Anda di halaman 1dari 9

Pekerjaan kefarmasian menurut UU Kesehatan No.

36 Tahun 2009 yaitu meliputi pembuatan termasuk


pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan
obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peranan dan Fungsi Apoteker Pengelola Apotek (APA)
Peranan dan fungsi Apoteker Pengelola Apotek (APA) di antaranya:
a. Membuat visi dan misi.
b. Membuat strategi, tujuan, sasaran, dan program kerja.
c. Membuat dan menetapkan peraturan atau Standar Prosedur Operasional (SPO) pada setiap fungsi
kegiatan di apotek.
d. Membuat sistem pengawasan dan pengendalian SPO serta program kerja pada setiap fungsi kegiatan
di apotek.
e. Merencanakan, melaksanakan, mengendalikan dan menganalisis hasil kinerja operasional dan kinerja
keuangan apotek.
Wewenang dan tanggung jawab APA diantaranya:
a. Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan
b. Menentukan sistem atau peraturan yang akan digunakan
c. Mengawasi pelaksanaan SPO dan program kerja
d. Bertanggung jawab terhadap kinerja yang diperoleh.
- Kompetensi Apoteker
Kompetensi adalah kemampuan manusia yang merupakan sejumlah karakteristik, baik berupa bakat,
motif, sikap, keterampilan, pengetahuan, perilaku yang membuat seorang pegawai berhasil dalam
pekerjaannya. Dengan kata lain, yang dapat membedakan pegawai yang memiliki kinerja rata-rata dengan
pegawai yang memiliki kinerja unggul (kinerja lebih baik) dengan secara efektif membantu dan
membedakan kinerja dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.
Dari kompetensi serta peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan sebelumnya, Apoteker di
apotek memiliki 3 (tiga) peranan, terutama yang berkaitan langsung dengan pasien, yaitu sebagai
profesional, manager, dan retailer.
A. Peranan Apoteker Sebagai Profesional
Apoteker memiliki kemampuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian yang bermutu dan
efisien yang berasaskan pharmaceutical care di apotek. Adapun standar pelayanan kefarmasian di apotek
telah diatur melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/I
X/2004.
Tujuan dari standar pelayanan ini adalah:
1. Melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional.
2. Melindungi profesi dari tuntutan masyarakat yang tidak wajar.
3. Pedoman dalam pengawasan praktek Apoteker.
4. Pembinaan serta meningkatkan mutu pelayanan farmasi di apotek.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004,
terutama pada BAB III, bahwa pelayanan kefarmasian meliputi:
1. Pelayanan Resep
a. Skrining Resep
Apoteker melakukan skrining resep meliputi:
1) Persyaratan Administratif :
- Nama, SIP dan alamat dokter
- Tanggal penulisan resep
- Tanda tangan/paraf dokter penulis resep
- Nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien
- Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang minta
- Cara pemakaian yang jelas
- Informasi lainnya
2) Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian.
3) Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan
lain lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep
dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan
setelah pemberitahuan.
b. Penyiapan obat
1) Peracikan
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada
wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan
dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
2) Etiket
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
3) Kemasan Obat yang Diserahkan
Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
4) Penyerahan Obat
Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara
obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan
konseling kepada pasien.
5) Informasi Obat
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis,
bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: dosis, efek farmakologi,
cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari selama terapi.
6) Konseling
Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan
lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya
penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk
penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya
apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
7) Monitoring Penggunaan Obat
Setelah penyerahan obat kepada pasien, Apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat,
terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.
2. Promosi dan Edukasi
Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus memberikan edukasi apabila masyarakat ingin
mengobati diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan
apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu
diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain.
3. Pelayanan Residensial (Home Care)
Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat
kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis
lainnya. Untuk aktivitas ini Apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication
record).
B. Peranan Apoteker Sebagai Manager
Manajemen secara formal diartikan sebagai perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan
pengendalian, terhadap penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan. Fungsi manajemen adalah
untuk :
1. Mencapai tujuan.
2. Menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan.
3. Mencapai efisiensi dan efektivitas.
Dua konsepsi utama untuk mengukur prestasi kerja (performance) manajemen adalah efisiensi dan
efektivitas. Efisiensi adalah kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dengan benar, merupakan
konsep matematika, atau merupakan perhitungan ratio antara keluaran (output) dan masukan (input).
Seorang manajer dikatakan efisien adalah seseorang yang mencapai keluaran yang lebih tinggi (hasil,
produktivitas, performance) dibanding masukan-masukan (tenaga kerja, bahan, uang, mesin dan waktu)
yang digunakan.
Efektivitas merupakan kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatan yang tepat untuk
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Manajer yang efektif adalah manajer yang dapat memilih
pekerjaan yang harus dilakukan atau metode (cara) yang tepat untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004,
pada BAB II, bahwa pengelolaan sumber daya di apotek meliputi:
1. Pengelolaan Sumber Daya Manusia
Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus dikelola oleh seorang Apoteker yang
profesional. Dalam pengelolaan apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan:
a. Menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik.
b. Mengambil keputusan yang tepat.
c. Mampu berkomunikasi antar profesi.
d. Menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner.
e. Kemampuan mengelola SDM secara efektif.
f. Selalu belajar sepanjang karier.
g. Membantu memberi pendidikan.
h. Memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
2. Pengelolaan Sarana dan Prasarana
Apoteker di apotek berperan dalam mengelola dan menjamin bahwa:
a. Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat.
b. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek.
c. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat.
d. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan
penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta
mengurangi resiko kesalahan penyerahan obat.
e. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh Apoteker untuk memperoleh informasi
dan konseling.
f. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat dan serangga.
Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.
g. Apotek harus memiliki:
1) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien
2) Tempat untuk menyediakan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/ materi informasi.
3) Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk
menyimpan catatan medikasi pasien.
4) Ruang racikan.
5) Tempat pencucian alat atau keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
6) Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang
lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta
diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
3. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan lainnya
Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan sesuai ketentuan
perundangan-undangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan.
Pengeluaran obat memakai sistim FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expire First Out).
a. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan:
1) Pola penyakit
2) Kemampuan masyarakat
3) Budaya masyarakat
b. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur
resmi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Penyimpanan
1) Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah
terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah.
2) Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
3) Wadah sekurang kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
4) Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak dan menjamin kestabilan bahan.
4. Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang
meliputi:
a. Administrasi Umum: pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Administrasi Pelayanan: pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil
monitoring penggunaan obat.
C. Peranan Apoteker Sebagai Retailer
Apotek merupakan tempat pengabdian profesi kefarmasian. Namun tidak dapat dipungkiri di sisi lain
bahwa apotek adalah salah satu model badan usaha retail, yang tidak jauh berbeda dengan badan usaha
retail lainnya. Apotek sebagai badan usaha retail, bertujuan untuk menjual komoditinya, dalam hal ini
obat dan alat kesehatan, sebanyak-banyaknya untuk mendapatkan profit. Profit memang bukanlah tujuan
utama dan satu-satunya dari tugas keprofesian apoteker, tetapi tanpa profit apotek sebagai badan usaha
retail tidak dapat bertahan.
Oleh karena itu, segala usaha untuk meningkatkan profit perlu dilaksanakan, di antaranya mencapai
kepuasan pelanggan. Pelanggan merupakan sumber profit. Oleh karena itu, sebagai seorang retailer
berkewajiban mengidentifikasi apa yang menjadi kebutuhan pelanggan, menstimulasi kebutuhan
pelanggan agar menjadi permintaan, dan memenuhi permintaan tersebut sesuai bahkan melebihi
harapan pelanggan.
Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan No. 992/Menkes/Per/X/1993, tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin
Apotek Menteri Kesehatan, pasal 6, dinyatakan bahwa :
1. Untuk mendapatkan izin Apotek, Apoteker atau Apoteker yang bekerjasama dengan pemilik sarana
yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi
dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
2. Sarana Apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya
diluar sediaan farmasi.
3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi.
Berdasarkan peraturan tersebut, terutama ayat 2 dan 3, membuka peluang bagi apotek untuk melakukan
kegiatan usaha di luar sediaan farmasi. Oleh karena begitu besarnya peluang, dan kelonggaran regulasi
yang ada, apotek memiliki keleluasan dalam menjalankan perannya sebagai salah satu badan usaha retail.
Oleh karena itu, Apoteker Pengelola Apotek seyogyanya menjalan peran memainkan peranannya sebagai
retailer, terutama bagi Apoteker Pengelola Apotek yang full management. Kompetensi minimal mengenai
marketing dan strateginya, akan menjadi nilai tambah bagi Apoteker Pengelola Apotek, dalam memimpin
suatu apotek. Pengaturan sarana dan prasarana yang menunjang juga sangat menentukan keputusan
pelanggan untuk membeli, seperti pajangan yang menarik, layout apotek, merchandising, pelayanan yang
hangat dan ramah, dan lain sebagainya.
- Fungsi dan Tugas Apoteker Sesuai dengan Kompetensi Apoteker di Apotek menurut WHO (World Health
Organization)
Kompetensi Apoteker menurut WHO dikenal dengan Eight Stars Pharmacist, yaitu:
1. Care giver, artinya Apoteker dapat memberi pelayanan kepada pasien, memberi informasi obat kepada
masyarakat dan kepada tenaga kesehatan lainnya.
2. Decision maker, artinya Apoteker mampu mengambil keputusan, tidak hanya mampu mengambil
keputusan dalam hal manajerial namun harus mampu mengambil keputusan terbaik terkait dengan
pelayanan kepada pasien, sebagai contoh ketika pasien tidak mampu membeli obat yang ada dalam resep
maka Apoteker dapat berkonsultasi dengan dokter atau pasien untuk pemilihan obat dengan zat aktif
yang sama namun harga lebih terjangkau..
3. Communicator, artinya Apoteker mampu berkomunikasi dengan baik dengan pihak ekstern (pasien
atau customer) dan pihak intern (tenaga profesional kesehatan lainnya).
4. Leader, artinya Apoteker mampu menjadi seorang pemimpin di apotek. Sebagai seorang pemimpin,
Apoteker merupakan orang yang terdepan di apotek, bertanggung jawab dalam pengelolaan apotek mulai
dari manajemen pengadaan, pelayanan, administrasi, manajemen SDM serta bertanggung jawab penuh
dalam kelangsungan hidup apotek.
5. Manager, artinya Apoteker mampu mengelola apotek dengan baik dalam hal pelayanan, pengelolaan
manajemen apotek, pengelolaan tenaga kerja dan administrasi keuangan. Untuk itu Apoteker harus
mempunyai kemampuan manajerial yang baik, yaitu keahlian dalam menjalankan prinsip-prinsip ilmu
manajemen.
6. Life long learner, artinya Apoteker harus terus-menerus menggali ilmu pengetahuan, senantiasa
belajar, menambah pengetahuan dan keterampilannya serta mampu mengembangkan kualitas diri.
7. Teacher, artinya Apoteker harus mampu menjadi guru, pembimbing bagi stafnya, harus mau
meningkatkan kompetensinya, harus mau menekuni profesinya, tidak hanya berperan sebagai orang yang
tahu saja, tapi harus dapat melaksanakan profesinya tersebut dengan baik.
8. Researcher, artinya Apoteker berperan serta dalam berbagai penelitian guna mengembangkan ilmu
kefarmasiannya.
- Fungsi dan Tugas Apoteker Sesuai Dengan Kompetensi Apoteker Indonesia di Apotek menurut APTFI
(Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia)
Kompetensi Apoteker menurut APTFI (Asosiasi Pendidikan Tinggi Farmasi Indonesia) adalah:
A. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu melaksanakan pengelolaan obat sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
B. Pelayanan Obat dan Perbekalan kesehatan Lainnya
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu memberikan pelayanan obat/untuk penderita
secara profesional dengan jaminan bahwa obat yang diberikan kepada penderita akan tepat, aman, dan
efektif. Termasuk di dalamnya adalah pelayanan obat bebas dan pelayanan obat dengan resep dokter
yang obatnya dibuat langsung oleh apotek.
C. Pelayanan Konsultasi, Informasi, dan Edukasi
Kompetensi yang diharapkan adalah apoteker mampu melaksanakan fungsi pelayanan konsultasi,
informasi dan edukasi yang berkaitan dengan obat dan perbekalan kesehatan lainnya kepada penderita,
tenaga kesehatan lain atau pihak lain yang membutuhkan.
Tujuan konsultasi obat terhadap pasien adalah (Siregar, 2004) :
a. Menciptakan hubungan yang baik dengan penderita sehingga mempermudah proses pengobatan.
b. Mengumpulkan informasi yang dibutuhkan mengenai sejarah pengobatan penderita.
c. Memberikan pendidikan pada penderita mengenai cara penggunaan obat yang benar.
d. Memberi dukungan dan keyakinan pada penderita mengenai proses pengobatan yang dijalankan.
Edukasi dan konseling yang dilakukan Apoteker merupakan bagian dari pharmaceutical care dengan
tujuan untuk meningkatkan hasil terapi. Edukasi terhadap pasien berhubungan dengan suatu tingkat dari
perubahan perilaku pasien. Kegagalan pengobatan dapat disebabkan banyak faktor, salah satunya adalah
kurangnya edukasi yang berkaitan dengan terapi sampai pada hambatan financial yang menghalangi
pengadaan obat. Tujuan edukasi obat adalah agar pasien akan mengetahui betul tentang obatnya,
meningkatkan kepatuhan pasien, pasien lebih teliti dalam menggunakan dan menyimpan obat, pasien
mengerti akan obat yang diresepkan dan akhirnya menghasilkan respon pengobatan yang lebih baik.
D. Pencatatan dan Pelaporan
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu melaksanakan pencatatan dan pelaporan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Apoteker bertanggung jawab terhadap setiap kegiatan di apotek termasuk pencatatan, administrasi
pembelian, penjualan, pelaporan keuangan dan laporan penggunaan narkotika/psikotropika (Kepmenkes
RI No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Jakarta, 2001).
E. Partisipasi Monitoring Obat
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu berpartisipasi aktif dalam program monitoring
keamanan penggunaan obat. Apoteker berpartisipasi dalam program monitoring obat terutama
monitoring reaksi obat merugikan (ROM).
F. Partisipasi Promosi Kesehatan
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu berpartisipasi secara aktif dalam program
kesehatan di masyarakat lingkungannya, terutama yang berkaitan dengan obat.
G. Fungsi/Tugas Lain (terkait dengan pengelolaan keuangan, Sumber Daya Manusia)
Kompetensi yang diharapkan adalah Apoteker mampu melaksanakan tugas dan fungsi lain sebagai
pimpinan di apotek, seperti pengelolaan keuangan yang salah satunya terkait dengan target yang ingin
dicapai apotek, dan sumber daya manusia yang bertujuan untuk mendukung program yang dilaksanakan
di apotek serta terlaksananya pelayanan yang berkualitas terhadap pasien. Pengembangan apotek dapat
dilakukan dengan tujuan memperluas dunia usaha serta pelayanan kepada masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai