain (Permenkes,1969).

2.5.3 Obat Keras

Logo Obat Keras

Adapun yang ditetapkan sebagai obat keras adalah :

a. Semua obat yang pada bungkus luar oleh si pembuat disebutkan bahwa obat

itu hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.

b. Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk

dipergunakan secara parenteral, baik dengan cara suntikan maupun dengan

cara pemakaian lain dengan jalan merobek rangkaian asli dari jaringan.

c. Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah

dinyatakan secara tertulis, bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan

Manusia.

d. Yang dimaksud dengan obat baru disini yakni semua obat yang tidak

tercantum dalam Farmakope Indonesia dan Daftar Obat Keras atau obat yang
hingga saat dikeluarkannya Surat Keputusan ini secara resmi belum pernah di

import atau digunakan di Indonesia (Permenkes,1962)

Pada obat keras daftar G diberikan tanda khusus yang berupa lingkaran

bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang

menyentuh garis tepi. Tanda khusus tersebut harus diletakkan sedemikian rupa

sehingga jelas terlihat dan mudah dikenali. Selain hal itu harus dicantumkan pula

kalimat “Harus dengan resep dokter”. Contoh golongan obat keras yaitu

simvastatin, glibenklamid, antibiotik, dan lain-lain (Permenkes,1989).

2.5.4 Jamu

Logo Jamu

Jamu adalah obat tradisional Indonesia yang tidak memerlukan

pembuktian ilmiah sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan pembuktian

empiris atau turun temurun. Jamu harus memenuhi kriteria aman sesuai dengan

persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris,

dan memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.

Contoh : Tolak Angin, Antangin, Woods’ Herbal, Diapet Anak, dan Kuku Bima

Gingseng (BPOM,2014).
2.5.5 Obat Herbal Terstandar (OHT)

Logo Obat Herbal Terstandar

Obat Herbal Terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah

dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik pada

hewan dan bahan bakunya telah di standarisasi. Obat herbal terstandar harus

memenuhi kriteria aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat

dibuktikan secara ilmiah atau praklinik, telah dilakukan standarisasi terhadap

bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. Contoh : Diapet, Lelap, Fitolac,

Diabmeneer, dan Glucogarp (BPOM,2014).

2.5.6 Fitofarmaka

Logo Fitofarmaka

Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang dapat disejajarkan

dengan obat modern karena telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara

ilmiah dengan uji praklinik pada hewan dan uji klinik pada manusia, bahan baku

dan produk jadinya telah di standarisasi. Fitofarmaka harus memenuhi kriteria

aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan, klaim khasiat dibuktikan dengan

uji klinis, telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi. Contoh: Stimuno, Tensigard, Rheumaneer, X-gra dan Nodiar

(BPOM,2014).

2.5.7 Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan

narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf

pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Psikotropika dibedakan menjadi 4 golongan sebagai berikut :

1. Psikotropika golongan I: Hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan

dan mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma

ketergantungan.Contoh psikotropika golongan I yaitu DMA, MDMA,

Meskalin dan Psilosibina.

2. Psikotropika golongan II: digunakan untuk terapi dan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma

ketergantungan. Contoh psikotropika golongan II yaitu Amfetamin,

Metakualon, Sekobarbital.

3. Psikotropika golongan III: Banyak digunakan dalam terapi dan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang

mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh psikotropika golongan

III yaitu Amobarbital, Flunitrazepam, Pentobarbital, Siklobarbital.

4. Psikotropika golongan IV: Sangat luas digunakan dalam terapi dan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan ketergantungan.Contoh psikotropika golongan IV yaitu


Alprazolam, Diazepam, Klobazam, Klonazepam, Sanmag Tablet,

Lorazepam, Nitrazepam, Oksazolam, Dan Triazolam.

(Peraturan Undang Undang,1997).

Pemesanan dapat dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan

Psikotropika rangkap tiga di tandatangani Apoteker Pengelola Apotek dan

dilengkapi dengan nomor SIK atau SP serta stempel apotek surat pesanan

tersebut kemudian di kirim PBF khusus untuk penyaluran obat keras. Surat

Pesanan dibuat rangkap tiga, dua lembar untuk PBF dan satu lembar untuk arsip

apotek. Penyerahan psikotropika hanya dapat dilakukan kepada apotek, rumah

sakit, puskesmas, balai pengobatan dan pelayanan resep dari dokter.

(Permenkes,2015).

2.5.8 Narkotika

Logo Obat Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang

dibedakan ke dalam golongan-golongan (Peraturan Undang Undang,1997).

Golongan narkotika dibedakan sebagai berikut :

1. Narkotika golongan I: Hanya digunakan untuk pengembangan ilmu

pengetahuan dan mempunyai potensi yang sangat tinggi mengakibatkan


ketergantungan. Contoh narkotika golongan I yaitu Papaver somniverum

L, Opium mentah, Opium masak, tanaman koka, daun koka, Heroin dan

tanaman ganja.

2. Narkotika golongan II: Digunakan untuk terapi pilihan terakhir dan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi

mengakibatkan ketergantungan. Contoh narkotika golongan II yaitu

Benzetidin, Petidina, Morfin dan garam-garamnya.

3. Narkotika golongan III: Banyak digunakan dalam terapi dan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

mengakibatkan ketergantungan.Contoh: Codein, Doveri, Etil Morfin.

(Peraturan Undang Undang,1997).

Pemesanan narkotika dilakukan melalui PBF Kimia Farma sebagai

distributor tunggal. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan

narkotika rangkap empat di tanda tangani oleh Apoteker Pengelola Apotek dan

dilengkapi dengan nomor SIPA serta stempel apotek. Pemesanan narkotika dalam

satu lembar surat pesanan adalah satu item (satu jenis obat) dan dibuat rangkap

empat, tiga lembar Surat Pesanan tersebut dikirim ke PBF dan satu lembar lagi

digunakan untuk arsip apotek (Farhan,2014).

Penyimpanan Narkotika di apotek :

a. Apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus, mempunyai dua

pintu dan kunci ganda.

b. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang selain

narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan.


c. Anak kunci lemari khusus di kuasai penanggung jawab atau pegawai lain

yang dikuasakan.

d. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh

umum. Tempat khusus tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut : Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat

dengan ukuran 40x80x100 cm, harus mempunyai kunci yang kuat, dibagi

dua masing-masing dengan kunci yang berlainan bagian pertama di

pergunakan untuk menyimpan Morfin, Petidine dan garam-garamnya serta

persediaan narkotika, bagian kedua di pergunakan untuk menyimpan

narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari, lemari tersebut harus

menempel pada tembok atau lantai.

(Permenkes,1978).

Apotek wajib menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai

pemasukkan dan atau pengeluaran narkotika yang ada didalam penguasaannya

kepada Menteri Kesehatan. Laporan narkotika dikirim kepada Kepala Dinas

Kesehatan Daerah Tingkat 1 setempat dengan tembusan: Kepala Dinas Kesehatan

Tingkat II setempat, Kepala Badan POM Propinsi setempat, arsip.Untuk

pelaporan narkotika dan psikotropika pada tahun 2013 sudah menggunakan

aplikasi Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) yang

dikembangkan dan dikelola oleh Direktorat Bina Produksi dan Distribusi

kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes dan Kementrian kesehatan Republik

Indonesia (Permenkes,1997).

2.6 Obat Wajib Apotek (OWA)


Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh Apoteker

kepada pasien di apotek tanpa resep dokter (Permenkes,1990).

Pengelolaan Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan

pada Apoteker pengelola apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat

kepada pasien sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelayanan

resep sepenuhnya menjadi tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek

(Permenkes, 2016).

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan ketersediaan,

pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian

informasi. Apoteker harus melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan

administrasi, persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis baik untuk pasien

rawat inap maupun rawat jalan (Permenkes, 2014).

Resep harus ditulis jelas dan lengkap.Resep harus dirahasiakan dan

disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun.

Bagian – bagian dalam resep memuat :

a. Nama

b. Alamat dan nomor ijin praktek dokter, dokter gigi dan dokter hewan

c. Tanggal penulisan resep (inscriptio);

d. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep,

e. Nama setiap obat atau komposisi obat (invocatio)

f. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura);


g. Tanda tangan atau paraf dokter penulis resep sesuai dengan perundang-

undangan yang berlaku (subscriptio);

h. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter hewan;

i. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang

jumlahnya melebihi dosis maksimal.

(Amaliah,2014).

BAB III

URAIAN KHUSUS

3.1 Apotek Almediqa

3.1.1 Letak Geografis

Apotek ini berlokasi Jl. K.S. Tubun No. 90, Sinindian, Kotamobagu Tim,

Kota Kotamobagu, Sulawesi Utara 95716.

3.2 Sejarah Singkat Apotek Almediqa

Apotek Almediqa merupakan salah satu apotek swasta yang didirikan pada

tanggal 18 april 2018 di Jl, K.S. Tubun No. 90, Sinindian, Kotamobagu Tim, Kota

Kotamobagu, Sulawesi Utara 95716. Apotek Almediqa didirikan oleh Bapak Apt.

H. Faedal Barakatu, S.Si yang juga sebagai APT karyawan. Seiring berjalannya
waktu, Apotek Almediqa saat ini sudah memiliki 5 cabang Apotek 1 cabang took

obat, 1 cabang PBF Alkes, 1 klinik bersalin. Cabang apotek Almediqa antara lain :

1. Apotek Almediqa sinindian yang didirikan pada tahun 2018 dengan Jumlah

AA saat ini 5 orang dan 1 APJ. Almediqa Sinindian juga memiliki praktek

dokter, yaitu praktek dokter kandungan, dokter gigi dan dokter umum.

2. Apotek Almediqa Kotamobagu, didirikan pada bulan September, 2019

dengan Jumlah AA saat ini 3 orang dan 1 APJ. Apotek ini berlokasi di

depan IGD RSU monompia.

3. Apotek Almediqa Mogolaing, didirikan pada bulan februari, 2020 dengan

Jumlah AA saat ini 2 orang dan 1 APJ.

4. Apotek Almediqa Pontodon, didirikan pada bulan oktober, 2020 dengan

Jumlah AA saat ini 2 orang dan 1 APJ.

5. Apotek Almediqa Inobonto, didirikan pada bulan desember, 2020 dengan

Jumlah AA saat ini 3 orang dan 1 APJ.

6. Toko obat Almediqa Modoinding, didirikan pada bulan september, 2020

dengan jumlah TTK 2 orang dan 1 APJ.

7. Medco Medica Manado, didirikan pada bulan februari, 2021 dengan jumlah

tenaga 2 orang dan 1 APJ dan 1 driver, distributor ini bergerak dibidang alat

kesehatan.

8. Klinik Bersalin Almediqa, didirikan pada bulan januari, 2020. Klinik

Almediqa ini beroperasi sebagai klinik bersalin secara normal, yang diketuai

oleh Dr. Hj. Sri Tarti Manoppo, M.Kes, SP.OG yang didampingi oleh

bidan-bidan professional. Klinik ini berlokasi di Sinindian Kotamobagu.


Apotek Almediqa saat ini sudah memiliki 27 karyawan yang tersebar

disemua cabang (belum termasuk klinik). Apotek Almediqa juga memiliki aturan-

aturan tertentu yang dikenal dengan etos kerja yaitu JATI-DAK (Jujur, amanah,

tanggung jawab, ikhlas, disiplin, aktif, kerjasama).

3.3 Visi, Misi Apotek Almediqa

Adapun visi misi Apotek Almediqa yaitu :

a. Visi : Menjadi apotek dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu

b. Misi : Menyediakan obat, alat kesehatan dan perbekalan farmasi yang

bermutu dan harga terjangkau.

3.4 Tugas Pokok Dan Fungsi Apotek Almediqa

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 pasal 2, apotek

mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :

a. Tempat pengabdian profesi Apoteker yang telah mengucapkan Sumpah

jabatan

b. Sarana pelayanan farmasi dalam melaksanakan peracikan, pengubahan

bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat.

c. Penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan secara luas dan

merata obat yang diperlukan oleh masyarakat.

d. Sarana informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya

3.5 Jam Operasional Apotek

Dinas Apotek Almediqa dibagi menjadi 3 shift untuk Almediqa Sinindian,

Almediqa Kotamobagu dan Almediqa Pontodon. Sedangkan untuk outlet

Almediqa lainnya dibagi menjadi 2 shift. Jam operasional Apotek Almediqa


umumnya dari jam 07.00 pagi - 23.00 malam. Kecuali untuk Almediq

Kotamobagu yang beroperasi selama 1x24 jam.

BAB IV

PEMBAHASAN

Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Apotek Almediqa dilakukan pada tanggal

11 januari – 15 februari 2021. Kegiatan mahasiswa Praktek Kerja Lapangan

(PKL) di Apotek Almediqa dibagi menjadi dua shift. Shift pagi dimulai dari jam

08.00-15.00 sedangkan shift siang dimulai dari jam 15.00-21.00. Mahasiswa tidak

hanya mendapat pengetahuan tentang apotek secara langsung melalui praktek

tetapi juga berbagai materi tentang pelayanan kefarmasian dan manajemen apotek.

Mahasiswa PKL ikut terjun langsung dalam kegiatan pelayanan di apotek seperti

penerimaan resep, penerimaan obat dari PBF, pemeriksaan resep, pemberian

etiket, penyerahan obat serta pemberian konseling kepada pasien, pembuatan copy
resep dan kwitansi. Mahasiswa diberi informasi dan berdiskusi secara langsung

dengan Apoteker Penanggung Jawab Apotek (APA) serta Tenaga Teknis

Kefarmasian (TTK).

Tahap awal sebelum memulai praktek kerja di Apotek AlMediqa mahasiswa

diberikan pembekalan. Dalam pembekalan ini mahasiswa dijelaskan mengenai

gambaran apotek Almediqa, mekanisme pelaksanaan dan tata tertib selama PKL.

Diskusi di apotek Almediqa dilakukan dengan apoteker dan dengan pegawai-

pegawai apotek Almediqa. Adapun bahan diskusi selama Praktek Kerja Lapangan

(PKL) meliputi aspek administrasi dan perundang- undangan (legalitas pendirian

apotek dan pelayanan di apotek) dan aspek pelayanan farmasi.

4.1 Pengadaan Barang

Sistem pengadaan barang obat-obatan, alat kesehatan, alat kontrasepsi,

kosmetika dan barang pelengkap lainnya dilakukan dengan cara memesan ke PBF

sesuai dengan surat pesanan (SP) dengan persetujuan APA. Pengadaan barang ini

bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan pembeli dengan

mempertimbangkan legalisasi obat dan faktor ekonomi. Surat pesanan yang

digunakan untuk memesan alat kesehatan, obat bebas, obat bebas terbatas dan

obat keras berbeda dengan obat golongan Narkotika, Psikotropika. Perbedaannya 

adalah untuk surat pesanan Narkotika hanya untuk satu item (satu jenis) obat dan

untuk surat pesanan Psikotropika dapat digunakan untuk beberapa item obat

maksimal tiga item yang dimana Surat pesanan hanya dapat diperoleh dari PBF

yang telah ditunjuk oleh pemerintah yaitu Kimia Farma sedangkan untuk surat

pesanan obat-obat selain narkotika dan psikotropika dapat menggunakan Surat


pesanan yang dibuat oleh apotek. Setelah surat pesanan diterima PBF, kemudian

barang dikirim disertai faktur dari distributor yang bersangkutan dan surat

pesanan (Permenkes RI No, 73 tahun 2016)

Penyusunan rencana dilakukan sebelum pemesanan, yaitu berdasarkan

pada buku defecta dari gudang, informasi dibidang penjualan, keadaan keuangan

apotek dan juga pemilihan PBF melalui distributor yang resmi. Pemesanan barang

juga berdasarkan daftar obat yang habis atau jumlahnya tinggal sedikit.

Proses pengadaan barang di Apotek Almediqa dilakukan dengan langkah-

langkah sebagai berikut:

4.1.1 Perencanaan Item Barang

Tujuan dari perencanaan yaitu agar proses pengadaan perbekalan farmasi/

obat yang ada di apotek menjadi lebih efektif dan efisien. Ada beberapa faktor

yang harus dipertimbangkan dalam perencanaan, yaitu dalam Pemilihan pemasok,

yang perlu diperhatikan antara lain:

a. Legalitas pemasok (PBF).

b. Service, meliputi ketepatan waktu, barang yang dikirim, ada tidaknya

diskon/bonus, layanan obat ED dan tenggang waktu penagihan.

c. Kualitas obat, perbekalan farmasi lain.

d. Ketersediaan obat yang dibutuhkan.

e. Harga.

4.1.2 Pemesanan Barang

Pemesanan di Apotek Almediqa dilakukan jika barang hampir habis atau

barang habis. Barang habis yaitu barang yang habis di gudang atau hampir habis
dirak untuk pemakaian sehari-hari. Hal ini bertujuan agar barang yang ada di rak

untuk pelayanan tidak habis sehingga pasien akan selalu mendapatkan barang

yang dicari.

Pemesanan dilakukan dengan membuat surat pesanan barang yang telah

ditandatangani oleh APA dibuat rangkap dua, satu untuk PBF dan yang lain untuk

arsip apotek. Barang-barang yang slow moving, barang yang cepat rusak dan

jarang diresepkan oleh dokter disediakan dengan jumlah secukupnya.Barang-

barang yang fast moving, essensial dan sering diresepkan oleh dokter disediakan

dengan jumlah yang lebih besar. Alur pemesanan obat di apotek Almediqa antara

lain:

a. Mengecek dan merekap barang kosong yang ada di semua outlet

b. Mencatat barang kosong yang sudah di cek ,kemudian di catat di SP (surat

pesanan) berdasarkan pabrik / distributornya

c. SP tersebut diperiksa kembali oleh apoteker sebelum di tanda tangan

d. Jika sudah sesuai, SP di tanda tangan dan dikirim ke selesmeh

e. Selanjutnya apotek tinggal menunggu barang masuk dari PBF / Distributor

4.1.3 Penerimaan Barang

Penerimaan barang di apotek Almediqa minimal dilakukan oleh Tenaga

Teknis Kefarmasian yang memiliki STRTTK. Pada saat barang datang dilakukan

pengecekan barang meliputi jumlah barang tiap item, jenis, nomorbatch serta

tanggal kadaluwarsanya. Apabila sudah sesuai antara nota distribusi barang

dengan barang yang diterima, kemudian ditandatangani minimal oleh Tenaga

Teknis Kefarmasian yang menerima disertai nama terang, SIKTTK (bila Tenaga
Teknis Kefarmasian yang menerima), cap apotek dan tanggal penerimaan,

penerimaan barang disesuaikan juga dengan surat pesanan, jika ada barang yang

tidak di pesan, maka barang di kembalikan / di return.

Obat-obat yang memiliki waktu kadaluwarsa dalam pembelian biasanya

dilakukan perjanjian mengenai pengembalian obat kepada PBF yang bersangkutan

dengan batas waktu menurut perjanjian, biasanya satu sampai enam bulan

sebelum batas ED, sesuai ketentuan masing-masing PBF. Obat dengan ED yang

hampir mendekati batas yang telah ditentukan dikelompokkan sendiri dan

biasanya dikembalikan atau ditukar dengan obat yang waktu kadaluwarsanya

masih lama. Namun ada beberapa barang yang memiliki ED tetapi tidak dapat

dikembalikan dan biasanya mendapat perhatian khusus untuk dijual terlebih

dahulu jika telah mendekati waktu kadaluwarsanya.

4.1.4 Penyimpanan Barang

Penyimpanan obat di Apotek Almediqa disusun berdasarkan al-fabet,

bentuk sediaan dan farmakologinya. Obat-obat yang mudah rusak atau mudah

meleleh pada suhu kamar disimpan di lemari pendingin, Alat kesehatan disimpan

dan ditata di etalase tersendiri, Barang juga diatur dengan sistem FIFO (First In

First Out) dan FEFO (First Expired First Out) dengan memperhatikan ED

(Expired Date) untuk menghindari kerusakan karena terlalu lama disimpan.

4.1.5 Distribusi

Distribusi sediaan farmasi merupakan suatu kegiatan penyaluran baik obat,

maupun bahan obat, sesuai dengan persyaratn guna menjaga kualitas dari sediaan

farmasi yang di distribusikan tersebut. Penyaluran obat dilakukan oleh PBF


(pedagan besar farmasi) PBF merupakan perusahan berbentuk badan hokum yang

memiliki ijin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat, dan bahan obat

dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan (BPOM,

2012)

Distribusi obat di apotek Almediqa dilakukan dengan cara Dropping, dimana

pendtribusian obat hanya dilakukan di apotek utama (Almediqa sinindian),

sedangkan untuk cabang Almediqa yang lain mengambil stock obat dari apotek

utama (Almediqa sinindian). Sedangkan untuk distribusi obat kepasien dilakukan

dengan menggunakan resep dokter dan pembelian obat bebas. Untuk pembelian

obat menggunakan resep dibagi menjadi dua yaitu :

a. Resep Tunggal :

Harga jual Apotek = (HJA + Tuslah Rp. 2000)  untuk obat Ethical

Harga Total = Harga jual apotek + Tuslah

b. Resep Racikan :

Harga jual Apotek = (HJA + Tuslah Rp. 10.000)  untuk obat Ethical

Harga Total = Harga jual apotek + Tuslah

Rumus pemberian harga obat dengan resep yang dilakukan oleh Apotek Al-

mediqa adalah harga total yang dibayarkan oleh pasien meliputi harga jual apotek

(resep racikan/tunggal) ditambah tuslah.

4.1.6 Pelayanan Obat

4.1.6.1 Pelayanan obat dengan Resep

1. Penerimaan resep

2. Kelengkapan Resep (Nama, alamat, nomor surat ijin praktek, dan ttd)
3. Penulisan resep (nama obat, jumlah, dan aturan pakai)

4. Identitas pasien (Nama, umur, alamat)

4.1.6.2 Pelayanan obat tanpa resep

1. Penjualan alat kesehatan

2. Penjualan obat bebas

3. Penjualan perlengkapan bayi

4. Penjualan kosmetik

4.1.7 Pelayanan Swamedikasi

Dalam pelayanan swamedikasi atau pengobatan sendiri untuk penyakit

ringan dapat dilakukan pemilihan obat yang sesuai dengan kondisi pasien serta

terapi yang tepat. Sedangkan untuk keluhan berat seperti yang membutuhkan

anjuran biasanyan langsung di alihkan untuk berkonsultasi dengan dokter, seperti

penggunaan obat – obat inhaler pada pasien asma dan insulin pada pasien

diabetes melitus .

Rumus harga penjualan obat bebas :

Harga Obat Bebas: (HNA x PPN) x 1,15 = Harga Jual

Rumus harga penjualan obat keras :

Harga OWA: (HNA x PPN) x 1,15 = Harga jual

Keterangan:

HNA = Harga Netto Apotek

4.1.6 Penjualan Alat Kesehatan


Apotek Almediqa menyediakan beberapa jenis alat kesehatan seperti,

spuit, pispot, kassa pembalut, kapas, masker, termometer, urine bag, pipet,

tensimeter, dan sebagainya

4.1.7 Penjualan Komoditi Lain

Penjualan komoditi-komoditi lainnya ini antara lain seperti perlengkapan

bayi, kosmetik, minuman dan juga PKRT (Perbekalan Kebutuhan Rumah Tangga

seperti sikat gigi, pasta gigi, dan sebagainya sebagai penunjang kelangsungan

hidup apotek).

4.2 Administrasi

Pengelolaan administrasi Apotek Almediqa dilakukan oleh bagian

administrasi yang meliputi :

4.2.1 Buku Barang Habis

Buku ini digunakan untuk mencatat nama obat dan barang yang hampir

habis atau yang sudah habis. Keuntungan dengan adanya buku ini adalah agar

dapat sekaligus mengecek barang dan stock barang, menghindari kelupaan

pemesanan kembali suatu barang sehingga ketersediaan barang di apotek dapat

terkontrol dan mempercepat proses pemesanan.

4.2.2 Blanko SP (Surat Pesanan)

Buku ini berisi lembaran-lembaran surat pesanan yang ditanda tangani

oleh APA. Surat pesanan dibuat rangkap dua, dengan rincian lembar asli

diserahkan ke PBF, dan tembusannya digunakan sebagai arsip. Apabila pesanan

tidak langsung dilakukan oleh APA, Tenaga Teknisi Kefarmasian (TTK) dapat

melakukan pemesanan dengan menyerahkan lembar pesanan sementara (salinan),


SP asli dapat diambil setelah barang dikirim. Dalam surat pesanan (SP) tercantum

tanggal pemesanan, nama PBF yang dituju, nomor SP, nama obat, kemasan dan

dosis yang dimaksud, jumlah, tanda tangan pemesan, dan stempel/cap apotek.

4.2.3 Kartu Stock

Kartu stock merupakan kartu yang berfungsi untuk mengetahui jumlah

barang yang masuk dan keluar, baik berupa obat maupun komoditi lainnya.

Dalam kartu stock tersebut tercantum macam barang, ukuran, tanggal, no. bon,

ED, no. batch, uraian, penerimaan, pengeluaran, sisa, harga (Rp, %).

4.2.4 Buku-Buku Penunjang Lainnya

a. Buku kas kecil, buku ini mencantumkan tanggal, nama, keterangan yang

berisi modal, keperluan dapur, bensin, dan lain-lain.

b. Neraca Akhir Tahun, neraca akhir tahun berisi kas, piutang lancar,

inventaris, hutang barang, hutang modal dan modal akhir untuk

mengetahui keadaan keuangan apotek.

Anda mungkin juga menyukai