Anda di halaman 1dari 17

RANCANGAN TUGAS 3 KEPERAWATAN GERONTIK

(TEORI KEJIWAAN SOSIAL)

KELOMPOK 8 :
HENY APRILYANTI
BELLA PUSPITA
MELIA HASRI
NINDI ALISSA
YOVI ANTIKA

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

STIKES PAYUNG NEGERI PEKANBARU

TAHUN AJARAN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR
Puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya maka makalah ini dapat
diselesaikan dengan baik. Salam dan shalawat semoga selalu tercurah pada
baginda Rasulullah Muhammad SAW..
Penyusun mengucapkan rasa terimakasih atas semua bantuan yang telah
diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan
makalah ini hingga selesai.Semoga makalah ini dapat memberikan informasi bagi
pembaca dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu
pengetahuan bagi kita semua.

Pekanbaru, 28 September 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................. 2


DAFTAR ISI ............................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN .........................................................................
A. Latar Belakang ............................................................................... 4
B. Tujuan ............................................................................................ 5
BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................
A. Definisi Teori Kejiwaan Sosial ...................................................... 6
B. Teori Kejiwaan Sosial Dalam Teori Penuaan ................................ 6
C. Pola-Pola Kepribadian Pada Masa Lanjut Usia ………….……..9
D. Penyesuaian Diri Terhadap Masa Pensiun ..................................... 11
E. Penyesuaian Diri Terhadap Keluarga............................................. 14
F. Perubahan Minat Pada Usia Lanjut ................................................ 14
G. Gangguan Psikologis Pada Masa Usia Lanjut ............................... 15
BAB III PENUTUP ..................................................................................
A. Simpulan ....................................................................................... 16
B. Saran ............................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa lanjut usia merupakan periode penutup dalam rentang kehidupan
seseorang. Pada periode ini seseorang telah beranjak jauh dari kehidupan
sebelumnya yang lebih menyenangkan atau beranjak dari masa yang penuh
dengan manfaat. Ditandai dengan adanya penurunan pada kapasitas fisik dan
psikologis. Seringkali seseorang melihat masa lampaunya, umumnya dengan
penuh penyesalan, dan cenderung ingin hidup pada masa sekarang, mencoba
mengabaikan masa depan sebisa mungkin.

Karena kondisi kehidupan dan perawatan yang lebih baik, mayoritas pria
dan wanita jaman sekarang tidak menunjukkan tanda – tanda penuaan mental
dan fisik hingga usia 65 tahun, bahkan sampai awal 70-an. Karena alasan
tersebut ada kecenderungan yang meningkat untuk menggunakan usia 65
sebagai usia pensiun.

Menurut Hurlock, tahap terakhir dalam rentang kehidupan, seringkali


dibagi menjadi: usia lanjut dini(60 – 70 tahun) dan usia lanjut (70 thn – akhir
kehidupannya).Semakin lanjut usia seseorang dalam periode hidupnya dan
telah kehilangan kejayaan masa mudanya.

Tahap usia lanjut adalah tahap di mana terjadi penuaan dan penurunan,
yang penururnanya lebih jelas dan lebih dapat diperhatikan dari pada tahap
usia baya. Penuaan merupakan perubahan kumulatif pada makhluk hidup,
termasuk tubuh, jaringan dan sel, yang mengalami penurunan kapasitas
fungsional. Pada manusia, penuaan dihubungkan dengan perubahan
degenerative pada kulit, tulang jantung, pembuluh darah, paru-paru, saraf dan
jaringan tubuh lainya. Dengan kemampuan regeneratife yang terbatas, mereka
lebih rentan terhadap berbagai penyakit, sindroma dan kesakitan dibandingkan
dengan orang dewasa lain. Penurunan ini terutama penurunan yang terjadi
pada kemampuan otak.

4
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk Mengetahui Teori Kejiwaan Sosial Dalam Teori Penuaan
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Definisi Teori Kejiwaan Sosial
b. Untuk mengetahui Teori Kejiwaan Sosial Dalam Teori Penuaan
c. Untuk mengetahui Pola-Pola Kepribadian Pada Masa Lanjut Usia
d. Untuk mengetahui Penyesuaian Diri Terhadap Masa Pensiun
e. Untuk mengetahui Penyesuaian Diri Terhadap Keluarga
f. Untuk mengetahui Perubahan Minat Pada Usia Lanjut
g. Untuk mengetahui Gangguan Psikologis Pada Masa Usia Lanjut

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Teori Kejiwaan Sosial
Kejiwaan sosial atau yang lebih sering dikenal psikososial adalah istilah
yang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara kondisi sosial
seseorang dengan kesehatan mental/emosionalnya. Dari katanya, istilah
psikososial melibatkan aspek psikologis dan sosial. Contohnya, hubungan
antara ketakutan yang dimiliki seseorang (psikologis) terhadap bagaimana
cara ia berinteraksi dengan orang lain di lingkungan sosialnya.
Jadi, teori kejiwaan sosial lansia pada teori penuaan adalah pemikiran,
perasaan, perilaku dan respon lansia terhadap perubahan yang terjadi di
lingkungan atau sosial karena proses menua. Teori psikososialogis
memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai
peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan
anatomis. Untuk tujuan pembahasan ini, perubahan sosiologis atau nonfisik
dikombinasikan dengan perubahan psikologis.
B. Teori Kejiwaan Sosial Dalam Teori Penuaan
1. Teori aktivitas pada masa lanjut usia
a. Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada lanjut usia yang sukses
adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.

b. Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar


tetap stabil dari usia pertengahan dan ke lanjut usia.

c. Lansia akan merasakan kepuasan bila dapat melakukan aktivitas dan


mempertahankan aktivitas selama mungkin dan secara mandiri.
Teori ini dikembangkan oleh Palmore (1965) dan Lemon et al.
(1972) yang mengatakan bahwa penuaan yang sukses bergantung dari
bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam melakukan aktivitas
serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting dibandingkan
kuantitas dan aktivitas yang dilakukan. Dari satu sisi aktivitas lansia dapat
menurun, akan tetapi di lain sisi dapat dikembangkan, misalnya peran baru
lansia sebagai relawan, kakek atau nenek, ketua RT, seorang duda atau

6
janda, serta karena ditinggal wafat pasangan hidupnya. Dari pihak lansia
sendiri terdapat anggapan bahwa proses penuaan merupakan suatu
perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk mempertahankan
perilaku mereka semasa mudanya.
Dalam psikososial teori aktivitas menekankan pentingnya peran
serta dalam kegiatan masyarakat bagi kehidupan seorang lansia. Dasar
teori ini adalah bahwa konsep diri seseorang bergantung pada aktivitasnya
dalam berbagai peran. Apabila hal ini hilang, maka akan berakibat negatif
terhadap kepuasan hidupnya. Ditekankan pula bahwa mutu dan jenis
interaksi lebih menentukan daripada jumlah interaksi. Hasil studi serupa
ternyata menggambarkan pula bahwa aktivitas informal lebih berpengaruh
daripada aktivitas formal. Kerja yang menyibukkan tidaklah meningkatkan
self esteem seseorang, tetapi interaksi yang bermakna dengan orang lainlah
yang lebih meningkatkan self esteem. Teori aktivitas, juga dikenal sebagai
teori implisit penuaan, teori normal dari penuaan mengusulkan bahwa
sukses penuaan terjadi ketika orang dewasa yang lebih tua tetap aktif dan
menjaga interaksi sosial.
Menurut teori aktivitas (activity theory), semakin orang dewasa
lanjut aktif dan terlibat, semakin kecil kemungkinan mereka menjadi renta
dan semakin besar kemngkinan mereka merasa puas dengan
kehidupannya. Dalam hal ini penting bagi para dewasa lanjut untuk
menemukan peran-peran pengganti untuk tetap menjaga keaktifan mereka
dan keterlibatan mereka didalam aktivitas kemasyarakatan. Dengan
adanya aktivitas pengganti ini maka dapat menghindari individu dari
perasaan tidak berguna, tersisihkan, yang membuat mereka menarik diri
dari lingkungan.
Teori aktivitas mencerminkan perspektif fungsionalis bahwa
keseimbangan seorang individu berkembang pada usia pertengahan harus
dipertahankan di tahun kemudian.
2. Teori pelepasan pada masa lanjut usia
Teori ini dikembangkan oleh Robert J. Havighurst pada tahun
1961. Pada tahun 1964, Bernice Neugarten menegaskan kepuasan yang di

7
usia tua bergantung pada pemeliharaan aktif dari hubungan pribadi dan
usaha. Teori ini mengasumsikan bahwa hubungan yang positif antara
aktivitas dan kepuasan hidup . Salah satu penulis menunjukkan aktivitas
yang memungkinkan orang dewasa menyesuaikan diri dengan pensiun dan
bernama "etika sibuk". Para kritikus negara teori aktivitas bahwa
mengabaikan ketidaksetaraan dalam kesehatan dan ekonomi yang
menghambat kemampuan bagi orang tua untuk terlibat dalam kegiatan
tersebut. Juga, beberapa orang dewasa yang lebih tua tidak ingin terlibat
dalam tantangan baru.
Teori pelepasan memberikan pandangan bahwa penyesuaian diri
lansia merupakan suatu proses yang secara berangsur-angsur sengaja
dilakukan oleh mereka, untuk melepaskan diri dari masyarakat.
Teori pelepasan berpendapat bahwa kepuasan pada orang masa
lanjut usia ditentukan dari dua macam arah. Di satu sisi, orang yang
semakin tua semakin melepaskan diri dari berbagai ikatan. Di lain sisi, dia
akan dilepaskan oleh masyarakat pada saat ia mulai pensiun. Ini
merupakan proses yang wajar. Manusia yang menadi tua, terutama yang
sudah tua betul, mencari bentuk – bentuk isolasi sosial tertentu, dan justru
dalam isolasinya itu merasa puas dan bahagia (Havighurst dalam
Neugarten, 1968).

3. Teori pembebasan
Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan
kemunduran individu dengan individu lainnya, pada lanjut usia pertama
diajukan oleh Cumming dan Henry, teori ini menyatakan bahwa dengan
bertambahnya usia, seseorang secara berangsur-angsur mulai melepas diri
dari kehidupan sosialnya tahu menarik diri dari pergaulan sekitarnya.
Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik
secara kualitas maupun kuantitas sehingga sering terjadi kehilangan ganda
(triple loss), yakni: kehilangan peran, hambatan kontak sosial,
berkurangnya komitmen. Triple loss akan mempengaruhi konsep diri
karena lansia merasa tidak berarti karena kehilangan peran dan cendeung

8
menarik diri dari lingkungan yang menyebabkan lansia menjadi memiliki
harga diri rendah.
C. Pola – Pola Kepribadian Pada Masa Lanjut Usia
1. Jenis kepribadian
Beberapa perubahan dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian
lansia sebagai berikut:
a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy)
Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap
sampai sangat tua.
b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality)
Pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome,
apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat
memberikan otonomi pada dirinya.
c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy)
Pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila
kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak
bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang
ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit
dari kedukaannya.
d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality)
Pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan
kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak
diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi
ekonominya menjadi berantakan.
e. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy)
Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya
sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.
2. Ukuran aktivitas peran/sosial
Umumnya lansia banyak yang melepaskan partisipasi sosial mereka,
walaupun pelepasan itu dilakukan secara terpaksa. Orang lanjut usia yang
memutuskan hubungan dengan dunia sosialnya akan mengalami kepuasan.
Pernyataan tadi merupakan disaggrement theory. Aktivitas sosial yang

9
banyak pada lansia juga mempengaruhi baik buruknya kondisi fisik dan
sosial lansia. (J.W.Santrock, 2002, h.239).
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.
Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi yang
rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka kemunduran itu
akan lama terjadi.
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari
sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan
diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia.
Pendapat-pendapat klise itu seperti : lansia lebih senang mempertahankan
pendapatnya daripada mendengarkan pendapat orang lain.
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan.
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang
buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.
Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak
fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan
kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran
sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering
menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu
mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih
sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika
keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan
orang lain dan kadang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah
menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna

10
serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga
perilakunya seperti anak kecil.
3. Ukuran kepuasan hidup
Pada masa-masa ini, individu melihat kembali perjalanan hidup
kebelakang, apa yang telah mereka lakukan selama perjalanan
merekatersebut. Ada yang dapat mengembangkan pandangan positif
terhadapapa yang telah mereka capai, jika demikian ia akan merasa lebih
utuh danpuas, sehingga ia akan lebih dapat menerima dirinya dengan
positif. Tetapi ada pula yang memandang kehidupan dengan lebih
negatif,sehingga mereka memandang hidup mereka secara keseluruhan
denganragu-ragu, suram, putus asa. Hal ini akan membuat inividu tidak
dapatmenerima kondisi dirinya yang telah lanjut usia.
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan
agama menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup,
harga diri dan optimisme. Kebutuhan spiritual (keagamaan) sangat
berperan memberikan ketenangan batiniah, khususnya bagi para Lansia.
Menurut Erikson, tahun-tahun akhir kehidupan merupakan suatu masa
untuk melihat kembali apa yang telah dilakukan selama hudupnya. Jika
kehidupan sebelumnya dapat dijalani dengan baik maka akan merasakan
kepuasan/integritas pada masa tuanya, dan sebaliknya. Mereka mengeluh
sangat pelupa, kesulitan dalam menerima hal baru. Dan mereka juga
merasa tidak tahan dengan tekanan, perasaan seperti ini membentuk
mental mereka seolah tertidur, dengan keyakinan bahwa dirinya sudah
terlalu tua untuk mengerjakan hal tertentu, mereka menarik diri dari semua
bentuk kegiatan.
D. Penyesuaian Diri terhadap Masa Pensiun
Penyesuaian diri pada lanjut usia adalah kemampuan orang yang berusia
lanjut untuk menghadapi tekanan atau konflik akibat perubahan – perubahan
fisik, maupun sosial – psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk
mencapai keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari
lingkungan, yang disertai dengan kemampuan mengembangkan mekanisme

11
psikologis yang tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhan
dirinya tanpa menimbulkan masalah baru.
Penyesuaian diri lanjut usia pada kondisi psikologisnya berkaitan dengan
dimensi emosionalnya dapat dikatakan bahwa lanjut usia dengan keterampilan
emosi yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan bahagia dan
berhasil dalam kehidupan, menguasai kebiasaan pikiran yang mendorong
produktivitas mereka. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu
atas kehidupan emosinya akan mengalami pertarungan batin yang merampas
kemampuan mereka untuk berkonsentrasi ataupun untuk memiliki pikiran
yang jernih.
Ohman & Soares (1998) melakukan penelitian yang menghasilkan
kesimpulan bahwa sistem emosi mempercepat sistem kognitif untuk
mengantisipasi hal buruk yang mungkin akan terjadi. Stimuli yang relevan
dengan rasa takut menimbulkan reaksi bahwa hal buruk akan terjadi. Terlihat
bahwa rasa takut mempersiapkan individu untuk antisipasi datangnya hal tidak
menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Secara otomatis individu akan
bersiap menghadapi hal-hal buruk yang mungkin terjadi bila muncul rasa
takut. Ketika individu memasuki fase lanjut usia, gejala umum yang nampak
yang dialami oleh orang lansia adalah “perasaan takut menjadi tua”. Ketakutan
tersebut bersumber dari penurunan kemampuan yang ada dalam dirinya.
Kemunduran mental terkait dengan penurunan fisik sehingga mempengaruhi
kemampuan memori, inteligensi, dan sikap kurang senang terhadap diri
sendiri.
Schwartz berkata bahwa pensiun dapat merupakan akhir pola hidup atau
masa transisi ke pola hidup baru. Pensiun selalu menyangkut perubahan peran,
perubahan keinginan dan nilai, dab perubahan secara keseluruhan terhdapa
pola hidup setiap individu. Orang – orang pada masa ini akan melakukan
berbagai macam antisipasi kegiatan untuk menghadapi masa ini, seperti :
antisipasi yang diikuti dengan partisipasi, rekreasi, dan kegembiraan yang
meluap – luap.

12
1. Sikap terhadap Pensiun
Havighurst membagi masa usia lanjut menjadi dua kategori umum
berdasarkan sikap mereka terhadap pensiun.
Kategori pertama disebut pengalih peran (transformer) adalah
mereka yang mampu mengubah gaya hidupnya dengan mengurangi
kegiatan – kegiatan berdasarkan pilihan sendiri dan menciptakan gaya
hidup baru yang menyenangkan bagi diri mereka sendiri. Mereka
mengembangkan hobi, melakukan perjalanan, dan menjadi aktif dalam
berbagai pertemuan yang diadakan oleh masyarakat.
Kategori kedua disebut pemelihara peran (maintainers) adalah
mereka yang terus bekerja dengan melakukan pekerjaan penggal waktu
setelah pensiun. Mereka seperti perubah peran, jarang rileks dan tidak
mengerjakan apapun, tapi apa yang mereka kerjakan merupakan lanjutan
dari apa yang telah merkea lakukan bertahun – tahun sebelumnya.

Kondisi yang Mempengaruhi Penyesuaian terhadap Masa Pensiun


 Para pekerja yang pensiun akan secara sukarela menyesuaikan diri lebih
baik dibandingkan dengan mereka yang merasa pensiun dengan terpaksa.
 Kesehatan yang buruk pada mas pensiun memudahkan penyesuaian
sedangkan orang yang sehat cenderung akan melawan untuk melakukan
penyesuaian diri.
 Banyak pekerja yang merasa bahwa berhenti dari pekerjaan secara
bertahap lebih baik efeknya dibandingkan dengan mereka yang tiba –
tiba berhenti karena tidak memiliki persiapan untuk perubahan pola
hidupnya.
 Kontak sosial, sebagaiman yang sering dijumpai di panti jompo,
membantu mereka dalam penyesuaian diri terhadap masa pensiun.
 Semakin sedikit perubahan yang harus dilakukan, semakin baik
penyesuaian dapat dilakukan.
 Status ekonomi yang baik, memungkinkan seseorang untuk hidup dengan
nyaman dan dapat menikmati hal yang menyenangkan.
 Status perkawinan yang bahagia sangat membantu penyesuaian diri.

13
 Semakin pekerja menyukai pekerjaan mereka, maka akan semakin buruk
penyesuaian terhadap masa pensiun.
 Semakin besar masyarakat menawarkan berbagai macam kekompakan
dan kegiatan bagi orang usia lanjut, semakin lebih baik pulai penyesuaian
diri terhadap masa pensiun.
 Sikap anggota keluarga terhadap masa pensiun mempunyai pengaruh
yang amat besar terhadap sikap pekerja, terutama terhadap pasangan
hidupnya.
E. Penyesuaian Diri terhadap Keluarga
Sebagian besar hubungan lansia dengan anak jauh kurang memuaskan
yang disebabkan oleh berbagai macam hal. Penyebabnya antara lain :
kurangnya rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua, jauhnya jarak tempat
tinggal antara anak dan orang tua. Lansia tidak akan merasa terasing jika
antara lansia dengan anak memiliki hubungan yang memuaskan sampai lansia
tersebut berusia 50 sampai 55 tahun.
Orang tua usia lanjut yang perkawinannya bahagia dan tertarik pada
dirinya sendiri maka secara emosional lansia tersebut kurang tergantung pada
anaknya dan sebaliknya. Umumnya ketergantungan lansia pada anak dalam
hal keuangan. Karena lansia sudah tidak memiliki kemampuan untuk dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Anak-anaknya pun tidak semua dapat
menerima permintaan atau tanggung jawab yang harus mereka penuhi.
Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada
kemunduruan kesehatan fisik dan psikis yang akhirnya akan berpengaruh juga
pada aktivitas ekonomi dan sosial mereka. Sehingga secara umum akan
berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari.
F. Perubahan Minat pada Usia Lanjut
1. Minat pribadi
Orang menjadi semakin dikuasai oleh dirinya sendiri apabila semakin
tua. Orang mungkin menjadi sangat berorientasi pada egonya (egocentric)
dan pada dirinya (self centred) dimana mereka lebih berpikir dirinya dari
pada orang lain dan kurang memperhatikan keinginan dan kehendak orang
lain.

14
2. Minat untuk rekreasi
Pria dan wanita berusia lanjut cenderung untuk tetap tertarik pada
kegiatan rekreasi yang biasa dinikmati pada masa mudanya, dan mereka
hanya akan mengubah minat tersebut kalau betul-betul diperlukan.
Perubahan utama yang terjadi adalah secara bertahap mempersempit minat
dibanding perubahan radikal terhadap pola yang sudah dibentuknya, dan
mengubah minat ke bentuk rekreasi yang bersifat permanen.
Kegiatan rekreasi yang biasa dilakukan pada usia lanjut diantaranya:
membaca, menulis surat, mendengar radio, menonton TV, berkunjung ke
rumah teman atau saudara, menjahit, menyulam, berkebun, piknik, jalan-
jalan, bermain kartu, pergi ke gedung film, turut serta dalam kegiatan
kewarganegaraan, organisasi , politik atau keagamaan.
3. Minat dalam sosial
Dalam bertambahnya usia mengakibatkan banyak orang yang merasa
menderita karena jumlah kegiatan sosial yang dilakukanya semakin
berkurang. Hal ini lazim diistilahkan sebagai lepas dari kegiatan
kemasyarakatan (social disengagement), yaitu suatu proses pengunduran
diri secara timbal balik pada masa lanjut usia dari lingkungan sosial.
G. Gangguan Psikologis pada Masa Lanjut Usia
1. Gangguan persepsi
2. Proses berpikir
3. Gangguan Sensorik dan kognitif
4. Gangguan Kesadaran
5. Gangguan Orientasi
Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang berhubungan
dengan gangguan kognisi.. Pemeriksa dilakukan dengan dua cara: Apakah
penderita mengenali namanya sendiri dan apakah juga mengetahui tanggal,
tahun, bulan dan hari.
6. Gangguan Daya ingat
7. Gangguan Fungsi intelektual

15
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pendekatan multi disiplin mengenai teori penuaan, perawat harus
memiliki kemampuan untuk mensintesa berbagai teori tersebut dan
menerapkannya secara total pada lingkungan perawatan klien usia lanjut
termasuk aspek fisik, mental/emosional dan aspek-aspek sosial. Dengan
demikian pendekatan eklektik akan menghasilkan dasar yang baik saat
merencanakan suatu asuhan keperawatan berkualitas pada klien lansia.
Teori psikososialogis memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan
perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi
biologi pada kerusakan anatomis. Untuk tujuan pembahasan ini, perubahan
sosiologis atau nonfisik dikombinasikan dengan perubahan psikologis.
B. Saran
Masa tua adalah sesuatu yang akan dan harus dihadapi oleh setiap
manusia, untuk menjalani proses kehidupan mereka. Tidak ada satupun orang
yang dapat menghindarinya dan berusaha agar tetap dapat terlihat awet muda.
Berbagai proses harus dilewati, namun beberapa orang ada yang dapat
melalui prosesnya dengan baik, namun ada pula yang tidak cukup lancar.
Ditinjau dari berbagai aspek dan sudut pandang, dari segi fisik dan kejiwaan.
Maka, perawat yang melakukan tindakan asuhan keperawatan pada
berbagai tingkatan usia harus dan wajib tahu bagaimana konidisi fisiologis
pasiennya. Termasuk pada usia lanjut.

16
DAFTAR PUSTAKA

Birchfield, PC 1996. Elders’ Health dalam Stanhope, M.: Community Health


Nursing. St.Louise, Missouri: Mosby

Desmita. (2013). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Haditono, S. Rahayu. (2006). Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gajah Mada


University Press

Hurlock, B. Elizabeth. (1980). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga

Papilia E. Diane, dkk. (2008). Human Development. Jakarta: Prenada Media


Group

Santrock J.W. (2002). Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga

Weiten, W. (2013). Psychology Themes and Variations. 9th ed. Canada :


WadsWorth Cengage Learning
Yuliati, Amalia, Ni’mal Baroya, Mury R. (2014). Perbedaan Kualitas Hidup
Lansia yang Tinggal di Komunitas dengan di Pelayanan Sosial Lanjut
Usia.E-Jurnal Pustaka Kesehatan, Vol. 2(1), hal. 87 – 94

17

Anda mungkin juga menyukai