KASUS II
KEPERAWATAN GERONTIK
Disusun Oleh :
Segala Puji bagi Allah SWT karna berkat rahmat dan hidayahnyalah kami semua dapat
menyelesaikan makalah Tutorial Keperawatan Kritis . Kami ucapkan terimakasih kepada
orang tua yang telah memberi motivasi, dan dosen pembimbing yang telah memberi arahan
hingga makalah ini selesai. Semoga apa yang kami tulis dalam makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca makalah.
Penulis
KASUS TUTORIAL GERONTIK
Seorang perempuan berusia 60 tahun tinggal dipanti werda, mengeluh sakit daerah persendian,
dan sering mengalami kekakuan dan bengkak pada sendi di daerah kaki, otot kaki mengalami
spastic dan terlihat membengkak. Pengkajian didapat tekanan darah 140/90 mmHg, nyeri
sendi skala nyeri 5, disertai bunyi krepitasi pada sendi yang digerakan, sulit berjalan, terlihat
tofus pada sendi pada ekstermitas bawah dextra dan sinistra, kekuatan otot extermitas bawah
dextras dan sinistra 3, terlihat meringis menahan sakit. Berdasarkan hasil pemeriksaan
didapatkan uric acid 8,5 mg/dl, klien mengatakan sudah menapouse sejak usia 58 tahun. Klien
merasakan nyeri bertambah saat malam dan pagi hari, klien hanya mengoleskan balsam pada
bagian yang mengalami nyeri, saat malam hari sering terbangun karena nyeri dan sulit tidur
kembali, klien mengatakan kurang minum, dan menyukai makan jeroan ayam.
data objektif:
1) berusia 60 tahun
2) bengkak pada sendi di daerah kaki,
3) otot kaki mengalami spastic
4) dan terlihat membengkak
5) tekanan darah 140/90 mmHg
6) nyeri sendi skala nyeri 5
7) disertai bunyi krepitasi pada sendi yang digerakan
8) sulit berjalan
9) terlihat tofus pada sendi pada ekstermitas bawah dextra dan sinistra,
10) kekuatan otot extermitas bawah dextras dan sinistra 3,
11) terlihat meringis menahan sakit.
12) Berdasarkan hasil pemeriksaan didapatkan uric acid 8,5 mg/dl
Jawaban Sementara
1. Bunyi gemeretak pada sendi saat digerakkan (fera)
2. jika ada obat diminum, dan kompres dingin(es batu)(resty)
Kompres anget kuku, lakukan terapi akupresur, dan terapi aromatik(adit)
Terapi tarik napas dalam (dwi)
Teknik terapi pengakihan, posisi kaki ditinggikan atau sangga dengan
bantal(rani)
3. karena pada malam haru suhu tubuh rendah dan ketika tidur kekerangan oksigen
sehingga bisa menyebabkan asam urat pasien kambuh(wilda)
Faktor usia beriko untuk asam urat osteoatritis wanita lebih rentan terkena dari
pada laki-laki, adanya aktivitas fisik (mengalami penekanan pada titik tertentu
mis, nyeri) (fera)
4. jarang bak sehingga urin tidak bisa dikeluarkan dan menumpuk pada tubuh
(ester)
5. dapat dilakukan diet rendah purin seperti sayuran hijau, kacang dan banyak
minum air putih(ajeng)
Kompres hangat(rani)
Beraktivitas fisik dengan berolahraga (fera)
6. kripitasi disebabkan adanya hilangnya tulang rawan (ulia)
7. normal
Perempuan 6ml/dl
Laki-laki 7ml/dl (ulia)
2,4- 6
3,4-7 (dina)
8. ada hubungan karena hipertensi terjadi dari volume darah yang meningkat yang
disebabkan karena tertahannya air dalam darah akibat gagalnya air terserap oleh
ginjal untuk dikeluarkan oleh urin(resty)
Ekstrinsik
Kerusakan matrik
Kartilago
Kurang pengetahuan Hipertopi
Nyeri akut
Penyempitan rongga
sendi
Penurunan kekuatan
Keletihan
Intoleransi aktivitas
5. Step V Defining Learning Objectives (LO/ Merumuskan Tujuan Pembelajaran
1) Memahami konsep Osteoartritis pada lansia
A. DEFINISI
Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering muncul pada usia
lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada
usia diatas 60 tahun.
1. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang berhubungan
dengan osteoartritis
2. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur
(Long, C Barbara, 1996 hal 336)
B. ETIOLOGI
Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun beberapa
faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
1. Umur.
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan adalah yang
terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada
umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur
dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk
pigmen yang berwarna kuning.
2. Jenis Kelamin.
Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan lelaki lebih sering
terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keeluruhan
dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama pada laki dan wanita
tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih banyak pada wanita dari pada
pria hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3. Genetic
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal, pada ibu dari
seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter falang distal terdapat
dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya
perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak
perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan
pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya
salah satu dari orang tuanya yang terkena.
4. Suku.
Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada
frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.
5. Kegemukan
Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata
tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tapi
juga dengan osteoartritis sendi lain (tangan atau sternoklavikula).
9. Joint Mallignment
Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan
membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil / seimbang sehingga
mempercepat proses degenerasi.
10. Penyakit endokrin
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang,
dan progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru
pada bagian tepi sendi.
Osteoarthritis dapat dianggap sebagai hasil akhir banyak proses patologi yang
menyatu menjadi suatu predisposisi penyakit yang menyeluruh. Osteoarthritis
mengenai kartiloago artikuler, tulang subkondrium ( lempeng tulang yang menyangga
kartilago artikuler) serta sinovium dan menyebabkan keadaan campuran dari proses
degenerasi, inflamasi, serta perbaikan. Proses degeneratif dasar dalam sendi telah
berkembang luas hingga sudah berada diluar pandangan bahwa penyakit tersebut
hanya semata-mata proses “aus akibat pemakaian” yang berhubungan dengan
penuaaan.
Faktor resiko bagi osteoarthritis mencakup usia, jenis kelamin wanita,
predisposisi genetic, obesitas, stress mekanik sendi,trauma sendi, kelainan sendi atau
tulang yang dialami sebelumnya, dan riwayat penyakit inflamasi, endokrin serta
metabolik. Unsur herediter osteoarthritis yang dikenal sebagai nodal generalized
osteoarthritis ( yang mengenal tiga atau lebih kelompoksendi) telah dikomfirmasikan.
Tipe osteoarthritis ini meliputi proses inflamasi primer. Wanita pascamenopause
dalam keluarga yang sama ternyata memiliki tipe osteoarthritis pada tangan yang
ditandai dengan timbulnya nodus pada sendi interfalang distal dan proksimal tangan.
Gangguan congenital dan perkembangan pada koksa sudah diketahui benar
sebagai predisposisi dalam diri seseorang untuk mengalami osteartritis koksa.
Gangguan ini mencakup sublokasi-dislokasi congenital sendi koksa,displasia,
asetabulum, penyakit Legg-Calve-Perthes dan pergeseran epifise kaput femoris.
Obesitas memiliki kaitan dengan osteoarthritis sendi lutut pada wanita. Meskipun
keadaan ini mungkin terjadi akibat stress mekanik tambahan, dan ketidaksejajaran
sendi lulut terhadap bagian tubuh lainnya karena diameter paha, namun obesitas dapat
memberikan efek metabolik langsung pada kartilago. Secara mekanis,obesitas
dianggap meningkatkan gaya sendi dan arena itu menyebabkan generasi kartilago.
Teori faktor metabolik yang berkaitan dengan dan menyebabkan osteoarthritis.
Obesitas akan disertai dengan peningkatan masa tulang subkondrium yang dapat
menimbulkan kekakuan pada tulang sehingga menjadi kurang lentur terhadap dampak
beban muatan yang akan mentrasmisikan lebih besar gaya pada kartilago artikuler
yang melapisi atasnya dan dengan demikian memuat tulang tersebut lebih rentan
terhadap cidera.
Faktor-faktor mekanis seperti trauma sendi, aktivitas olahraga dan pekerjaan
juga turut terlibat. Factor-faktor ini mencakup kerusakan pada ligamentum krusiatum
dan robekan menikus, aktivitas fisik yang berat dan kebiasaan sering berlutut.
Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses pemecahan kondrosit yang
merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan tersebut diduga diawali oleh stress
biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom menyebabkan dipecahnya
polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling kondrosit sehingga
mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering terkena adalah
sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan kolumna
Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama
waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-mula rasa kaku,
kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat hambatan pada
pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya
berjalan.
Biasanya akan berlangsung 15 - 30 menit dan timbul setelah istirahat atau saat
memulai kegiatan fisik.
3. Peradangan
Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang
sendi akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang
semua ini akan menimbulkan rasa nyeri.
4. Mekanik
Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan
berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan
penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya
berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya pada
osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan
tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini belum
dapat diketahui penyebabnya.
5. Pembengkakan Sendi
6. Deformitas
7. Gangguan Fungsi
E. KOMPLIKASI
1. Gangguan/kesulitan gerak
2. Kelumpuhan yang menurunkan kualitas hidup penderita.
3. Resiko jatuh
4. Patah tulang
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar-X.
Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang terjadi pada tulang
seperti pecahnya tulang rawan.
2. Tes darah.
Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa rematik.
3. Analisa cairan engsel
Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada engsel untuk kemudian
diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh encok atau infeksi.
4. Artroskopi
Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan engsel tulang.
Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi.
5. Foto Rontgent
Foto rintgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi sebagai
penyempitan rongga sendi
6. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal
G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas untuk osteoartritis,
oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang diberikan bertujuan untuk
mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan mengurangi ketidak mampuan.
Obat-obat anti inflamasinon steroid (OAINS) bekerja sebagai analgetik dan
sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak dapat memperbaiki atau
menghentikan proses patologis osteoartritis.
3. Diet
Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk harus
menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan seringkali
dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
4. Dukungan psikososial
5. Persoalan Seksual
6. Fisioterapi
7. Operasi
H. PROGNOSIS
Umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif.
Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi.
I. PENCEGAHAN
Untuk mencegah osteoarthritis, lakukan hal-hal berikut:
1. Konsumsi makanan sehat seperti buah-buahan, sayur dan kacang-kacangan.
2. Minum obat yang direkomendasikan dokter.
3. Pertimbangkan untuk menggunakan alat bantu saat beraktivitas untuk mengurangi
bahaya.
4. Jaga gerakan yang dapat menyebabkan cidera tulang.
5. Jika mengangkat benda, usahakan beban terbagi merata pada seluruh sambungan
tulang.
6. Pilih sepatu yang tepat.
7. Ketahui batas kemampuan gerakan dan kemampuan mengangkat beban.
8. Teknik relaksasi juga dapat membantu, seperti mengambil napas dalam dan
hipnosis.
PENGKAJIAN
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala:
a. Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stress pada sendi :
kekakuan pada pagi hari.
b. Keletihan
c. Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi
dan otot.
Tanda:
a. Malaise
b. Keterbatasan rentang gerak ; atrofi otot, kulit : kontraktur atau kelainan pada
sendi dan otot
2. Kardiovaskuler
Tanda : Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis kemudian
kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal.
3. Integritas Ego
5. Higiene
Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan pada orang
lain.
6. Neurosensori
Gejala: kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan
Tanda: Pembengkakan sendi
7. Nyeri / Kenyamanan
a. Fase akut dari nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan
lunak pada sendi).
b. Terasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari).
8. Keamanan
a. Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
b. Kekeringan pada mata dan membran mukosa
c. Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus
d. Lesi kulit, ulkas kaki
e. Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga
f. Demam ringan menetap
g. Kekeringan pada mata dan membran mukosa
9. Interaksi Sosial
Gejala: kerusakan interaksi dan keluarga / orang lsin : perubahan peran: isolasi
10. Penyuluhan/Pembelajaran
DIAGNOSA KEPERAWATAN
4.Hipotermia
Keterangan :
1.gangguan ekstrim
2.berat
3.sedang
4.ringan
5.tidak ada gangguan
Amelio, P., & Isaiya, G, C. (2015). Male osteoporosis in elderly. International Journal of
Endocrinology. Vol. 15 (9)
Arenson, C., et al. (2009). Reichel’s care of the elderly. (6th Ed). United States: Cambridge
University Press.
Arthritis Care. (2016). Understanding Arthritis. London: Arthritis Care retrieved by
https://www.arthritiscare.org.uk/assets/000/001/820/Understanding_FINAL_100516_
web_original.pdf?1502875508 on Monday, 16 April 2018.
Arthritis Research UK. (2011). Clinical assessment of the musculoskeletal system: A
guide for
medical students and healthcare professionals. Registered Charity England
and Wales
No. 207711, ISBN 978 1 901815 17 7.
Berg, K., Wood-Dauphinee, S., Williams, J. L., and Maki, B. Measuring balance in the
elderly: Validation of an instrument. Can. J. Pub. Health, July/August supplement
2:S7-11, 1992
Cary, M. and Lyder, C. H. (2011). Geriatric assessment: Essential skills for nurses.
American Nurses Today [July, 2011] Vol. 6 No. 7
CDC. (2017). Assessment timed up & go (TUG). Retrieved from www.cdc.gov/steadi
Colón, C. J., Molina-Vicenty, I. L., Frontera-Rodríguez, M., García-Ferré, A., Rivera, B. P.,
Cintrón-Vélez, G., & Frontera-Rodríguez, S. (2018). Muscle and Bone Mass Loss in
the Elderly Population: Advances in diagnosis and treatment (Vol. 3). doi:
10.7150/jbm.23390
Fillit, H., Rockwood, K., & Young, J. (2017). Brocklehurst's textbook of geriatric medicine
and gerontology (8th ed., p. 120). Philadelphia: Elsevier.
Herdman, T., & Kamitsuru, S. (2014). NANDA international nursing diagnoses: Definitions
& classification, 2015–2017. Oxford: Wiley Blackwell.
Kurnianto, D. (2015). Menjaga kesehatan usia lanjut. Jurnal Olahraga Prestasi. 11 (2): 19-30
Marquis, D., Foreman, Milisen, K., & Fulmer, T. (2010). Critical care nursing of older
adults: Best Practices. New York: Springer Publishing Company, LLC
Mauk, K. L. (2006). Gerontological nursing: Competencies for care. London: Jones and
Bartlett Publishers, Inc.
Miller, C.A. (2012). Nursing for wellness in older adults: Theory and practice. (6th Ed).
Philadephia: Wolters Kluwer / Lippincott Williams & Wilkins.
Phelan, E., Mahoney, J., Voit, J., & Stevens A, J. (2016). Assessment and management of
fall risk in primary care settings. Diakses pada
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4707663/
Pusdatin Kemenkes RI. (2015). Data dan kondisi penyakit osteoporosis di indonesia.
Jakarta:
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Ragab, G., Elshahaly, M., & Bardin, T. (2017). Gout: An old disease in new perspective –
A
review. Journal of Advanced Research. Vol. 8 (5) p. 495-511
Stanley & Beare, P G. (2007). Gerontological nursing: A health promotion or protection
Approach. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins.
Stanley, M. & Beare, P. G. (2007). Buku ajar keperawatan gerontik. Edisi 2. Terj. Nety
Juniarti & Sari Kurnianingsih. Jakarta: EGC.
Sihombing, I., Wangko S., & Kalanggi, S, J. (2012). Peran estrogen pada remodeling
tulang.
Jurnal Biomedik. Vol 4 (3)
Tabloski, P. (2014). Gerontological nursing third edition. USA: Pearson.
Touhy, T.A., & Jett, K. (2014). Ebersole and hess: Gerontological nursing and
healthy aging. USA: Elsevier Mosby.