Anda di halaman 1dari 41

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia adalah yang tertinggi bila dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN lainnya. Penyebab utama kematian ibu secara
langsung adalah perdarahan 28%, eklampsia 24%, dan infeksi 11%, dan penyebab
tidak langsung adalah anemia 51%. Anemia merupakan komplikasi dalam
kehamilan yang paling sering ditemukan. Hal ini disebabkan karena dalam
kehamilan keperluan akan zat-zat makanan bertambah dan terjadi pula perubahan-
perubahan dalam darah dan sumsum tulang. WHO memperkirakan bahwa
prevalensi anemia pada ibu hamil di negara maju sebesar 14% dan di negara
berkembang sebesar 51%. Sekitar 75% anemia dalam kehamilan disebabkan oleh
defisiensi gizi. Sering kali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi yang
disertai infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter. Namun, penyebab mendasar
anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak adekuat,
bertambahnya zat gizi yang hilang dan kebutuhan yang berlebihan. Faktor nutrisi
utama yang mempengaruhi terjadinya anemia adalah zat besi, asam folat dan
vitamin B12.1-5
Anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) darah
kurang dari normal. Kadar Hb normal berbeda untuk setiap kelompok umur dan
jenis kelamin : pada balita 11 g %, anak usia sekolah 12 g %, wanita dewasa 12 g
%, laki-laki dewasa 13 g %, ibu hamil 11 g %, dan ibu menyusui 12 g %.
Umumnya ibu hamil dianggap anemia jika kadar Hb di bawah 11 g/dL atau
hematokrit kurang dari 33%. Komplikasi anemia dalam kehamilan dapat
berdampak pada masa kehamilan, persalinan, nifas, maupun pada janin. Anemia
pada ibu hamil diketahui akan berdampak buruk baik bagi kesehatan ibu maupun
bayinya. Anemia merupakan penyebab penting yang melatar belakangi kejadian
morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu
melahirkan atau nifas sebagai akibat dari komplikasi kehamilan. Selain itu, ibu
hamil yang menderita anemia juga beresiko terjadinya perdarahan saat
melahirkan. Di samping pengaruhnya kepada kematian dan perdarahan, anemia

1
2

pada saat hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah,
dan peningkatan kematian perinatal.4,5
Penyebab utama anemia pada obstetri adalah defisiensi besi, yang
memiliki prevalensi di seluruh dunia antara sekitar 20-80% dari populasi wanita.
Tahapan defisiensi besi adalah menipisnya simpanan besi, eritropoiesis yang
kekurangan zat besi tanpa anemia dan anemia defisiensi besi, bentuk defisiensi
besi yang paling menonjol. Anemia defisiensi besi terjadi karena kurangnya zat
besi dalam makanan untuk memenuhi kebutuhan zat besi ibu yang hamil,
kebutuhan zat besi untuk janin dan plasenta, dan pendarahan post partum. 1,6
Penilaian status zat besi sangat sulit, terutama pada kehamilan. Pada
kehamilan, perubahan fisiologi ibu meliputi peningkatan volume plasma,
peningkatan erythropoiesis dan meningkatnya kebutuhan zat besi unit
fetoplasenta. Hal ini terjadi sepanjang masa kehamilan dan dapat sangat berbeda
antara individu. Perubahan yang dihasilkan dalam kadar serum dari penanda
biokimiawi untuk status zat besi membuatnya perlu menentukan nilai batas untuk
diagnosis kekurangan zat besi.2,3
Secara umum, pada saat kehamilan, pengujian kadar serum iron dan
transferrin tidak dapat menentukan adanya suatu defisiensi zat besi karena kadar
besi serum, khususnya, dipengaruhi oleh banyak faktor seperti fluktuasi diurnal,
intra-individu dan antar-individu. Untuk menentukan defisiensi besi pra-laten
dapat dibuat hanya dalam hubungannya dengan nilai transferrin, yaitu dengan
menentukan saturasi transferrin. Kadar feritin serum dalam kisaran normal tetapi
saturasi transferrin kurang dari 15% merupakan tanda defisiensi zat besi laten,
karena lebih banyak zat besi sekarang dilepaskan dari transferrin yang bersirkulasi
untuk mempertahankan erythropoiesis.4,5,6 Penelitian Raza dkk mengenai
pemeriksaan defisiensi besi pada ibu hamil berdasarkan status besi menyatakan
bahwa terdapat penurunan kadar Hb, ferritin, serum iron, dan transferrin serta
peningkatan kadar TIBC pada trimester 2 dan 3 dibandingkan pada trimester 1.6
Pada pasien yang sehat, penentuan kadar feritin serum dapat
menggambarkan simpanan zat besi, sebagai "standar emas" saat ini untuk
mendeteksi anemia defisiensi besi. Kadar feritin serum kurang dari 15 μg / L
mengkonfirmasi adanya defisiensi besi, terlepas dari kadar hemoglobin, namun
3

jika terdapat infeksi, defisiensi zat besi mungkin ada meskipun kadar serum feritin
normal4,5,6
Menurut Lintang pada 2018, rata-rata kadar ferritin pada ibu hamil
trimester 2 di RSUP H Adam Malik Medan adalah sebesar 17.5 ± 19.09.7
Berdasarkan penelitian Adediran dkk mengenai kadar Hb dan ferritin pada ibu
hamil dengan usia kehamilan aterm, mayoritas 88.8% memiliki kadar ferritin yang
normal (≥10 µg/L), sementara hanya 11.2% memiliki kadar ferritin yang rendah
(<10 µg/L).8 Pada penelitian Kurhade et al prevalensi ibu hamil dengan nilai
ferritin dibawah normal sebanyak 17%9 sedangkan peningkatan TIBC pada ibu
hamil sebanyak 15%.10

1.2 Rumusan Masalah


Frekuensi anemia dalam kehamilan di seluruh dunia cukup tinggi yaitu berkisar
antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang
berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya merupakan
defisiensi zat besi. Di Indonesia angka anemia menunjukkan nilai yang cukup
tinggi yaitu 63,5% Karena defisiensi gizi memegang peranan yang sangat penting
dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia dalam
kehamilan lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju.
Dari keseluruhan anemia dalam kehamilan sekitar 95% merupakan anemia
defisiensi besi.
Melalui uraian diatas dirumuskan masalah bagaimana kadar Serum Iron,
Ferritin, TIBC dan Status Gizi pada ibu hamil di RS Pendidikan FK USU?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengetahui kadar Serum Besi, Ferritin, TIBC, dan Status Gizi pada Ibu Hamil di
RS Pendidikan FK USU
4

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Mengetahui karateristik ibu hamil berdasarkan usia, paritas, pendidikan
status gizi, dan usia kehamilan.
2. Mengetahui status anemia pada ibu hamil berdasarkan kadar hemoglobin
pada usia kehamilan
3. Mengetahui distribusi frekuensi morfologi hapusan darah tepi pada subjek
dengan usia kehamilan dan anemia
4. Mengetahui kadar besi Serum Besi, Ferritin dan TIBC pada Ibu Hamil
5. Mengetahui perbedaan profil zat besi pada ibu hamil berdasarkan usia
kehamilan
6. Mengetahui perbedaan profil zat besi pada ibu hamil berdasarkan status
gizi
7. Mengetahui perbedaan profil zat besi pada ibu hamil berdasarkan status
anemia
8. Mengetahui perbedaan profil zat besi pada ibu hamil berdasarkan derajat
anemia

1.4. Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang karateristik
Serum Besi, Ferritin, TIBC dan Status Gizi pada ibu hamil sehingga kita dapat
memberikan penatalaksanaan yang terbaik.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anemia dalam Kehamilan


Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb darah kurang dari normal,
yang berbeda untuk kelompok umur dan jenis kelamin. Secara klinis, definisi
anemia berupa Hb atau hematokrit (Ht) di bawah persentil 10. 1,11
Berdasarkan WHO batas normal Hb untuk ibu hamil adalah 11gr%.1
Berdasarkan Centers for Disease Control and Prevention, definisi anemia dalam
kehamilan adalah seperti yang berikut :
1. Hb kurang dari 11,0 gr/dL di trimester 1 dan 3
2. Hb kurang dari 10,5 gr/dL di trimester 2. 3,12,13

2.1.1 Epidemiologi
Frekuensi anemia dalam kehamilan di seluruh dunia cukup tinggi yaitu
berkisar antara 10-20%. Menurut WHO, 40% kematian ibu di negara berkembang
berkaitan dengan anemia dalam kehamilan yang penyebabnya merupakan
defisiensi zat besi. Di Indonesia angka anemia menunjukkan nilai yang cukup
tinggi yaitu 63,5% Karena defisiensi gizi memegang peranan yang sangat penting
dalam timbulnya anemia maka dapat dipahami bahwa frekuensi anemia dalam
kehamilan lebih tinggi di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju.
2,4

Dari keseluruhan anemia dalam kehamilan sekitar 95% merupakan anemia


defisiensi besi. Insidens wanita hamil yang menderita anemia defisiensi besi
meningkat. Hal ini menunjukkan keperluan zat besi maternal yang bertambah
pada saat kehamilan. Kematian maternal meningkat oleh karena terjadinya
pendarahan post partum yang banyak pada wanita hamil yang sebelumnya
memang sudah menderita anemia. 13,14

5
6

2.1.2 Patofisiologi
Kehamilan berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat pada
peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi
protein pengikat zat gizi dalam sirkulasi darah, termasuk penurunan zat gizi
mikro. Peningkatan produksi sel darah merah ini terjadi sesuai dengan proses
perkembangan dan pertumbuhan masa janin yang ditandai dengan pertumbuhan
tubuh yang cepat dan penyempurnaan susunan organ tubuh. Adanya kenaikan
volume darah pada saat kehamilan akan meningkatkan kebutuhan zat besi. Pada
trimester 1 kehamilan, zat besi yang dibutuhkan sedikit karena peningkatan
produksi eritropoetin sedikit, oleh karena tidak terjadi menstruasi dan
pertumbuhan janin masih lambat. Sedangkan pada awal trimester 2 pertumbuhan
janin sangat cepat dan janin bergerak aktif, yaitu menghisap dan menelan air
ketuban sehingga lebih banyak kebutuhan oksigen yang diperlukan. Akibatnya,
kebutuhan zat besi semakin meningkat untuk mengimbangi peningkatan produksi
eritrosit dan karena itu rentan untuk terjadinya anemia terutama anemia defisiensi
besi. 6,15
Konsentrasi Hb normal pada wanita hamil berbeda pada wanita yang tidak
hamil. Hal ini disebabkan karena pada kehamilan terjadi proses hemodilusi atau
pengenceran darah, yaitu terjadi peningkatan volume plasma dalam proporsi yang
lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit. Dalam hal ini, oleh
karena peningkatan oksigen dan perubahan sirkulasi yang meningkat terhadap
plasenta dan janin, serta kebutuhan suplai darah untuk pembesaran uterus, terjadi
peningkatan volume darah yaitu peningkatan volume plasma dan sel darah merah.
Namun, peningkatan volume plasma ini terjadi dalam proporsi yang lebih besar
yaitu sekitar tiga kali lipat jika dibandingkan dengan peningkatan eritrosit
sehingga terjadi penurunan konsentrasi Hb akibat hemodilusi. Hemodilusi
berfungsi agar suplai darah untuk pembesaran uterus terpenuhi, melindungi ibu
dan janin dari efek negatif penurunan venous return saat posisi terlentang, dan
melindungi ibu dari efek negatif kehilangan darah saat proses melahirkan. 4,14,15
Hemodilusi dianggap sebagai penyesuaian diri yang fisiologis dalam
kehamilan dan bermanfaat pada wanita untuk meringankan beban jantung yang
harus bekerja lebih berat semasa hamil karena sebagai akibat hipervolemi cardiac
7

output meningkat. Kerja jantung akan lebih ringan apabila viskositas darah rendah
dan resistensi perifer berkurang sehingga tekanan darah tidak meningkat. Secara
fisiologis, hemodilusi ini membantu si ibu mempertahankan sirkulasi normal
dengan mengurangi beban jantung. 4,14,15
Ekspansi volume plasma dimulai pada minggu ke-6 kehamilan dan
mencapai maksimum pada minggu ke-24 kehamilan, namun dapat terus
meningkat sampai minggu ke-37. Volume plasma meningkat sebesar 45-65 %
dimulai pada trimester 2 kehamilan dan mencapai maksimum pada bulan ke-9
yaitu meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali
normal dalam tiga bulan setelah persalinan. Stimulasi yang meningkatkan volume
plasma seperti laktogen plasenta yang menyebabkan peningkatan sekresi
aldosteron. 4,14
Volume plasma yang bertambah banyak ini menurunkan Ht, konsentrasi
Hb darah, dan hitung eritrosit, tetapi tidak menurunkan jumlah absolut Hb atau
eritrosit dalam sirkulasi. Penurunan hematokrit, konsentrasi hemoglobin, dan
hitung eritrosit biasanya tampak pada minggu ke-7 sampai ke-8 kehamilan dan
terus menurun sampai minggu ke-16 hingga ke-22 ketika titik keseimbangan
tercapai. Oleh sebab itu, apabila ekspansi volume plasma yang terus-menerus
tidak diimbangi dengan peningkatan produksi eritropoetin sehingga menurunkan
kadar Ht, Hb, atau hitung eritrosit di bawah batas “normal”, timbullah anemia. 15

2.1.3 Etiologi
Etiologi anemia dalam kehamilan terbagi menjadi dua yaitu :
1) Didapatkan (acquired)
 Anemia defisiensi besi
 Anemia karena kehilangan darah secara akut
 Anemia karena inflamasi atau keganasan
 Anemia megaloblastik
 Anemia hemolitik
 Anemia aplastik 12
8

2) Herediter
 Thalasemia
 Hemoglobinopati lain
 Hemoglobinopati sickle cell
 Anemia hemolitik herediter 12

Anemia disebabkan oleh penurunan produksi darah yaitu hemopoetik,


peningkatan pemecahan sel darah (hemolitik), atau kehilangan darah yaitu
hemoragik. Dalam kehamilan, anemia yang sering ditemukan adalah anemia
hemopoetik yaitu karena kekurangan zat besi (anemia defisiensi besi), asam folat
(anemia megaloblastik), dan protein. 16

2.1.4 Gejala Klinis

Gambar 2.1 : Grafik menunjukkan kekurangan asam folat, protein dan zat besi
dapat menyebabkan kekurangan oksigen jaringan dan mengakibatkan terjadinya
anemia.5

Gejala klinis dari anemia bervariasi bergantung pada tingkat anemia yang
diderita. Berdasarkan gejala klinisnya anemia dapat dibagi menjadi anemia ringan,
sedang dan berat. Tanda dan gejala klinisnya adalah :
a) Anemia ringan : adanya pucat, lelah, anoreksia, lemah, lesu, dan sesak.
9

b) Anemia sedang : adanya lemah dan lesu, palpitasi, sesak, edema kaki, dan
tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi mental, glossitis,
ginggivitis, emesis atau diare.
c) Anemia berat : adanya gejala klinis seperti anemia sedang dan ditambah
dengan tanda seperti demam, luka memar, stomatitis,
koilonikia, pika, gastritis, termogenesis yang terganggu,
penyakit kuning, rambut halus dan rapuh, hepatomegali
dan splenomegali. 3,17,18

2.1.5 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia dalam kehamilan dibutuhkan
anamnesis yang akan diperoleh keluhan berupa pucat, lelah, anoreksia, lemah,
lesu, sesak, berdebar-debar, muntah-muntah, diare. Selain itu dari pemeriksaan
fisis dapat ditemukan edema kaki, tanda malnutrisi seperti anoreksia, depresi
mental, glossitis, ginggivitis, stomatitis, koilonikia, pika, gastritis, termogenesis
yang terganggu, penyakit kuning, hepatomegali dan splenomegali sesuai dengan
derajat anemia yang diderita. 1,3,17,18
Pemeriksaan penunjang dan pengawasannya dapat dilakukan dengan alat
sahli. Hasil pemeriksaan Hb dengan sahli dapat digolongkan sebagai berikut:
a) Anemia ringan : Hb 10 – 11 gr%
b) Anemia sedang : Hb 7 – 10 gr%
c) Anemia berat : Hb < 7 gr%. 1
Pada pemeriksaan laboratorium berupa indeks sel darah merah membantu
menentukan ada tidaknya kelainan abnormal pada sel darah merah seperti
defisiensi zat besi (MCV yang rendah) atau makrositosis (MCV yang tinggi).
Pemeriksaan hemoglobin atau hematokrit harus diulang saat trimester ketiga
(lebih kurang 28 sampai 32 minggu) dan lebih sering jika diindikasikan. Ras
tertentu harus mempunyai tes skrining untuk kondisi tertentu seperti pada pasien
kulit hitam harus menjalani tes Sickledex atau elektroforesis hemoglobin untuk
melihat sickle cell trait disease dan menentukan defisiensi glucose 6-phosphate
dehydrogenase. 1
10

Kriteria anemia menurut


CDC (Centers for Disease Reticulocyte count
Control)

Meningkat Normal atau menurun

Anemia Mikrositik, Anemia Makrositik,


Pertimbangkan :
MCV <80, MCV>100,
1. Kehilangan darah
Pertimbangkan : Pertimbangkan :
akut.
1. Defisiensi zat besi. 1. Defisiensi As.Folat
2. Terapi zat besi
Cek ferritin, TIBC dan 2. Defisiensi vit. B12
yang baru.
plasma iron level. Cek serum folat dan B12
3. Anemia
2. Hemoglobinopati. level. Pertimbangkan
Hemolitik.
Cek hemoglobin dan malabsorbsi, gangguan
Cek apusan darah elektroforesis. makan dan ekstrim diet
tepi dan tingkat sebagai kemungkinan
heptaglobin. etiologi.

Anemia Normositik, MCV 80-100


Pertimbangkan:
1. Defisiensi zat besi ringan
2. Anemia disebabkan penyakit kronik. Cek
fungsi tes renal, hepatik dan tiroid.

Gambar 2.2 : Algoritma untuk diagnosis anemia berdasarkan hasil laboratorium


darah.11

2.1.6 Pembagian Anemia Pada Kehamilan


Berbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan telah banyak
dikemukakan. Penyebab anemia tersering adalah karena defisiensi zat-zat nutrisi.
Seringkali defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disertai
infeksi, gizi buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopati. Namun,
penyebab mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup,
absorpsi yang tidak adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang
berlebihan, dan kurangnya utilisasi nutrisi hemopoietik. Sekitar 75 % anemia
dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi zat besi yang memperlihatkan
gambaran eritrosit mikrositik hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab
11

tersering kedua adalah anemia megaloblastik yang dapat disebabkan oleh


defisiensi asam folat atau vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang
ditemui antara lain adalah hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia,
dan keganasan. 4
Anemia yang akan dibahas kali ini adalah anemia yang sering ditemukan
di Indonesia yaitu anemia defisiensi besi dan anemia megaloblastik. 4

Anemia Defisiensi Besi


Anemia dalam kehamilan yang paling sering ditemukan adalah anemia
akibat kekurangan zat besi. Kekurangan ini dapat disebabkan oleh :
a) Kurangnya intake unsur zat besi dalam makanan.
b) Gangguan absorpsi zat besi : muntah dalam kehamilan mengganggu absorpsi,
peningkatan pH asam lambung, kekurangan vitamin C, gastrektomi dan kolitis
kronik, atau dikonsumsi bersama kandungan fosfat (sayuran), tanin (teh dan
kopi), polyphenol (coklat, teh, dan kopi), dan kalsium (susu dan produk susu).
c) Kebutuhan besi yang meningkat
d) Banyaknya zat besi keluar dari tubuh : perdarahan. 4,15,16
Keperluan zat besi bertambah selama kehamilan, seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan. Peningkatan penggunaan zat besi yang diabsorpsi
di dalam tubuh meningkat dari 0.8mg/hari di awal kehamilan hingga 7.5mg/hari
pada trimester akhir. Zat besi rata-rata yang dibutuhkan untuk wanita hamil adalah
800 mg, 300 mg adalah untuk janin dan plasenta, dan 500 mg ditambahkan untuk
hemoglobin ibu. Hampir 200 mg zat besi hilang saat perdarahan persalinan dan
paska persalinan. Jadi, penyimpanan minimal zat besi di dalam tubuh wanita
hamil adalah lebih dari 500 mg di awal kehamilan. Apabila zat besi tidak
ditambahkan dalam kehamilan maka akan mudah terjadi anemia defisiensi zat
besi terutama pada kehamilan kembar, multipara, kehamilan yang sering dalam
jangka waktu yang singkat dan pada vegetarian. Di daerah tropis, zat besi banyak
keluar melalui keringat dan kulit. Suplemen zat besi setiap hari yang dianjurkan
untuk ibu hamil tidak sama untuk beberapa negara. Di Amerika Serikat, untuk
wanita tidak hamil, wanita hamil dan wanita yang menyusui dianjurkan masing-
12

masing 12 mg, 15 mg, dan 15 mg. Sedangkan di Indonesia masing-masing 12 mg,


17 mg dan 17 mg.4,12,16,17
Hampir semua kebutuhan zat besi terjadi pada paruh kedua kehamilan
yaitu ketika pembentukan organ janin terjadi. Rata-rata kebutuhan zat besi harian
adalah antara 6 hingga 7 mg dibandingkan pada kondisi yang normal yaitu
1 mg/hari. Selama 6 sampai 8 minggu terakhir kehamilan, kebutuhan zat besi
meningkat hingga 10 mg / hari. Pada wanita yang memasuki kehamilan dengan
cadangan zat besi yang rendah, pemberian suplemen zat besi sering gagal untuk
mencegah kekurangan zat besi. Lebih jauh lagi, kondisi seperti implantasi
plasenta yang abnormal dapat menyebabkan kehilangan darah kronis dan
meningkatkan kebutuhan zat besi selama kehamilan. 2

Sehubungan dengan periode postpartum, peningkatan volume plasma


selama kehamilan yang secara proporsional lebih tinggi dari peningkatan massa
sel darah merah menghasilkan hemodilusi yang fisiologis. Akibatnya, ibu
terlindungi dari hilangnya sel darah merah selama perdarahan yang berhubungan
dengan persalinan. Walaupun begitu, 5% dari persalinan disertai dengan
kehilangan darah >1 L disertai gejala anemia termasuk gejala jantung, sehingga
harus transfusi darah. 2,6 Perdarahan menahun yang menyebabkan kehilangan zat
besi atau kebutuhan zat besi yang meningkat akan dikompensasi oleh tubuh
sehingga cadangan besi makin menurun. 15
Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut keseimbangan zat besi
yang negatif yaitu tahap deplesi besi (iron depleted state). Keadaan ini ditandai
oleh penurunan kadar feritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta
pengecatan besi dalam sumsum tulang negatif. Apabila kekurangan besi berlanjut
terus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk
eritropoesis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit
tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron
deficient erythropoiesis. Pada fase ini kelainan pertama yang dijumpai adalah
peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorphyrin dalam
eritrosit. Saturasi transferin menurun dan kapasitas ikat besi total (total iron
binding capacity = TIBC) meningkat, serta peningkatan reseptor transferin dalam
serum. Apabila penurunan jumlah besi terus terjadi maka eritropoesis semakin
13

terganggu sehingga kadar Hb mulai menurun. Akibatnya timbul anemia


mikrositik hipokrom yang disebut sebagai anemia defisiensi besi (iron deficiency
anemia). 15
Penegakan diagnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena
ditandai ciri-ciri yang khas bagi defisiensi besi. Menggunakan pemeriksaan
apusan darah tepi dapat ditemukan mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang
ringan tidak selalu menunjukkan ciri-ciri khas tersebut, bahkan banyak yang
bersifat normositik dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi
dapat berdampingan dengan defisiensi asam folat. Sifat lain yang khas bagi
defisiensi besi adalah kadar zat besi serum rendah, ferritin yang rendah, daya ikat
zat besi serum tinggi, protoporfirin eritrosit tinggi, reseptor transferin yang
meningkat, dan tidak ditemukan hemosiderin dalam sumsum tulang. Apabila pada
pemeriksaan kehamilan hanya Hb yang diperiksa dan ditemukan Hb < 10gr/dL
maka wanita tersebut dapat dianggap menderita anemia defisiensi besi, baik yang
murni maupun yang dimorfis, karena anemia tersering dalam kehamilan adalah
anemia defisiensi besi. 2,15,19

Gambar 2.3. Diagnosis anemia defisiensi besi.12

Terapi zat besi oral telah terbukti efektif dalam menanggulangi anemia
defisiensi besi pada banyak kasus. Kemanjurannya mungkin, namun bergantung
pada tingkat kepatuhan pasien dan penyerapan zat besi yang cukup di duodenum.
14

Perlu dicatat bahwa meskipun ada bukti yang mendukung perbaikan parameter
status hematologi dan besi dengan suplementasi besi oral, data terjadinya
peningkatan berat lahir dan berkurangnya angka kelahiran prematur masih kurang.
2,6

Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu
ke-28 kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat zat besi dan nonanemik
(Hb <11g/dl dan ferritin > 20 µg/l) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat
lahir rendah. 4
Menurut Depkes RI (1999), tablet zat besi diberikan pada ibu hamil sesuai
dengan dosis dan cara yang ditentukan yaitu: 20

Dosis Pencegahan
Diberikan pada kelompok sasaran tanpa pemeriksaan Hb. Dosisnya yaitu 1
tablet (60 mg besi elemental dan 0,25 mg asam folat) berturut-turut selama
minimal 90 hari masa kehamilan mulai pemberian pada waktu pertama kali ibu
memeriksa kehamilannya. 20 Obat yang sering digunakan adalah tablet Fe sulfat,
furamat, atau glukonat secara oral dengan dosis 1x200mg.

Dosis Pengobatan
Diberikan pada sasaran (Hb < ambang batas) yaitu bila kadar Hb < 11gr%
pemberian menjadi 3 tablet sehari selama 90 hari kehamilannya. 20
Pada beberapa orang, pemberian tablet zat besi dapat menimbulkan gejala-
gejala seperti mual, nyeri di daerah lambung, kadang terjadi diare dan sulit buang
air besar, serta pusing. Selain itu, setelah mengonsumsi tablet tersebut tinja dapat
berwarna hitam, namun hal ini tidak membahayakan. Frekuensi efek samping
tablet zat besi ini bergantung pada dosis zat besi dalam tablet tersebut, bukan pada
bentuk campurannya. Semakin tinggi dosis yang diberikan maka kemungkinan
efek samping akan semakin besar. Tablet zat besi yang diminum saat perut dalam
keadaan terisi akan mengurangi efek samping yang ditimbulkan namun hal ini
juga menurunkan tingkat penyerapannya. 20
Terapi parenteral zat besi diberikan hanya apabila terdapat kontraindikasi
dengan terapi oral. Zat besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri secara
15

intramuskular, dapat disuntikkan dekstran besi, Imferon, atau sorbitol besi.


Hasilnya akan lebih cepat tercapai dan penderita hanya merasa nyeri pada tempat
suntikan. Akhir-akhir ini, Imferon banyak pula diberikan dengan infus dengan
dosis total antara 1000-2000 mg unsur zat besi sekaligus dengan hasil yang sangat
memuaskan.4,14
Walaupun zat besi intravena dengan infus kadang-kadang menimbulkan
efek samping, namun apabila ada indikasi yang tepat maka cara ini dapat
dilakukan. Efek sampingnya lebih kurang dibandingkan dengan transfusi darah.
Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan yang harus segera diberikan
apabila terjadi perdarahan yang lebih dari biasanya, walaupun tidak lebih dari
1000 ml. Makanan kaya zat besi yang dianjurkan untuk ibu hamil yaitu seperti
daging sapi (besi dalam hemoglobin dan mioglobin), daging ayam dan ikan (besi
dalam mioglobin), sayuran hijau dan kacang-kacangan (kaya zat besi dan asam
folat). 4,16

a. Anemia Megaloblastik
Anemia megaloblastik dalam kehamilan disebabkan karena defisiensi
asam folat (pterolyglutamic acid) dan jarang sekali oleh karena defisiensi vitamin
B12 (cyanocobalamin). Asam folat merupakan vitamin larut air yang bersumber
dari daging, hati, kacang-kacangan, dan sayuran hijau. Penyimpanan asam folat
pada tubuh yaitu di hepar. Berbeda dari negara-negara Eropa dan Amerika
Serikat, frekuensi anemia megaloblastik dalam kehamilan cukup tinggi di Asia.
Hal ini erat hubungannya dengan defisiensi gizi di negara yang berkembang.
Anemia megaloblastik sering ditemukan pada multipara yang berusia lebih dari 30
tahun atau individu dengan diet tidak adekuat (intake asam folat yang kurang).
Faktor lain yang menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik adalah pasien
yang mempunyai riwayat penyakit seperti preeklampsia, eklampsia, sickle cell
anemia, dan pasien yang masih dalam pengobatan epilepsi (primidone atau
fenitoin). 4,17,19
Asam folat diperlukan untuk sintesis DNA di dalam tubuh dan karena itu
diperlukan kebutuhan asam folat maksimum saat jaringan janin dibentuk.
Defisiensi asam folat terjadi disebabkan oleh :
16

a) Intake yang kurang : diet yang kurang asam folat, muntah dalam kehamilan
b) Penggunaan asam folat meningkat : kebutuhan saat hamil bertambah,
kecepatan pertumbuhan janin, plasenta dan jaringan uterus. 16
Turunnya kadar hemoglobin tidak terjadi sampai habisnya simpanan folat yaitu
sekitar 90 hari. Gejala klinis termasuk lesu, anoreksia, depresi mental, glossitis,
ginggivitis, emesis atau diare biasa terjadi. 17
Efek defisiensi folat pada janin akan dapat menyebabkan kelainan berat
yang mengenai jaringan non hemopoietik, yaitu neural tube defect (NTD) dan
yang dapat terjadi merupakan isolate NTD (tanpa disertai kelainan kongenital
lain) yang kekambuhannya dapat dicegah dengan pemberian folat. NTD adalah
suatu kelainan kongenital yang terjadi akibat kegagalan penutupan lempeng saraf
(neural plate) yang terjadi pada minggu ketiga hingga keempat masa gestasi. 17
Diagnosis anemia megaloblastik ditegakkan apabila ditemukan megaloblas
atau promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas anemia
megaloblastik dari apusan darah tepi adalah makrositik dan hiperkrom yang tidak
selalu dijumpai kecuali apabila anemianya sudah berat. Perubahan-perubahan
dalam leukopoesis seperti hipersegmentasi granulosit dan polimorfonuklear
merupakan petunjuk bagi defisiensi asam folat. Defisiensi asam folat sering
berdampingan dengan defisiensi zat besi dalam kehamilan. Standar baku emas
untuk penegakan diagnosis anemia megaloblastik adalah dengan pemeriksaan
kadar serum folat absorption test dan clearance test asam folat. 4,11
Pengobatan untuk anemia megaloblastik dalam kehamilan sebaiknya
diberikan terapi oral asam folat bersama-sama dengan zat besi. Tablet asam folat
diberikan dalam dosis 1-5 mg/hari pada anemia ringan dan sedang dan dapat
mencapai 10 mg/hari pada anemia berat. Anemia megaloblastik jarang disebabkan
oleh defisiensi vitamin B12. Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh
defisiensi vitamin B12 maka dapat diberikan secara parentral 1000µg/minggu
selama 6 minggu atau sampai kadar hemoglobin kembali normal. Oleh karena
anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat maka transfusi darah
kadang-kadang diperlukan pada kehamilan yang masih preterm atau apabila
pengobatan dengan berbagai obat penambah darah biasa tidak berhasil. 4,11,19
17

2.1.7 Anemia berdasarkan Morfologi Apusan Darah Tepi dan Indeks


Eritrosit

Apus darah tepi merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium pada


pasien dengan anemia yang biasa dilakukan. Pemeriksaan apus darah tepi
memberikan informasi penting tentang sifat anemia dan merupakan alat penting
dalam diagnosis banding dan indikasi pemeriksaan yang diperlukan lebih lanjut,
diagnosis cepat karena infeksi spesifik tertentu, dan merupakan peran utama untuk
diagnosis banding anemia.11

Guna pemeriksaan apusan darah: 1. Evaluasi morfologi dari sel darah tepi
(eritrosit, trombosit, dan leukosit) 2. Memperkirakan jumlah leukosit dan
trombosit 3. Identifikasi parasit (misal : malaria. Microfilaria, dan Trypanosoma).
Morfologi normal dan abnormal dari sel darah merah seorang pasien sangat
membantu para dokter dalam mendeteksi suatu penyakit. Saat ini, analitis tentang
morfologi sel darah merah yang dilakukan oleh para dokter dan pihak
laboratorium masih dengan cara konvensional, sehingga tidak selalu sama antara
dokter yang satu dengan yang lainnya. Kondisi fisik, pengetahuan, ketelitian dan
konsentrasi dokter sangat menentukan hasil analisis, karena dilakukan dengan
pengamatan langsung12

Morfologi sel darah merah terdiri dari bentuk, warna dan ukuran yang
dapat diamati menggunakan mikroskop dengan pewarnaan giemsa, wright, atau
lainnya. Bentuk, warna, dan ukuran sel darah merah pada keadaan tertentu dalam
mengalami abnormaliltas. Variasi bentuk sel darah merah disebut poikilositosis.
Setiap sel yang berbentuk tidak normal disebut poikilosit.12

Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata
yang dapat memberikan keterangan rata rata eritrosit dan banyak haemoglobin per
eritrosit. Pemeriksaan Indeks Eritrosit digunakan sebagai pemeriksaan penyaring
untuk mendiagnosis terjadinya anemia dan mengetahui anemia berdasarkan
morfologinya12
18

1. MCV (Mean Cospuscular Volume)

Adalah volume rata rata sebuah eritrosit yang dinyatakan dengan satuan
femtoliter (fl). Rumus perhitungan :

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐻𝑒𝑚𝑎𝑡𝑜𝑘𝑟𝑖𝑡 (𝑣𝑜𝑙 %)


MCV = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐸𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 (𝑗𝑢𝑡𝑎/𝑈𝑙) x 10

Nilai normal MCV adalah 82 – 92 fl. Penurunan MCV terjadi pada pasien
anemia mikrositik, defisiensi besi, Thallasemia, Artritis Rheumatoid, Anemia Sel
Sabit, Hemogloblin C, Keracunan Timah dan Radiasi. Peningkatan MCV terjadi
pada pasien anemia apalastik, anemia hemolitik, hipotirodisme, efek obat vitamin
B12 dan antikonvulsan.12

2. MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin)

Adalah jumlah Hemoglobin per eritrosit yang dinyatakan dalam satuan


pikogram (pg)

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐻𝑒𝑚𝑜𝑔𝑙𝑜𝑏𝑖𝑛 (𝑔𝑟 %)


MCH = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐸𝑟𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑖𝑡 (𝑗𝑢𝑡𝑎/𝑈𝑙) x 10

Nilai normal MCH 27 – 31 pg. Penurunan MCH terjadi pasien anemia


mikrositik dan anemia mikrokromik. Peningkatan terjadi pada anemia defisiensi
zat besi. 12

3. MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration)

Adalah konsentrasi Hemoglobin yang didapat per eritrosit yang dinyatakan


dalam satuan gr/dL
𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐻𝑒𝑚𝑜𝑔𝑙𝑜𝑏𝑖𝑛 (𝑔𝑟 %)
MCHC = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐻𝑒𝑚𝑎𝑡𝑜𝑘𝑟𝑖𝑡 (𝑣𝑜𝑙 %)

Nilai normal MCHC 30 – 35 gr/dL. Penurunan MCHC terjadi pada pasien


anemia mikrositik dan anemia hipokromik. Peningkatan MCHC terjadi pada
defisiensi zat besi. 12
19

2.1.8 Komplikasi
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik
dalam kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Berbagai
penyulit dapat timbul akibat anemia seperti berikut :
1) Pengaruh Anemia terhadap Kehamilan
a) Abortus (keguguran)
b) Persalinan prematur
c) Gangguan pertumbuhan janin
d) Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 gr%)
e) Mudah terjadi infeksi
f) Hyperemesis gravidarum
g) Perdarahan sebelum persalinan
h) Ketuban pecah dini.
2) Pengaruh Anemia terhadap Persalinan
a) Gangguan his
b) Kala II dapat berlangsung lama dan partus lama
c) Kala uri dapat diikuti retensio plasenta dan kelemahan his.
3) Pengaruh Anemia pada saat Nifas
a) Terjadi subinvolusi uteri yang menimbulkan perdarahan post partum
b) Memudahkan infeksi puerpuerium
c) Pengeluaran ASI berkurang
d) Terjadinya dekompensasi kordis.
4) Pengaruh Anemia terhadap Janin
a) Kematian janin dalam kandungan
b) Berat bayi lahir rendah
c) Kelahiran dengan anemia
d) Cacat bawaan
e) Mudah terinfeksi hingga kematian perinatal
f) Inteligensi yang rendah. 1
20

2.1.9. Prognosis
Prognosis anemia defisiensi besi dalam kehamilan pada umumnya baik
bagi ibu dan anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa pendarahan
banyak atau adanya komplikasi lain. Anemia berat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas wanita hamil. Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita
anemia defisiensi besi tidak menunjukkan Hb yang rendah, namun cadangan zat
besinya kurang sehingga baru beberapa bulan kemudian akan tampak sebagai
anemia infantum. 4,19
Anemia megaloblastik dalam kehamilan mempunyai prognosis cukup baik
tanpa adanya infeksi sistemik, preeklampsi atau eklampsi. Pengobatan dengan
asam folat hampir selalu berhasil. Apabila penderita mencapai masa nifas dengan
selamat dengan atau tanpa pengobatan maka anemianya akan sembuh dan tidak
akan timbul lagi. Hal ini disebabkan karena dengan lahirnya anak, kebutuhan
asam folat jauh berkurang. Anemia megaloblastik berat dalam kehamilan yang
tidak diobati mempunyai prognosis buruk. 4,17

2.2. Zat Besi


Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh. Zat ini
terutama diperlukan dalam hemopoboesis (pembentukan darah) yaitu sintesis Hb.
Hb yaitu suatu oksigen yang mengantarkan eritrosit berfungsi penting bagi tubuh.
Hb terdiri dari Fe (zat besi), protoporfirin, dan globin (1/3 berat Hb terdiri dari
Fe).21 Besi bebas terdapat dalam dua bentuk yaitu ferro (Fe2+) dan ferri (Fe3+).
Konversi kedua bentuk tersebut relatif mudah. Pada konsentrasi oksigen
tinggi, umumnya besi dalam bentuk ferri karena terikat hemoglobin sedangkan
pada proses transport transmembran, deposisi dalam bentuk feritin dan sintesis
heme, besi dalam bentuk ferro.22 Dalam tubuh, besi diperlukan untuk
pembentukkan kompleks besi sulfur dan heme. Kompleks besi sulfur diperlukan
dalam kompleks enzim yang berperan dalam metabolisme energi. Heme tersusun
atas cincin porfirin dengan atom besi di sentral cincin yang berperan mengangkut
oksigen pada hemoglobin dalam eritrosit dan myoglobin dalam otot.22,23
Zat besi dalam plasma sebagian berikatan dengan transferin,yang
berfungsi sebagai transpor zat besi. Transferin merupakan suatu glikoprotein;
21

setiap molekul transferin mengandung 2 atom Fe. Zat besi yang berikatan dengan
transferin akan terukur sebagai kadar besi serum yang dalam keadaan normal
hanya 20-45% transferin yang jenuh dengan zat besi, sedangkan kapasitas daya
ikat transferin seluruhnya disebut TIBC. Kadar TIBC : 250-420 µg/dL. 24
Zat besi adalah mineral yang dibutuhkan untuk membentuk sel darah
merah (hemoglobin). Selain itu, mineral ini juga berperan sebagai komponen
untuk membentuk mioglobin (protein yang membawa oksigen ke otot), kolagen
(protein yang terdapat di tulang, tulang rawan, dan jaringan penyambung), serta
enzim. Zat besi juga berfungsi dalam sistim pertahanan tubuh.25

2.2.1 Feritin
Feritin merupakan bentuk utama simpanan besi di dalam tubuh. Terhitung
sekitar 15-30% dari seluruh besi dalam tubuh dan kedua paling banyak setelah
hemoglobin sebagai protein besi di dalam tubuh. Lokasi utama ditemukannya
feritin adalah pada hepar, limpa, sumsum tulang, jantung, usus kecil, plasenta,
ginjal, dan otot skeletal. Feritin tidak hanya berfungsi sebagai cadangan besi
dalam tubuh namun juga memainkan peran yang penting dalam transportasi besi
dan absorpsi dalam usus. Kadar feritin seimbang dengan kadar besi plasma. Kadar
feritin serum menjadi salah satu indikator dalam penentuan defisiensi besi dan
keberhasilan terapi besi.26
Feritin memiliki bentuk sferis dimana di bagian tengah sferis terdapat besi
dalam bentuk oksidasi ferri menjadi mineral ferrihidrat. Struktur dari feritin
sangatlah penting terhadap kemampuan protein untuk menyimpan dan
melepaskan besi sebagai mekanisme kontrol.27 Feritin terdiri dari sebuah selubung
protein, apoprotein, yang melapisi inti pusat dari pospat oksida ferri hidrosa.
Bagian apoprotein memiliki berat molekul sekitar 450000 dalton dan mengandung
sekitar 24 subunit peptida serupa dengan setiap unit memiliki berat molekul
sekitar 18000 dalton. Kanal dalam sferis dibentuk pada permukaan antara 3-4
subunit peptida. Setiap molekul feritin memiliki sampai sekitar 5000 atom besi.
Feritin merupakan bagian dari kelompok isoferitin. Heterogenisitas dari feritin
merupakan akibat dari spektrum molekul hibrid yang mengandung proporsi yang
berbeda dari berbagai tipe subunit yang bervariasi. Karena subunit memiliki
22

determinan antigenik yang berbeda-beda, pemeriksaan imunoassay terhadapnya


dapat menghasilkan hasil yang beragam. Feritin serum sama seperti feritin
jairngan adalah heterogen dan menggambarkan feritin hepar serta lien. Besi telah
lama diketahui dapat meningkatkan sintesis dari feritin. Besi lebih meningkatkan
pelepasan subunit dari polisome dan menstabilkan molekul feritin komplit
daripada meningkatkan sintesis polipeptida. Besi juga menurunkan kecepatan
perombakan feritin. Feritin yang kaya dengan besi memiliki waktu paruh yang
lebih lama dibandingkan feritin yang mempunyai besi sedikit.26

Gambar 2.4 Struktur Feritin27

Feritin serum pertama sekali ditemukan oleh ilmuwan Perancis bernama


Laufberger pada tahun 1937 dan merupakan kali pertama diperiksa konsentrasinya
pada serum dengan menggunakan metode pemeriksaan radioimmunoassay (RIA).
Terdapat dua jenis RIA untuk memeriksa feritin serum yaitu pemeriksaan dua sisi
dimana feritin dikombinasikan dengan antibodi fase solid dan pemeriksaan
langsung dimana feritin dan antibodi membentuk kompleks yang larut. Hasil
pemeriksaan ini tergantung pada populasi isoferitin serum, tipe isoferitin yang
ditandai feritin, spesifisitas antisera, dan tipe feritin yang digunakan sebagai
standar. Pemeriksaan dua sisi memiliki keuntungan karena dapat menghitung
secara akurat pada kondisi feritin yang cukup rendah dan reagen yang digunakan
memiliki waktu paruh yang lebih lama.
Secara umum, kadar feritin menggambarkan indeks simpanan besi di
dalam tubuh. Pada beberapa penelitian didapatkan selain menggambarkan indeks
simpanan besi di dalam tubuh, feritin juga digunakan sebagai reaktan fase akut
23

sebagai respon terhadap adanya inflamasi. Pada beberapa penelitian ditemukan


bahwa kadar feritin yang rendah (< 500 ng/mL) dengan eosinopenia dan tingginya
protein reaktif C (CRP) berhubungan dengan penyakit infeksi. Peningkatan feritin
serum juga berhubungan dengan adanya inflamasi kronik. Selama inflamasi
kronik, tubuh akan memproduksi hepcidin di dalam hepar sebagai mekanisme
pertahanan tubuh sehingga patogen tidak dapat menggunakan besi serum dengan
menekan absorpsi pada usus dan sekuestrasi besi oleh makrofag sehingga
dihasilkan keadaan defisiensi besi yang direfleksikan dengan peningkatan feritin
serum.28
Namun, serum feritin tidak selalu dapat secara akurat merefleksikan
cadangan besi total karena serum feritin umumnya berasal dari feritin jaringan,
bukan hemosiderin. Feritin serum dapat memiliki kadar yang lebih tinggi dari
kadar cadangan besi aktual pada pasien dengan berbagai inflamasi, malignansi,
dan sindrom katarak hiperferitinemia. Kadar feritin serum dapat digunakan
sebagai sebuah indeks yang superior terhadap saturasi transferin dan kapasitas
pengikatan besi total (TIBC). Kadar feritin serum sering diperiksa untuk menilai
metabolisme besi pada berbagai penyakit.29
Konsentrasi feritin normal bervariasi tergantung usia dan jenis kelamin.
Konsentrasi feritin tinggi pada saat lahir, meningkat selama dua bulan pertama
pasca kelahiran, dan kemudian menurun pada masa infant. Pada usia sekitar satu
tahun, konsentrasi feritin mulai meningkat kembali dan berlanjut meningkat
sampai masa dewasa. Pada masa remaja awal, laki-laki memiliki kadar feritin
yang lebih tinggi dibandingkan perempuan dan tren ini berlanjut sampai masa
dewasa akhir. Nilai feritin mencapai puncaknya pada laki-laki usia sekitar 30-39
tahun dan akan menetap sampai usia 70 tahun. Pada wanita, feritin serum relatif
lebih rendah sampai menopause dan kemudian meningkat. Infant, anak muda, dan
wanita hamil biasanya memiliki nilai feritin serum mendekati nilai potong yang
merefleksikan deplesi.30
Setiap mikrogram per liter feritin bertanggung jawab terhadap delapan
miligram besi jaringan. Nilai normal kadar feritin pada pria lebih tinggi bila
dibandingkan pada wanita. Secara umum, nilai normal pada pria sekitar 70-80
µg/L dan pada wanita sekitar 30-50 µg/L. Kadar normal feritin yang bersirkulasi
24

dalam sel darah adalah 0,025 pada sel darah merah, 6,6 pada leukosit
polimorfonuklear, 8 pada limfosit, dan 54,6 pada monosit.26
Salah satu fungsi feritin adalah sebagai reservoir besi primer dimana besi
dapat dimobilisasi dan digunakan untuk memproduksi Hb. Fungsi lain dari feritin
adalah sebagai bagian dari sistem pertahanan penyimpan besi. Besi bebas yang
merupakan suatu oksidan poten dapat merusak jaringan dan mengganggu DNA.
Dalam fungsinya sebagai modus pertahanan, feritin mencegah besi diambil oleh
sel penginvasi seperti sel kanker dan mikroorganisme patogen sebab sel
penginvasi memerlukan besi untuk bermultiplikasi dan bertumbuh. Karena alasan
tersebut maka feritin akan meningkat ketika terjadi inflamasi walaupun
hemoglobin ataupun besi serum sedikit menurun.30
Feritin serum dapat meningkat pada kondisi-kondisi kelebihan besi atau
hemokromatosis, penyakit Wilson, porfiria kutanea tarda, siderosis Afrikan,
penyakit perlemakan hepar, penyakit hepar akibat alkohol, atau kelebihan
konsumsi suplemen besi. Pada kondisi-kondisi abnormalitas produksi eritrosit
seperti talasemia, sickle cell anemia, dan anemia sideroblastik kadar feritin serum
juga dapat meningkat. Kondisi-kondisi lain yang dapat menyebabkan peningkatan
kadar feritin serum adalah gangguan fungsi ginjal kronik, infeksi, inflamasi
kronik, leukimia, malignansi, sebagai respon terhadap terapi sulih hormon atau
penggunaan permen nikotin kronik, penyakit inflamasi usus, penyakit tiroid,
rheumatoid arthritis, dan sindrom katarak hiperferitinemia herediter.30
Untuk meningkatkan kadar feritin serum, dapat dilakukan beberapa gaya
hidup sehat seperti mengkonsumsi diet yang kaya akan vitamin C dan daging
merah, menghindari suplemen kalsium, menghindari konsumsi kopi atau teh dua
jam sebelum dan setelah makan daging, dan mengkonsumsi suplemen besi
bersamaan dengan makanan yang kaya akan vitamin C. Untuk menurunkan kadar
feritin serum, dapat dilakukan beberapa cara seperti donor darah, terapi kelasi
besi, mengkonsumsi makanan yang kaya akan kalsium, mengkonsumsi kopi dan
teh pada saat makan, dan membatasi konsumsi vitamin C saat makan.30
25

Gambar 2.5 Penyebab Gangguan Kadar Feritin


(dikutip dari Koperdanova, M., Cullis, J.O) 31

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ruddell dkk, mereka menyatakan


bahwa feritin ekstraseluler memainkan peran sebagai molekul sinyal proinflamasi
pada sel stelata hepatik. Mereka mengamati bahwa sel yang diterapi dengan feritin
akan mengaktivasi jalur terkait posporilasi kinase PI3, aktivasi protein kinase C
zeta, dan aktivasi kinase MAP, yang akan berakhir dengan aktivasi dari NFκB.
Aktivasi dari NFκB akan meningkatkan ekspresi dari mediator proinflamasi
termasuk IL-1β, iNOS, dan lain sebagainya. Feritin juga dapat memodulasi fungsi
sistem imun tubuh dengan menginhibisi fungsi limfosit. Aktivasi sel limfosit oleh
pitohemaglutinin (PHA) dan konkanavalin A (ConA) akan diinhibisi dengan
adanya feritin. Feritin juga dapat menginhibisi imunitas dengan cara menurunkan
proliferasi dan jumlah makrofag granulosit, eritroid, dan sel progenitor multipoten
secara signifikan. Feritin juga mempengaruhi transduksi dan migrasi reseptor
26

kemokin yang berkontribusi terhadap aktivitas imunomodulasi dari feritin


terutama feritin H.32 Kadar feritin normal pada wanita : 12 -150 ng/mL.33
2.2.2 Serum Besi

Serum Besi (Serum Iron = SI) peka terhadap kekurangan zat besi ringan,
serta menurun setelah cadangan besi habis sebelum tingkat Hb menurun.
Keterbatasan besi serum karena variasi diurnal yang luas dan spesitifitasnya yang
kurang. Serum besi yang rendah ditemukan setelah kehilangan darah maupun
donor, pada kehamilan, infeksi kronis, syok, pireksia, rhematoid artritis, dan
malignansi. Serum besi dipakai kombinasi dengan parameter lain, dan bukan
ukuran mutlak status besi yang spesifik. Nilai normal pada laki-laki: 65-176
μg/dL dan perempuan: 50-170 μg/dL.

2.2.3 Total Iron Binding Capacity (TIBC)

TIBC adalah Zat besi yang berhubungan dengan transferin plasma


(protein) yang bertanggung jawab terhadap transportasi zat besi ke sumsung
tulang untuk sintesa haemoglobin.34

Zat besi dalam plasma sebagian berikatan dengan transferin,yang


berfungsi sebagai transpor zat besi. Transferin merupakan suatu glikoprotein;
setiap molekul transferin mengandung 2 atom Fe. Zat besi yang berikatan dengan
transferin akan terukur sebagai kadar besi serum yang dalam keadaan normal
hanya 20-45% transferin yang jenuh dengan zat besi, sedangkan kapasitas daya
ikat transferin seluruhnya disebut TIBC = daya ikat besi total.34

Pada defisiensi zat besi pada wanita tidak hamil, Kadar besi serum
menurun 350 mg/dl, dan saturasi transferin < 15%. 34

2.2.4 Fungsi Zat Besi

Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh : sebagai alat


angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut electron di
dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam
27

jaringan tubuh.34
Rata-rata kadar besi dalam tubuh sebesar 3-4 gram. Sebagian besar (± 2
gram) terdapat dalam bentuk hemoglobin dan sebagian kecil (± 130 mg) dalam
bentuk mioglobin. Simpanan besi dalam tubuh terutama terdapat dalam hati dalam
bentuk feritin dan hemosiderin.23,35 Dalam plasma, transferin mengangkut 3 mg
besi untuk dibawa ke sumsum tulang untuk eritropoesis dan mencapai 24 mg per
hari. Sistem retikuloendoplasma akan mendegradasi besi dari eritrosit untuk
dibawa kembali ke sumsum tulang untuk eritropoesis.35

2.3 Kebutuhan Fe/Zat Besi dan Suplementasi Zat Besi Pada Masa
Kehamilan
Kebutuhan zat besi selama hamil yaitu rata-rata 800 mg – 1040 mg.
Kebutuhan ini diperlukan untuk :
• ± 300 mg diperlukan untuk pertumbuhan janin.
• ± 50-75 mg untuk pembentukan plasenta.
• ± 500 mg digunakan untuk meningkatkan massa haemoglobin maternal/
sel darah merah.
• ± 200 mg lebih akan dieksresikan lewat usus, urin dan kulit.
• ± 200 mg lenyap ketika melahirkan
Perhitungan makan 3 x sehari atau 1000-2500 kalori akan menghasilkan
sekitar 10–15 mg zat besi perhari, namun hanya 1-2 mg yang di absorpsi.16 jika
ibu mengkonsumsi 60 mg zat besi, maka diharapkan 6-8 mg zat besi dapat
diabsropsi, jika dikonsumsi selama 90 hari maka total zat besi yang diabsropsi
adalah sebesar 720 mg dan 180 mg dari konsumsi harian ibu. Besarnya angka
kejadian anemia ibu hamil pada trimester I kehamilan adalah 20%, trimester 2
sebesar 70%, dan trimester 3 sebesar 70%.36
Hal ini disebabkan karena pada trimester 1 kehamilan, zat besi yang
dibutuhkan sedikit karena tidak terjadi menstruasi dan pertumbuhan janin masih
lambat. Menginjak trimester kedua hingga ketiga, volume darah dalam tubuh
wanita akan meningkat sampai 35%, ini ekuivalen dengan 450 mg zat besi untuk
memproduksi sel-sel darah merah. Sel darah merah harus mengangkut oksigen
lebih banyak untuk janin. Sedangkan saat melahirkan, perlu tambahan besi
28

300 – 350 mg akibat kehilangan darah. Sampai saat melahirkan, wanita hamil
butuh zat besi sekitar 40 mg per hari atau dua kali lipat kebutuhan kondisi tidak
hamil.37
Masukan zat besi setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi yang
hilang melalui tinja, air kencing dan kulit. Kehilangan basal ini kira-kira 14 ug per
Kg berat badan per hari atau hampir sarna dengan 0,9 mg zat besi pada laki-laki
dewasa dan 0,8 mg bagi wanita dewasa. 5,9 Kebutuhan zat besi pada ibu hamil
berbeda pada setiap umur kehamilannya, pada trimester I naik dari 0,8 mg/hari,
menjadi 6,3 mg/hari pada trimester 3. Kebutuhan akan zat besi sangat menyolok
kenaikannya. Dengan demikian kebutuhan zat besi pada trimester 2 dan 3 tidak
dapat dipenuhi dari makanan saja, walaupun makanan yang dimakan cukup baik
kualitasnya dan bioavailabilitas zat besi tinggi, namun zat besi juga harus disuplai
dari sumber lain agar supaya cukup.21,35
Penambahan zat besi selama kehamilan kira-kira 1000 mg, karena mutlak
dibutuhkan untuk janin, plasenta dan penambahan volume darah ibu. Sebagian
dari peningkatan ini dapat dipenuhi oleh simpanan zat besi dan peningkatan
adaptif persentase zat besi yang diserap. Tetapi bila simpanan zat besi rendah atau
tidak ada sama sekali dan zat besi yang diserap dari makanan sangat sedikit maka,
diperlukan suplemen preparat besi.21,35
Untuk itu pemberian suplemen Fe disesuaikan dengan usia kehamilan atau
kebutuhan zat besi tiap semester, yaitu sebagai berikut :
1. Trimester 1 : kebutuhan zat besi ±1 mg/hari, (kehilangan basal 0,8
mg/hari) ditambah 30-40 mg untuk kebutuhan janin dan sel darah merah.
2. Trimester 2 : kebutuhan zat besi ±5 mg/hari, (kehilangan basal 0,8
mg/hari) ditambah kebutuhan sel darah merah 300 mg dan conceptus 115
mg.
3. Trimester 3 : kebutuhan zat besi 5 mg/hari,) ditambah kebutuhan sel darah
merah 150 mg dan conceptus 223 mg.
Besi dalam bentuk fero lebih mudah diabsorbsi maka preparat besi untuk
pemberian oral tersedia dalam berbagai bentuk berbagai garam fero seperti fero
sulfat, fero glukonat, dan fero fumarat. Ketiga preparat ini umumnya efektif dan
tidak mahal. Di Indonesia, pil besi yang umum digunakan dalam suplementasi zat
29

besi adalah ferrosus sulfat, senyawa ini tergolong murah dan dapat diabsorbsi
sampai 20%.34
Memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Nafero
bisirat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/
bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50
nanogram asam folat untuk profilaksis anemia.38

Dosis zat besi yang paling tepat untuk mencegah anemia ibu masih belum
jelas, tetapi untuk menentukan dosis terendah dari zat besi untuk pencegahan
defisiensi besi dan anemia defisiensi besi pada kehamilan telah dilakukan
penelitian Pada wanita Denmark, suplemen 40 mg zat besi ferrous / hari dari 18
minggu kehamilan tampaknya cukup untuk mencegah defisiensi zat besi pada
90% perempuan dan anemia kekurangan zat besi pada setidaknya 95% dari
perempuan selama kehamilan dan postpartum. Prevalensi anemia defisiensi besi
pada 39 minggu kehamilan secara signifikan lebih tinggi pada kelompok 20 mg
(10%) dibanding kelompok 40 mg (4,5%), kelompok 60 mg (0%), dan kelompok
80 mg (1,5%) (p = 0,02). Pada 32 minggu kehamilan, berarti Hb pada kelompok
20 mg lebih rendah dibanding kelompok 80 mg (p = 0,06). Tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam status besi (feritin, sTfR, dan Hb) antara kelompok 40, 60,
dan 80 mg. Postpartum, kelompok 20 mg memiliki feritin serum rata-rata secara
signifikan lebih rendah dibanding kelompok 40, 60 dan 80 mg (p <0,01).

2.4 Status Gizi Pada Ibu Hamil

Berbagai penelitian membuktikan bahwa gizi berperan sebagai faktor penentu


utama kualitas sumber daya manusia, terutama sejak 1.000 hari pertama
kehidupan, pada masa kehamilan sampai usia bayi 2 tahun. Peran penting gizi
pada masa kehamilan membuat status gizi ibu hamil mendapat perhatian yang
besar. Status kekurangan energi kronis (KEK) sebelum hamil memengaruhi
pertumbuhan janin dan menjadi pertimbangan capaian peningkatan berat selama
kehamilan. Di Indonesia, berat badan prahamil umumnya tidak diketahui sehingga
lingkar lengan atas (LiLA) dijadikan indikator risiko KEK pada ibu hamil. Sampai
30

sedemikian jauh, ambang batas yang digunakan untuk menentukan seorang ibu
hamil berisiko KEK adalah 23,5 cm46.

Pada ibu hamil, LiLA yang digunakan pada pengukuran KEK dengan
metode IMT tidak dapat dilakukan. Nilai LiLA relatif statis sehingga interpretasi
LiLA lebih rendah daripada nilai rekomendasi yang mengindikasikan status KEK
sehingga dinyatakan bukan KEK. LiLA terutama bermanfaat untuk mengetahui
risiko KEK pada awal kehamilan karena berat badan prahamil tidak diketahui.
KEK merupakan prediktor penting prognosis ibu hamil. Di Indonesia, para ibu
tidak biasa menimbang berat badan sebelum hamil sehingga penggunaan LiLA
sebagai indikator risiko KEK menjadi sangat penting. LiLA dapat lebih mudah
mendeteksi KEK daripada IMT sehingga dapat dilakukan oleh masyarakat
awam.1,11

LiLA merupakan pengukuran status gizi yang lebih mudah dan praktis
karena hanya menggunakan satu alat ukur yaitu pita pengukur LiLA. Namun,
LiLA hanya dapat digunakan untuk keperluan skrining, tidak untuk pemantauan.
Khusus pada wanita hamil, LiLA digunakan untuk mengetahui risiko KEK karena
pada umumnya wanita Indonesia tidak mengetahui berat badan pralahir, sehingga
IMT prahamil tidak dapat diukur. Pengukuran IMT membutuhkan 2 alat yaitu
timbangan dan pengukur tinggi badan yang membutuhkan persyaratan tertentu
yang harus dipenuhi seperti kalibrasi alat timbang serta lantai yang keras dan datar
untuk pengukuran tinggi badan. Namun, IMT tidak dapat digunakan sebagai
indikator KEK ibu hamil karena perubahan berat badan yang terjadi selama
kehamilan. Oleh sebab itu, LiLA bermanfaat untuk pengukuran risiko KEK pada
ibu hamil karena LiLA relatif stabil. 11,13

Indonesia menetapkan ambang batas IMT yang dimodifikasi berdasarkan


pengalaman klinis dan penelitian di beberapa negara berkembang. Ambang batas
IMT kategori normal yang digunakan untuk penduduk Indonesia adalah 18,5 _
25,0 kg/m2.12 Pengukuran LiLA juga telah digunakan secara umum di Indonesia.
Ambang batas LiLA yang digunakan adalah 23,5 cm. Namun sampai kini,
ambang batas LiLA yang digunakan di Indonesia belum diuji secara memadai.13
31

Selain itu, penentuan ambang batas 23,5 cm lebih ditujukan pada risiko dan
mortalitas bayi, bukan ibu.42

Penelitian terkait ambang batas LiLA di berbagai negara memberikan hasil


yang berbeda-beda. Penelitian di India mendapat hasil ambang batas 24,3 cm dan
23,9 cm merupakan indikator terbaik yang menunjukkan IMT < 18,5 kg/m2 atau
KEK. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara ambang
batas LiLA dengan IMT.11 Di Nigeria, ambang batas yang digunakan di bagian
utara adalah 23 cm, sedangkan di bagian selatan 24 cm. Namun, secara umum
ambang batas 24 cm merupakan nilai optimal untuk mendeteksi KEK di Nigeria.43
32

2.5. Kerangka Teori

Perubahan Fisiologis pada ibu Cadangan besi Asupan zat besi Status
hamil sebelum hamil selama hamil gizi

Volume Plasma Eritropoetin  Kebutuhan zat besi saat hamil 




Eritosit  Cadangan zat besi pada kehamilan 

Hemodelusi
Defisiensi zat besi

Total Iron Binding Capacity (TIBC) 


Hemoglobin 
Serum iron 

Ferritin 

Pembentukan eritrosit di sum-sum


tulang 

Anemia defisiensi zat besi

Gambar 2.6 Kerangka Teori


33

2.6 Kerangka Konsep

Profil besi:
Serum Besi
Ferritin
TIBC

Usia

Ibu hamil Paritas

Status Nutrisi

Derajat Anemia

Status Besi

Gambar 2.7 Kerangka Konsep


34

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dimana akan dilakukan


pengukuran kadar Serum Besi, Ferritin, TIBC dan Status Gizi pada ibu hamil

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RS Pendidikan FK USU pada bulan Agustus 2019.

3.3 Populasi dan Subjek Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah ibu hamil di RS Pendidikan FK USU.

3.3.2 Subjek dan Pengambilan Sampel Penelitian

Subjek penelitian adalah sebagian dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive total sampling

3.4 Kriteria Subjek Penelitian

3.4.1 Kriteria Inklusi

1. Kehamilan singleton (tunggal), anak hidup


2. Kehamilan normal tanpa komplikasi obstetri
3. Bersedia ikut serta dalam penelitian dan menanda tangani informed
consent

34
35

3.4.2 Kriteria Eksklusi


1. Mengalami penyakit infeksi kronis atau kondisi inflamasi seperti
keganasan, penyakit hepar, infeksi saluran kemih, dan infeksi traktus
genitalia
2. Mengalami pertumbuhan janin terhambat, abnormalitas plasenta,
perdarahan pervaginam selama kehamilan
3. Ibu dengan riwayat penyakit kronik seperti Diabetes Mellitus tipe II,
hipertensi, dan penyakit ginjal
4. Menderita penyakit keganasan
5. Ibu merokok dan konsumsi alkohol

3.5 Besar Sampel


Besar sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling yaitu
dengan mengambil semua populasi ibu hamil di RS Pendidikan FK USU
pada bulan Agustus 2019.

3.6 Prosedur Kerja


1. Setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, dilakukan pengambilan sampel di RS
Pendidikan FK USU.
2. Wanita yang masuk ke dalam sampel penelitian sesuai dengan kriteria
inklusi dan eksklusi diberi informed consent.
3. Kemudian melalui wawancara ditanyakan hari pertama haid terakhir
(HPHT) dan usia kehamilan saat anak lahir.
4. Dilanjutkan dengan pengambilan darah sebanyak 3 cc dari vena mediana
cubiti untuk pemeriksaan kadar Serum Besi, Ferritin, dan TIBC.
Selanjutnya dikirim ke laboratorium klinik RS Pendidikan FK USU.
5. Setelah diperoleh hasil laboratorium, data ditabulasi untuk kemudian
dianalisis secara statistik.
6. Data kontinu akan ditampilkan sebagai mean dan standar deviasi dan
variabel kategorik akan ditampilkan sebagai persentasi.
36

3.7 Etika Penelitian


Untuk izin penelitian, persetujuan penelitian diperoleh dari subjek penelitian dan
Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang akan
melakukan penilaian kelayakan proposal penelitian.

3.8 Definisi Operasional


Usia gestasi
a. Definisi
Usia kehamilan dihitung dari hari pertama haid terakhir dan dikonfirmasi
dengan pemeriksaan ultrasonografi.
b. Alat ukur
Kalender dalam hitungan minggu
c. Cara ukur
Menghitung usia kehamilan dari hari pertama haid terakhir sampai
terjadinya persalinan.
d. Skala ukur
Trimester II : 14 – 28 minggu
Trimester III : > 28 – 41 minggu

Usia saat persalinan


a. Definisi
Usia ibu dalam tahun dihitung dari tahun kelahiran sampai persalinan.
b. Alat ukur
Kalender dalam hitungan tahun
c. Cara ukur
Menghitung jumlah usia ibu dari tahun lahir sampai persalinan melalui
wawancara.
d. Skala ukur
a) < 20 tahun
b) 20 – 35 tahun
c) > 35 tahun
37

(skala ordinal/variabel kategorik)


Paritas
a. Definisi
Jumlah anak viabel yang dilahirkan
b. Cara Ukur
Anamnesis riwayat persalinan
c. Alat ukur
Jumlah persalinan anak yang viabel
d. Skala ukur
Primigravida, Sekundigravida, Multigravida, Grandemultigravida (skala
nominal/variabel kategorik)

Status Nutrisi
e. Definisi
Hasil Keseimbangan antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh dan
penggunaannya
f. Cara Ukur
Mengukur Lingkar Lengan Atas (LiLA) ibu hamil dengan menggunakan
meteran
g. Alat ukur
Meteran dengan hasil dalam centimeter (cm)
h. Skala ukur
a) Gizi kurang : LiLA < 22,5 cm
b) Gizi Baik : LiLA > 22,5 cm

Kadar TIBC
a. Definisi
kapasitas daya ikat transferin seluruhnya
b. Alat Ukur
Alat pemeriksaan radioimmunoassay (RIA) ferritin quantitative test
system-sensitive
c. Cara Ukur
38

Diambil dari serum darah


d. Skala Ukur
Jumlah TIBC serum per satuan volume darah (ng/mL) (skala rasio/variabel
numerik)

Kadar feritin serum


a. Definisi
Kadar feritin dalam serum darah
b. Alat ukur
Alat pemeriksaan radioimmunoassay (RIA) ferritin quantitative test
system-sensitive
c. Cara ukur
Diambil dari serum darah
d. Skala ukur
Jumlah feritin serum per satuan volume darah (ng/mL) (skala
rasio/variabel numerik)

Kadar serum Besi


a. Definisi
Kadar besi dalam serum darah
b. Alat ukur
Alat pemeriksaan radioimmunoassay (RIA) ferritin quantitative test
system-sensitive
c. Cara ukur
Diambil dari serum darah
d. Skala ukur
Jumlah serum Iron per satuan volume darah (ng/mL) (skala rasio/variabel
numerik)

Status Anemia
a. Definisi
39

Status anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin darah


kurang dari normal yang digolongkan berdasarkan tingkat keparahannya1,8
b. Alat ukur
Alat pemeriksaan dengan metode cyanmethemolobin dengan
menggunakan spektrofotometer, mikropipet dan tabung reaksi
c. Cara ukur
Diambil dari serum darah
d. Skala ukur
a) Tidak anemia : Hb > 11 gr%
b) Anemia ringan : Hb 10 – 11 gr%
c) Anemia sedang : Hb 7 – 10 gr%
d) Anemia berat : Hb < 7 gr%.1
(skala nominal/variabel kategorik)

Status Defisiensi Zat Besi


a. Definisi
Status defisiensi zat besi adalah suatu keadaan dimana kadar Zat besi di
dalam tubuh mengalami penurunan
b. Alat ukur
Alat pemeriksaan radioimmunoassay (RIA) ferritin quantitative test
system-sensitive
c. Cara ukur
Membandingkan nilai ferritin dengan cut off point < 30 ug/L
d. Skala ukur
a) Tidak Defisiensi Besi : Feritin darah > 30 ug/L
b) Defisiensi Besi : Feritin darah < 30 ug/L

Morfologi Apus Darah Tepi Sel Darah Merah


a. Definisi
Ukuran, bentuk dan warna dari sel darah merah
b. Alat ukur
40

Alat pemeriksaan dengan metode cyanmethemolobin dengan


menggunakan spektrofotometer, mikropipet dan tabung reaksi
c. Cara ukur
Diambil dari serum darah
d. Skala ukur
a) Normokrom Normositer
b) Hipokrom Mikrositer
(skala nominal/variabel kategorik)
41

3.9 Alur Penelitian

Kelompok Ibu hamil

Kriteria Inklusi Informed Consent

Subyek penelitian
Serum Besi

Ferritin
Pencatatan Data
TIBC

Hb

MCV
Pengambilan darah
MCH

MCHC

Analisis Data

Anda mungkin juga menyukai