Menurut saya, kurikulum 2013 tidak cocok digunakan untuk jenjang SD. berikut
adalah beberapa alasan yang menguatkan opini saya:
a. Siswa SD berada pada usia dimana apa yang mereka lihat adalah itu yang akan
mereka laksanakan. Jadi, apabila guru menuntut siswa agar memiliki inisiatif
sendiri dalam melaksanakan perintah tanpa para guru memberi contoh
terlebih dahulu, ini akan menjadi beban bagi siswa.
b. Guru tidak bisa menuntut para siswa SD untuk berpikir kritis dan kreatif
karena siswa di usia 7-13 tahun masih membutuhkan arahan dari orang lain
dalam mengerjakan sesuatu.
c. Kurikulum 2013 yang menetapkan tambahan jam pelajaran adalah keputusan
yang memberatkan siswa karena siswa SD mempunyai batas maksimal waktu
konsentrasi dalam belajar. Contohnya, mereka juga ingin memiliki waktu
yang cukup untuk bermain atau beristirahat. Apabila jam pelajaran ditambah,
tentu jam bermain mereka akan berkurang.
d. Guru SD banyak yang menyalahgunakan kurikulum 2013. Hal ini dibuktikan
melalui anggapan para guru SD bahwa pada kurikulum 2013 guru tidak perlu
memberi materi pelajaran pada murid padahal seharusnya guru harus tetap
memberi materi pelajaran agar murid dapat mengerti kemana arah
pembelajaran tersebut.
2. Apa saja tolak ukur penilaian TIMSS dan PIRLS bagi siswa kelas 4 SD?
a. TIMSS : Dalam TIMSS 2011 Assesment framework penilaian terbagi atas dua
dimensi, yaitu dimensi konten dan dimensi kognitif. Penilaian dimensi konten
1
untuk siswa kelas IV SD terdiri atas tiga domain, yaitu: bilangan, bentuk
geometri dan pengukuran, serta penyajian data.
Terdapat empat aspek penalaran yang perlu dikembangkan sejak anak
Sekolah Dasar yaitu :
• Pertama, mengembangkan pembenaran dan menggunakan
perumuman.
• Kedua, menuntun pada jalinan dari pengetahuan matematik yang
saling berhubungan dalam suatu ranah matematik.
• Ketiga, pengembangan jalinan pemahaman matematik dakan menjadi
dasar dari kepekaan matematik yang manjadi basis untuk melihat ke
intinya sewaktu anak berjumpa dengan masalah matematik.
• Keempat, perlunya mengkaji penalaran keliru sebagai kawah menuju
pengembangan mendalam pengetahuan matematik.
b. Dasar dari penilaian literasi membaca dalam PIRLS 2006 adalah tujuan
membaca dan proses pemahaman (Park, 2008:6). Tujuan membaca meliputi:
• Berpengalaman bersastra (50%) dan
• memperoleh dan menggunakan informasi (50%).
Studi literasi yang dilakukan terhadap literasi PIRLS meliputi konsep literasi
membaca, kerangka penilaian, tolak ukur, komponen teks bacaan, dan
penentuan sistem penilaian.
2
PIRLS melakukan studi kemampuan literasi membaca untuk peserta didik
kelas IV. Mengapa kelas IV yang dipilih? Pada tingkat ini, ada pergantian
konsep membaca, dari yang sebelumnya learn to read (belajar untuk
membaca) menjadi read to learn (membaca untuk belajar). Membaca
dipandang sebagai komponen penting untuk kesuksesan sekolah dan peserta
didik membutuhkan kemampuan membaca yang bagus untuk memahami dan
mempelajari materi yang beragam di kelas (Mullis, et al, 2012).
Peserta didik juga belajar tentang pola dan hubungan yang dapat
meningkatkan kemampuan berpikir dan berkreasi.Berdasarkan konsep ini,
PIRLS mengembangkan kerangka penilaian membaca yang terbagi dalam dua
kategori utama, yakni proses pemahaman dan tujuan membaca. Jenis
membaca yang digunakan yakni literary reading(membaca sastra) yang
bertujuan untuk memperoleh pengalaman sastra dan informational reading
yang bertujuan untuk memperoleh dan menggunakan informasi).