Anda di halaman 1dari 9

Dari kompetensi serta peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan

sebelumnya, Apoteker di apotek memiliki 3 (tiga) peranan, terutama yang berkaitan langsung
dengan pasien, yaitu sebagai profesional, manager, dan retailer.

A. Peranan Apoteker Sebagai Profesional


Apoteker memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian yang
bermutu dan efisien yang berasaskan pharmaceutical care di apotek. Adapun standar pelayanan
kefarmasian di apotek telah diatur melalui S ur at K ep ut us an M e nt er i K es e ha ta n
R ep ub li k In do ne s i a N o mo r 1027/Menkes/SK/I X/2004.
Tujuan dari standar pelayanan ini adalah:
1. Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.
2. Melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar.
3. Pedoman dalam pengawasan praktek Apoteker.
4. Pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di apotek.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004, terutama pada BAB III, bahwa pelayanan kefarmasian meliputi:
1. Pelayanan Resep
a. Skrining Resep
Apoteker melakukan skrining resep meliputi:
1) Persyaratan Administratif :
- Nama, SIP dan alamat dokter
- Tanggal penulisan resep
- Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
- Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
- Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang minta
- Cara pemakaian yang jelas
- Informasi lainnya
2) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan
lama pemberian.
3) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah
obat dan lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter
penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu
menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
b. Penyiapan obat
1) Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan
etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap
dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
2) Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3) Kemasan Obat yang Diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga
kualitasnya.
4) Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara
obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat
dan konseling kepada pasien.
5) Informasi Obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak
bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: dosis,
efek farmakologi, cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan,
aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
6) Konseling
Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan
perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang
bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau
perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes,
TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan.
7) Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan
obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit
kronis lainnya.
2. Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat
ingin mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang
sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut
membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster,
penyuluhan, dan lain-lain.
3. Pelayanan Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang
bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien dengan pengobatan
penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker harus membuat catatan berupa catatan
pengobatan (medication record).
B. Peranan Apoteker Sebagai Manager
Manajemen secara formal diartikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian, terhadap penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen
adalah untuk :
1. Mencapai tujuan.
2. Menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan.
3. Mencapai efisiensi dan efektivitas.
Dua konsepsi utama untuk mengukur prestasi kerja (performance) manajemen adalah
efisiensi dan efektivitas. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan dengan benar, merupakan konsep matematika, atau merupakan perhitungan ratio
antara keluaran (output) dan masukan (input). Seorang manajer dikatakan efisien adalah
seseorang yang mencapai keluaran yang lebih tinggi (hasil, produktivitas, performance)
dibanding masukan-masukan (tenaga kerja, bahan, uang, mesin dan waktu) yang digunakan.
Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang
tepat untuk pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Manajer yang efektif adalah manajer yang
dapat memilih pekerjaan yang harus dilakukan atau metode (cara) yang tepat untuk mencapai
tujuan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004, pada BAB II, bahwa pengelolaan sumber daya di apotek meliputi:
1. Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang Apoteker yang
profesional. Dalam pengelolaan apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan:
a. Menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik.
b. Mengambil keputusan yang tepat.
c. Mampu berkomunikasi antar profesi.
d. Menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner.
e. Kemampuan mengelola SDM secara efektif.
f. Selalu belajar sepanjang karier.
g. Membantu memberi pendidikan.
h. Memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
2. Pengelolaan Sarana dan Prasarana
Apoteker di apotek berperan dalam mengelola dan menjamin bahwa:
a. Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat.
b. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.
c. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.
d. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan
dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas
produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan obat.
e. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk
memperoleh informasi dan konseling.
f. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat dan
serangga. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.
g. Apotek harus memiliki:
1) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien
2) Tempat untuk menyediakan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/ materi
informasi.
3) Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta
lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
4) Ruang racikan.
5) Tempat pencucian alat atau keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
6) Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan
barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya
yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah
ditetapkan.
3. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan lainnya
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai
ketentuan perundangan-undangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (First In First Out) dan
FEFO (First Expire First Out).
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan:
1) Pola penyakit
2) Kemampuan masyarakat
3) Budaya masyarakat
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus
melalui jalur resmi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Penyimpanan
1) Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah
terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah.
2) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
3) Wadah sekurang kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
4) Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.
4. Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi
yang meliputi:
a. Administrasi Umum: pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan
dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Administrasi Pelayanan: pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien,
pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
C. Peranan Apoteker Sebagai Retailer
Apotek merupakan tempat pengabdian profesi kefarmasian. Namun tidak dapat
dipungkiri di sisi lain bahwa apotek adalah salah satu model badan usaha retail, yang tidak jauh
berbeda dengan badan usaha retail lainnya. Apotek sebagai badan usaha retail, bertujuan untuk
menjual komoditinya, dalam hal ini obat dan alat kesehatan, sebanyak-banyaknya untuk
mendapatkan profit. Profit memang bukanlah tujuan utama dan satu-satunya dari tugas
keprofesian apoteker, tetapi tanpa profit apotek sebagai badan usaha retail tidak dapat bertahan.
Oleh karena itu, segala usaha untuk meningkatkan profit perlu dilaksanakan, di antaranya
mencapai kepuasan pelanggan. Pelanggan merupakan sumber profit. Oleh karena itu, sebagai
seorang retailer berkewajiban mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhan pelanggan,
menstimulasi kebutuhan pelanggan agar menjadi permintaan, dan memenuhi permintaan tersebut
sesuai bahkan melebihi harapan pelanggan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 992/Menkes/Per/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek Menteri Kesehatan, pasal 6, dinyatakan bahwa :
1. Untuk mendapatkan izin Apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana
yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan
farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
2. Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi
lainnya diluar sediaan farmasi.
3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
Berdasarkan peraturan tersebut, terutama ayat 2 dan 3, membuka peluang bagi apotek untuk
melakukan kegiatan usaha di luar sediaan farmasi. Oleh karena begitu besarnya peluang, dan
kelonggaran regulasi yang ada, apotek memiliki keleluasan dalam menjalankan perannya sebagai salah
satu badan usaha retail.
Oleh karena itu, Apoteker Pengelola Apotek seyogyanya menjalan peran memainkan
peranannya sebagai retailer, terutama bagi Apoteker Pengelola Apotek yang full management.
Kompetensi minimal mengenai marketing dan strateginya, akan menjadi nilai tambah bagi Apoteker
Pengelola Apotek, dalam memimpin suatu apotek. Pengaturan sarana dan prasarana yang
menunjang juga sangat menentukan keputusan pelanggan untuk membeli, seperti pajangan yang
menarik, layout apotek, merchandising, pelayanan yang hangat dan ramah, dan lain sebagainya.
Fungsi dan Tugas Apoteker Sesuai dengan Kompetensi Apoteker di Apotek menurut
WHO (World Health Organization)

Kompetensi Apoteker menurut WHO dikenal dengan Eight Stars Pharmacist, yaitu:
1. Care giver, artinya Apoteker dapat memberi pelayanan kepada pasien, memberi informasi obat
kepada masyarakat dan kepada tenaga kesehatan lainnya.
2. Decision maker, artinya Apoteker mampu mengambil keputusan, tidak hanya mampu mengambil
keputusan dalam hal manajerial namun harus mampu mengambil keputusan terbaik terkait dengan
pelayanan kepada pasien, sebagai contoh ketika pasien tidak mampu membeli obat yang ada dalam
resep maka Apoteker dapat berkonsultasi dengan dokter atau pasien untuk pemilihan obat dengan
zat aktif yang sama namun harga lebih terjangkau..
3. Communicator, artinya Apoteker mampu berkomunikasi dengan baik dengan pihak ekstern (pasien
atau customer) dan pihak intern (tenaga profesional kesehatan lainnya).
4. Leader, artinya Apoteker mampu menjadi seorang pemimpin di apotek. Sebagai seorang
pemimpin, Apoteker merupakan orang yang terdepan di apotek, bertanggung jawab dalam
pengelolaan apotek mulai dari manajemen pengadaan, pelayanan, administrasi, manajemen
SDM serta bertanggung jawab penuh dalam kelangsungan hidup apotek.
5. Manager, artinya Apoteker mampu mengelola apotek dengan baik dalam hal pelayanan,
pengelolaan manajemen apotek, pengelolaan tenaga kerja dan administrasi keuangan. Untuk
itu Apoteker harus mempunyai kemampuan manajerial yang baik, yaitu keahlian dalam
menjalankan prinsip-prinsip ilmu manajemen.
6. Life long learner, artinya Apoteker harus terus-menerus menggali ilmu pengetahuan,
senantiasa belajar, menambah pengetahuan dan keterampilannya serta mampu mengembangkan
kualitas diri.
7. Teacher, artinya Apoteker harus mampu menjadi guru, pembimbing bagi stafnya, harus mau
meningkatkan kompetensinya, harus mau menekuni profesinya, tidak hanya berperan sebagai
orang yang tahu saja, tapi harus dapat melaksanakan profesinya tersebut dengan baik.
8. Researcher, artinya Apoteker berperan serta dalam berbagai penelitian guna mengembangkan ilmu
kefarmasiannya.

Fungsi dan Tugas Apoteker Sesuai Dengan Kompetensi Apoteker Indonesia di


Apotek menurut APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia)
Kompetensi Apoteker menurut APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia)
adalah:
A. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu melaksanakan pengelolaan obat
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
B. Pelayanan Obat dan Perbekalan kesehatan Lainnya
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu memberikan pelayanan obat/untuk
penderita secara profesional dengan jaminan bahwa obat yang diberikan kepada penderita akan
tepat, aman, dan efektif. Termasuk di dalamnya adalah pelayanan obat bebas dan pelayanan
obat dengan resep dokter yang obatnya dibuat langsung oleh apotek.
C. Pelayanan Konsultasi, Informasi, dan Edukasi
Kompetensi yang diharapkan adalah apoteker mampu melaksanakan fungsi pelayanan konsultasi,
informasi dan edukasi yang berkaitan dengan obat dan perbekalan kesehatan lainnya kepada
penderita, tenaga kesehatan lain atau pihak lain yang membutuhkan.
Tujuan konsultasi obat terhadap pasien adalah (Siregar, 2004) :
a. Menciptakan hubungan yang baik dengan penderita sehingga mempermudah proses
pengobatan.
b. Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan mengenai sejarah pengobatan penderita.
c. Memberikan pendidikan pada penderita mengenai cara penggunaan obat yang benar.
d. Memberi dukungan dan keyakinan pada penderita mengenai proses pengobatan yang dijalankan.
Edukasi dan konseling yang dilakukan Apoteker merupakan bagian dari pharmaceutical care
dengan tujuan untuk meningkatkan hasil terapi. Edukasi terhadap pasien berhubungan dengan
suatu tingkat dari perubahan perilaku pasien. Kegagalan pengobatan dapat disebabkan banyak
faktor, salah satunya adalah kurangnya edukasi yang berkaitan dengan terapi sampai pada
hambatan financial yang menghalangi pengadaan obat. Tujuan edukasi obat adalah agar pasien
akan mengetahui betul tentang obatnya, meningkatkan kepatuhan pasien, pasien lebih teliti
dalam menggunakan dan menyimpan obat, pasien mengerti akan obat yang diresepkan dan
akhirnya menghasilkan respon pengobatan yang lebih baik.

D. Pencatatan dan Pelaporan


Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu melaksanakan pencatatan dan
pelaporan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apoteker bertanggung jawab terhadap setiap kegiatan di apotek termasuk pencatatan,
administrasi pembelian, penjualan, pelaporan keuangan dan laporan penggunaan
narkotika/psikotropika (Kepmenkes RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta, 2001).
E. Partisipasi Monitoring Obat
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu berpartisipasi aktif dalam
program monitoring keamanan penggunaan obat. Apoteker berpartisipasi dalam
program monitoring obat terutama monitoring reaksi obat merugikan (ROM).
F. Partisipasi Promosi Kesehatan
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu berpartisipasi secara aktif dalam
program kesehatan di masyarakat lingkungannya, terutama yang berkaitan dengan obat.
G. Fungsi/Tugas Lain (terkait dengan pengelolaan keuangan, Sumber Daya Manusia)
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu melaksanakan tugas dan fungsi lain
sebagai pimpinan di apotek, seperti pengelolaan keuangan yang salah satunya terkait dengan
target yang ingin dicapai apotek, dan sumber daya manusia yang bertujuan untuk mendukung
program yang dilaksanakan di apotek serta terlaksananya pelayanan yang berkualitas
terhadap pasien. Pengembangan apotek dapat dilakukan dengan tujuan memperluas dunia
usaha serta pelayanan kepada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai