Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI

VI
“UJI AKTIVITAS ANTIMIKROBA”

Disusun oleh:
Annida Legi M (1304617032)
Kelompok 05
Tanggal Praktikum : 28 Oktober 2019
Dosen Pengampu.: Dr. Tri Handayani K., M. Si

Pendidikan Biologi A 2017


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Jakarta
Jakarta
2019

1
BAB I
Pendahuluan

A. Tujuan Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan dengan tujuan agar mahasiswa mampu:
1. Mengidentifikasi sensitivitas antimikroba terhadap mikroba,
2. Mengetahui zat antimikroba yang paling sensitif terhadap mikroba,
3. Mengamati pengaruh berbagai bahan antimikroba terhadap viabilitas bakteri,
4. Mengetahui pengaruh berbagai bahan antimikroba terhadap viabilitas bakteri,
5. Membedakan pengaruh tiap bahan antimikroba terhadap viabilitas bakteri,
6. Mengetahui faktor yang mempengaruhi mekanisme penghambatan bakteri oleh
bahan antimikroba,
7. Mengetahui bahan-bahan antimikroba alami yang berpengaruh terhadap viabilitas
antimikroba.

B. Tinjauan Pustaka
Dalam beberapa tahun ini, kebanyakan bakteri Gram positif dan Gram negatif telah
menjadi lebih resisten terhadap antibiotika yang kerap kali digunakan di klinik.
Beberapa isolat bakteri yang resisten tersebut mengakibatkan kegagalan terapi dalam
proses klinik. Karena itu, diperlukan adanya penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan
bahan alternatif yang mampu mengatasi infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang
resisten terhadap antibiotika (Rahman, 2005).
Antimikroba adalah obat yang digunakan untuk memberantas infeksi mikroba pada
manusia.Sedang antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh
mikroorganisme (khususnya dihasilkan oleh fungi) atau dihasilkan secara sintetik yang
dapat membunuh atau menghambat perkembangan bakteri dan organisme lain. Secara
garis besar antimikroba dibagi menjadi dua jenis yaitu yang membunuh kuman
(bakterisid) dan yang hanya menghambat pertumbuhan kuman (bakteriostatik).
Antibiotik yang termasuk golongan bakterisid antara lainpenisilin, sefalosporin,
aminoglikosida (dosis besar), kotrimoksazol, rifampisin, isoniazid danlain-lain.
Sedangkan antibiotik yang memiliki sifat bakteriostatik, dimana penggunaanya
tergantung status imunologi pasien, antara lain sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol,
eritromisin, trimetropim, linkomisin, klindamisin, asam paraaminosalisilat, dan lain-
lain (Utami, 2011).

2
Mekanisme penghambatan mikroorganisme oleh senyawa antimikroba dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) gangguan pada senyawa penyusun
dinding sel, (2) peningkatan permeabilitas membran sel yang dapat menyebabkan
kehilangan cairan sel, (3) menginaktivasi enzim, dan (4) destruksi atau fungsi material
genetik (Susrama, 2012).
Pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mengakibatkan dampak negatif.
Pemberian antibiotik yang tidak memenuhi dosis regimen dapat meningkatkan
resistensi antibiotik. Jika resistensi antibiotik tidak terdeteksi dan tetap bersifat patogen
maka akan terjadi penyakit yang merupakan ulangan dan menjadi sulit disembuhkan.
Apabila pemakaian antibiotik kurang dari waktu yang ditentukan akan terjadi kegagalan
pengobatan, adanya bakteri resisten terhadap obat antibiotik tersebut, bahkan dapat
lebih berbahaya lagi terjadinya efek samping obat yang merugikan (Yuniastuti, 2011).
Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat
aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara. Senyawa antimikroba terdiri
atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau tujuan
penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara fisik atau kimia dan berdasarkan
peruntukannya dapat berupa desinfektan, antiseptic, sterilizer, sanitizer dan sebagainya
(Lutfi 2004).
Antibiotika pertama kali ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1929, yang
secara kebetulan menemukan suatu zat antibakteri yang sangat efektif yaitu penisilin.
Penisilin ini pertama kali dipakai dalam ilmu kedokteran tahun 1939 oleh Chain dan
Florey. antbiotik ialah suatu bahan kimia yang dikeluarkan oleh jasadrenik/hasil sintetis
semi-sintetis yang mempunyai struktur yang sama dan zat ini
dapatmerintangi/memusnahkan jasad renik lainnya (Widjajanti, 1996).
Antibiotik yang efektif bagi banyak spesies bakteri, baik kokus, basil maupun
spiril,dikatakan mempunyai spektrum luas. Sebaliknya, suatu antibotik yang hanya
efektif untuk spesies tertentu, disebut antibiotik yang spektrumnya sempit. Penisilin
hanya efektif untuk memberantas terutama jenis kokus, oleh karena itu penisilin
dikatakan mempunyai spektrum yang sempit. Tetrasiclin efektif bagi kokus, basil dan
jenis spiril tertentu. Oleh karena itutetrasiclin dikatakan mempunyai spectrum luas
(Dwidjoseputro, 2003).
Zona bening di sekitar kertas cakram dapat menunjukkan adanya aktivitas
antibakteri. Luas zona bening sangat dipengaruhi oleh adanya antibaktei fraksi tersebut.
Apabila semakin luaas zona bening yang didapat, hal ini menunjukkan bahwa semakin
baik antimikroba yang digunakan. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas mikroba

3
yaitu pH lingkugan, komponenkomponenperbenihan, stabilitas obat, besarnya
inokulumbakteri, masa pengeraman, dan aktivitas metabolik mikroorgnisme (Melnick
2001).
Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan untuk menguji
aktivitas antimikroba, metode difusi dapat dilakukan 3 cara yaitu metode silinder,
lubang dan cakram kertas. Cakram kertas yang mengandung obat tertentu tersebut
ditanam pada media pembenihan agar padat yang telah dicampur dengan mikroba uji.
Kemudian diinkubasi pada suhu tertentu selama 18-24 jam. Selanjutnya diamati adanya
daerah jernih di sekitar kertas cakram yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan
mikroba (Wattimena 1987).

4
BAB II
Metodologi Praktikum

A. Tanggal, Waktu dan Lokasi Percobaan

Hari : Senin,
Tanggal : 28 Oktober 2019
Waktu : 15.00-17.00 WIB
Lokasi : Laboratorium Mikrobiologi, Kampus B, Universitas Negeri Jakarta
B. Alat dan Bahan

Tabel 1. Tabel alat dan bahan yang digunakan selama praktikum

ALAT ALAT GELAS BAHAN


1. Jarum inokulasi 1. Cawan petri 1. Alkohol 70% dan spirtus
2. Jarum ose steril 2. Aquades steril
3. Paper disk 2. Tabung 3. Biakan murni dalam nutrien
4. Pinset reaksi cair 24 jam
5. Baki 3. Labu a. Bacillus pumilus
6. Spidol opm erlenmeyer b. Salmonella thyphimurium
7. Kertas label 1x2 4. Pipet steril 4. Larutan antimikroba bahan
cm alami
8. Kain lap/serbet  Ekstrak mengkudu
9. Tissue 5. Antimikroba kimiawi
10. Botol semprot  Sabun mandi
11. Kertas  Kanamicin
pembungkus  Tipol
12. Bunsen 6. Media nutrien agar cair
13. Kapas
14. Plastic Seal tape

C. Cara Kerja
Pastikan tangan praktikan bersih dan terbebas dari mikroorganisme dengan cara
dicuci dengan sabun dan air. Meja tempat melakukan praktek disemprotkan dengan
cairan disinfektan (alkohol 70%) dengan tujuan membersihkannya dari
mikroorganisme yang dapat mengkontaminasi alat dan bahan. Lalu, siapkan 2
5
cawan petri, kemudian dibagi menjadi 4 bagian, dengan membuat border line pada
bagian dasar cawan petri dengan spidol opm dan diberi nomor dan masing-masing
cawan petri diteteskan 0,1 ml biakan murni dalam nutrien cair 24 jam; Bacillus
pumilus dan Salmonella thyphimurium dengan menggunakan pipet secara aseptis.
Lalu, tuangkan medium nutrien agar cair 1/3 bagian cawan petri secara aseptis, lalu
tutup cawan petri dan diratakan dengan menggeser cawan petri searah angka 8
(delapan) secara perlahan dan tunggu hingga memadat. Lalu, siapkan 8 paper disk
steril, masing-masing dibasahi dengan ekstrak daun mengkudu, sabun mandi,
kanamicin, dan tipol, dengan menggunakan pinset yang telah disterilkan. Lalu paper
disk yang telah dibasahi bahan antimikroba dimasukkan ke dalam cawan petri
dengan menggunakan pinset secara aseptis. Masing-masing cawan petri hanya diisi
oleh 4 bahan antimikroba. Peletakkan pada cawan petri sesuai dengan penomoran
pada cawan petri;
 Nomor 1 : ekstrak mengkudu
 Nomor 2 : sabun mandi
 Nomor 3 : kanamicin
 Nomor 4 : tipol
Kemudian cawan petri tersebut diinkubasikan selama 18-24 jam dan diamati tiap
masing-masing cawan yang berisi bahan antimikroba yang ditanam dengan cara
diukur daya hambat menggunakan mistar untuk mengukur diameter zona bening.
Lalu hasil pengamatana difoto dan hasil pengukuran dicatat.

6
BAB III
Hasil dan Pembahasan

A. Hasil
1) Bacillus pumilus

Gambar 1. Cawan petri diisi dengan media nutrien agar dan B. pumilus
dengan paper disk yang telah dibasahi dengan antimikroba (1) ekstrak
mengkudu, (2) sabun cair, (3) kanamicin, dan (4) tipol, sebelum
diinkubasi

Gambar 2. Cawan petri diisi dengan media nutrien agar dan B. pumilus
dengan paper disk yang telah dibasahi dengan antimikroba (1) ekstrak
mengkudu, (2) sabun cair, (3) kanamicin, dan (4) tipol, setelah diinkubasi
selama 18-24 jam

7
HASIL PENGUKURAN DIAMETER HAMBAT ANTIMIKROBA PADA
B. pumilus
a) Ekstrak mengkudu
Diameter paper disk = 6 mm
d zona bening horizontal = 6 mm
d zona hambat horizontal = d zona bening horizontal – d paper disk
= 6 mm – 6 mm
= 0 mm
d zona bening vertikal = 6 mm
d zona hambat vertikal = d zona bening vertikal – d paper disk
= 6 mm – 6 mm
= 0 mm
d zona hambat horizontal + d zona hambat vertikal
Rata-rata d zona hambat = 2
0 mm+ 0 mm
= 2

= 0 mm

b) Sabun cair
Diameter paper disk = 6 mm
d zona bening horizontal = 10 mm
d zona hambat horizontal = d zona bening horizontal – d paper disk
= 10 mm – 6 mm
= 4 mm
d zona bening vertikal = 10 mm
d zona hambat vertikal = d zona bening vertikal – d paper disk
= 10 mm – 6 mm
= 4 mm
d zona hambat horizontal + d zona hambat vertikal
Rata-rata d zona hambat = 2
4 mm+ 4 mm
= 2

= 4 mm
c) Kanamicin
Diameter paper disk = 6 mm
d zona bening horizontal = 19 mm
d zona hambat horizontal = d zona bening horizontal – d paper disk
= 19 mm – 6 mm

8
= 13 mm
d zona bening vertikal = 19 mm
d zona hambat vertikal = d zona bening vertikal – d paper disk
= 19 mm – 6 mm
= 13 mm
d zona hambat horizontal + d zona hambat vertikal
Rata-rata d zona hambat = 2
13 mm+ 13 mm
= 2

= 13 mm
d) Tipol
Diameter paper disk = 6 mm
d zona bening horizontal = 8 mm
d zona hambat horizontal= d zona bening horizontal – d paper disk
= 8 mm – 6 mm
= 2 mm
d zona bening vertikal = 7 mm
d zona hambat vertikal = d zona bening vertikal – d paper disk
= 7 mm – 6 mm
= 1 mm
d zona hambat horizontal + d zona hambat vertikal
Rata-rata d zona hambat = 2
2 mm+ 1 mm
= 2

= 1,5 mm
2) Salmonella thyphimurium

9
Gambar 3. Cawan petri diisi dengan media nutrien agar dan S.
thyphimurium dengan paper disk yang telah dibasahi dengan antimikroba
(1) ekstrak mengkudu, (2) sabun cair, (3) kanamicin, dan (4) tipol,
sebelum diinkubasi

Gambar 3. Cawan petri diisi dengan media nutrien agar dan S.


thyphimurium dengan paper disk yang telah dibasahi dengan antimikroba
(1) ekstrak mengkudu, (2) sabun cair, (3) kanamicin, dan (4) tipol,
setelah diinkubasi selama 18-24 jam

HASIL PENGUKURAN DIAMETER HAMBAT ANTIMIKROBA PADA


S. thyphimurium
e) Ekstrak mengkudu
Diameter paper disk = 6 mm
d zona bening horizontal = 7 mm
d zona hambat horizontal = d zona bening horizontal – d paper disk
= 7 mm – 6 mm
= 1 mm
d zona bening vertikal = 7 mm
d zona hambat vertikal = d zona bening vertikal – d paper disk
= 7 mm – 6 mm
= 1 mm
d zona hambat horizontal + d zona hambat vertikal
Rata-rata d zona hambat = 2
1 mm+ 1 mm
= 2

= 1 mm

10
f) Sabun cair
Diameter paper disk = 6 mm
d zona bening horizontal = 12 mm
d zona hambat horizontal = d zona bening horizontal – d paper disk
= 12 mm – 6 mm
= 6 mm
d zona bening vertikal = 13 mm
d zona hambat vertikal = d zona bening vertikal – d paper disk
= 13 mm – 6 mm
= 7 mm
d zona hambat horizontal + d zona hambat vertikal
Rata-rata d zona hambat = 2
6 mm+ 7 mm
= 2

= 6,5 mm
g) Kanamicin
Diameter paper disk = 6 mm
d zona bening horizontal = 25 mm
d zona hambat horizontal = d zona bening horizontal – d paper disk
= 25 mm – 6 mm
= 19 mm
d zona bening vertikal = 26 mm
d zona hambat vertikal = d zona bening vertikal – d paper disk
= 26 mm – 6 mm
= 20 mm
d zona hambat horizontal + d zona hambat vertikal
Rata-rata d zona hambat = 2
19 mm+ 20 mm
= 2

= 19,5 mm
h) Tipol
Diameter paper disk = 6 mm
d zona bening horizontal = 14 mm
d zona hambat horizontal= d zona bening horizontal – d paper disk
= 14 mm – 6 mm
= 8 mm
d zona bening vertikal = 12 mm
d zona hambat vertikal = d zona bening vertikal – d paper disk

11
= 12 mm – 6 mm
= 6 mm
d zona hambat horizontal + d zona hambat vertikal
Rata-rata d zona hambat = 2
8 mm+ 6 mm
= 2

= 14 mm
B. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian aktivitas antimikroba terhadap bakteri
Bacillus pumilus dan Salmonella thyphimurium. Pada dasrnya antimoikroa yang
digunakan adalah antibiotik (kanamicin), antiseptik (sabun mandi), desinfektan (tipol),
dan bahan alami (ekstrak mengkudu). Antibiotik adalah senyawa yang dihasilkan oleh
mikroorganisme tertentu yang mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan
bakteri atau bahkan membunuh bakteri walaupun dalam konsentrasi yang rendah.
Antibiotik digunakan untuk menghentikan aktivitas mikroba pada jaringan tubuh
makhluk hidup sedangkan desinfektan bekerja dalam menghambat atau menghentikan
pertumbuhan mikroba pada benda tak hidup, seperti meja, alat gelas, dan lain
sebagainya. Sedangkan antiseptik digunakan untuk zat kimia antimikroba yang
diaplikasikan pada jaringan hidup terluar pada manusia maupun hewan, misalnya sabun
mandi dan pembersih wajah.
1) Antimikroba alami; ekstrak daun mengkudu
Pada praktikum ini digunakan ekstrak daun mengkudu sebagai antimikroba alami.
Banyak orang yang menggunakan daun mengkudu sebagai obat tradisional untuk
menyembuhkan penyakit diare yang disebabkan oleh bakteri. Daun mengkudu
digunakan sebgai antimikroba karena mengandung zat kimia diantaranya asetil ester,
asam kapril, morinda diol dan morindin (Tampubolon, 1995). Selain itu, daun
mengkudu mengandung senyawa aktif berupa antrakuinon, saponin, polifenol, tanin,
triterpen (Afiff dan Susie, 2017), alkaloid, flavonoid (Kameswari dkk, 2013), terpenoid,
dan ditambah lagi senyawa lipid yang bersifat seperti minyak atsiri. Golongan senyawa
tersebut mampu merusak membran sel, menginaktifkan enzim dan mendenaturasi
protein sehingga dinding sel mengalami kerusakan karena permeabilitas. Perubahan
permeabilitas membran sitoplasma memungkinkan terganggunya transportasi ion-ion
yang penting ke dalam sel sehingga mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan bakteri
bahkan hingga mengalami kematian (Purwatiningsih dkk., 2014).
Zat antraquinon yang terdapat dalam daun mengkudu merupakan suatu
persenyawaan fenolik, sehingga mekanisme kerja sebagai antibakteri mirip dengan

12
sifat-sifat fenol, yaitu menghambat bakteri dengan cara denaturasi protein dan koagulasi
protein (Kameswari dkk, 2013). Saponin termasuk dalam kelompok antibakteri yang
mengganggu permeabilitas membran sel bakteri yang mengakibatkan kerusakan
membran sel dan menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam sel
bakteri yaitu protein, asam nukleat dan nukleotida (Afiff dan Susie, 2017).
a) B. pumilus
Pada gambar 2 area 1 tidak diperoleh zona bening, sehingga pengukuran
diameter zona bening disesuaikan dengan diameter paper disk, yaitu 6 mm.
Diperoleh hasil pengukuran rata-rata daya hambat yaitu 0 mm (Diameter < 5
mm : daya hambat kurang (Bakteri resisten)) atau dapat dinyatakan daya
hambat dari ekstrak daun mengkudu terhadap B. pumilus masih kurang
atau rendah atau dapat dinyatakan pula B. pumilus sangat resisten terhadap
zat antimikroba pada ekstrak daun mengkudu.
Namun, pada literatur oleh Widiana (2011), hasil percobaan pada ekstrak
daun mengkudu memiliki daya hambat yang kuat terhadap pertumbuhan
bakteri, yaitu zona hambat sebesar 11,2 dan 11,3 mm (Diameter 10 – 20 mm :
daya hambat kuat (bakteri rentan)).
Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya, pembuatan ekstrak
daun mengkudu yang tidak tepat, sehingga kandungan kimia antimikrobanya
rusak dan tidak berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri, faktor
lainnya yaitu konsentrasi ekstrak mengkudu yang tidak sesuai (rendahnya
konsentrasi). Selain itu faktor lainnya yaitu, bahan aktif antimikroba dalam
daun mengkudu belum terisolasi dengan sempurna aakibat penggerusan daun
yang tidak halus

b) S. thyphimurium
Pada gambar 4 area 1 diperoleh zona bening sebesar 7 mm, sehingga
pengukuran diameter zona bening dihitung selisihnya dengan diameter paper
disk (6 mm). Diperoleh hasil pengukuran rata-rata daya hambat yaitu 1 mm
(Diameter < 5 mm : daya hambat kurang (Bakteri resisten)) atau dapat
dinyatakan daya hambat dari ekstrak daun mengkudu terhadap S.
thyphimurium masih kurang atau rendah atau dapat dinyatakan pula S.
thyphimurium resisten terhadap zat antimikroba pada ekstrak daun
mengkudu.

13
Namun, pada literatur oleh Widiana (2011), hasil percobaan pada ekstrak
daun mengkudu memiliki daya hambat yang kuat terhadap pertumbuhan
bakteri, yaitu zona hambat sebesar 11,2 dan 11,3 mm (Diameter 10 – 20 mm :
daya hambat kuat (bakteri rentan)).
Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya, pembuatan ekstrak
daun mengkudu yang tidak tepat, sehingga kandungan kimia antimikrobanya
rusak dan tidak berfungsi untuk menghambat pertumbuhan bakteri, faktor
lainnya yaitu konsentrasi ekstrak mengkudu yang tidak sesuai (rendahnya
konsentrasi). Selain itu faktor lainnya yaitu, bahan aktif antimikroba dalam
daun mengkudu belum terisolasi dengan sempurna aakibat penggerusan daun
yang tidak halus
Sehingga dapat disimpulkan bahwa daya hambat ekstrak daun mengkudu
terhadap B. pumilus lebih rendah dibandingkan dengan S. thyphimurium.
Menandakan B. pumilus lebih resisten terhadap ekstrak daun mengkudu.

2) Antiseptik; Sabun cair


Pada praktikum ini digunakan sabun cair sebagai antiseptik. Antiseptik adalah bahan
kimia yang digunakan untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme,
biasanya merupakan sediaan yang digunakan pada jaringan hidup (Levinson, 2008).
Tujuan utama pemakaian antiseptik adalah untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri dengan mekanisme penghambatan sistem enzim bakteri dan
mengubah daya permeabilitas sel membran melalui proses oksidasi, halogenasi dan
pengendapan bakteri.
Mekanisme kerja antiseptik antara lain merusak lemak pada membran sel bakteri atau
dengan cara menghambat salah satu kerja enzim pada bakteri yang berperan dalam
biosintesis asam lemak (Isadiartuti & Retno, 2005).Menurut Siswandono dan Sukardjo,
mekanisme kerja antiseptik antara lain penginaktifan enzim, denaturasi protein,
mengubah permeabilitas membran, interkalasi ke dalam Deoksiribo Nukleat Acid
(DNA) dan pembentukan kelat.
Bahan antimikroba yang terdapat dalam sabun cair yaitu asam lemak dan alkohol
yaitu gliserin untuk mendenaturasi protein pada membran sel bakteri. Serta umumnya
sabun cair ditambahkan triclosan dan triclocarban merupakan zat antibakteri yang
paling sering ditambahkan
a) B. pumilus

14
Pada gambar 2 area 2 diperoleh zona bening sebesar 10 mm, sehingga
pengukuran diameter zona bening dihitung selisihnya dengan diameter paper
disk (6 mm). Diperoleh hasil pengukuran rata-rata daya hambat yaitu 4 mm
(Diameter < 5 mm : daya hambat kurang (Bakteri resisten)) atau dapat
dinyatakan daya hambat dari sabun cair terhadap B. pumilus masih kurang
atau rendah atau dapat dinyatakan pula B. pumilus resisten terhadap zat
antimikroba pada sabun cair.
Namun, pada literatur Fazlisia (2014) diperoleh hasil percobaan pada sabun
cair cuci tangan, memiliki daya hambat yang kuat terhadap pertumbuhan
bakteri, yaitu zona hambat maksimum mencapai 35,4 mm (Diameter >20 mm :
daya hambat sangat kuat (bakteri sangat rentan)).
Hal ini dapat terjadi karena Kandungan menjadi salah satu faktor yang
menentukan daya hambat sabun (Oranusi, 2013). Sabun yang mengandung
antiseptik dapat menghambat dan membunuh bakteri (WHO, 2009) tetapi
kemampuan sabun akan lebih besar jika memiliki kandungan tambahan seperti
antibakteri. Hal ini dikarenakan kerja atau aktivitas antiseptik bersifat sementara
dan tidak cukup efektif untuk menyebabkan kematian sel bakteri (sublethal)
sehingga memungkinkan bakteri untuk tumbuh kembali. Penambahan
antibakteri sebagai salah satu kandungan sabun akan memberikan efek yang
lebih baik dan permanen dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh
bakteri (WHO, 2009).
Kemampuan sabun cair cuci tangan dalam menghambat pertumbuhan bakteri
turut dipengaruhi oleh konsentrasi antiseptik atau antibakteri yang terdapat di
dalam sabun. Peningkatan konsentrasi akan meningkatkan kemampuan dalam
menghambat pertumbuhan bakteri dan demikian sebaliknya (Oranusi, 2013).
Derajat keasaman (pH) juga berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri.
pH optimal pertumbuhan bakteri-bakteri ini berkisar antara 7.2-7.6 (Brooks,
2010). Sabun dengan pH lebih rendah atau tinggi dari angka tersebut mampu
menghambat pertumbuhan dibanding sabun dengan pH sama atau mendekati
pH optimal (Irianto, 2006).
b) S. thyphimurium
Pada gambar 4 area 2 diperoleh zona bening sebesar 12 mm (horizontal) dan
13 mm (vertikal) sehingga pengukuran diameter zona bening dihitung
selisihnya dengan diameter paper disk (6 mm). Diperoleh hasil pengukuran
rata-rata daya hambat yaitu 6,5 mm (Diameter 5 – 10 mm : daya hambat

15
cukup/medium (bakteri cukup resisten)) atau dapat dinyatakan daya hambat
dari sabun cair terhadap B. pumilus cukup atau dapat dinyatakan pula B.
pumilus cukup resisten terhadap zat antimikroba pada sabun cair.
Pada literatur Fazlisia (2014) diperoleh hasil percobaan pada sabun cair cuci
tangan, memiliki daya hambat yang kuat terhadap pertumbuhan bakteri, yaitu
zona hambat maksimum mencapai 35,4 mm (Diameter >20 mm : daya hambat
sangat kuat (bakteri sangat rentan)). Hasil pengamatan sudah cukup sesuai
karena daya hambat sabun cair terhadap S. thyphimurium cukup.
Hal ini dapat terjadi karena Kandungan menjadi salah satu faktor yang
menentukan daya hambat sabun (Oranusi, 2013). Sabun yang mengandung
antiseptik dapat menghambat dan membunuh bakteri (WHO, 2009) tetapi
kemampuan sabun akan lebih besar jika memiliki kandungan tambahan seperti
antibakteri. Hal ini dikarenakan kerja atau aktivitas antiseptik bersifat sementara
dan tidak cukup efektif untuk menyebabkan kematian sel bakteri (sublethal)
sehingga memungkinkan bakteri untuk tumbuh kembali. Penambahan
antibakteri sebagai salah satu kandungan sabun akan memberikan efek yang
lebih baik dan permanen dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh
bakteri (WHO, 2009).
Kemampuan sabun cair cuci tangan dalam menghambat pertumbuhan bakteri
turut dipengaruhi oleh konsentrasi antiseptik atau antibakteri yang terdapat di
dalam sabun. Peningkatan konsentrasi akan meningkatkan kemampuan dalam
menghambat pertumbuhan bakteri dan demikian sebaliknya (Oranusi, 2013).
Derajat keasaman (pH) juga berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri.
pH optimal pertumbuhan bakteri-bakteri ini berkisar antara 7.2-7.6 (Brooks,
2010). Sabun dengan pH lebih rendah atau tinggi dari angka tersebut mampu
menghambat pertumbuhan dibanding sabun dengan pH sama atau mendekati
pH optimal (Irianto, 2006).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa daya hambat sabun cair terhadap B. pumilus
lebih rendah dibandingkan dengan S. thyphimurium. Menandakan B. pumilus lebih
resisten terhadap sabun cair.

3) Antibiotik; kanamicin
Pada praktikum ini digunakan kanamycin sebagai antibiotik. Kanamycin biasa
digunakan untuk menyembuhkan infeksi bakteri dan tuberkulosis. Biasanya pemberian
kanamycin pada penderita melalui mulut, disuntikkan ke pembuluh darah dan atau ke

16
jaringan otot. Antibiotik adalah segolongan molekul, baik alami maupun sintetik, yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam
organisme, khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri.
Mekanisme kerja kanamycin antara lain dengan mengganggu proses sintesis protein
pada bakteri dengan berikatan dengan subunit 30s dari ribosom bakteri. Sehingga
pengkodean pada mRNA tidak sesuai sebagaimana mestinya dan meenyebabkan asam
amino ditempatkan di peptida yang salah, sehingga bakteri mati. Menurut Siswandono
dan Sukardjo, mekanisme kerja antimikroba antara lain penginaktifan enzim, denaturasi
protein, mengubah permeabilitas membran, interkalasi ke dalam Deoksiribo Nukleat
Acid (DNA) dan pembentukan kelat.
a) B. pumilus
Pada gambar 2 area 3 diperoleh zona bening sebesar 19 mm, sehingga pengukuran
diameter zona bening dihitung selisihnya dengan diameter paper disk (6 mm).
Diperoleh hasil pengukuran rata-rata daya hambat yaitu 13 mm (Diameter 10 – 20
mm : daya hambat kuat (bakteri rentan)) atau dapat dinyatakan daya hambat dari
kanamycin terhadap B. pumilus kuat atau dapat dinyatakan pula B. pumilus
rentan terhadap antibiotik kanamycin. Hal ini sesuai dengan literatur, bahwa
kanamycin sebgai antibiotik jauh efektif kerjanya dalam menghambat bakteri
dibanding mikroba lainnya.
b) S. thyphimurium
Pada gambar 4 area 3 diperoleh zona bening sebesar 25 mm (horizontal) dan
26 mm (vertikal), sehingga pengukuran rata-rata diameter zona bening dihitung
selisihnya dengan diameter paper disk (6 mm). Diperoleh hasil pengukuran rata-
rata daya hambat yaitu 19,5 mm (Diameter 10 – 20 mm : daya hambat kuat
(bakteri rentan)) atau dapat dinyatakan daya hambat dari kanamycin terhadap
S. thyphimurium kuat atau dapat dinyatakan pula S. thyphimurium rentan
terhadap antibiotik kanamycin. Hal ini sesuai dengan literatur, bahwa
kanamycin sebgai antibiotik jauh efektif kerjanya dalam menghambat bakteri
dibanding mikroba lainnya.
Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa daya hambatan kanamycin lebih besar
terhadap S. thyphimurium dibandingkan B. pumilus. Menandakan B. pumilus
lebih resisten terhadap antibiotik kanamycin dibandingkan dengan S.
thyphimurium.

17
4) Desinfektan; tipol
Desinfektan adalah zat (biasanya kimia) yang dipakai untuk membunuh
mikroorganisme didalam maupun di permukaan suatu benda mati. Menurut
Environtment Protection Agen (EPA), bahan desinfektan adalah “pestisida
antimikroba” dan merupakan substansi yang biasanya digunakan untuk mengontrol,
mencegah, dan menghancurkan mikroorganisme berbahaya(seperti bakteri, virus, dan
jamur) pada permukaan atau benda yang tidak hidup (Aidilfiet, 2010).
Syarat desinfektan yang baik adalah mempunyai spektrum luas, tidak korosif (bereaksi
secara kimiawi) terhadap alat-alat metal, daya absorpsinya rendah pada karet, zat-zat
sintetis, dan bahan lainnnya, baunya tidak merangsang, dan toksisitasnya rendah (Chris,
2012). Aktivitas desinfektan tergantung dari sejumlah faktor. Beberapa diantaranya
merupakan faktor internal organisme, beberapa lainnya merupakan faktor lingkungan
fisik ekternal dan kimia. Adapun faktor tersebut sebagai berikut; Jumlah dan lokasi
mikroorganisme, Resistensi bawaan mikroorganisme, Konsentrasi dan potensi
desinfektan, Faktor kimia dan fisika, Bahan organik dan inorganik, Waktu pajanan,
Biofilm.
Banyak bahan kimia yang berfungsi sebagai desinfektan, tetapi umumnya
dikelompokkan kedalam golongan aldehid atau golongan pereduksi, yaitu gugus kimia
yang mengandung gugus –COH; golongan alkohol yang mengandung gugus –OH;
golongan halogen atau senyawa terhalogenasi, yaitu senyawa kimia golongan halogen
atau yang mengandung gugus –X; golongan fenol dan fenol terhalogenasi; golongan
garam amonium quartener, dan golongan biguanida.
Teepol yang mengandung alkohol bekerja dengan cara mendenaturasi protein melalui
hidrasi, dan melarutkan lemak sehingga membran sel rusak dan akhirnya enzim-enzim
mikroorganisme akan diinaktivasi. Rusaknya membran sel ini menyebabkan
terbuangnya komponen intaseluler dan menghambat sistesis DNA, RNA, protein, dan
peptidoglikan.
a) B. pumilus
Pada gambar 2 area 3 diperoleh zona bening sebesar 19 mm, sehingga pengukuran
diameter zona bening dihitung selisihnya dengan diameter paper disk (6 mm).
Diperoleh hasil pengukuran rata-rata daya hambat yaitu 13 mm (Diameter 10 – 20
mm : daya hambat kuat (bakteri rentan)) atau dapat dinyatakan daya hambat dari
kanamycin terhadap B. pumilus kuat atau dapat dinyatakan pula B. pumilus
rentan terhadap antibiotik kanamycin. Hal ini sesuai dengan literatur, bahwa

18
kanamycin sebgai antibiotik jauh efektif kerjanya dalam menghambat bakteri
dibanding mikroba lainnya.

b) S. thyphimurium

19
BAB IV
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Pengamatan makroskopik pada kapang menunjukkan kapang memiliki warna koloni
yang umumnya putih, hitam, hijau, kuning, dan abu-abu, serta tidak semua kapang
memiliki reverse colony, growing zone, zonasi, exudate drops, dan radial furrow.
2. Pengamatan mikroskospis pada kapang menunjukan struktur adanya stolon, rhizoid,
sporangiofor pada Rhizopus sp. dan adanya struktur konidiofor, filaid, metula, konidia
pada Aspergillus sp. dan Penicillium sp.
3. Pengamatan mikroskospis pada khamir (Saccaromyces cerevisiae) menunjukan bentuk
bulat oval dan sebagian mengalami budding.
4. Kapang tingkat tinggi dan tingkat rendah dapat dibedakan dari ada tidaknya sekat pada
hifa dan jenis spora aseksualnya.
5. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur adalah substrat, kelembapan,
suhu, derajat keasaman substrat (pH) dan senyawa-senyawa kimia dilingkungannya.

B. Saran
Selama proses pengamatan morfologi kapang dan khamir pastikan alat dan bahan steril
untuk menghindari kontaminasi bakteri lain. Pengambilan kultur jamur sebaiknya tidak
diambil terlalu banyak, diambil hanya sebanyak 1 ose/1goresan inokulasi, karena jika
terlalu banyak akan sulit diratakan dan apabila kultur kapang dan khamir tidak dapat
diratakan merata maka kapang dan khamir akan tertimbun hal ini akan mengakibatkan
pemeriksaan bentuknya satu per satu menjadi tidak jelas. Pastikan praktikan mengikuti
arahan dari aslab dan buku panduan agar proses pengamatan morfologi kapang dan khamir
sesuai hasilnya dengan yang diharapkan. Pastikan inkubasi selama 48 jam agar bakteri
memiliki banyak waktu untuk tumbuh menjadi koloni yang mudah untuk diamati. Serta,
perbesaran lensa diharapkan lebih kuat lagi agar satu persatu struktur kapang dan khamir
terlihat jelas.

20
DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro. (2010). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Djambatan.

Bailey and Scott’s. 1994. Diagnostic Microbiology. 8th Edition. Toronto. 313-328.

Entjang, I. (2003). Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan dan Sekolah
Tenaga Kesehatan yang Sederajat. Jakarta: PT. Citra Aditya Bakti.

Hadioetomo, R. S. (1993). Mikrobiologi Dasar dalam Praktek. Jakarta: Gramedia Pustaka


Utama.

Hamdiyati, Y. & Kusnadi, I. H. (2008). Aktivitas antibakteri ekstrak daun patikan kebo
(Euphorbia hirta) terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus epidermis. Jurusan
Pendidikan Biologi MIPA. Jurnal Pengajaran MIPA. 12(2): 144-148.

Harley, J. P. dan Prescott, L. M. (2002). Laboratory Exercises in Microbiology 5th Edition.


Jakarta: McGraw-Hill, Massachussets.

Jutono, Hartadi, S., Siti, K. S., Susanto, & Suhadi. (1980). Mikrobiologi Umum. Yogyakarta:
UGM-Press.

Kurtzman, C.P. & Fell, J.W. (1998). The Yeast A Taxonomy Study. New York: Elvesier.

Lay, W. B. (1994). Analisa Mikroba di Laboratorium. Ed. II. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Ngittu, Y. (2014). Identifikasi genus jamur fusarium yang menginfeksi eceng gondok
(Eichhornia crassipes) di Danau Todano. Jurnal Ilmiah Farmasi, 3(3), 156-161.

Pratiwi, D.A., Maryati, S., Srikini, Suharno, Bambang, S. (2006). Biologi 1. Jakarta: Erlangga.

Volk & Wheeler. (1993). Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

21

Anda mungkin juga menyukai