Hikmah Pujiarti
Wilda Mariska Putri
Ajeng Rindani Putri
Pegi Dwi Yantiro
Vadila Zulfa
Asep Sumantri
Bell’s Palsy
Bell’s Palsy pertama sekali dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang
anatomis dan dokter bedah bernama Sir Charles Bell (Lowis & Gaharu 2012).
Bell’s palsy adalah kelemahan atau kelumpuhan saraf perifer wajah secara
akut (acute onset) pada sisi sebelah wajah (de Almeida et al., 2014).
2. Neoplasma: setelah pengangkatan tumor otak ( neuroma akustik ) atau tumor lain
Terapi Farmakologis
1. Steroid, terutama prednisolon yang dimulai dalam 72 jam dari onset, harus dipertimbangkan
untuk optimalisasi hasil pengobatan.
2. Dosis pemberian asiklovir untuk usia >2 tahun adalah 80 mg/kg/hari melalui oral dibagi dalam
empat kali pemberian selama 10 hari.
Pendidikan Klien
Mata harus dilindungi karena paralisis lanjut dapat menyerang mata. Iritasi
kornea dan luka adalah komplikasi potensial pada klien ini. Kadang-kadang
keadaan ini mengakibatkan keluarnya air mata yang berlebihan (epifora) karena
keratitis akibat kornea kering dan tidak adanya refleks berkedip.
2. Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasanya dirasakan klien yaitu Mulut tampak moncong terlebih pada saat meringis,
kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos). Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila
berkumur atau minum maka air keluar melalui sisi mulut yang lumpuh
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan klien yang dirasakan akhir – akhir ini salah satunya yaitu wajah seperti
terjatuh dan tertarik ke sisi lainnya saat tersenyum. Kelopak mata tidak dapat menutup sempurna
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat penyakit atau kejadian dahulu yang pernah dialami klien misalnya
kejadian trauma tengkorak, riwayat terpapar virus Herpes zoster, otitis media. Hal tersebut
dikaitkan dengan etiologi dari bell’s palsy
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Karena penyebab bell’s palsy salah satunya adalah idiopatik, maka perlu dikaji
adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama
4. Pengkajian Psiko – Sosio – Spiritual
Pengkajian psikologis klien Bell’s Palsy meliputi beberapa penilaian yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.
Apapun ada dampak yang timbul pada klien yaitu timbul seperti ketakutan akan kecacatan, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan citra tubuh)
PEMERIKSAAN FISIK
1. B1 ( Breathing ) pada umumnya tidak ada Gangguan
2. B2 (Blood) : TTV dalam batas normal dan tidak terdengar bunyi jantung tambahan
3. B3 (Brain) fokus pada pemeriksaan saraf kranial
a. Saraf I : fungsi penciuman tidak ada kelainan.
b. Saraf II : tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
c. Saraf III, IV, VI : penurunan gerakan kelopak mata pada sisi yang sakit (lagoftalmos).
d. Saraf V : kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, lipatan nasolabial pada sisi kelumpuhan
mendatar, adanya gerakan sinkinetik
e. Saraf VII : berkurangnya ketajaman pengecapan,
f. Saraf VIII : tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf
g. Saraf IX & X : paralisis otot orofaring, kesukaran berbicara, menguyah dan menelan. Kemampuan menelan
kurang baik, sehingga mengganggu pemenuhan nutrisi via oral.
h. Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Kemampuan mobilisasi leher baik.
i. Saraf XII : lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan
mengalami kelumpuhan dan pengecapan pada 2/3 lidah sisi kelumpuhan kurang tajam
j. Sistem motorik, disfungsi neurologis ( – ), kekuatan otot normal, kontrol keseimbangan dan koordinasi tidak
ada kelainan
k. Pemeriksaan refleks dalam batas normal
l. Gerakan involunter , sering ditemukan Tic fasialis
m. Sistem sensorik, kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri dan suhu tidak ada kelainan. Gangguan sensasi
terjadi pd wajah
4. B4 (Blader) kadang terjadi penurunan haluara urine, akibat kesulitan menelan
5. B5 (bowel) : gangguan mengunyah dan menelan
6. B6 (Bone) : tidak menunjukan kelainan yang berarti
Nursing Care Planning
Daftar Pustaka
• Mary Digiulio dkk. Keperawatan Medikal Bedah. 2014. Jakarta : Publishing
• Arif Muttaqin. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. 2008. Jakarta :
Salemba Medika
• Arif Muttaqin. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. 2010. Jakarta :
Salemba Medika
• Inmar, raden, 1996, Paralisis Facial Bell’s Palsy akibat gangguan lower motor neuron nervus facialis pada
kanalis facialis, Majalah Ilmiah vol 13: 130
• Lumbantobing SM, 2004, Saraf Otak. Neurologi klinik, pemeriksaan Fisik dan Mental; Jakarta: FK-UI.2004 :55-
57.
• Mardjono M, Sidharta P, 2003, Patofisiologi nervus fasialis, Neurologi klinis dasar; Jakarta: PT. Dian Rakyat:
161-162
• Ropper AH, Brown RH, 2003, Adams and Victor’s Principles of Neurology. 8th ed. New York: MacGraw-Hill;
1180-1182.
• Saharso, 2005, pendekatan diagnosis dan penatalaksanaan bell’s palsy, Media IDI cabang Surabay volume 30
No I: 70
• Sukardi, Nara P, 2004, Bell’s Palsy, cermin dunia kedokteran edisi IV: 72-76