Retinopati merupakan kelainan pada retina akibat penyebab selain infeksi. Retinopati
dapat dihubungkan berbagai mekanisme penyebab, diantaranya Diabetes Melitus, Hipertensi,
Obat-obatan, dan abnormalitas dalam darah (anemia, leukemia, trombositopenia). Namun,
diantara semua mekanisme penyebab, Diabetes Melitus dan Hipertensi merupakan penyebab
tersering Retinopati di Indonesia.
A. RETINOPATI DIABETIK
1. Epidemiologi
Diabetes Melitus adalah penyebab utama kebutaan pada orang dewasa berusia
antara 20 hingga 74 tahun dan dapat mempengaruhi seluruh struktur jaringan
okuli. Telah diteliti bahwa penderita diabetes memiliki potensi kebutaan sebesar
20-30 kali daripada orang non-diabetes yang berusia sama. Diabetes merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang besar, tidak hanya komplikasi oftalmologis
yang diderita, namun juga komplikasi neurologis dan vaskuler, dan akan terus
bertambah seiring dengan usia.
Diabetes melitus dapat mengubah hampir seluruh jaringan okuli. Hal ini
mencakup keratokonjungtivitis sika, xantelasma, infeksi miotik, katarak,
glaukoma, neuropaty nervus optikus, okulomotor palsy. Namun, 90% kelainan
visus pada pasien diabetes disebabkan oleh retinopati.
Walaupun berbagai faktor telah diketahui memiliki hubungan terhadap
perkembangan retinopati diabetik dan kebutaan, prediktor utama tetap kepada
berapa lama pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus.
Retinopati diabetik memperlihatkan gejala dalam waktu yang lama. Hanya
tahap lanjut dengan keterlibatan makula atau perdarahan vitreus menyebabkan
pasien merasakan keluhan visus atau buta mendadak. Karena deteksi dini sangat
penting, seluruh pasien diabetes harus mendapat pemeriksaan oftalmologi setiap
tahun. Pasien hamil dengan diabetes diperiksa setiap trimester.
2. Patofisiologi
Retinopati diabetik dapat dibagi menjadi 2 tipe: Retinopati Nonproliferatif dan
Retinopati Proliferatif. Kelainan pada retinopati nonproliferatif terletak pada
retina bagian sensoris. Sedangkan retinopati proliferatif mencakup
neovaskularisasi dan proses sekuelnya; perubahan-perubahan ini muncul baik
internal hingga permukaan retina.
Kenyataannya, belum diketahui apa yang mencetuskan perkembangan
retinopati diabetik, walaupun iskemia memiliki peranan. Beberapa kemungkinan
telah diteliti pada darah orang diabetes, meliputi peningkatan rigiditas dan
agregasi eritrosit, aktivitas platelet, perubahan protein plasma, dan peningkatan
afinitas hemoglobin terhadap oksigen. Baik peningkatan agregasi platelet dan
abnormalitas reitrosit dapat menyebabkan oklusi pembuluh darah kecil,
mengakibatkan iskemia pada retina. Peningkatan afinitas hemoglobin terhadap
oksigen berarti semakin sedikit pelepasan oksigen ke jaringan.
Telah disebutkan sebelumnya, durasi penyakit adalah prediktor kuat untuk
perkembangan retinopati. Anak prepubertas dapat memiliki retinopati minimal,
namun barier darah-retina berubah selama pubertas, diperkirakan karena pengaruh
hormonal, mengarah kepada retinopati. Kecuali bila makula edema, retinopati
nonproliferatif tidak menunjukkan gejala dan mungkin hanya ditemukan pada
pemeriksaan oftalmoskopi. Pada pasien yang memiliki diabetes setelah pubertas,
retinopati dapat sebagai gejala penyakit tersebut.
Retinopati nonproliferatif,
menghasilkan peningkatan permeabilitas kapiler,
mikroaneurisma,
hemoragi intraretinal,
eksudat keras (deposit lipid) dan eksudat halus (cotton-wool spot),
edema makular. Edema makular ( penebalan lapisan retina akibat
kebocoran cairan dari kapiler) menyebabkan visus menghilang bila tidak
mendapat penanganan.
Retinopati proliferatif, secara khas terlihat
pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi) di daerah
preretina, yang muncul pada permukaan vitreus-retina dan dapat
menyebar ke dalam vitreus, menyebabkan perdarahan vitreus.
Jaringan fibrotik yang terbentuk di vitreus-retina dapat menyebabkan
pelepasan lapisan retina.
Neovaskularisasi juga dapat timbul di permukaan segmen anterior, iris
(rubeosis iridis), yang dapat menyebabkan pertumbuhan membran
neovaskular di sudut bilik mata depan, berakibat glaukoma neovaskular
(glaukoma sudut tertutup sekunder).
5. Penatalaksanaan
Kontrol diabetes dan tekanan darah sangat penting dalam menunda perjalanan
retinopati. Nonproliferatif retinopati ditatalaksana dengan laser jika terjadi edema
makular. Injeksi kortikosteroid intravitreal atau periokuli dikenal dapat menangani
edema makular yang berat dan memperbaiki visus.
6. Prognosis
Prognosis buruk pada retinopati proliferatif jika telah terjadi iskemia retina
berat, neovaskularisasi luas, atau pembentukan jaringan fibrotik preretina yang
luas. Tanpa perdarahan vitreus dan pelepasan retina, visus dapat membaik
kembali, dan intervensi terapeutik dlakukan untuk mencegah kehilangan yang
lebih parah.
B. RETINOPATI HIPERTENSIF
Menurut Joint National Committee 7, tekanan darah diklasifikasikan menjadi :
Normal : <120/80 mmHg
Prehipertensi : 120-139/80-89 mmHg
Hipertensi
o Derajat 1 : 140-159 mmHg (sistole) atau 90-99 mmHg (diastole)
o Derajat 2 : ≥ 160 mmHg (sistole) ≥ 100 mmHg (diastole)
1. Patogenesis
Peningkatan tekanan darah akut dapat menyebabkan vasokonstriksi ireversibel
pembuluh darah retina; pada arteriosklerosis dinding pembuluh darah arteriol akan
terjadi penebalan.
Hipertensi yang lama dan berat dapat mengarah kepada perubahan pembuluh
darah yang eksudatif, akibat kerusakan endotel dan nekrosis. Gabungan hipertensi
dan diabetes meningkatkan resiko kehilangan penglihatan.
Salah satu tanda awal dan tanda klasik retinopati hiertensif adalah
penyempitan arteriol. Peningkatan tonus dinding vaskuler secara akut diinisiasi
oleh mekanisme autoregulasi menyebabkan penurunan kaliber pembuluh darah
(fase vasokonstriksi). Pembuluh darah dengan daerah sklerosis miskin tonus otot
dan cenderung untuk dilatasi akibat peningkatan tekanan intrlumen.
Perdarahan di dalam lapisan superfisial retina bagian dalam menampilkan
bentuk lidah api karena alurnya mengikuti akson lapisan serabut saraf. Perdarahan
retina yang lebih dalam memiliki penampilan titik atau bintik, yang bervariasi
tergantung susunan serabut saraf di sekitarnya. Eksudat keras, titik cotton-wool,
dan edema retina merupakan manifestasi tambahan dari fase eksudat retinopati
hipertensif dan menunjukkan derajat yang lebih berat lagi.
2. Gejala, tanda dan diagnosis
Tidak ada gejala yang timbul sebelum penyakit ini berkembang lebih lanjut.
Pada derajat awal, funduskopi memperlihatkan vasokonstriksi arteriol, dengan
pengecilan kaliber arteriol (2:3 terhadap vena). Jika serangan akut cukup berat,
perdarahan superfisial flame-shape dan iskemia retina (cotton-wool spot) mulai
berkembang. Eksudat keras berwarna kuning akibat deposit lipid di retina lapisan
dalam dan bocor keluar pembuluh darah dapat timbul, dan membentuk lesi
bintang di makula. Pada hipertensi berat, diskus optikus mengalami kongesti dan
edem. Hipertensi kronis menyebabkan penyempitan arteri permanen, Gunn’s
crossing sign (arteriovenosa, dan arteriosklerosis dengan perubahan pembuluh
darah yang sifatnya sedang (copper wiring) hingga hiperplasia dinding pembluh
darah (silver wiring).
3. Diagnosis Diferensial
Pemeriksaan oftalmologi harus dilakukan untuk membedakan kelainan
pembuluh darah retina lainnya, juga adanya latar belakang penyakit sistemik .
Retinopati diabetik memiliki ciri khas perubahan parenkim dan pembuluh darah.
4. Penatalaksaan
Retinopati hipertensif ditangani dengan mengontrol tekanan darah. Tekanan
darah harus diturunkan di bawah 140/90 mmHg. Perubahan fundus akibat
arteriosklerosis tidak dapat diperbaiki.
5. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain :
Oklusi arteri sentral / cabang
Oklusi vena sentral / cabang
Makroaneurisma
Membran epiretinal
Neovaskularisasi retina
Perdarahan vitreus
Edema makular kistoid