Anda di halaman 1dari 41

TUGAS KMB III

MANAJEMEN LUKA, LUKA BAKAR DAN DERMATITIS

Oleh :

1. Aufa Widya Hapsari (010218A019)


2. Fitri Ayu Wulansari (010218A025)
3. Ulfi Furaida (010218A016)
4. Widya (010218A024)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
UNGARAN
2019

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Masalah
C. Rumusan Masalah

BAB II

TINJAUAN TEORI

D. Konsep Dasar dan Keperawatan


1. Konsep Dasar Manajemen Luka
a. Definisi kulit
Kulit atau integumen adalah organ luar terbesar dari tubuh yang berperan
sebagai proteksi pertama dari lingkungan luar tubuh (Wijaya, 2018). Kulit normal
memiliki tiga lapisan; epidermis, dermis dan jaringan subkutis. Epidermis
mempunyai lapisan sel basal yang terus membelah untuk mempertahankan
lapisan epitel berlapis. Lapisan ini adalah pelindung primer antara lingkungan luar
dan dalam tubuh. Ia mencegah masuknya bakteri atau senyawa racun bersama
dengan dermis, melindungi struktur bagian dalam dari trauma. Kulit juga
mencegah hilangnya cairan tubuh dan elektrolit ke lingkungan luar (Kusuma,
2013).
Dermis merupakan suatu lapisan kolagen padat, dan jaringan subkutis
terdiri dari jaringan ikat yang mengelilingi globulus lemak. Jaringan ikat adalah
suatu anyaman tidak kontinyu jaringan fibrosa, yang meluas ke seluruh tubuh. Ia
membentuk 30% berat tubuh dan terdiri dari kolagen, retikulin dan elastin yang
dikelilingi substansi dasar (mukopolisakarida dan mukoprotein) (Kusuma, 2013).

Gambar 1. Lapisan-lapisan kulit

b. Tipe penyembuhan luka


a) Penyembuhan luka secara intense primer
Dimana terdapat sedikit jaringan yang hilang, seperti luka insisi yang
bersih seperti yang dibuat akibat tindakan bedah, atau pada laserasi yang
tepinya dirapatkan oleh plester kulit, maka penyembuhan terjadi secara
intensi primer, yaitu menyatukan kedua tepi luka berdekatan dan saling
berhadapan. Jaringan granulasi yang dihasilkan, sangat sedikit. Dalam waktu
10-14 hari, reepitelialisasi secara normal sudah sempurna, dan biasanya hanya
menyisakan jaringan parut tipis, yang cepat memudah dari warna merah
menjadi putih. Meskipun demikian, dibutuhkan waktu beberapa bulan bagi
jaringan untuk memperoleh kekuatan regangan seperti sebelumnya (Kusuma,
2013).

b) Penyembuhan luka secara intense sekunder


Pada luka dengan kehilangan jaringan, penyembuhan terjadi dengan
intensi sekuner. Luka terbuka yang kronis, seperti dekubitus dan ulkus
termasuk kategori ini, demikian pula dengan beberapa luka akibat operasi
yang dengan sengaja dibiarkan terbuka, seperti misalnya abses yang baru saja
dilakukan drain. Jaringan granulasi yang terdiri atas kapiler-kapiler darah
yang baru yang disokong jaringan ikat, terbentuk di dasar luka dan sel-sel
epitel melakukan migrasi ke pusat permukaan luka, dan dari pulau-pulau
jaringan epitel yang berhubungan dengan folikel rambut, kelenjar sebasea dan
kelenjar sudorifera. Daerah permukaan luka menjadi lebih kecil akibat suatu
proses yang dikenal sebagai kontraksi dan jaringan ikat disusun kembali
sehingga membentuk jaringan yang bertambah kuat seiring dengan
bertambahnya waktu.
Kontraksi luka adalah suatu proses, tempat terjadi penyempitan ukuran
luka, dengan kehilangan jaringan. Kontraksi timbul cukup awal, jangan
dikacaukan dengan kontraktur atau sikatrisasi, yang menyebabkan
mengecilnya ukuran jaringan jaringan parut dan karena itu, merupakan
kejadian tertunda. Pada kontraksi luka, ada pergerakan sentripetal seluruh
kulit. Yang hanya dapat terjadi bila kulit dapat bergerak. Karena itu, kontraksi
jauh lebih efektif pada daerah kuit yang bergerak bebas (misal perineum dan
dinding abdomen) (Kusuma, 2013).
Mekanisme kontraksi luka belum diketahui dengan jelas. Mungkin terjadi
karena kontraksi serat kolagen, atau dengan aksi sel kontraktil di dalam
jaringan granulasi.Kontraksi kolagen tidak mungkin terjadi. Selain itu,
kontraksi luka terjadi sebelum ada banyak kolagen di dalam luka. Mekanisme
kontraksi lebih disebabkan oleh kontraksi fibroblast (miofibroblast). Sel-sel
ini terdapat di seluruh tubuh, terutama terpusat di sekitar luka tebuka. Ada
dua teori tentang bagaimana miofibroblas ini mendorong tepi-tepi luka untuk
mengurangi luka 80% dalam waktu 10 hari. Salah satu teori (teori bingkai
gambar) mengatakan bahwa miofibril bekerja di balik tepi luka dan
mendorong tepi luka ke depan, ke arah bagian tengah. Teori lain mengatakan
bahwa miofibril pada bagian tengah luka mendorong tepi-tepi luka ke
arahnya. Bukti yang ada dewasa ini lebih mendukung teori bingkai gambar,
walaupun kemungkinan, kedua mekanisme ini timbul bersama-sama
(Kusuma, 2013).

c) Tipe tersier
Tipe penyembuhan tersier disebut sebagai tipe penyembuhan primer yang
terlambat yaitu perbaikan jaringan tubuh dalam proses penyembuhan luka
dengan menghilangkan infeksi atau benda asing yang terjadi pada tipe
penyembuhan primer. Ketika infeksi atau benda asing dapat dihilangkan,
maka tipe penyembuhannya dapat menggunakan tipe penyembuhan sekunder
atau primer. Pada tipe penyembuhan ini, perawat dapat melakukan tindakan
kolaborasi dengan tenaga kesehatan professional lainnya untuk dapat
mengatasi infeksi, sehingga tujuan penyembuhan luka akan cepat tercapai
(Wijaya, 2018).

c. Tahapan proses penyembuhan luka


a) Inflamasi
Proses inflamasi berlangsung dari awal cedera sampai 3 hari dan maksimal
dapat terjadi sampai 5 hari. Sama halnya dengan pendapat Hess (1999) dalam
Wijaya (2018) yang menyatakan inflamasi berakhir hari ke 4 sampai hari ke 6.
Tahapan inflamasi yang melebihi 6 hari akan menjadi tanda awal dari proses
infeksi. Selama proses inflamasi terjadi beberapa peristiwa fisiologis yang
berlangsung, yaitu :

1) Hemostasis
Vasokontriksi sementara pembuluh darah pda daerah yang cedera dan
penghentian pendarahan oleh bendungan trombosit dengan membentuk
serabut fibrin dalam proses pembekuan darah. Setelah terbentuk serabut
fibrin, maka dilanjutkan proses fibrinolisis untuk memecahkan bekuan
darah dan mempercepat proses migrasi sel ke ruang kulit yang cedera.

2) Eritema dan panas (Rubor dan Kalor)


Jaringan rusak akan berespon pengeluaran histamine dari sel mast dan
ditambah mediator lainnya yang akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh
darah di sekeliling area cedera. Vasodilatasi tersebut mengakibatkan aliran
darah akan lebih banyak menuju ke area cedera, sehingga menjadi merah
dan teraba hangat.
3) Nyeri (Dolor)
Jaringan rusak akibat cedera akan mengenai ujung saraf bebas, sehingga
mengeluarkan mediator nyeri seperti prostaglandin, serotonin dan lainnya.
Mediator nyeri tersebut akan dibawa ke otak untuk dipersepsikan sebagai
sensasi nyeri
4) Edema dan penurunan fungsi jaringan
Aliran darah yang menuju area cedera disertai dengan peningkatan
permeabilitas kapiler akan menyebabkan cairan dari intravaskuler masuk
ke interstisial, sehingga terjadi edema local dan fungsi sendi atau jaringan
sekitar menurun makannya menyebabkan area cedera tidak dapat digeraka
atau gerakan terbatas.
5) Destruktif
Pada area cedera akan memicu agen kemotaktik memasukan leukosit
polimorfonuklear dan makrofag dari kapiler. Fungsi dari polimorf dan
makrofag adalah membersihkan jaringan mati dan bakteri serta fibrin yang
berlebihan. Sel tersebut juga menstimulasi sel fibroblast untuk menyintesis
kolagen dan menghasilkan factor-faktor dalam pembentukan pembuluh
darah atau kapiler baru yang disebut angiogenesis pada tahapan proses
penyembuhan luka selanjutnya.
b) Proliferasi
Tahapan ini berlangsung dari hari pertama sampai 21 hari (3 minggu).
Tahapan proliferasi sangat dipengaruhi oleh keberadaan sel fibroblast yang
akan menyintesis kolagen sebagai bahan dasar untuk membentuk jaringan
granulasi. Lapisan dermis yang banyak terdapatkan sel fibroblast akan
mempercepat proses penyembuhan luka, sehingga pada tahapan ini tidak
boleh diganggu oleh teknik perawatan luka yang tidak tepat seperti
penggunaan cairan cuci luka. Berikut peristiwa yang terjadi pada tahapan
proliferasi manurut Wijaya (2018) :

1) Awal cedera yang merusak pembuluh darah menyebabkan sel darah merah
akan keluar disertai trombosit yang berfungsi untuk membentuk fibrin
dalam pembekuan darah
2) Fibrin terbentuk dan sel neutrofil keluar sebagai bentuk pertahanan tubuh
melawan bakteri
3) Sel makrofag juga keluar untuk memakan bakteri dan jaringan mati
4) Makrofag akan menstimulasi sel fibroblast untuk menyintesis kolagen
yang digunakan membentuk jaringan baru sampai sel epitel dapat migrasi
dari pinggir luka dan menutupi keseluruhan luka
5) Fibroblast tetap menyintesis kolagen dan menyusun jaringan baru dan sel
epitel yang terbentuk agar kembali seperti kulit sehat sekitarnya
6) Sel epitel menutupi keseluruhan luka dan tersususn rapi tetapi tensile
strength hanya kembali 80%
c) Maturasi
Tahapan ini berlangsung dari hari ke 21 (3 minggu) sampai 2 tahun.
Pembentukan kolagen masih terjadi pada tahapan ini, akan tetapi serabut
tersebut akan disusun rapi menyesuaikan jaringan sekitarnya yang sehat.
Proses ini berlangsung sampai mencapai sekitar 80% kekuatan kulit
sebelumnya (Wijaya, 2018).

d. Faktor- factor yang mempengaruhi penyembuhan luka


Menurut Kusuma (2013) perawatan dasar untuk sebagian besar luka, dapat
dirangkum menjadi sebagai berikut:
a) Optimalisasi parameter sistemik
b) Debridemen jaringan yang sudah non-viabel
c) Mengurangi bioburden dari luka
d) Optimalisasi aliran darah
 Suhu (kehangatan)
 Hidrasi
 Revaskularisasi
e) Mengurangi edema
 Elevasi
 Balut tekan
f) Penggunaan dressing yang sesuai, dengan tujuan:
 Melembabkan luka
 Menghilangkan eksudat
 Mencegah trauma pada luka
g) Gunakan obat-obatan lain bila diperlukan
h) Tutup luka dengan skin graft atau flap jika ada indikasi

e. Faktor-faktor yang menghalangi penyembuhan luka


a. Faktor lokal:
- Oksigenasi
- Hematoma
- Teknik operasi
b. Faktor Umum:
- Kekurangan vitamin C
- Kekurangan Seng (Zn)
- Konsumsi steroid
- Sepsis
- Obat sitotoksik

f. Tindakan keperawatan
Menurut Wijaya (2018) Tindakan keperawatan manajemen luka adalah sebagai
berikut :

1. Tindakan pada tahap inflamasi


a) Mencuci luka dengan larutan fisiologis yang tidak iritatif atau merusak
jaringan luka dan dapat menggunakan antiseptikk gentle untuk mencegah
infeksi.
b) Membatasi penggunaan iodine povidine yang dapat menghambat
fibroblast dalam sintesis kolagen dan penggunaan hydrogen peroksida
yang merusak jaringan luka
c) Mengajarkan individu manajemen nyeri dan elevasi bagian tubuh yang
cedera atau luka untuk mengingatkan kenyamanan dan mencegah edema
berlebihan
d) Memilih topical terapi yang mendukung lingkungan luka lembab,
sehingga mempercepat proses penyembuhan luka dan mencegah infeksi
e) Memberian pendkes cara perawatan luka di rumah
2. Tindakan pada tahap proliferasi
a) Mencuci luka pada tahapan ini perlu dilakukan dengan hati-hati dan
lembut untuk mencegah jaringan granulasi berdarah
b) Penggunaan iodine povidine tidak diperbolehkan pada fase ini karena
menghambat kinerja sel fibroblast
c) Memilih topical terapi bertujuan mendukung lingkungan luka lembap,
mengelola eksudat dan mencegah infeksi
d) Memberikan vitamin C dan protein dan lainnya yang dapat mendukung sel
fibroblast menyintesis kolagen untuk membentuk jaringan baru
3. Tindakan pada tahap maturasi
a) Mencuci luka dilakukan dengan hati-hati dan lembut untuk mencegah
kerusakan epitel baru
b) Memilih topical terapi yang bertujuan mendukung lingkungan luka
lembab dan melindungi epitel baru
c) Memantau pinggiran luka dari kalus, hipergranulasi atau biofilm yang
dapat mengahambat proses migrasi sel epitel
d) Biofilm atau koloni kuman mudah terlihat pada jaringan granulasi yang
akan menghambat pertumbuhan epitel.

g. Komplikasi
Menurut Wijaya (2018) komplikasi manajemen luka adalah sebagai berikut :

a) Infeksi
Cairan luka yang banyak, berbau dan jenis purulen memndakan adanya
infeksi
b) Hemoragik
Pendarahan paling sering terjadi jika kondisi pasien lemah dan adanya
penyakit penyerta seperti kelainan darah seperti kekurangan vitamin K

c) Dehisen
Dehisen adalah terpisahnya lapisan kulit dan jaringan tidak menyatu dengan
tepi luka lainnya.

d) Eviserasi
Organ bagian dalam dapat keluar melalui permukaan luka yang terbuka
disebut sebagai eviserasi

e) Fistula
Terbentuknya jalan abnormal di antara dua organ atau di antara suatu organ
dan permukaan tubuh.

Konsep Keperawatan Luka


A. Pengkajian
a. Riwayat Pasien
Pengkajian luka harusnya dilakukan secara holistic yang bermakna bahwa
pengkajian luka bukan hanya menentukan mengapa luka itu ada namun juga
menemukan berbagai factor yang dapat menghambat penyembuhan luka.
(Carvile K 1998). Faktor –faktor penghambat penyembuhan luka didapat dari
pengkajian riwayat penyakit klien. Faktor yang perlu diidentifikasi
antara lain :
1. Faktor Umum
• Usia
• Penyakit Penyerta
• Vaskularisasi
• Status Nutrisi
• Obesitas
• Gangguan Sensasi atau mobilisasi
• Status Psikologis
• Terapi Radiasi
• Obat-obatan
2. Faktor Lokal
• Kelembaban luka
• Penatalaksanaan manajemen luka
• Suhu Luka
• Tekanan, Gesekan dan Pergeseran
• Benda Asing
• Infeksi Luka
b. Jenis luka
1. Luka akut yaitu berbagai jenis luka bedah yang sembuh melalui intensi
primer atau luka traumatik atau luka bedah yang sembuh melalui intensi
sekunder dan melalui proses perbaikan yang tepat pada waktu dan
mencapai hasil pemulihan integritas anatomis sesuai dengan proses
penyembuhan secara fisiologis.
2. Luka kronik, adalah terjadi bila proses perbaikan jaringan tidak sesuai
dengan waktu yang telah diperkirakan dan penyembuhannya mengalami
komplikasi, terhambat baik oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik yang
berpengaruh kuat pada individu, luka atau lingkungan. Atau dapat
dikatakan bahwa luka kronis merupakan kegagalan penyembuhan pada
luka akut
c. Type penyembuhan
1. Primary Intention, Jika terdapat kehilangan jaringan minimal dan kedua
tepi luka dirapatkan baik dengan suture (jahitan), clips atau tape (plester).
Jaringan parut yang dihasilkan minimal.
2. Delayed Primary Intention, Jika luka terinfeksi atau mengandung benda
asing dan membutuhkan pembersihan intensif, selanjutnya ditutup secara
primer pada 3-5 hari kemudian.
3. Secondary Intention,. Penyembuhan luka terlambat dan terjadi melalui
proses granulasi, kontraksi dan epithelization. Jaringan parut cukup luas.
4. Skin Graft, Skin graft tipis dan tebal digunakan untuk mempercepat proses
penyembuhan dan mengurangi resiko infeksi.
5. Flap, Pembedahan relokasi kulit dan jaringan subcutan pada luka yang
berasal dari jaringan terdekat
d. Penampilan Klinik
Tampilan klinis luka dapat di bagi berdasarkan warna dasar luka antara lain
1. Hitam atau Nekrotik yaitu eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin
kering atau lembab.
2. Kuning atau Sloughy yaitu jaringan mati yang fibrous, kuning dan slough.
3. Merah atau Granulasi yaitu jaringan granulasi sehat.
4. Pink atau Epithellating yaitu terjadi epitelisasi.
5. Kehijauan atau terinfeksi yaitu terdapat tanda-tanda klinis infeksi seperti
nyeri, panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan exudate.
e. Lokasi
Lokasi atau posisi luka, dihubungkan dengan posisi anatomis tubuh dan
mudah dikenali di dokumentasikan sebagai referensi utama.Lokasi luka
mempengaruhi waktu penyembuhan luka dan jenis perawatan yang
diberikan.Lokasi luka di area persendian cenderung bergerak dan tergesek,
mungkin lebih lambat sembuh karena regenerasi dan migrasi sel terkena
trauma (siku, lutut, kaki). Area yang rentan oleh tekanan atau gaya lipatan
(shear force ) akan lambat sembuh (pinggul, bokong), sedangkan
penyembuhan meningkat diarea dengan vaskularisasi baik (wajah).
f. Ukuran luka
Dimensi ukuran meliputi ukuran panjang, lebar, kedalaman atau
diameter ( lingkaran ). Pengkajian dan evaluasi kecepatan penyembuhan luka
dan modalitas terapi adalah komponen penting dari perawatan luka.
Semua luka memerlukan pengkajian 2 dimensi pada luka terbuka dan
pengkajian 3 dimensi pada luka berrongga atau berterowongan
1. Pengkajian dua dimensi
Pengukuran superfisial dapat dilakukan dengan alat seperti penggaris
untuk mengukur panjang dan lebar luka.Jiplakan lingkaran (tracing of
circumference) luka direkomendasikan dalam bentuk plastik transparan
atau asetat sheet dan memakai spidol.
2. Pengkajian tiga dimensi
Pengkajian kedalaman berbagai sinus tract internal memerlukan
pendekatan tiga dimensi.Metode paling mudah adalah menggunakan
instrumen berupa aplikator kapas lembab steril atau kateter/baby feeding
tube.Pegang aplikator dengan ibu jari dan telunjuk pada titik yang
berhubungan dengan batas tepi luka.Hati-hati saat menarik aplikator
sambil mempertahankan posisi ibu jari dan telunjuk yang
memegangnya.Ukur dari ujung aplikator pada posisi sejajar dengan
penggaris sentimeter (cm) Melihat luka ibarat berhadapan dengan
jam.Bagian atas luka (jam 12) adalah titik kearah kepala pasien, sedangkan
bagian bawah luka (jam 6) adalah titik kearah kaki pasien. Panjang dapat
diukur dari ” jam 12 – jam 6 ”. Lebar dapat diukur dari sisi ke sisi atau dari
” jam 3 – jam 9 ”.

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Herdman (2018) diagnosa keperawatan manajemen luka yaitu :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fsik
Batasan karakteristik
- Bukti nyeri dengan menggunakan standar periksa nyaeri untuk pasien yang
tidak dapat mengungkannya
- Perilaku ekspresif
- Eksperi wajah nyeri
- Sikap tubuh melindungi
- Sikap melindungi area nyeri
- Laporan tentang perilaku nyeri/ perubahan nyeri
- Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
- Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
instrument nyeri
2. Resiko infeksi
Factor resiko
- Gangguan integritas kulit
- Kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen
- Statis cairan tubuh
Kondisi terkait
- Supresi respons inflamasi

C. Intervensi Keperawatan
No DX NOC NIC
Keperawa
tan
1. Nyeri Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
akut keperawatan selama 3x 24 Definisi : pengurangan
berhubun jam diharapkan nyeri akut atau reduksi nyeri
gan dapat teratasi dengan kriteria sampai pada tingkat
dengan hasil : kenyamanan yang dapat
agen Pengetahuan : manajemen diterima oleh pasien
cedera nyeri Aktifitas :
1. Lakukan pengkajian
fisik 1. Tanda dan gejala nyeri
nyeri komprehensif
dari skala 2 ( pengetahuan
yang meliputi lokasi,
terbatas) menjadi skala 5 (
karakteristik, durasi,
Pengetahuan sangat
frekuensi, kualitas,
banyak)
2. Teknik posisi yang efetif beratnya nyeri dan
dari skala 2 ( pengetahuan faktor pencetus
2. Gunakan strategi
terbatas) menjadi skala 5 (
komunikasi terapeutik
Pengetahuan sangat
untuk mengetahui
banyak)
3. Teknik relaksasi yang pengalaman nyeri dan
efektif dari skala 2 sampaikan
( pengetahuan terbatas) penerimaan terhadap
menjadi skala 5 nyeri
3. Kendalikan faktor
( Pengetahuan sangat
lingkungan yang dapat
banyak)
4. Distraktif yang efektif dari mempengaruhi respon
skala 2 ( pengetahuan terhadap
terbatas) menjadi skala 5 ( ketidaknyamanan (mis
Pengetahuan sangat suhu, ruangan,
banyak) pencahayaan, suara
bising)
4. Pilih atau
Penyembuhan luka :
implementasikan
primer
tindakan yang
1. Memperkirakan kondisi
beragam (mis
kulit dari skala 3 (sedang)
farmakologi,
menjadi skala 5 ( sangat
nonfarmakologi,
besar)
2. Pembentukan bekas luka interpersonal) untuk
dari skala 3 (sedang) memfasilitasi
menjadi skala 5 ( sangat penurunan nyeri pada
5. Berikan informasi
besar)
3. Eritema di kulit sekitarnya mengenai nyeri,
dari skala 3 (sedang) seperti penyebab
menjadi skala 5 ( sangat nyeri, berapa nyeri
besar) yang dirasakan, dan
4. Bau luka busuk skala dari
antisipasi dari
skala 3 (sedang) menjadi
ketidaknyamanan
skala 5 ( tidak ada)
akibat prosedur
6. Kolaborasi dengan
Penyembuhan luka : pasien, orang terdekat
sekunder dan tim kesehatan
1. Ukuran luka berkurang lainnya untuk memilih
dari skala 3 (sedang) dan
menjadi skala 5 ( sangat mengimplementasikan
besar) tindakan penurun
2. Pelepasan sel dari skala 3
nyeri nonfarmakologi
(sedang) menjadi skala 5 (
sesuai kebutuhan
tidak ada)
3. Peradangan luka dari skala
Monitor tanda-tanda
3 (sedang) menjadi skala 5
vital
( tidak ada)
Definisi : pengempulan
4. Lubang pada luka dari
dan analisis data
skala 3 (sedang) menjadi
kardiovaskular,
skala 5 ( tidak ada
pernapasan, dan suhu
tubuh untuk menentukan
Tingkat nyeri
dan mencegah komplikasi
1. Nyeri yang dilaporkan
Aktivitas :
dari skala 2 ( cukup berat)
1. Monitor tekanan
menjadi skala 5 ( tidak
darah, nadi, suhu, dan
ada)
2. Eksperi nyeri wajah dari status pernafasan
skala 2 ( cukup berat) dengan cepat
2. Monitor warna kulit,
menjadi skala 5 ( tidak
suhu, dan kelembapan
ada)
3. Monitor irama dan
3. Tekanan darah dari skala
tekanan jantung
2 (devisiasi cukup berat
4. Monitor keberadaan
dari kisaran normal)
dan kualitas nadi
menjadi skala 5 (tidak ada 5. Monitor tekanan
devisiasi dari kisaran darah, nadi, suhu, dan
normal) status pernafasan
sebelum, setelah
beraktivitas dengan
cepat

Pengaturan posisi
Definisi : menempatkan
pasien atau bagian tubuh
tertentu dengan sengaja
untuk meningkatkan
kesejahteraan fungsi
fisiologis dan psikologis
Aktivitas :
1. Monitor status
oksigenasi ( pasien
sebelum dan setelah
perubahan posisi)
2. Posisikan (pasien)
sesuai dengan
kesejajaran tubuh
yang tepat
3. Minimalisir gesekan
dan cedera ketika
memposisikan dan
membalikan tubuh
pasien
4. Instruksikan pasien
bagaimana
menggunakan postur
tubuh dan mekanika
tubuh yang baik ketika
beraktivitas
5. Berikan obat sebelum
membalikan (badan)
pasien, dengan tepat

Pengecekan kulit
Definisi : pengumpulan
dan analisis data pasien
untuk menjaga kulit dan
integritas membran
mukosa
Aktivitas
1. Monitor kulit untuk
adanya ruam dan
lecet
2. Monitor infeksi,
terutama di daerah
edema
3. Amati warna,
kehangatan,
bengkak, pulsasi,
tekstur, edema dan
ulserasi pada
ekstremitas
4. Periksa kulit dan
selaput lendir terkait
dengan adanya
kemerahan,
kehangatan ekstrim,
edema, dan drainase
5. Ajarkan anggota
keluarga mengenai
tanda-tanda
kerusakan kulit
dengan tepat
6. Dokumentasikan
perubahan membran
mukosa
2. Resiko Setelah dilakukan tindakan Kontrol infeksi
infeksi keperawatan selama 3x 24 Definisi : meminilkan
jam diharapkan nyeri akut penerimaan dan transmisi
dapat teratasi dengan kriteria agen infeksi
hasil : Aktivas :
Kontrol Risiko : Proses 1. Pastikan teknik
Infeksi perawatan luka
1. Mengidentifikasi faktor yang tepat
2. Cuci tangan
risiko infeksi
2. Mengenali factor sebelum dan
individu terkait infeksi sesudah kegiatan
3. Mencuci tangan
perawatan pasien
4. Memonitor perubahan
3. Pakai sarung
status kesehatan
tangan steril
dengan tepat
Pengetahuan : manajemen 4. Gosok kulit pasien
infeksi dengan agen
1. Tanda dan gejala infeksi antibakteri yang
2. Pengaruh gizi pada
sesuai
infeksi 5. Ajarkan pasien
3. Nama obat yang benar
dan anggota
4. Efek terapeutik obat
keluarga
mengenai
bagaimana
menghindari
infeksi
6. Berikan terapi
antibiotik yang
sesuai

Perlindungan infeksi
Definisi : pencegahan dan
deteksi dini infeksi pada
pasien berisiko
1. Monitor adanya gejala
infeksi sistemik dan
lokal
2. Berikan perawatan
kulit yang tepat untuk
yang mengalami
edema
3. Pantau adanya
perubahan tingkat
energy atau malaise
4. Ajarkan pesien dan
keluarga pasien
mengenai tanda dan
gejala infeksi dan
kapan harus
melaporkan pada
tenaga kesehatan
2. Konsep Dasar Dermatitis
a. Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon
terhadap pengaruh factor eksogen atau factor endogen, menimbulkan kelainan
klinis berupa efloresensi polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama,
likenifikasi) dan keluhan gatal, dermatitis cenderung residif dan menjadi kronis
(Nurarif, 2016).
Dermatitis berasal dari kata dermo- (kulit) -itis (radang/inflamasi),
sehingga dermatitis dapat diterjemahkan sebagai suatu keadaan di mana kulit
mengalami inflamasi. Dermatitis adalah peradangan epidermis dan dermis yang
memberikan gejala subjektif gatal dan dalam perkembangannya memberikan
efloresensi yang polimorf. (Junaidi Purnawan : 2000 dalam Aprilonia, 2015)

b. Etiologi
Menurut Nurarif (2016) penyebab dermatitis dapat berasal dari luar,
misalnya bahan kimia (contoh : sinar, suhu), mikroorganisme (bakteri, jamur)
dapat pula dari dalam misalnya dermatitis atopic.
Klasifikasi dermatitis
1. Dermatitis kontak
Peradangan di kulit karena kontak dengan sesuatu yang dianggap asing oleh
tubuh terbagi menjadi 2 yaitu alergi dan iritan

2. Dermatitis atopic
Peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang umumnya sering terjadi
selama masa bayi dan anak
1) Neurodermatitis sirkumskripta
2) Dermatitis numularis
3) Dermatitis statis

c. Patofisiologi
Dermatitis merupakan peradangan pada kulit, baik pada bagian dermis
ataupun epidermis yang disebabkan oleh beberapa zat alergen ataupun zat iritan.
Zat tersebut masuk kedalam kulit yang kemudian menyebabkan hipersensitifitas
pada kulit yang terkena tersebut. Masa inkubasi sesudah terjadi sensitisasi
permulaan terhadap suatu antigen adalah 5-12 hari, sedangkan masa reaksi setelah
terkena yang berikutnya adalah 12-48 jam.Bahan iritan ataupun allergen yang
masuk ke dalam kulit merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan
lemak lapisan tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan
merusak sel dermis maupun sel epidermis sehingga menimbulkan kelainan kulit
atau dermatitis. Adapun faktor-faktor yang ikut mendorong perkembangan
dermatitis adalah gesekan, tekanan, balutan, macerasi, panas dan dingin, tempat
dan luas daerah yang terkena dan adanya penyakit kulit lain (Aprilonia, 2015).

d. Manifestasi klinis
Secara umum manifestasi klinis dari dermatitis yaitu secara Subyektif ada
tanda–tanda radang akut terutama pruritus ( sebagai pengganti dolor). Selain itu
terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau
pembengkakan dan gangguan fungsi kulit (function laisa). Sedangkan secara
Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tegas dan terdapat lesi polimorfi yang
dapat timbul secara serentak atau beturut-turut.
1) Dermatitis Kontak. Gatal-gatal , rasa tidak enak karena kering, kulit berwarna
coklat dan menebal.
2) Dermatitis Atopik. Gatal-gatal , muncul pada beberapa bulan pertama setelah
bayi lahir, yang mengenai wajah, daerah yang tertutup popok, tangan, lengan
dan kaki.
3) Dermatitis Perioral. Gatal-gatal bahkan menyengat, disekitar bibir tampak
beruntus-beruntus kecil kemerahan.
4) Dermatitis Statis. Awalnya kulit merah dan bersisik, setelah beberapa
minggu / bulan , warna menjadi coklat (Aprilonia, 2015).
e. Komplikasi
Komplikasi dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah sindrom
pernapasan akut, gangguan ginjal, Infeksi kulit oleh bakteri-bakteri yang lazim
dijumpai terutama staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes
simpleks (Aprilonia, 2015).

f. Pemeriksaan penunjang
Menurut Aprilonia (2015) pemeriksaan penunjang pada dermatitis adalah
sebagai berikut :
1) Darah; Hb, leoukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin,
globulin.
2) Urin; pemeriksaan Hispatologi
3) Uji kulit, alergen, uji IgE spesifik, pada dermatitis atopic
4) Pemeriksaan kultur bakteri apabila ada komplikasi infeksi sekunder bakteri,
pada dermatitis kontak iritan.

g. Penatalaksanaan
Menurut Aini (2017) penatalaksanaan dermatitis yaitu :
a) Terapi Sistemik
Pada dermatitis ringan diberi antihistamin atau kombinasi antihistamin,
antiserotonin, antigraditinin, arit-SRS-A dan pada kasus berat dipertimbangkan
pemberian kortikosteroid.
b) Terapi topical
Dermatitis akut diberi kompres bila sub akut cukup diberi bedak kocok bila
kronik diberi salep.
c) Diet
Tinggi kalori dan tinggi protein (TKTP) contoh : daging, susu, ikan, kacamg-
kacangan, jeruk, pisang dan lain-lain.

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dermatitis / Konsep Keperawatan


A. Pengkajian
1. Identitas pasien
2. Keluhan utama pasien
3. Riwayat kesehatan
4. Pola fungsional
B. Diagnosa keperawatan
1. Domain 12 . kelas 1. Kode diagnosis 00132
Nyeri akut
Definisi :
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual aatau potensial, atau yang digambarkan sebagi
kerusakan (internal association for the study of pain). Awitan yang tiba-tiba atau
lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan berakhirnya dapat
diantisipasi atau diprediksi dan dengan durasi kurang dari 3 bulan.
NOC:
Moerhead & Jhonson, et all (2016)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam di harapkan nyeri akut
pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil :

1) Status kenyamanan fisik (2010)


a. Gatal-gatal dari skala 1 sangat terganggu menjadi skala 5 tidak terganggu
2) Kontrol nyeri (1605)
a. Menggunakan tindakan pengurangan nyeri tanpa analgetik dari skala 2
jarang menunjukkan menjadi skala 5 secara konsisten menunjukkan
b. Melaporkan nyeri yang terkontrol dari skala 2 jarang menunjukkan
menjadi skala 5 secara konsisten menunjukkan
NIC:

Bulechek & Butcher et. all (2016)

1. Manajemen nyeri (1400)


Aktivitas-aktivitas

a. Lakukan pengkajian nyeri komperhensif


b. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
c. Evaluasi keefektifan dari tindakan pengontrolan nyeri yang dipakai selama
pengkajian nyeri
d. Monitor kepuasan pasien terhadap manajemnt nyeri
e. Kolaborasi dengan tenaga medis lain mengenai tindakan pengurangan
nyeri
2. Domain 11 kelas 2 . kode 00046
Kerusakan integritas kulit
Definisi :
Kerusakan pada epidermis dan /dermis
NOC :
Morhead &Jhonson et all (2016)
Setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam di harapkan kerusakan inegritas
kulit pasien dapat diatasidengan kriteria hsil :

1) Respon alergi : lokal (0705)


a. Rasa gatal setempat dari skala 2 cukup berat menjadi skala 5 tidak
ada
b. Ruam kulit setempat dari skala 2 cukup berat menjadi skala 5 tidak
ada
c. Nyeri setempat dari skala 2 cukup berat menjadi sakal 5 tidak ada

NIC:
Bulechek &butcher et all (2016)
1. Monitor tanda-tanda vital (6680)
Aktivitas-aktivitas

a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu, status pernafasan, dengan tepat


b. Monitor warna kulit suhu dan kelembapan
2. Pemberian obar kulit (2316)

a. Catat riwayat medis pasien dan riwayat alergi


b. Tentukan kondisi kulit pasien diatas area pemberian obat
c. Monitor adanya efek samping lokal dan sistemik dari pemberian
obat
d. Ajarkan dan monitor teknik pemberian mandiri sesuai kebutuhan
e. Dokumentasi kan pemberaian obat dan respon pasien
3. Domain 11 kelas 1. Kode 00004
Resiko infeksi
Definisi :
Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat
mengganggu kesehatan

NOC:
Setelah dilakukan tindakan selama 3x 24 jam di harapkan resiko infeksi
pasien dapat teratasi dengan kriteria hasil

1) Keparahan infeksi (0703)


a. Kemerahan dari skala 1 berat menjadi skala 4 ringan
b. Nyeri dari skala 2 cukup berat menjadi sekala 5 tidak ada
c. Ketidak stabilan suhu dari skala 2 cukup berat menjadi skla 5 tidak
Ada
NIC :

1) Kontrol infeksi (6540)


Aktivitas –aktivitas

a. Anjurkan pasienteknik cuci tangan dengan tepat


b. Ajarkan pasien dan keluarga mengenali tanda gejala infeksi
c. Ajarkan klien dan keluarga bagaimana cara untuk menhindari
infeksi
d. Berikan terapi antibiotik yang sesuai

3. Konsep Dasar Luka Bakar


a. Definisi
Luka bakar adalah kerusakan jaringan tubuh terutama kulit akibat trauma
panas, elektrik, kimia dan radiasi. (Black & Hawks, 2014)
Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energy dari sumber panas ke
tubuh.Panas tersebut dapat dipindahkan melalui konduksi dan radiasi
elektromagnetik. (Corwin, 2009)

b. Penyebab
1. Luka bakar termal, tipe yang paling sering ditemukan, secara umum
terjadi karena :
- Kebakaran rumah
- Kecelakaan kendaraan
- Bermain dengan korek api
- Menggunakan petasan dengan cara yang salah
- Menggunakan bensi dengan cara yang salah
- Cedera melepuh dan kecelakaan di dapur
- Pakaian yang terbakar.
2. Luka bakar kimia disebabkan senyawa yang asam, alkali, atau
merupakan vesikan (zat yang menimbulkan lepuhan) yang mengenai
tubuh korban karena kontak, terminum, terhirup (inhalasi), atau karena
suntikan.
3. Luka bakar karena listrik, biasanya terjadi karena kontak dengan kawat
listrik yang mengandung arus listrik atau dengan sumber arus listrik
tegangan tinggi.
4. Luka bakar gesekan atau ekskoriasi terjadi ketika kulit mengalami
gesekan hebat dengan permukaan yang kasar.
5. Luka bakar karena sengatan matahari(sunburn)terjadi ketikaseseorang
terpajan cahaya matahari secara berlebihan. (Kowalak, 2017)

c. Patofisiologi
Agen yang menyebabkan cedera akan menimbulkan denaturasi protein
sel. Sebagian sel akan mati karena mengalami nekrosis traumatik atau
iskemik. Kehilangan ikatan kolagen juga terjadi bersama proses denaturasi
sehingga timbul gradient tekanan osmotik dan hidrostatik yang abnormal dan
menyebabkan perpindahan cairan intravaskuler ke dalam ruang interstisial.
Cedera sel memicu pelepasan mediator inflamasi yang turut menimbulkan
peningkatan permeabilitas kapiler secara sistemik.Kejadian patofisiologi yang
spesifik bergantung pada penyebab dan klasifikasi luka bakar. (Kowalak,
2017)

d. Derajat Luka Bakar


a.) Luka bakar derajat pertama. Luka bakar derajat pertama (derajat-satu)
menyebabkan cedera setempat atau destruksi setempat pada kulit (hanya
lapisan epidermisnya) akibat kontak langsung (seperti terkena tumpahan
bahan kimia) atau kontak tidak langsung (seperti sengatan matahari).
Fungsi barrier (sawar) pada kulit tetap utuh dan luka bakar jenis ini tidak
mengancam hidup korban.
b.)Luka bakar derajat dua dengan ketebalan parsial – superfisial
(second-degree superficial partial-thickness).
Luka bakar ini meliputi destruksi epidermis dan sebagian dermis.Lepuh
yang dindingnya tipis dan berisi cairan terjadi dalam tempo beberapa
menit setelah cedera. Ketika lepuh ini pecah, ujung-ujung saraf akan
terpajan dengan udara. Karena respons nyeri dan taktil masih utuh,
penanganan luka bakar ini menimbulkan nyeri yang sangat.Fungsi sawar
pada kulit sudah hilang pada derajat luka bakar ini.
c.) Luka bakar derajat dua dengan ketebalan parsial dalam (second-
degree deep partial-thickness)
Luka bakar ini meliputi destruksi epidermis dan dermis yang menimbulkan
lepuh dan edema yang ringan hingga sedang serta rasa nyeri.Folikel
rambut utuh sehingga rambut masih dapat tumbuh kembali.Apabila
dibandingkan luka bakar second-degree, superficial partial-thickness maka
pada luka bakar ini tidak begitu terdapat rasa nyeri karena neuron sensoris
sudah menglami destruksi yang luas.Daerah disekitar luka bakar sangat
sensitive terhadap rasa nyeri.Fungsi sawar pada kulit menghilang.
d.)Luka bakar derajat tiga dan empat
Luka bakar ini merupakan luka bakar yang berat dan mengenai setiap
sistem organ tubuh.Luka bakar derajat tiga meluas lewat epidermis serta
dermis dan mengenai lapisan jaringan subkutan.Luka bakar derajat empat
meliputi otot, tulang, dan jaringan interstisial. Dalam waktu beberapa jam
sja, cairan dan protein berpindah dari kapiler ke ruang interstisial sehingga
sepsis akibat luka bakar merupakan ancaman yang serius. Akhirnya,
peningkatan kebutuhan kalori sesudah seseorang mengalami luka bakar
akan meningkatkan laju metabolik. (Kowalak, 2017)

e. Rule of nines

Metode Rule of Nines untuk menentukan daerah permukaan tubuh total


(Body surface Area : BSA) untuk orang dewasa adalah :
1. Kepala dan leher : 9%
2. Ekstremitas atas kanan : 9%
3. Ekstremitas atas kiri : 9%
4. Ekstremitas bawah kanan : 18%
5. Ekstremitas bawah kiri : 18%
6. Badan bagian depan : 18%
7. Badan bagian belakang : 18%
8. Genetalia : 1 % (Wijaya, 2018)

f. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala luka bakar bergantung pada tipe luka bakar dan dapat
meliputi :
 Nyeri dan eritema setempat yang biasa terjadi tanpa lepuh dalam waktu 24
jam pertama (luka bakar derajat satu)
 Menggigil, sakit kepala, edema local, dan nausea serta vomitus (pada luka
bakar derajat satu yang lebih berat).
 Lepuhan berdinding tipis berisi cairan, yang muncul dalam tempo
beberapa menit sesudah cedera disertai edema ringan hingga sedang dan
rasa nyeri (luka bakar derajat dua dengan ketebalan parsial-superfisial)
 Tampilan putih seperti lilin pada daerah yang rusak (luka bakar derajat dua
dengan ketebalan parsial dalam)
 Jaringan seperti bahan dari kulit yang berwarna putih, cokelat, atau hitam
dengan pembuluh darah yang terlihat dan mengalami trombosis akibat
destruksi elastisitas kulit (bagian dorsum tangan merupakn lokasi paling
sering terdapat vena yang mengalami trombosis) tanpa disertai lepuhan
(luka bakar derajat tiga)
 Daerah yang menonjol dan bewarna seperti perak, yang biasa terlihat pada
tempat terkena arus listrik (luka bakar elektrik).
 Bulu hidung yang berbau sangit, luka bakar mukosa, perubahan suara,
batuk-batuk, mengi, hangus pada mulut atau hidung, dan sputum berwarna
gelap (karena inhalasi asap dan kerusakan paru). (Kowalak, 2017)

g. Komplikasi
 Kehilangan fungsi (luka bakar pada wajah, tangan, kaki, dan genetalia)
 Penyumbatan total sirkulasi dalam ekstremitas (akibat edema karena luka
bakar yang meningkat)
 Obstruksi jalan nafas (luka bakar leher, atau ekspansi, respirasi yang
terbatas (luka bakar pada dada))
 Cedera paru (akibat inhalasi asap atau emboli paru)
 Syndrom gawat nafas dewasa (akibat dekompensasi jantung kiri atau
infark miokard)
 Kersuakan yang lebih besar daripada yang terlihat pada luka bakar
permukaan (luka bakar elektrik atau kimia), atau kerusakan jaringan
internal disepanjang lintasan hantaran arus listrik (luka bakar elektrik)
 Aritmia jantung (akibat luka bakar elektrik dan perpindahan cairan)
 Hipotensi yang terjadi sekunder karena shock atau hipovolemia
 Luka bakar yang terinfeksi
 Stroke, serangan jantung, atau emboli paru (akibat pembentukan bekuan
darah yang terjadi karena aliran darah yang melambat)
 Shock luka bakar (akhibat perpindahan cairan keluar kompartemen
vaskuler yang mungkin menimbulkan kerusakan ginjal dan gagal ginjal)
 Penyakit ulkus peptikum atau ileus (akibat penurunan pasokand arah di
daerah abdomen)
 Koagulasi diseminata intravaskuler (pada luka bakar yang lebih berat)
 Nyeri tambahan, depresi, dan beban finansial (akibat bagian yang bersifat
sikologis dari keadaan cacat yang dialami korban). (Kowalak, 2017)

h. Penanganan
 Celupkan bagian yang terbakar dalam air dingin atau melakukan kompres
dingin
 Berikan obat pereda nyeri jika diperlukan
 Tutup daerah yang terbakar dengan preparat antimikroba, dan kassa tebal
yang tidak lengket
 Cegah hipoksia, tutup luka bakar partial-thickness yang melebihi 30%
luas permukaan tubuh atau luka bakar
 Lepaskan pakaian yang terbakar
 Pemberian infus untuk mencegah shock hipovolemik dan
mempertahankan curah jantung (contoh : RL)
 Terapi antimikroba (semua pasien luka bakar yang berat
 Hitung darah lengkap, elektrolit, glukosa, kadr ureum, dll.
 Pantau asupan dan haluaran cairan secara ketat dengan mengecek tanda-
tanda vital selama 15 menit sekali.
 Pemantauan ini mungkin bisa dilakukan dengan memasang kateter urin
 Lakukan irigasi luka dengan larutan normal saline sebanyak-banyaknya
 Tindakan bedah yang meliputi pencangkokan kulit dan pembersihan luka
yang lebih baik, contohnya luka bakar yang berat. (Wijaya, 2018)

i. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun
menunjukkan adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan
peningkatan lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht
(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan cairan
sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
b. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya infeksi
atau inflamasi. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya
kecurigaaan cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau
peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada
retensi karbon monoksida. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat
pada awal sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi
ginjal, natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan,
hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi
bila mulai diuresis.
c. Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan kelebihan
cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga ketidakadekuatan cairan. Alkali
Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan perpindahan cairan
interstisial atau gangguan pompa, natrium.
d. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon stress.
e. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein pada
edema cairan.
f. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi atau
fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera jaringan.
g. Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif terhadap efek
atau luasnya cedera.
h. EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau distritmia.
i. Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka
bakar. (Wijaya, 2018)

j. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan pasien luka bakar sesuai dengan kondisi dan pasien
dirawat melibatkan berbagai lingkungan perawatan dan disiplin ilmu antara
lain mencakup penanganan awal (ditempat kejadian), penanganan pertama di
unit gawat darurat, penanganan diruang intensif atau bangsal. Tindakan yang
diberikan antara lain adalah terapi cairan, fisioterapi dan psikiatri. Pasien
dengan luka bakar memerlukan obat-obatan topical. Pemberian obat-obatan
topical anti microbial bertujuan tidak untuk mensterilkan luka akan tetapi
akan menekan pertumbuhan mikroorganisme dan mengurangi kolonisasi,
dengan memberikan obat-obatan topical secara tepat dan efektif dapat
mengurangi terjadinya infeksi luka dan mencegah sepsis yang sering kali
masih menjadi penyebab kematian pasien. (Wijaya, 2018)
Konsep Keperawatan Luka Bakar
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Kaji keluhan utama dan tanyakan penyebab luka bakar – kima, termal atau
listrik, waktu terjadinya luka bakar (penting untuk kebutuhan resusitasi, cairan
yang mana dihitung dari waktu cedera luka bakar, bukan dari waktu tiba ke
RS), tempat terjadinya luka bakar (area terbuka atau tertutup) dan
alergi.Riwayat kesehatan meliputi keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang,
dahulu, dan keluarga.
2. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Kaji tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital.Lakukan Pemeriksaan Head
to toe, dari ujung kepala hingga ujung kaki.
b. Sistem integument
Kulit: destruksi jaringan dalam mungkin tidak terjadi selama 3-5 hari
sehubungan dengan proses trombus mikrovaskuler pada beberapa luka.
Area kulit yang tidak terbakar mungkin lembab / dingin, pucat, dengan
pengisian kapiler lambat pada adanya penurunan curah jantung,
sehubungan dengan kehilangan cairan.
- Cedera api:
Terdapat area cedera campuran dalam sehubungan dengan pariase
intensitas panas yang dihasilkan bekuan terbakar.Bulu hidung gosong,
mukosa hidung dan mulut kering, merah, lepuh pada faring posterior, dan
edema lingkar mulut dan lingkar nasal.
- Cedera kimia:
Tampak luka bervariasi sesuai dengan penyebab.Kulit mungkin coklat
kekuningan dengan tekstur seperti kulit samak halus; lepuh, ulkus,
nekrosis, atau jaringan parut tebal. Cedera secara umum lebih dalam dari
tampaknya, secara perkutan dan kerusakan jaringan dapat berlanjut
sampai 72 jam setelah cedera.
- Cedera listrik:
Cedera kutaneus eksternal diasanya lebih sedikit dari dibawah
nekrosis.Penampilan luka bervariasi dapat meliputi luka aliran
masuk/keluar (eksplosif), luka bakar dari gerakan aliran pada proksimal
tubuh tertutup, dan luka termal sehubungan dengan pakaian terbakar.
c. Kaji luka bakar akan keluasannya dengan menggunakan grafik Lund dan
Browder atau Rule of nine.
d. Kaji kedalaman luka:
a.) Ketebalan partial superfisial-melibatkan epidermis; dikarakteristikan
oleh nyeri tekan, sedikit bengkak, dan eritema yang memucat dengan
tekanan.
b.) Ketebalan partial-meliputi epidermis dan dermis; dikarakteristikan
oleh eritema, kering, atau luka lembab nyeri, edema, dan pembentukan
lepuh.
c.) Ketebalan penuh-meliputi semua lapisan kulit, sering meluas sampai
jaringan subkutan dan otot; dikarakteristikan oleh luka kering, keras,
tidak nyeri, berkulit yang berwarna putih atau hitam.
e. Kaji Integritas ego
Ansietas, menangis, ketergantungan, menyangkal, menarik diri dan marah.
f. Kaji Aktivitas / istirahat
Keterbatasan rentan gerak pada area yang sakit, gangguan masa otot dan
perubahan tonus.
g. Kaji Sistem pernafasan
Kaji akan adanya serak, batuk mengi, partikel karbon dalam sputum,
ketidakmampuan dalam menelan sekresi oral dan sianosis, indikasi cedera
inhalasi.Pembengkakan torak mungkin terbatas pada adanya luka bakar
lingkar dada.Jalan nafas atas straidor atau mengi (obstruksi sehubungan
dengan laringospasme, edema laringeal). Bunyi nafas : gemerecik (edema
paru), stridor (edema laringeal), sekret jalan nafas (ronkhi).
h. Kaji Sistem pencernaan
Penurunan bising usus atau tidak ada, khususnya pada luka bakar dengan
kutaneus lebih besar dari 20 % sebagai stres penurunan motilitas /
peristaltik gastrik. Kaji akan anorexia, mual, dan muntah.
i. Kaji Sistem kardiovaskuler
Pada luka bakar lebih dari 20 % APTT, ditemukan hipotensi (syok),
penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas yang cedera; vasokontriksi
perifer umum dengan kehilangan nadi, kulit putih dan dingin (syok
listrik).Takikardi (syok, ansietas, nyeri), disritmia (syok listrik).
j. Kaji Neurosensori
Aktivitas kejang (syok listrik), laserasi kornea, kerusakan retinal,
penurunan ketajaman penglihatan (syok listrik).Ruptur membran timpani
(syok listrik), dan paralisis (cedera listrik pada aliran syaraf).
k. Kaji Eliminasi
Haluan urin menurun / tidak ada selama fase darurat.Warna mungkin
hitam kemerahan bila terjadi mioglobin, mengindikasikan kerusakan otot
dalam.Diuresis (setelah kebocoran kapiler dan mobilisasi cairn kedalam
sirkulasi).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko ketidakseimbangan volume
Domain 2. Kelas 5. Kode diagnosis 00025
Definisi : rentan terhadap penurunan, peningkatan, atau pergeseran cepat
cairan intravaskular, interstisial, dan/atau intraseluler lain, yang dapat
mengganggu kesehatan. Ini mengacu pada kehilangan, peningkatan cairan
tubuh, atau keduanya.

NIC
Manajemen Cairan 4120
a. Monitor tanda-tanda vital pasien
b. Monitor status hidrasi (misalnya, membran mukosa lembab, denyut nadi
adekuat, dan tekanan darah ortostatik)
c. Kaji lokasi dan luasnya edema, jika ada
d. Berikan cairan dengan tepat
e. Jaga intake/asupan yang akurat dan output
f. Berikan terapi IV sesuai yang ditentukan
g. Dukung pasien dan keluarga untuk membantu dalam pemberian makan
yang baik
h. Konsultasikan dengan dokter apabila tanda-tanda dan gejala
kelebihan/kekurangan volume cairan menetap/memburuk

NOC
Keseimbangan cairan 0601
a. Tekanan darah dari skala 2 banyak terganggu menjadi skala 4 sedikit
terganggu
b. Turgor kulit dari skala 2 banyak terganggu menjadi skala 4 sedikit
terganggu
c. Keseimbangan intake dan output dalam 24 jam skala 2 banyak
terganggu menjadi skala 4 sedikit terganggu
d. Kehausan dari skala 2 cukup berat menjadi skala 5 tidak ada

2. Resiko infeksi
Domain 11. Kelas 1. Kode diagnosis 00004
Definisi : rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik
yang dapat mengganggu kesehatan

NIC
Perawatan luka : Luka Bakar 3661
a. Monitor tingkat kesadaran pada pasien yang mengalami luka bakar luas
b. Evaluasi luka, kaji kedalaman, pelebaran, lokalisasi, nyeri, agen penyebab,
eksudat, jaringan granulasi atau nekrosis, epitelisasi dan tanda-tanda
infeksi
c. Pertahankan jalan napas terbuka untuk ventilasi
d. Persiapkan lingkungan yang steril dan pertahankan maksimum aseptik
selama keseluruhan proses
e. Gunakan tindakan isolasi fisik untuk mencegah infeksi (misal masker,
gaun, sarung tangan steril, topi dan pembungkus kaki)
f. Lakukan debridemen luka sesuai kondisi
g. Aplikasikan agen topikal pada luka, sesuai kebutuhan
h. Berikan balutan oklusif tanpa melakukan tekanan
i. Berikan perawatan kulit pada area donor maupun okulasi/penyambungan
j. Berikan penerimaan dan dukungan emosi selama menjalani perawatan
k. Berikan tetanus toxoid jika diperlukan

NOC
Kontrol Risiko : Proses Infeksi
a. Mengidentifikasi faktor risiko infeksi dari skala 2 jarang
menunjukkan menjadi skala 5 secara konsisten menunjukkan
b. Mengidentifikasi tanda dan gejala infeksi skala 2 jarang
menunjukkan menjadi skala 5 secara konsisten menunjukkan
c. Mempertahankan lingkungan yang bersih skala 2 jarang
menunjukkan menjadi skala 5 secara konsisten menunjukkan
d. Mencuci tangan skala 2 jarang menunjukkan menjadi skala 5 secara
konsisten menunjukkan
e. Menggunakan alat pelindung diri skala 2 jarang menunjukkan
menjadi skala 5 secara konsisten menunjukkan
f. Menggunakan strategi untuk desinfeksi barang-barang skala 2 jarang
menunjukkan menjadi skala 5 secara konsisten menunjukkan

3. Nyeri Akut
Domain 12. Kelas 1. Kode Diagnosis 00132
Definisi : pengalaman sensorik dan emosional tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial, atau yang digambarkan
sebagai kerusakan; awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan
hingga berat, dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dan
dengan durasi kurang dari 3 bulan

NIC
Manajemen Nyeri 1400
a. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
b. Kurangi atau eliminasi faktor-faktor yang dapat mencetuskan atau
meningkatkan nyeri (misalnya ketakutan, kelelahan, keadaan monoton
dan kurang pengetahuan)
c. Dorong pasien untuk menggunakan obat-obatan penurun nyeri yang
adekuat
d. Kolaborasikan dengan pasien, orang terdekat dan timkesehatan lainnya
untuk memilih dan mengimplementasikan tindakan penurun nyeri
nonfarmakologi sesuai kebutuhan

NOC
Kontrol Nyeri 1605
a. Mengenali kapan nyeri terjadi dari skala 2 jarang menunjukkan
menjadi skala 5 secarakonsisten menunjukkan
b. Menggunakan analgesik yang direkomentasikan dari skala 2 jarang
menunjukkan menjadi skala 5 secarakonsisten menunjukkan
c. Melaporkan perubahan terhadap gejala nyeri pada profesional
kesehatan dari skala 2 jarang menunjukkan menjadi skala 5
secarakonsisten menunjukkan
d. Melaporkan nyeri yang terkontrol dari skala 2 jarang menunjukkan
menjadi skala 5 secarakonsisten menunjukkan

BAB III
DAFTAR PUSTAKA
Aini. (2017). Makalah system keperawatan integument gangguan system integument pada
lansia dermatitis. https://www.scribd.com/document/364250383/Makalah-Dermatitis

Aprilonia (2015). Makalah dermatitis. https://www.scribd.com/doc/289432531/Makalah-


Dermatitis

Black, M. J. & Hawks, H .J., 2014. Medical surgical nursing : clinical management for
continuity of care, 8th ed. Philadephia : W.B. Saunders Company

Corwin, EJ 2009, Buku saku patofisiologi, 3 edn, EGC, Jakarta.

Kusuma. 2013. Luka dan manajemen luka. Program pendidikan dokter spesialis ilmu bedah
FK UNS/ RSUD Dr Moewardi Surakarta
2013.https://www.scribd.com/document/128860724/Luka-Dan-Manajemen-Luka

Mayer., Welsh dan Kowalak, 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Nurarif & Kusuma .(2016). Asuhan Keperawatan Praktis Edisi Revisi Jilid 1. Mediaction :
Jogjakarta
Wijaya. 2018. Perawatan luka dengan pendekatan multidisiplin. ANDI : Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai