Anda di halaman 1dari 45

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................. i


DAFTAR TABEL ........................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1


1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3


2.1 Definisi.................................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi .......................................................................................... 3
2.3 Etiologi ................................................................................................... 3
2.4 Faktor Resiko ........................................................................................ 4
2.5 Diagnosis ................................................................................................ 6
2.6 Tatalaksana............................................................................................ 8
2.6.1 Tatalaksana Farmakologis .......................................................... 11
2.6.2 Tatalaksana non-Farmakologis dan Pembedahan.................... 14
2.6.3 Tatalaksana follow-up setelah reseksi ........................................ 21
2.6.3.1 Fertilitas Alami ................................................................... 21
2.6.3.2 IVF ...................................................................................... 23
2.6.3.3 Nyeri ................................................................................... 24
2.6.3.4. Berdasarkan tehnik operasi ............................................ 30
2.6.3.5 Rekurensi ........................................................................... 32
2.7 Komplikasi ........................................................................................... 34
2.8 Prognosis .............................................................................................. 35

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 36


LAPORAN KASUS ................................................................................... 43

i
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan diagnosis adenomiosis dan leiomyoma melalui


sonografi .......................................................................................... 9

Tabel 2. Regimen Pengobatan PUA ......................................................... 13

Tabel 3. Operasi Konservatif pada Adenomiosis ..................................... 16

Tabel 4. Hasil Adenimiomektomi dengan metode triple-flap sebagai


pengobatan infertilitas (Juni 1998- Agustus 2008) .................... 22

Tabel 5. Kehamilan yang berhasil setelah operasi konservtaif pada


wanita dengan Adenomiosis ....................................................... 23

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Temuan histologis adenomiosis dengan fokus kelenjar


endometrium dan stroma yang dalam ke myometrium ... 7

Gambar 2.2. Tanda-tanda sonografi adenomiosis .................................. 9

Gambar 2.3. (A) Gambar sagital T2-weighted melalui midportion uterus


menunjukkan penebalan JZ (area hitam) posterior ke
endometrium. Penebalan JZ (panah putih) mendominasi di
miometrium posterior, menunjukkan adenomiosis
asimetris. (B) Gambar koronal T2-weighted melalui rongga
endometrium menunjukkan beberapa titik putih yang
berhubungan dengan kista subendometrium yang dapat
dilihat di dinding miometrium bagian atas dan kanan. (C)
Gambar sagital T1-weighted, melalui level yang sama
seperti pada gambar A, dengan penekanan lemak di mana
darah tampak putih, menunjukkan bahwa dua kista
subendometrium mengandung darah karena
hiperintensitas. ..................................................................... 10

Gambar 2.4 Teknik Adenomiomektomi .................................................. 19

Gambar 2.5 Triple Flap Method oleh Osada pada Adenomiosis antero-
posterior uteri ....................................................................... 20

Gambar 2.6 Triple Flap Method oleh Osada pada Adenomiosis pada
dinding posterior uteri ......................................................... 21

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Adenomiosis adalah patologi struktural yang dipilih dalam sistem
klasifikasi FIGO PALM-COEIN untuk perdarahan uterus abnormal (PUA).
Adenomiosis secara tradisional digambarkan sebagai ‘invasi jinak endometrium
ke dalam miometrium, menghasilkan uterus yang membesar secara difus yang
secara mikroskopis menunjukkan kelenjar ektopik non-neoplastik, kelenjar
endometrium dan stroma yang dikelilingi oleh miometrium hipertrofi dan
hiperplastik’. Kemudian, pada tahun 1925, Frankl memisahkan 'adenomioma
sejati', yang ia anggap sebagai kondisi yang sangat langka, dari invasi sederhana
mukosa uterus ke dalam miometrium yang ia definisikan sebagai 'adenomiosis', ia
menekankan fakta bahwa adenomiosis bukan suatu kondisi yang disebabkan oleh
reaksi peradangan. Dua tahun kemudian, Sampson menggambarkan invasi
endometrium dari rongga peritoneal melalui menstruasi retrograde disebut dengan
'endometriosis'. Sejak saat itu, kedua entitas ini dianggap sebagai patologi
terpisah, berkembang melalui mekanisme yang berbeda.1,2,3
Adenomiosis biasanya terjadi pada wanita-wanita di usia produktif,
terutama pada wanita-wanita yang mengalami menorrhagia dan dismenore. Mirip
dengan endometriosis, prevalensi adenomiosis sulit untuk dinilai secara akurat
karena diperlukan konfirmasi histologis setelah pertimbangan klinisnya sebagai
penyebab potensial PUA berdasarkan gejala dan pencitraan. Perkiraan prevalensi
adenomiosis sangat bervariasi, mulai dari 5 hingga 70%, dengan frekuensi rata-
rata pasien dengan adenomiosis yang menjalani histerektomi diberikan sekitar 20
hingga 30%.1,4,5
Etiologi dan patofisiologi adenomiosis masih belum jelas; Namun,
kemajuan terbaru dalam metode diagnostik dan penyelidikan baru terhadap opsi
pengobatan telah mengubah cara dokter menangani adenomiosis. Diagnosis
adenomiosis telah mengalami peningkatan frekuensi dalam 20 tahun terakhir
karena akses, akurasi dan pemanfaatan USG transvaginal (TVUS) dan teknik

1
pencitraan canggih lainnya seperti MRI. Baik MRI dan TVUS sangat efektif
dalam mengkarakterisasi adenomiosis karena kedua alat ini dapat
mengidentifikasi kista miometrium, echotexture miometrium terdistorsi dan
heterogen dan fokus yang tidak jelas dari echotexture miometrium abnormal. Pada
gambaran MRI T2 dari uterus, miometrium zona fungsional dapat dengan jelas
dibedakan dari endometrium dan miometrium luar, dan penebalan difus atau fokal
dari zona ini sekarang diakui sebagai salah satu ciri adenomiosis.1,4,5
Meskipun telah diakui selama lebih dari satu abad, studi epidemiologis
yang dapat diandalkan mengenai kondisi ini terbatas. Teknik bedah dengan
minimal invasif (ablasi /reseksi endometrium, eksisi /reduksi miometrium,
elektrokoagulasi miometrium, ligasi arteri uterin) memiliki keberhasilan yang
terbatas dalam pengobatan adenomiosis, dan data yang dilaporkan untuk prosedur
ini hanya diperoleh dari laporan kasus atau seri kasus kecil dengan waktu follow-
up yang singkat. Namun, teknik yang lebih baru termasuk embolisasi arteri
uterina (UEA) dan USG terfokus pencitraan resonansi magnetik (MRgFUS)
menunjukkan harapan dalam pengobatan adenomiosis.5

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Adenomiosis adalah penyakit uterus jinak yang didefinisikan oleh adanya
jaringan endometrium ektopik di dalam miometrium. Adenomiosis secara
tradisional digambarkan sebagai ‘invasi jinak endometrium ke dalam
miometrium, menghasilkan uterus yang membesar secara difus yang secara
mikroskopis menunjukkan kelenjar ektopik non-neoplastik, kelenjar endometrium
dan stroma yang dikelilingi oleh miometrium hipertrofi dan hiperplastik’.2,6

2.2. Epidemiologi
Perkiraan prevalensi adenomiosis sangat bervariasi, mulai dari 5 hingga
70%, dengan frekuensi rata-rata pasien dengan adenomiosis yang menjalani
histerektomi diberikan sekitar 20 hingga 30%.5

2.3. Etiologi
Pada adenomiosis, ditemukan adanya kelenjar endometrium dan stroma
dalam otot-otot rahim. Meskipun etiologi pastinya tidak diketahui, setidaknya
terdapat 4 teori yang telah diajukan. Hipotesis pertama dan paling populer adalah
bahwa adenomiosis berkembang dari invaginasi endometrium ke miometrium.
Teori kedua adalah bahwa adenomiosis berkembang secara de novo dari sisa-sisa
mullerian pleuripoten yang salah tempat. Teori ketiga menunjukkan bahwa
adanya invaginasi basalis yang berlangsung di sepanjang sistem limfatik
intramiometrium, yang menyebabkan terjadinya adenomiosis. Sebuah teori yang
baru-baru ini diajukan adalah bahwa adenomiosis berasal dari stem cell sumsum
tulang yang berpindah melalui pembuluh darah.4
Hipotesis yang paling umum adalah adenomiosis berkembang sebagai
hasil dari invaginasi basalis endometrium ke dalam miometrium. Invaginasi dapat
terjadi karena miometrium yang melemah akibat trauma jaringan selama operasi

3
panggul sebelumnya yang memungkinkan jaringan endometrium aktif tumbuh ke
lapisan yang terluka. Pemicu pasti terjadinya invaginasi masih belum diketahui.
Namun, dikatakan bahwa pengaruh hormon dapat membantu jalur pensinyalan sel
untuk merangsang sifat invasif dan migrasi dari lapisan basalis. Beberapa
penelitian telah menunjukkan bahwa jaringan adenomiotik menunjukkan ekspresi
reseptor estradiol yang lebih tinggi daripada endometrium eutopik. Meningkatnya
respons terhadap estrogen dapat memfasilitasi invaginasi secara keseluruhan dan
menyebabkan terjadinya penyebaran adenomiosis.4

2.4. Faktor Resiko


1. Usia
70 hingga 80% wanita dengan adenomiosis yang menjalani
histerektomi berada pada usia dekade keempat dan kelima kehidupan dan
multipara; beberapa penelitian telah melaporkan usia rata-rata wanita
dengan adenomiosis yang menjalani histerektomi adalah lebih dari 50
tahun. Namun, laporan yang lebih baru menggunakan kriteria MRI untuk
diagnosis menunjukkan bahwa penyakit ini dapat menyebabkan
dismenore dan nyeri panggul kronis pada remaja dan wanita usia
reproduksi yang lebih muda.5
2. Multiparitas
Persentase faktor resiko yang tinggi pada wanita dengan
adenomiosis adalah multipara. Kehamilan mungkin memfasilitasi
pembentukan adenomiosis dimana kehamilan memungkinkan fokus
adenomiotik masuk ke dalam miometrium karena sifat invasif trofoblas
pada ekstensi serat myometrium. Selain itu, jaringan adenomiotik
mungkin memiliki rasio reseptor estrogen yang lebih tinggi dan
lingkungan hormonal kehamilan dapat mendukung perkembangan
endometrium ektopik.5,7
3. Operasi Uterus Sebelumnya
Levgur et al. dan Parazzini et al. melaporkan bahwa pasien yang
telah menjalani terminasi kehamilan melalui dilatasi dan kuretase

4
menunjukkan tingkat adenomiosis yang lebih tinggi dibandingkan wanita
yang tidak menjalani terminasi kehamilan. Selanjutnya, Parazzini et al.
dan Taran et al. juga mengamati tingkat adenomiosis yang lebih tinggi
pada pasien yang tidak hamil yang telah mengalami dilatasi dan kuretase.
Whitted et al. mengamati peningkatan prevalensi adenomiosis pada
subjek yang pernah menjalani bedah sesar sebelumnya. Namun,
penelitian lain melaporkan tidak ada peningkatan tingkat operasi caesar
atau prosedur bedah uterus lainnya pada wanita dengan adenomiosis.
Dengan demikian, tidak jelas apakah riwayat operasi uterus sebelumnya
merupakan faktor risiko adenomiosis.5,7
4. Merokok
Bukti hubungan antara merokok dan adenomiosis masih
kontroversial. Di satu sisi, dibandingkan dengan wanita yang tidak
pernah merokok, wanita perokok tampak lebih kecil kemungkinannya
menderita adenomiosis. Temuan ini dapat dijelaskan dengan mekanisme
yang diinduksi hormon, yaitu penurunan kadar estrogen dalam serum
telah dilaporkan pada perokok, dan adenomiosis diduga merupakan
kelainan yang bergantung pada estrogen. Selain itu, terdapat dua
penelitian yang melaporkan bahwa angka kejadian adenomiosis lebih
tinggi pada wanita dengan riwayat merokok dibandingkan dengan
kontrol. Dengan demikian, hubungan antara adenomiosis dan merokok
masih perlu diselidiki lebih lanjut.5,7
5. Kehamilan Ektopik
Telah dihipotesiskan bahwa wanita dengan adenomiosis lebih
cenderung memiliki riwayat kehamilan ektopik, karena adenomiosis
dapat menjadi faktor risiko untuk perkembangan kehamilan ektopik
intramural.5
6. Depresi dan Penggunaan Antidepresan
Asosiasi baru dengan adenomiosis yang ditemukan dalam penelitian
pada manusia dan hewan termasuk peningkatan risiko depresi, dan
penggunaan antidepresan yang lebih tinggi. Hubungan ini mungkin

5
karena kelainan dalam dinamika prolaktin. Paparan uterus terhadap
peningkatan prolaktin nampaknya cukup untuk menyebabkan
adenomiosis histologis dan berhubungan dengan pengaturan regulasi
reseptor prolaktin uterus RNA. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa
prolaktin diproduksi oleh jaringan uterus manusia termasuk
endometrium, miometrium, dan leiomioma dan bahwa reseptor prolaktin
fungsional hadir di dalam uterus dan mampu bertindak sebagai mitogen
sel otot polos.5
7. Penggunaan Tamoxifen
Adenomiosis relatif jarang terjadi pada wanita pascamenopause
tetapi insiden adenomiosis yang lebih tinggi telah dilaporkan pada wanita
dengan kanker payudara yang diobati dengan tamoxifen. Tamoxifen
adalah antagonis dari reseptor estrogen dalam jaringan payudara melalui
metabolit aktifnya, hydroxytamoxifen. Dalam jaringan, termasuk
endometrium, obat ini berperilaku seperti agonis, dan adenomiosis dapat
berkembang atau diaktifkan kembali dengan obat ini.5

2.5. Diagnosis
Gejala klinis adenomiosis berupa menoragia, nyeri panggul kronis, dan
dismenore. Gejala adenomiosis tersebut sebenarnya tidak spesifik, yang mana
gejala yang ditemukan tersebut dapat juga ditemukan pada gangguan lain seperti
perdarahan uterus disfungsional, leiomioma dan endometriosis, dan lainnya.
Dengan demikian, temuan tertentu tentang hubungan antara adenomiosis,
menoragia, dismenore, dan nyeri panggul masih kontroversial. Sampai saat ini,
diagnosis adenomiosis sulit ditetapkan sebelum histerektomi dan oleh karena itu,
tidak mengherankan bahwa tingkat diagnosis pra operasi adenomiosis berdasarkan
temuan klinis hanya berkisar antara 3 hingga 26%. 5
Histologi merupakan metode diagnosis yang paling efektif untuk
adenomiosis. Namun, hal ini tidak cukup sederhana karena kedalaman invasi
miometrium untuk dikategorikan sebagai "adenomiosis" sangat beragam.
Adenomiosis telah didefinisikan sebagai adanya kelenjar endometrium di dalam

6
miometrium lebih besar dari 1 low-power field dari lapisan basalis endometrium.
Definisi lain mengatakan bahwa adenomiosis adalah fokus yang terletak lebih
dalam dari 25% dari ketebalan miometrium (kriteria yang paling sering digunakan
untuk diagnosis pada wanita pascamenopause) atau ekstensi kelenjar yang lebih
besar dari 1 hingga 3 mm di bawah lapisan endometrium. Tidak ada kesepakatan
secara umum tentang kriteria invasi minimal; Namun, sebagian besar penelitian
menggunakan cutoff 2,5 mm di bawah lapisan basalis.1,4

Gambar 2.1. Temuan histologis adenomiosis dengan fokus kelenjar


endometrium dan stroma yang dalam ke miometrium.4

Metode yang tidak begitu invasif untuk menilai histologi melalui alat
biopsi spesifik telah dikembangkan dan digunakan, dimana metode ini
menunjukkan sensitivitas tinggi tetapi spesifisitas rendah. Dalam sebuah
penelitian prospektif dari 102 wanita yang menjalani histerektomi, biopsi jarum
ultrasonografi awal dilakukan diikuti dengan pemeriksaan histologis seluruh
uterus, dengan 29/102 (28%) wanita dikonfirmasi mengalami adenomiosis.
Sensitivitas adalah 83% untuk TVUS dan 45% untuk biopsi dengan spesifisitas
masing-masing 67% dan 96%. Biopsi laparoskopi juga telah disarankan, dan
dalam evaluasi prospektif dari 72 wanita yang menjalani investigasi laparoskopi,
dilakukan biopsi jarum uterus dengan ketebalan penuh, dengan 8/42 (19%) wanita

7
dengan dismenore serta 5/30 (17%) wanita tanpa gejala didiagnosis dengan
adenomiosis, hasil ini menunjukkan tidak ada keuntungan dalam menggunakan
teknik ini untuk diagnosis adenomiosis.1
Meskipun diagnosis adenomiosis dibuat secara histologis, beberapa teknik
pencitraan bermanfaat dalam membantu diagnosis banding termasuk
ultrasonografi dan MRI. TVUS dan sonografi transabdominal
mengkarakteristikkan adenomiosis dengan adanya kista miometrium (area
anekoik bundar 1 - 7 mm), echotexture miometrium yang terdistorsi dan
heterogen, dan fokus yang tidak jelas dari echotexture miometrium abnormal.4
Temuan langsung pada ultrasonografi yang dapat dijumpai adalah:
 Mikrokista subendometrium anechoic dalam miometrium (berdiameter 2-4
mm) yang dapat dibedakan dari gambar vaskular pada sonografi Doppler
karena tidak mengalami vaskularisasi (tanda patognomonik). Ruang kistik ini
adalah tanda langsung dari lesi adenomiosis dan berhubungan dengan
kelenjar endometrium ektopik yang berada dalam miometrium yang mungkin
atau bukan perdarahan (jika ya, isinya menunjukkan echogenisitas yang lebih
besar) selama dan segera setelah menstruasi;
 Miometrium dengan gambaran non-homogen yang menggabungkan striasi
linier hyperechoic dalam miometrium, nodul subendometrium hyperechoic
kecil, zona hypoechoic pseudonodular dengan kontur tidak jelas dan tidak
memiliki efek massa pada endometrium, dan endometrium-miometrium
junction yang tidak jelas atau menebal.6

8
Gambar 2.2. Tanda-tanda sonografi adenomiosis: a, b: uterus globular dan
dinding miometrium asimetris; c: penebalan endometrium-miometrium
junction; d: striasi hyperechoic subendometrium.6

Tabel 1. Perbedaan diagnosis adenomiosis dan leiomyoma melalui sonografi.6

MRI dapat mengidentifikasi suatu daerah di miometrium bagian dalam


(IM) dengan kerapatan sinyal yang berbeda pada gambar T2-weighted
dibandingkan dengan endometrium dan miometrium luar (OM). Daerah ini
memiliki zona fungsional uterus yang bervariasi (JZ), archimyometrium, IM,

9
interphase endometrium-miometrium, zona transisi, atau miometrium
subendometrium. Perlu dicatat bahwa JZ tidak ditemukan pada 20% wanita
normal premenopause. Studi longitudinal telah menunjukkan bahwa peningkatan
ketebalan JZ dari proliferasi awal ke fase sekretori lanjut. JZ uterus muncul
sebagai band miometrium intensitas rendah pada MRI dan sering dilihat sebagai
halo subendometrium pada USG resolusi tinggi. Tingkat adenomiosis bervariasi
dari penebalan JZ sederhana hingga lesi yang lebih difus atau nodular yang
melibatkan seluruh dinding rahim. Kriteria diagnostik dan titik batas untuk
diagnosis adenomiosis masih kontroversial. JZ normal adalah antara 5 dan 12 mm
pada MRI T2-weighted, dan gambaran sangat prediktif untuk adenomiosis adalah
adanya JZ yang berukuran> 12 mm dan bintik-bintik hemoragik miometrium yang
memiliki sinyal yang tinggi.2

Gambar 2.3. (A) Gambar sagital T2-weighted melalui midportion uterus


menunjukkan penebalan JZ (area hitam) posterior ke endometrium.
Penebalan JZ (panah putih) mendominasi di miometrium posterior,
menunjukkan adenomiosis asimetris. (B) Gambar koronal T2-weighted
melalui rongga endometrium menunjukkan beberapa titik putih yang
berhubungan dengan kista subendometrium yang dapat dilihat di dinding
miometrium bagian atas dan kanan. (C) Gambar sagital T1-weighted,
melalui level yang sama seperti pada gambar A, dengan penekanan lemak di
mana darah tampak putih, menunjukkan bahwa dua kista subendometrium
mengandung darah karena hiperintensitas.2

10
2.6. Tatalaksana
Adenomiosis memiliki dampak negatif pada kualitas hidup wanita dalam
persentase kasus yang tinggi karena PUA dan rasa sakit yang memerlukan
rencana manajemen seumur hidup melalui perawatan medis atau bedah.
Pilihannya tergantung pada usia wanita, status reproduksi, dan gejala klinis.
Namun, sejauh ini, beberapa studi klinis yang berfokus pada perawatan medis
atau bedah untuk adenomiosis telah dilakukan, dan saat ini tidak ada obat yang
dikhususkan untuk adenomiosis. Meskipun demikian, penyakit ini semakin
banyak didiagnosis pada wanita muda dengan keinginan mempertahankan fungsi
reproduksi, dan perawatan konservatif lebih disukai.8

2.6.1. Tatalaksana Farmakologis


Secara umum, terapi untuk adenomiosis juga dapat bermula dari terapi
umum terhadap perdarahan uterus abnormal (adenomiosis/PUA-A). Pilihan
pengobatan untuk PUA akut tergantung pada stabilitas klinis, dugaan etiologi
perdarahan, keinginan untuk kehamilan di masa depan, dan masalah medis yang
mendasarinya. Dua tujuan utama pengelolaan PUA akut adalah:
1. Untuk mengontrol episode perdarahan berat saat ini
2. Untuk mengurangi kehilangan darah menstruasi pada siklus
berikutnya.
Farmakologis dianggap sebagai tatalaksana awal yang dapat dipilih.
Namun, situasi tertentu mungkin memerlukan manajemen bedah segera.9
Pengobatan hormonal dianggap sebagai lini pertama terapi obat untuk
pasien dengan PUA akut tanpa dugaan gangguan perdarahan lainnya. Pilihan
pengobatan termasuk conjugated equine estrogen IV, kontrasepsi oral kombinasi,
dan progestin oral. Dalam satu uji randomized control trial terhadap 34 wanita,
injeksi conjugated equine estrogen IV terbukti menghentikan perdarahan pada
72% peserta dalam 8 jam pemberian dibandingkan dengan 38% peserta yang
diobati dengan placebo. Hanya ada sedikit data mengenai penggunaan estrogen IV
pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular atau tromboemboli.9,10

11
Kontrasepsi oral kombinasi dan progestin oral, yang digunakan dalam
rejimen multi-dosis, juga umum digunakan untuk PUA akut. Satu studi
membandingkan peserta yang menjalani terapi dengan kontrasepsi oral yang
diberikan tiga kali sehari selama 1 minggu dengan mereka yang menjalani terapi
dengan medroksiprogesteron asetat yang diberikan tiga kali sehari selama 1
minggu untuk pengobatan PUA akut. Studi ini menemukan bahwa perdarahan
berhenti pada 88% wanita yang menggunakan kontrasepsi oral dan 76% wanita
yang menggunakan medroksiprogesteron asetat dalam waktu rata-rata 3 hari.
Untuk semua pasien, kontraindikasi untuk terapi ini perlu dipertimbangkan
sebelum pemberian.9,11

Tabel 2. Regimen Pengobatan PUA9

Obat antifibrinolitik, seperti asam traneksamat, bekerja dengan mencegah


degradasi fibrin dan merupakan pengobatan yang efektif untuk pasien dengan
PUA kronis. Mereka telah terbukti mengurangi perdarahan pada pasien ini sebesar

12
30-55%. Asam traneksamat secara efektif mengurangi perdarahan intraoperatif
dan kebutuhan untuk transfusi pada pasien bedah dan kemungkinan efektif untuk
pasien dengan PUA akut, meskipun belum diteliti untuk indikasi ini. Para ahli
merekomendasikan untuk menggunakan asam traneksamat oral atau IV untuk
pengobatan PUA akut. Tamponade intrauterin dengan kateter Foley 26F yang
diinfuskan dengan 30 mL larutan kristaloid telah dilaporkan berhasil
mengendalikan perdarahan dan juga dapat dipertimbangkan.9,12,13,14,15,16
Setelah episode perdarahan akut telah dikontrol, beberapa pilihan
pengobatan tersedia untuk perawatan jangka panjang PUA kronis. Terapi medis
yang efektif meliputi sistem intrauterin levonorgestrel, kontrasepsi oral (siklus
bulanan atau diperpanjang), terapi progestin (oral atau intramuskuler), asam
traneksamat, dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID). Jika seorang pasien
menerima conjugated equine estrogen IV, penyedia layanan kesehatan harus
menambahkan progestin atau transisi ke kontrasepsi oral.9
Menurut proses patogenesis, beberapa pengobatan hormonal dan non-
hormon dapat digunakan untuk menangani nyeri dan perdarahan serta untuk
meningkatkan hasil luaran fertilitas. Penggunaan GnRHa diindikasikan sebelum
perawatan fertilitas untuk meningkatkan kemungkinan kehamilan pada wanita
infertil dengan adenomiosis, dan tingkat kehamilan tertinggi dilaporkan pada
mereka yang menjalani frozen embryo transfer setelah didahului dengan GnRHa.
Sebaliknya, penggunaan GnRHa untuk nyeri dan perdarahan harus
dipertimbangkan hanya untuk pengobatan jangka pendek karena efek
menopause.17,18
Penggunaan progestin didukung oleh efek anti-proliferasi dan
antiinflamasi serta desidualisasi dan kemudian atrofi jaringan endometrium, yang
menyebabkan pengurangan perdarahan yang signifikan. Di antara progestin,
norethisterone asetat (NETA), danazol, dan dienogest (DNG) dapat
dipertimbangkan. Baru-baru ini, uji terkontrol plasebo pada DNG, yang diberikan
setiap hari selama 16 minggu pada wanita dengan adenomiosis, menunjukkan
penurunan skor nyeri yang signifikan pada mereka yang diobati. Hasilnya
dikonfirmasi dalam studi pengobatan jangka panjang, menunjukkan tolerabilitas

13
yang baik dan pengurangan rasa sakit dan skor kualitas hidup yang lebih tinggi.
Levonorgestrel releasing intrauterine system (LNG-IUS) juga merupakan
pengobatan jangka panjang yang efektif, reversibel, dan berhasil digunakan untuk
mengobati adenomiosis. Hasil menunjukkan bahwa penggunaannya mengurangi
perdarahan menstruasi, rasa sakit, dan volume uterus dan memiliki tingkat
kepuasan keseluruhan sebesar 72%. Namun, obat-obatan baru, seperti modulator
reseptor progesteron selektif, inhibitor aromatase, asam valproat, dan terapi anti-
platelet, sedang dalam pengembangan untuk pengobatan adenomiosis.19,20,21,22

2.6.2. Tatalaksana Non-Farmakologis dan Pembedahan


Pendekatan secara pembedahan tetap menjadi subjek yang kontroversial,
tetapi penanganan bedah minimal invasif harus dilakukan sebagai pilihan dalam
kasus-kasus tertentu, serta menginformasikan pasien tentang risiko potensial
dalam kasus kehamilan. Pilihan bedah konservatif termasuk ablasi endometrium,
reseksi endometrium dan histeroskopi adenomioma, reseksi adenomiosis
laparoskopik, high intensity focused USG (HIFU), dan embolisasi arteri uterin.
Namun, bukti kuat yang mendukung perawatan bedah konservatif adenomiosis
masih kurang adekuat.8
Embolisasi arteri uteri (UEA) telah digunakan untuk mengobati fibroid
gejala sejak 1990-an. Ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa cara
ini juga efektif dalam pengobatan manajemen adenomiosis. Dalam ulasan 15 studi
dengan 511 wanita dengan adenomiosis, Popovic et al. menemukan perbaikan
klinis dan gejala yang signifikan pada 75% subjek pada tindak lanjut jangka
pendek dan jangka panjang. Sebuah penelitian observasional retrospektif baru-
baru ini dari 252 pasien yang menjalani UEA dengan 5 tahun masa tindak lanjut
menunjukkan bahwa peningkatan dismenore dan menoragia lebih mungkin terjadi
pada lesi vaskular.23,24,25
HIFU adalah pengobatan non-bedah lain untuk fibroid uterus yang
memfokuskan USG intensitas tinggi pada lesi target yang menyebabkan nekrosis
koagulatif dan penyusutan lesi. Baik MRI dan USG dapat digunakan untuk
panduan untuk prosedur ini. MRI memiliki pemetaan termal waktu nyata yang

14
lebih baik selama perawatan HIFU. Namun, HIFU yang dipandu USG lebih
murah dan sering kali menggunakan pencitraan pemantauan anatomi waktu nyata
dan perubahan skala abu-abu selama pengobatan merupakan indikator yang dapat
diandalkan dalam respons pengobatan. Efektif pada lesi fokal dan difus.
Ultrasonik dipandu HIFU terbukti berhasil secara teknis hingga 94,6% dari pasien
dalam review dari 2.549 pasien di antara 10 pusat berbeda dengan adenomiosis
simptomatik.23,26,27,28
Terdapat sejumlah laporan yang terbatas tentang penggunaan laparoskopi
atau histeroskopi dalam mengobati adenomiosis dalam literatur. Tingkat
keberhasilan elektrokoagulasi miometrium berkisar antara 55 hingga 70% seperti
yang dilaporkan. Wood melaporkan keberhasilan pada 4 dari 7 pasien yang
menjalani elektrokoagulasi miometrium, sedangkan Phillips et al. memiliki 7 dari
10 pasien dengan adenomiosis simptomatik yang didiagnosis oleh MRI yang
diobati dengan koagulasi bipolar laparoskopi, mengalami penurunan atau resolusi
dismenorea yang signifikan atau perdarahan menstruasi yang berat.23,29,30,31
Histerektomi adalah pilihan pengobatan defnitif untuk adenomiosis
simptomatik yang tidak dapat diatasi ketika pengobatan konservatif gagal untuk
mengontrol gejala. Pasien yang menjalani histerektomi untuk adenomiosis harus
diberi tahu tentang peningkatan risiko cedera kandung kemih dan nyeri panggul
yang menetap. Furuhashi et al. melaporkan dari 1.246 histerektomi vaginal,
menemukan bahwa pasien yang menjalani histerektomi vaginal untuk
adenomiosis memiliki peningkatan risiko cedera kandung kemih dibandingkan
dengan yang dilakukan untuk leiomioma (2,3% berbanding 0,7%). Ini mungkin
merupakan hasil dari kesulitan dalam mengidentifikasi septum supravaginal dan
vesicovaginal atau vesicocervical. Beberapa penelitian telah melaporkan nyeri
panggul setelah histerektomi untuk adenomiosis. Setelah keputusan untuk
melakukan histerektomi telah dibuat, kemungkinan ooforektomi harus
dipertimbangkan. Secara umum, tidak dianggap perlu untuk mengangkat ovarium
secara rutin pada wanita premenopause, tetapi dapat diindikasikan pada wanita
yang menderita gejala siklus, dengan endometriosis ovarium bersamaan, atau
yang dianggap memiliki peningkatan risiko kanker ovarium, termasuk mereka

15
yang memiliki riwayat keluarga dengan kondisi tersebut. Menariknya, studi
berbasis populasi baru-baru ini oleh Kok et al. menyarankan bahwa risiko kanker
ovarium pada wanita dengan adenomiosis yang baru didiagnosis meningkat 4-5
kali lipat. Jika temuan ini dapat dikonfirmasi, ada alasan yang kuat untuk
mempertimbangkan ooforektomi profilaksis pada saat histerektomi untuk
adenomiosis pada wanita premenopause.23,32,33,34,35,36
Penatalaksanaan definitif dari adenomyosis yaitu hysterectomy.
Pembedahan lain bersifat uterus-sparing telah dilakukan sejak tahun 1952. MRI
dibutuhkan dalam mengevaluasi lokasi dan ekstensi dari adenomyosis sebelum
pembedahan.37,38 Pada adenomiosis difusa dapat dipertimbangkan untuk
dilakukan adenomiomektomi dengan teknik double-flap.39
Grimbizis membagi teknik operasi konservatif uterus pada adenomiosis
menjadi dua bagian yang dibuat berdasarkan pelebaran dari pembuangan
miometrium sehat yang terlibat dan preservasi integritas dan fungsi uterus. Tipe I
yaitu eradikasi total adenomiosis (adenomiomektomi) dan Tipe II operasi
sitoreduksi dari adenomiosis (membuang jaringan adenomiosis yang tampak
sebanyak mungkin). Berikut ini tabel karakteristik perbedaan tipe operasi.40

Tabel 3. Operasi Konservatif pada Adenomiosis40

16
Adapun beberapa teknik adenomyomektomi yaitu:
a. Wedge Resection of Uterine Wall
Teknik klasik yang meninggalkan jaringan adenomyoma pada salah satu atau
kedua sisi insisi. Luka pada dinding uterus dijahit dengan lapisan muskularis
dan serosa. Teknik ini memiliki angka rekurensi yang tinggi.38
b. Transverse H Incision of the Uterine Wall
Teknik ini dilakukan dengan membuat insisi transverse pada fundus uteri,
membelah lapisan serosa dengan myometrium. Jaringan adenomyoma
dibuang dengan scalpel atau gunting. Tepi-tepi lapisan myometrium dijahit
untuk dinding uterus. Flap serosa bilateral terbentuk dari insisi vertical, dan
flap atas dan bawah terbentuk dari insisi transversal ditutup dengan simpul
sub-serosal interrupted. Sekitar 7 dari 41 pasien yang dilakukan teknik ini
mendapatkan bayi lahir hidup pada sebuah penelitian dan 3 dari 14 pasien
mendapatkan kehamilan pada penelitian lainnya.38
c. Wedge-shaped Uterine Wall Resection
Sebuah studi yang dilakukan oleh Saremi dengan sampel 103 pasien dengan
riwayat adenomiosis berat yang dilakukan adenomiomektomi, didapatkan
bahwa dari 103 pasien, 55.34% infertil, 16.50% dengan kegagalan IVF( In
vitro Fertillization), 8.74% abortus berulang, dan 19.42% mengalami PUA.
Dari 70 pasien yang menginginkan kehamilan, secara natural sebanyak 21
orang atau dengan assisted reproduction treatment (n = 49), 30% hamil
klinis, dan 16 melahirkan bayi hidup aterm. Dismenore dan hipermenore
berkurang paska operasi dan hanya 1 pasien yang mengalami adenomiosis
kembali.41
Teknik operasi yang digunakan pada studi Saremi dengan insisi
Pfanenstiel yang dilakukan, kemudian pada uterus dilakukan tourniquet untuk
membebat arteri uterina. Insisi vertikal pada midline corpus anterior uteri dengan
scalpel atau kauter. Ketebalan mioetrium diukur, lesi adenomiosis dan
miometrium yang tebal direseksi secara radikal; dengan menyisakan 0,5 cm dari
bagian terdekat ke endometrium dan serosa masing-masing jika dibutuhkan
(hanya jaringan abnormal yang direseksi). Bagian yang mengalami perdarahan

17
dikauter dan endometrium dijahit daari ujung ke ujung dengan teknikk jahit
simpel interuptus menggunakan benang vicryl 2/0. Jahitan yang dilakukan tidak
memasuki kavitas endometrium. Tidak ada dead space yang terjadi.41
Lapisan miometrium dijahit dengan teknik jahit matras horizontal dan vicryl
2/0. Lapisan serosa eksternal dijahit dengan pinggir luka insisi diinversikan ke
dalam untuk mengurangi kejadian adhesi bekas insisi ke omentum, usus dan
peritoneum dengan menggunakan vicryl 2/0 dengan metode “baseball’ atau
continuous Lembert. Torniket dilepaskan dan perdarahan yang ada dikauterisasi.
Rongga abdomen dan pelvik dicuci dengan cairan Ringer Laktat 600 cc.
Kemudian abdomen dijahit lapis demi lapis. Pada pasien dengan lesi pada kedua
dinding anterior dan posterior uterus teknik yang dilakukan yaitu pada dinding
anterior uterus dilakukan insisi seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
kemudian pada dinding posterior tepi dan ketebalan lesi diestimasi dengan palpasi
reseksi wedge-shaped dilakukan tanpa membuka endometrium pada dinding
posterior.41

18
Gambar 2.4 Teknik Adenomiomektomi41

d. Osada-Triple Flap Method


Teknik ini cukup berbeda dengan teknik konvensional. Metode yang dilakukan
yaitu dengan merekonstruksi defek dinding uterus dengan lapisan myometrium
normal. Teknik ini dilakukan dengan melakukan eksisi radical dari adenomyosis
(meninggalkan 1 cm batas jaringan endometrium dan 1 cm batas jaringan dibawah
lapisan serosa). Setelah dilakukan insisi abdomen, uterus dikeluarkan dari dan
diberikan ikatan menggunakan pipa karet 6 mm pada sisi proximal dari serviks.
Ikatan tersebut sebagai tourniquet untuk menurunkan perdarahan.42

19
Uterus di insisi pada fundus di midline atau sagital, melewati jaringan
adenomyosis dan mencapai rongga uterus. Jaringan adenomyosis dieksisi
sampai dengan menyisakan myometrium minimal 1 cm diatas endometrium
dan dibawah serosa. Jaringan residu dari adenomyosis pasti dapat ditemukan
karena jaringan tersebut tidak berkapsul. Lapisan endometrium lalu dijahit
dengan simpul simple interrupted. Lalu jaringan myometrium ditutup dengan
metode triple flap.42
Pada salah satu sisi dilakukan approksimasi myometrium dan serosa
dengan simple interrupted. Sisi kontralateral lalu diapproksimasi dengan sisi
ipsilateral dengan cara yang serupa, dengan memastikan tidak ada simpul
yang overlap. Jaringan yang boleh overlap hanya flap myometrium dengan
mengeksisi jaringan serosa yang terdapat dibawah flap. Ikatan tourniquet lalu
dilepas, insisi abdomen ditutup.42

Gambar 2.5 Triple Flap Method oleh Osada pada Adenomiosis


antero-posterior uteri20

20
Gambar 2.6 Triple Flap Method oleh Osada pada Adenomiosis pada dinding
posterior uteri.40

Penelitian yang menggunakan teknik Osada, 62 dari 113 perempuan


ingin memiliki keturunan, 32 diantaranya dapat melahirkan bayi sehat. Tidak ada
kasus ruptur uterus. Hanya 4 (3,5%) dari 113 perempuan mengalami kekambuhan
setelah 27 tahun pembedahan.38 Sirkulasi uterus pada 99 dari 104 pasien kembali
normal dalam 6 bulan, sedangkan 5 sisanya membutuhkan hampir 1 tahun.
Komplikasi paska operasi berupa hematoma ditemukan pada 5 dari 104 pasien.
Dua puluh enam pasien yang mencoba kehamilan, 4 diantaranya hamil spontan
dan 12 hamil secara inseminasi buatan. Empat belas perempuan mengalami
kehamilan aterm dan melahirkan dengan sectio cesarea.42

2.6.3. Follow Up Setelah Reseksi


2.6.3.1 Fertilitas Alami
Satu pasien hamil secara spontan 4 bulan setelah operasi dengan teknik
sayatan H. Satu studi prospektif menggunakan metode triple-flap untuk
merekonstruksi dinding uterus untuk 104 pasien dengan adenomiosis berat. Dari

21
jumlah tersebut, 4 dari 26 wanita yang ingin hamil menjadi hamil setelah operasi
konservatif.51
Wang et al. juga menyarankan bahwa operasi cytoreductive laparoskopi
mungkin cocok untuk wanita dengan adenomiosis lokal yang gagal dalam
perawatan infertilitas biasa dan assisted reproductive technology (ART). Mereka
melaporkan satu kehamilan spontan yang terjadi 21 bulan setelah operasi.53
Pembedahan konservatif atau pengobatan kombinasi pada wanita
subfertil dengan adenomiosis juga memiliki manfaat signifikan untuk tidak hanya
mengendalikan gejala tetapi juga untuk meningkatkan tingkat kehamilan
dibandingkan dengan GnRH agonis saja. Tingkat kehamilan klinis dalam 3 tahun
secara kumulatif dan tingkat kelahiran yang berhasil lebih tinggi pada wanita
adenomiotik yang menjalani operasi konservatif dengan atau tanpa GnRH agonis
dibandingkan dengan mereka yang hanya menerima GnRH agonis saja selama 6
bulan.54

Tabel 4. Hasil adenomiomektomi dengan metode triple-flap sebagai pengobatan


infertilitas (Juni 1998-Agustus 2008).

Hasil dari luaran pembedahan ditunjukkan pada Tabel 4. Dua puluh enam
wanita (25,0%) ingin hamil setelah operasi pengangkatan adenomiosis. Usia
mereka (rata-rata ± SD) adalah 37,6 ± 6,9 tahun. Enam belas di antaranya (61,5%,
16/26) kemudian hamil. Dari jumlah tersebut, empat wanita hamil secara spontan
dan 12 wanita hamil oleh IVF. Dua wanita dengan IVF mengalami aborsi spontan
(saat 5 minggu dan 16 minggu); 14 wanita melakukan seksio sesarea elektif.
Tidak ada kasus komplikasi rahim pada kehamilan.49

22
Tabel 5 menunjukkan kumpulan hasil penelitian yang meneliti
keberhasilan kasus kehamilan setelah operasi konservatif pada wanita dengan
adenomiosis.50

Tabel 5. Kehamilan yang Berhasil Setelah Operasi Konservatif pada Wanita


Dengan Adenomiosis

2.6.3.2 IVF
Banyak penelitian melaporkan hasil reproduksi setelah ART (Assisted
Reproductive Technology) pada wanita dengan adenomiosis. Sebagian besar
menyimpulkan bahwa adenomiosis menyebabkan infertilitas, tetapi penelitian
yang lebih prospektif dengan populasi besar harus dilakukan untuk lebih
mengevaluasi interaksi sebab akibat ini dan mengungkap mekanisme yang sesuai
dengan efek negatif ini. Dua penelitian populasi besar baru-baru ini
mengkonfirmasi tingkat kehamilan yang lebih rendah pada wanita dengan
adenomiosis yang menjalani IVF. 55
Costello et al. meneliti efek adenomiosis yang didiagnosis TVS pada
hasil IVF / ICSI berikutnya. Setelah satu siklus IVF / ICSI, hasil reproduksi
dibandingkan pada wanita dengan dan wanita tanpa adenomiosis kecuali pasien
dengan endometriosis berat menunjukkan tidak ada perbedaan dalam tingkat
kelahiran hidup per pasien (siklus) antara 2 kelompok.55
Mijatovic et al. juga menunjukkan hasil reproduksi pada pasien infertil
dengan endometriosis yang telah dibuktikan dengan pembedahan yang diobati

23
dengan lebih dari 3 bulan pengobatan jangka panjang (GnRH agonis) sebelum
IVF / ICSI. Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hasil IVF / ICSI yang
diamati antara wanita dengan dan wanita tanpa adenomiosis.56
Memiliki populasi penelitian wanita tanpa gejala dengan adenomyosis
yang menjalani upaya IVF, Benaglia et al, gagal menunjukkan efek yang
merugikan dari penyakit pada tingkat kehamilan wanita ini.57 Tabel 4
menunjukkan 61,5% (16/26) wanita hamil setelah adenomiomektomi. Dari jumlah
tersebut, 12 wanita hamil oleh IVF / ET. 49
Operasi rahim untuk wanita subfertil terkait adenomiosis juga
ditunjukkan oleh Kishi et al. Pada kelompok yang berusia lebih muda dari 39
tahun, 60,8% wanita dengan riwayat kegagalan IVF mencapai kehamilan setelah
operasi, meskipun tidak ada manfaat yang jelas dari operasi hasil kesuburan untuk
pasien yang lebih tua dari 40 tahun.52

2.6.3.3 Nyeri
Telah diketahui bahwa pembedahan konservatif untuk adenomiosis tidak
dapat menghilangkan semua lesi adenomiotik, bahkan jika adenomiosis ditandai
oleh lesi fokal. Akibatnya, kekambuhan adenomiosis (atau lesi adenomiotik
residual) tidak dapat dihindari, yang juga merupakan alasan mengapa kemanjuran
adenomiomektomi menurun seiring berjalannya waktu setelah operasi. Hasil kami
menunjukkan bahwa tingkat kekambuhan adenomiosis setelah adenomiomektomi
laparoskopi atau laparotomi secara signifikan lebih tinggi pada pasien
adenomiosis dengan endometriosis daripada pada pasien adenomiosis tanpa
endometriosis. Nyeri juga merupakan gejala khas endometriosis, dan
kekambuhannya sangat umum setelah pembedahan konservatif untuk
endometriosis. Diindikasikan bahwa koeksistensi endometriosis adalah faktor
risiko tinggi untuk kekambuhan adenomiosis setelah adenomiomektomi. Hasil
kami juga menunjukkan bahwa setelah laparoskopi atau laparotomi
adenomiomektomi, pasien yang diobati dengan gonadotropin-releasing hormone
agonists (GnRHa), oral contraceptive pills (OCs), levonorgestrel-releasing
intrauterine devices (LNG-IUS) memiliki tingkat kekambuhan yang secara

24
signifikan lebih rendah bila dibandingkan dengan pasien yang hanya diobati
dengan GnRH agonis.46

a. LNG-IUS
Levonorgestrel intrauterine system (LNG-IUS) disetujui untuk merawat
wanita dengan adenomiosis yang telah menyelesaikan persalinan mereka.
Perawatan sistem intrauterin Levonorgestrel disertai dengan penurunan nyeri dan
perdarahan uterus yang berat, dapat dijelaskan dengan mekanisme berikut: (i)
pengaruh progestogenik pada fokus adenomiosis; (ii) atrofi endometrium eutopik;
dan (iii) mengendalikan faktor endometrium yang berubah selama adenomiosis.
Choi et al. menggambarkan penurunan ekspresi faktor pertumbuhan dan reseptor
terkait pada wanita dengan perdarahan berat dan adenomiosis setelah pengobatan
LNG-IUS. Dalam studi acak lain, Maia et al. menggambarkan efek positif LNG-
IUS pada sekitar 100 wanita dengan adenomiosis yang mengalami perdarahan
menstruasi berat.58
LNG-IUS telah terbukti untuk mengontrol gejala lebih baik pada
adenomiosis dibandingkan dengan terapi hormonal lainnya. Selain itu, gejala
adenomiosis biasanya kembali setelah penghentian dari terapi hormonal post
operasi. Maka dari itu, terapi pemeliharaan post operasi adenomiosis penting
untuk memperpanjang periode bebas dari rekurensi. Dari studi sebelumnya
dijelaskan bahwa terapi pemeliharaan dengan LNG-IUS setelah operasi
menunjukkan berkurangnya dismenorea, nyeri panggul non siklik dan kadar Ca-
125 pada pasien dengan endometrioma ovarium dibandingkan dengan yang tanpa
pemberian LNG-IUS dalam follow-up selama 30 bulan.44
Dibandingkan dengan pembedahan uterus secara konservatif diikuti
dengan pemberian terapi GnRH agonis saja, terapi pemeliharaan LNG-IUS
mempengaruhi kadar hemoglobin yang baik, dismenorea, kadar serum Ca 125
pada follow-up 12 dan 24 bulan. Studi ini menyarankan terapi pemeliharaan LNG-
IUS post operasi efektif untuk mencegah adenomiosis yang berhubungan dengan
gejala yang relaps. Berdasarkan literatur, belum ditemukan di studi sebelumnya

25
yang mengevaluasi efek terapeutik pemeliharaan dari LNG-IUS pada pasien
dengan adenomiosis setelah pembedahan uterus secara konservatif.44
Pada studi ini, terapi pemeliharaan LNG-IUS secara signifikan
mengurangi skor VAS dismenore pada bulan ke 12 dan 24 setelah operasi. LNG-
IUS dapat memperbaiki dismenore dengan mengurangi kinerja reseptor estrogen,
yang menyebabkan fokus ektopik berkurang ukurannya dan menurunkan produksi
prostaglandin.44
Meskipun begitu, kadar Hgb menunjukkan peningkatan yang lebih baik
setelah terapi pemeliharaan LNG-IUS pada bulan ke 12 dan ke 24. Kemungkinan
alasannya bahwa LNG-IUS mungkin mengurangi aliran darah menstruasi dengan
menyebabkan desidualisasi dari endometrium dan mengikuti uterus untuk
kontraksi lebih baik karena pengurangan ukuran adenomiosis fokal.44

b. GnRH Agonis
Dilaporkan sebelumnya, kemungkinan kelebihan percobaan pembedahan
dengan atau tanpa pengobatan GnRH agonis pada wanita yang infertil dengan
dismenorea berat dan kecurigaan adenomiosis uterus yang luas, dan penelitian
lain juga mendukung temuan ini. Sejauh ini, follow-up jangka panjang ini
melaporkan bahwa terapi kombinasi ini belum ditemukan di dalam literatur.
Untuk klarifikasi aturan dan/atau efektivitas dari terapi kombinasi pada
adenomiosis uterus yang luas, temuan ini dievaluasi pada luaran kesuburan jangka
panjang wanita yang subfertil dengan infertil yang tidak dapat dijelaskan dan
dianggap adenomiosis berat, yang diterapi dengan reseksi komplit pembedahan
mikro pada daerah yang tampak adenomiosis diikuti dengan pengobatan GnRH
Agonis.43
Semua pasien yang mendapatkan terapi GnRH agonis sebanyak 6 siklus
(3,6mg gosereline asetat atau 3,75mg Leuprin depot) segera dimulai setelah
operasi (biasanya dalam 48 jam). Follow-up dengan lama durasi 62 bulan hingga
83 bulan, semua pasien menunjukkan perubahan yang signifikan pada gejala dan
tanda dari dismenore atau menoragi. Sebagai contoh, tingkat keparahan nyeri
secara signifikan berkurang dari derajat berat menjadi derajat ringan, atau hingga

26
menjadi tidak adanya nyeri sama sekali, selama pengobatan. Luar biasanya lagi
ditemukan 3 pasien (33%), yang tidak mengeluhkan dismenorea selama follow-
up. Ditemukan 5 dari 6 pasien yang tersisa memiliki serangan ulang dismenorea,
tetapi dengan tingkat keparahan yang rendah.43
Kadar serum Ca 125 post operasi, apakah 3 bulan maupun 12 bulan
kemudian, dapat memprediksi luaran pasien, termasuk pemulihan kesuburan dan
perbaikan gejala dismenorea. Sejak 2/3 pasien yang tidak berhasil memperoleh
kehamilan, dan beberapa pasien memiliki dismenorea rekuren, tidak dapat
menggunakan strategi ini menjadi rutin dalam penanganan wanita dengan
adenomiosis, sebagian karena diagnosis adenomiosis sebelumnya, sebagian
karena penggunaan GnRH agonis dapat menjadi efektif, dan sebagian lagi karena
penggunaan jangka panjang (lebih dari 10 tahun) masih belum diketahui.43
Menurut wang et al dalam studi prospektif non random menjelaskan
bahwa gejala akan muncul kembali untuk pengobatan kombinasi, yaitu
pembedahan secara konservatif dan pemberian GnRH agonis, tetapi secara
statistik menurun secara signifikan dibandingkan dengan hanya pembedahan saja
(28% vs 49%) selama 2 tahun pasien di follow-up. Semua pasien yang menerima
terapi GnRH Agonis post operasi selama 3-6 bulan terbagi dalam 2 jenis
(leuproline asetat 3,75 i.m setiap 4 minggu sekali dalam 3-6 dosis atau
Triptoreline pamoate 11,25mg setiap 12 minggu sekali dalam 1-2 dosis). Dosis
pertama dari 2 pengobatan diinjeksikan dalam 3 hari setelah operasi.44
GnRH Agonis telah terbukti untuk mengontrol gejala lebih baik pada
adenomiosis dibandingkan dengan terapi hormonal lainnya. Meskipun begitu,
GnRH agonis tidak dapat diterapkan untuk pengobatan jangka panjang
dikarenakan efek sampingnya seperti rasa panas, atropi genitalia dan osteoporosis.
Selain itu, gejala adenomiosis biasanya kembali setelah penghentian dari terapi
hormonal post operasi. Maka dari itu, terapi pemeliharaan post operasi
adenomiosis penting untuk memperpanjang periode bebas dari rekurensi.44
c. Dienogest (DNG)
Dienogest (17-hydoroxy-3-oxo-19-nor-17a-pregna-4,9-diene21-nitrile),
turunan dari 19-norsteroid, adalah progestin baru yang sangat selektif untuk

27
reseptor progesteron. Selain itu efek terapeutik pada endometriosis, dienogest
efektif dalam mengendalikan gejala nyeri yang terkait dengan adenomiosis.
Terlepas dari bukti klinis yang menunjukkan bahwa dienogest mengendalikan
adenomiosis, mekanisme yang mengecilkan efeknya sangat terbatas, hanya satu
studi tunggal yang menunjukkan bahwa dienogest mempromosikan apoptosis
pada sel stroma adenomiotik.59
Dienogest secara langsung menghambat proliferasi seluler dan
menginduksi apoptosis pada sel stroma adenomiotik manusia. Dua penelitian non-
acak pada sejumlah kecil pasien telah dipublikasikan, tetapi keduanya tidak
menunjukkan pada kesuburan pasien. Studi pertama membandingkan 2 kelompok
dari sekitar 20 subjek yang diobati dengan danazol dan dienogest untuk
adenomiosis. Studi itu tidak jelas menggambarkan efektivitas protokol terapi.
Pasien adenomiosis yang diobati dengan dienogest memiliki risiko penghentian
karena perdarahan uterus yang lebih tinggi..59
Dienogest telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri pelvis terkait
endometriosis. Sebuah percobaan klinis prospektif telah menunjukkan dienogest
menjadi alternatif yang berharga untuk depot triptorelin asetat untuk pengobatan
nyeri panggul premenopause pada wanita dengan adenomiosis uterus. Penelitian
ini melibatkan total 41 pasien dengan adenomiosis dengan nyeri panggul dan
menoragia. Para pasien dialokasikan untuk menerima dienogest oral (2 mg / hari)
atau triptorelin asetat (3,75 mg / 4 minggu) selama 16 minggu. Kedua perawatan
sangat efektif dalam pengobatan dismenore, dispareunia, dan nyeri panggul kronis
yang terkait dengan adenomiosis, meskipun triptorelin asetat tampak lebih unggul
daripada dienogest dalam mengendalikan menoragia.60
d. Danazol
Danazol adalah turunan isoxazol dari 12 alpha-ethinyl testosterone. Ini
menyebabkan keadaan hipogonadik dan dengan demikian banyak digunakan
untuk pengobatan endometriosis dan perdarahan uterus abnormal. Namun, data
penggunaannya dalam adenomiosis masih terbatas. Ini mungkin karena efek
samping yang tidak diinginkan setelah perawatan sistemik. Pada tahun 2000,

28
Igarashi et al. melaporkan terapi medis konservatif baru untuk adenomiosis uterus
dengan alat kontrasepsi yang mengandung danazol pada 14 wanita.61
Selama pemasangan IUD yang mengandung danazol, terjadi remisi
sempurna dari dismenorea pada 9 pasien, pengurangan 4, dan tidak ada perubahan
pada 1 pasien. Ada remisi hipermenore lengkap pada 12 pasien dan tidak ada
perubahan pada 2 pasien. Sembilan dari 14 pasien juga menunjukkan
pengurangan ketebalan maksimum miometrium yang diukur dengan MRI.
Namun, studi lebih lanjut diperlukan untuk mengkonfirmasi manfaat klinis dari
perawatan dengan pengobatan ini.62
e. Norethisterone Acetate (NETA)
Norethisterone acetate (atau norethindrone acetate, NETA) adalah turunan
17-etinil dari nortestosteron 19 dan berbeda secara struktural dari norethynodrel
hanya pada posisi ikatan rangkap pada cincin A steroid. Norethindrone acetate
(NA) adalah ester asam asetat norethindrone dan sekitar dua kali lebih kuat dari
norethisterone. Ini telah disetujui oleh Food and Drug Administration. NA telah
dilaporkan efektif dalam pengobatan endometriosis. Kemanjuran jangka
panjangnya juga telah berulang kali ditunjukkan. Okada et al. menyimpulkan
bahwa progestin menghambat faktor pertumbuhan endotel vaskuler yang
diinduksi estradiol dan faktor turunan sel stroma 1 dalam sel stroma endometrium
manusia.63
Peran norethindrone acetate (NA) dalam pengelolaan adenomiosis
dievaluasi dengan ulasan grafik retrospektif dari 28 wanita premenopause antara
27-49 tahun yang mengalami nyeri panggul sedang hingga berat dan perdarahan.
Ada peningkatan yang signifikan dari kedua dismenore dan perdarahan setelah
perawatan. Usia tidak menunjukkan korelasi dengan dismenore atau perdarahan.
NA dosis rendah dapat dianggap sebagai alternatif medis yang efektif, dapat
ditoleransi dengan baik dan murah untuk mengobati adenomiosis simptomatik.
Studi multisentris besar dibutuhkan untuk membantu tu memvalidasi temuan ini.64

29
2.6.3.4 Berdasarkan Teknik Operasi
a. Wedge Resection of the Uterine Wall
Teknik klasik ini, bagian dari serosa dan uterus adenomioma dihilangkan
melalui reseksi irisan, setelah bagian dari lapisan seromuskular tempat
adenomioma ditemukan diidentifikasi menggunakan metode laparotomik atau
laparoskopi. Dalam prosedur ini, bagian dari jaringan adenomyoma dapat tetap di
satu atau kedua sisi sayatan. Luka dinding rahim yang diciptakan oleh reseksi
adenomioma dijahit bersama dengan lapisan otot dan serosa yang tersisa.
Efektivitas klinis pasca operasi pada dismenore dan menorrhagia kecil, dan
kekambuhan terjadi karena adanya sisa jaringan adenomiomatosa.38

b. Transverse H Incision of the Uterine Wall


Fujishita meneliti sebanyak 11 pasien ditindaklanjuti, 2 dari 5 pasien yang
termasuk dalam kelompok klasik mengalami penyembuhan menorrhagia dan
dismenore yang tidak lengkap. Namun, 3 pasien memiliki gejala yang memuaskan
dan hanya 1 pasien yang memiliki gejala yang berulang pada kelompok sayatan
H. Dua pasien dalam kelompok klasik hilang dalam tindak lanjut (kasus 1 dan 2)
dan perubahan dalam gejala dari 2 pasien ini dicatat selama kehadiran terakhir
mereka sebagai pasien rawat jalan. Empat pasien dalam kelompok klasik
menunjukkan kekambuhan selama periode tindak lanjut; Namun, 5 dari 6 pasien
dalam kelompok sayatan H tidak menunjukkan kekambuhan.53

c. Wedge-shaped Uterine Wall Removal


Metode ini telah dilaporkan dalam penelitian terbaru di mana
adenomyoma direseksi dengan margin tipis, setelah sayatan sagital di tubuh
rahim. Reseksi radikal melibatkan lapisan laminasi di kedua sisi endometrium dan
serosal. Teknik penjahitan ini melibatkan metode ‘baseball’ atau Lembert kontinu.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Saremi dengan sampel 103 pasien dengan
riwayat adenomiosis berat yang dilakukan adenomiomektomi, didapatkan bahwa
dari 103 pasien, 55.34% infertil, 16.50% dengan kegagalan IVF (In vitro
Fertillization), 8.74% abortus berulang, dan 19.42% mengalami PUA. Dari 70

30
pasien yang menginginkan kehamilan, secara natural sebanyak 21 orang atau
dengan assisted reproduction treatment (n = 49), 30% hamil klinis, dan 16
melahirkan bayi hidup aterm. Dismenore dan hipermenore berkurang paska
operasi dan hanya 1 pasien yang mengalami adenomiosis kembali.41

d. Osada-Triple Flap Method


Prosedur ini dilakukan pada 104 pasien selama periode Juni 1998 hingga
Agustus 2008. Usia rata-rata pasien dalam seri adalah 37,6 tahun. Hasil
pemeriksaan pasca operasi menggunakan kontras pada MRI atau ultrasonografi
endovaginal dengan pencitraan Doppler warna menunjukkan bahwa aliran darah
di daerah yang dioperasikan telah kembali normal dalam waktu 6 bulan di hampir
semua kasus (99/104, 95,2%). Namun, dalam beberapa kasus (5/104, 4,8%) aliran
darah membutuhkan waktu hampir satu tahun untuk kembali normal. Komplikasi
pasca operasi diamati pada enam kasus (5,8%); mereka semua adalah hematoma
kecil, dengan diameter di bawah 1 cm, terbentuk di daerah yang dioperasikan dan
semuanya diserap secara spontan dalam waktu 2 bulan. Tidak ada jahitan diastase
(kegagalan), infeksi atau perlekatan rongga rahim yang diamati. Perbedaan antara
skor VAS untuk dismenorea pra-bedah dan pasca-bedah dan hipermenorea secara
statistik signifikan (P <0,01 ditentukan oleh uji-t Student yang tidak berpasangan).
Ada kekambuhan (didefinisikan oleh kembalinya gejala pra-op dan pertumbuhan
adenomiomatosa berulang) hanya dalam empat kasus (3,8%) selama 10 tahun
waktu penelitian.42
Metode triple-flap menawarkan keuntungan sebagai berikut. Pertama, ini
memungkinkan eksisi jaringan yang terkena lebih luas dan menyeluruh daripada
reseksi irisan konvensional. Akibatnya, tampaknya sangat efektif untuk
pengelolaan dismenorea dan hipermenorea. Kedua, cacat jaringan masif yang
dibuat oleh eksisi luas lesi dapat direkonstruksi menjadi dinding rahim dengan
ketebalan yang cukup oleh tiga lapisan miometrium di dinding yang
direkonstruksi, membuat rahim yang direkonstruksi lebih mampu
mempertahankan kehamilan normal tanpa risiko ruptur uteri. Ketiga, komplikasi
pasca-operasi yang parah tidak ditemukan. Meskipun kekambuhan kondisi ini

31
dapat terjadi karena adenomiosis adalah kelainan progresif, seri ini hanya
memiliki empat kasus seperti itu. Bahkan jika kekambuhan terjadi, teknik ini
setidaknya akan meredakan sementara gejala klinis pasien, termasuk
hipermenorea yang parah dan memberinya kesempatan untuk hamil.42

2.6.3.5 Rekurensi
Ada beberapa laporan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
rekurensi adenomiosis. Dalam penelitian Wetao Yu, terungkap bahwa pasien
dengan adenomiosis dengan kadar CA 125 yang lebih tinggi dan endometriosis
yang menyertainya lebih mungkin mengalami kekambuhan dismenore setelah
adenomiomektomi. Serum CA 125 serum pra operasi tampaknya menjadi
prediktor yang menjanjikan kekambuhan, dengan nilai cut-off 46,2 U / ml dalam
penelitian ini. CA 125 adalah glikoprotein yang berasal dari epitel coelomik
embrionik dan diekspresikan oleh tipe jaringan normal tertentu. CA 125 serum
tinggi telah umum digunakan sebagai biomarker untuk kanker ovarium epitel.
Peningkatan serum CA 125 berfungsi sebagai alat diagnostik untuk skrining
adenomiosis. Namun, ia tidak memiliki kekhususan dalam kemampuannya untuk
membedakan adenomyosis dari penyakit lain. Meskipun mekanisme peningkatan
CA 125 belum sepenuhnya dipahami, reaksi inflamasi, iritasi peritoneum atau
peritoneum yang mengubah permeabilitas endotel memungkinkan CA 125 untuk
mencapai sirkulasi, sehingga menghasilkan konsentrasi CA 125 yang lebih
tinggi.45
Faktanya, walaupun kemanjuran terapeutik dari adenomiomektomi
terutama tergantung pada jenis dan luasnya adenomyosis serta cara-cara
pembedahan, namun definisi efikasi yang berbeda juga dapat menyebabkan hasil
yang berbeda. Namun demikian, efikasi jangka pendek dari adenomiomektomi
mendorong untuk pengobatan adenomiosis. Namun, kemanjuran jangka panjang
dari adenomiomektomi jarang dilaporkan. Meskipun ada data jangka panjang
dalam literatur, evaluasi efikasi masih jangka pendek. Hasil penelitian Libo Zhu
(2019) menunjukkan bahwa meskipun efikasi terapeutik menurun dengan
perpanjangan waktu pasca operasi setelah laparoskopi atau adenomiomektomi

32
terbuka, namun tingkat efektif keduanya lebih dari 60,0% pada tindak lanjut 6
tahun setelah operasi.46
Diindikasikan bahwa kemanjuran terapeutik jangka panjang dari
adenomiomectomi dengan menggunakan metode double-flap yang dimodifikasi
dapat dicapai untuk pengobatan adenomiosis difus yang parah. Hasil kami juga
menunjukkan bahwa tingkat efektif selalu lebih tinggi pada pasien dengan
adenomiosis yang menjalani adenomiomektomi terbuka bila dibandingkan dengan
pada pasien dengan adenomiosis yang menjalani adenomiomektomi laparoskopi
walaupun perbedaan kedua kelompok tidak mencapai signifikansi statistik. Jelas,
dalam hal adenomiomectomi untuk pengobatan adenomiosis difus uterus,
laparotomi tampaknya memiliki keuntungan untuk laparoskopi. Oleh karena itu,
untuk eksisi adenomiosis yang hampir lengkap, terutama untuk pasien yang
menjaga kesuburan, lesi adenomiotik yang difus dapat direkomendasikan untuk
diobati dengan adenomiomektomi laparotomik sedangkan lesi fokus kurang dari 5
cm dapat diobati dengan operasi konservatif laparoskopi.46
Meskipun tingkat kekambuhan dari adenomiosis semua lebih tinggi pada
pasien dengan adenomiosis yang menginfiltrasi seluruh dinding uterus, usia yang
lebih muda, dan ukuran uterus yang besar jika dibandingkan dengan pada pasien
dengan adenomiosis yang menginfiltrasi dinding rahim posterior atau anterior,
usia tua, dan ukuran uterus kecil, namun, perbedaannya tidak mencapai
signifikansi statistik. Selain itu, penelitian kami juga menemukan bahwa tingkat
kekambuhan pada pasien dengan adenomiosis difus lebih tinggi setelah
adenomiomektomi laparoskopi dibandingkan dengan setelah adenomiomektomi
laparotomi, meskipun tidak ada perbedaan yang signifikan dari kekambuhan
adenomiosis antara laparoskopi dan adenomiomektomi laparotomi. Jelas,
laparotomik adenomiomektomi tampaknya memiliki keunggulan dibandingkan
adenomiomektomi laparoskopi dalam hal kekambuhan adenomiosis. Namun
demikian, untuk mendapatkan hasil bedah yang baik, pembedahan konservatif
juga harus mempertimbangkan usia pasien, kadar CA125 serum, dan ukuran
uterus serta ukuran rahim. luas dan jenis adenomiosis.46

33
2.7. Komplikasi
Karena hubungannya dengan multiparitas, sedikit perhatian telah diberikan
pada masa lalu untuk kemungkinan hubungan antara adenomiosis uteri dan
infertilitas. Adenomiosis uteri terkait dengan infertilitas seumur hidup pada
penelitian dengan hewan primata. Kemajuan dalam pencitraan dan kehamilan
yang tertunda dapat berkontribusi pada kondisi yang lebih sering ditemui di klinik
fertilitas. Studi yang dilaporkan pada wanita infertil dengan demografi yang tidak
terdefinisi dengan baik dan insiden endometriosis yang tinggi. Para penulis
berpendapat bahwa adenomiosis mengganggu transportasi sperma uterus, efek
yang tidak dapat dikonfirmasi jika tidak ada dijumpai endometriosis.47
Telah diusulkan bahwa struktur abnormal dari endometrium-miometrium
dalam adenomiosis uteri, terutama di fundus, dapat mengganggu pemupukan dan
implantasi yang normal. Salah satu mekanisme diduga adalah produksi oksida
nitrat berlebih oleh enzim endotel nitrat oksida sintase, yang dapat mempengaruhi
fungsi sperma manusia, pembuahan, implantasi, dan perkembangan embrio.
Ekspresi berlebihan oksida nitrat sintase endotelial dalam adenomiosis uteri dapat
dipicu oleh respons imun yang merangsang makrofag untuk menyerang sel
endotel atau oleh sel endometrium. Bukti dari penerima saudara kandung oosit
melalui fertilisasi in vitro (IVF), bagaimanapun, menunjukkan bahwa
adenomiosis uteri, seperti yang didiagnosis dengan USG, tidak memiliki dampak
pada tingkat implantasi.47
Perubahan fungsional yang terjadi sebagai akibat adenomiosis selama
kehamilan dan setelah melahirkan termasuk desidualisasi dan perdarahan dalam
adenomiosis. Karena adenomiosis ditandai oleh penyakit inflamasi kronis,
adenomiosis dapat menyebabkan infeksi berat dan pembentukan abses dalam
fokus adenomiotik. Hasil ini menunjukkan peningkatan kejadian infeksi
intrauterin pada kehamilan wanita dengan adenomiosis. Adenomiosis dapat
dikaitkan dengan konsekuensi inflamasi, seperti abortus septik, kelahiran
prematur, dan pembentukan abses pada wanita hamil.48

34
2.8. Prognosis
Hingga 80% wanita dengan adenomiosis juga memiliki lesi lain, yang
paling sering adalah leiomioma. Polip endometrium, hiperplasia (dengan dan
tanpa atipia) dan adenokarsinoma lebih sering terjadi pada wanita dengan
adenomiosis. Endometriosis diamati pada 24% wanita dengan adenomiosis uteri.
Wanita dengan karsinoma endometrium juga telah dilaporkan memiliki kejadian
lebih tinggi (60%) dari adenomiosis uteri dibandingkan dengan wanita tanpa
kanker (39%) tetapi adenomiosis tidak memiliki efek buruk pada kesintasan hidup
dengan kanker. Adenokarsinoma mungkin jarang melibatkan fokus adenomiosis.
Apakah adenokarsinoma yang terletak di endometrium atasnya dan fokus
adenomiosis mewakili entitas yang terpisah, atau perluasan yang sebelumnya
menjadi fokus adenomiotik, tidak diketahui. Ketika karsinoma terbatas pada fokus
adenomiotik, harus dianggap intramukosa, karena tidak membuat prognosis lebih
buruk.47
Wanita bergejala yang menerima pengobatan untuk adenomiosis sebagian
besar pada dekade keempat atau kelima kehidupan mereka dan multipara. Tujuan
terapeutik dari perawatan medis diarahkan untuk mengendalikan gejala dan
keinginan untuk hamil. Perawatan bedah adalah perawatan yang paling efektif
dalam hal perbaikan klinis dalam adenomiosis simptomatik. Pilihan untuk
pendekatan bedah tergantung pada keinginan wanita untuk menjaga kesuburan.
Adenokarsinoma yang timbul dari adenomiosis jarang terjadi dan biasanya
merupakan adenokarsinoma endometrioid low grade.48

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Abbott, J. A. 2017. Adenomiosis and abnormal uterine bleeding (PUA-A)—


pathogenesis, diagnosis, and management. Best practice & research Clinical
obstetrics & gynaecology, 40, 68-81.
2. Benagiano, G., Habiba, M., & Brosens, I. 2012. The pathophysiology of
uterine adenomiosis: an update. Fertility and sterility, 98(3), 572-579.
3. Campo, S., Campo, V., & Benagiano, G. 2012. Adenomiosis and
infertility. Reproductive biomedicine online, 24(1), 35-46.
4. Garcia, L., & Isaacson, K. 2011. Adenomiosis: review of the
literature. Journal of minimally invasive gynecology, 18(4), 428-437.
5. Taran, F. A., Stewart, E. A., & Brucker, S. 2013. Adenomiosis:
epidemiology, risk factors, clinical phenotype and surgical and interventional
alternatives to hysterectomy. Geburtshilfe und Frauenheilkunde, 73(09), 924-
931.
6. Levy, G., Dehaene, A., Laurent, N., Lernout, M., Collinet, P., Lucot, J. P., ...
& Poncelet, E. 2013. An update on adenomiosis. Diagnostic and
interventional imaging, 94(1), 3-25.
7. Shrestha, A. 2013. Risk factors for adenomiosis. Journal of Nepal Health
Research Council.
8. Vannuccini S, Petraglia F. Recent advances in understanding and managing
adenomyosis. F1000Research. 2019;8.
9. Committee on Gynecologic Practice. Management of Acute Uterine Bleeding
In Non Pregnant Reproductive Aged Women. American College of
Obstetricians and Gynecologists. 2019. Committee Opinion N0.557.
10. DeVore GR, Owens O, Kase N. Use of intravenous Premarin in the treatment
of dysfunctional uterine bleeding—a double-blind randomized control study.
Obstet Gynecol 1982;59:285–91
11. Munro MG, Mainor N, Basu R, Brisinger M, Barreda L. Oral
medroxyprogesterone acetate and combination oral contraceptives for acute

36
uterine bleeding: a randomized controlled trial. Obstet Gynecol
2006;108:924–9
12. Lethaby A, Farquhar C, Cooke I. Antifibrinolytics for heavy menstrual
bleeding. Cochrane Database of Systematic Reviews 2000, Issue 4. Art. No.:
CD000249
13. Lukes AS, Moore KA, Muse KN, Gersten JK, Hecht BR, Edlund M, et al.
Tranexamic acid treatment for heavy menstrual bleeding: a randomized
controlled trial. Obstet Gynecol 2010;116:865–75.
14. Alshryda S, Sarda P, Sukeik M, Nargol A, Blenkinsopp J, Mason JM.
Tranexamic acid in total knee replacement: a systematic review and meta-
analysis. J Bone Joint Surg Br 2011;93:1577–85
15. James AH, Kouides PA, Abdul-Kadir R, Dietrich JE, Edlund M, Federici AB,
et al. Evaluation and management of acute menorrhagia in women with and
without underlying bleeding disorders: consensus from an international expert
panel. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 2011;158:124–34.
16. Hamani Y, Ben-Shachar I, Kalish Y, Porat S. Intrauterine balloon tamponade
as a treatment for immune thrombocytopenic purpura-induced severe uterine
bleeding. Fertil Steril 2010;94:2769.e13–2769.e15.
17. Younes G, Tulandi T: Effects of adenomyosis on in vitro fertilization
treatment outcomes: a meta-analysis. Fertil Steril. 2017; 108(3): 483–490.e3.
18. Park CW, Choi MH, Yang KM, et al.: Pregnancy rate in women with
adenomyosis undergoing fresh or frozen embryo transfer cycles following
gonadotropin-releasing hormone agonist treatment. Clin Exp Reprod Med.
2016; 43(3): 169–73.
19. Vannuccini S, Luisi S, Tosti C, et al.: Role of medical therapy in the
management of uterine adenomyosis. Fertil Steril. 2018; 109(3): 398–405.
20. Osuga Y, Fujimoto-Okabe H, Hagino A: Evaluation of the efficacy and safety
of dienogest in the treatment of painful symptoms in patients with
adenomyosis: a randomized, double-blind, multicenter, placebo-controlled
study. Fertil Steril. 2017; 108(4): 673–8

37
21. Osuga Y, Watanabe M, Hagino A: Long-term use of dienogest in the
treatment of painful symptoms in adenomyosis. J Obstet Gynaecol Res. 2017;
43(9): 1441–8.
22. Sheng J, Zhang WY, Zhang JP, et al.: The LNG-IUS study on adenomyosis: a
3-year follow-up study on the efficacy and side effects of the use of
levonorgestrel intrauterine system for the treatment of dysmenorrhea
associated with adenomyosis. Contraception. 2009; 79(3): 189–93
23. Li JJ, Chung JP, Wang S, Li TC, Duan H. The Investigation and Management
of Adenomyosis in Women Who Wish to Improve or Preserve Fertility.
BioMed research international. 2018;2018.
24. M. Popovic, S. Puchner, D. Berzaczy, J. Lammer, and R. A. Bucek, “Uterine
artery embolization for the treatment of adenomyosis: A review,” Journal of
Vascular and Interventional Radiology, vol. 22, no. 7, pp. 901–909, 2011.
25. J. Zhou, L. He, P. Liu et al., “Outcomes in adenomyosis treated with uterine
artery embolization are associated with lesion vascularity: A long-term
follow-up study of 252 cases,” PLoS ONE, vol. 11, no. 11, Article ID
e0165610, 2016.
26. X. Dong and Z. Yang, “High-intensity focused ultrasound ablation of uterine
localized adenomyosis,” Current Opinion in Obstetrics and Gynecology, vol.
22, no. 4, pp. 326–330, 2010.
27. M. Zhou, J.-Y. Chen, L.-D. Tang, W.-Z. Chen, and Z.-B. Wang, “Ultrasound-
guided high-intensity focused ultrasound ablation for adenomyosis: Te
clinical experience of a single center,” Fertility and Sterility, vol. 95, no. 3,
pp. 900–905, 2011.
28. L. Zhang, W. Zhang, F. Orsi, W. Chen, and Z. Wang, “Ultrasound-guided
high intensity focused ultrasound for the treatment of gynaecological
diseases: A review of safety and efcacy,” International Journal of
Hyperthermia, vol. 31, no. 3, pp. 280– 284, 2015
29. V. McCausland and A. McCausland, “Te response of adenomyosis to
endometrial ablation/resection,” Human Reproduction Update, vol. 4, no. 4,
pp. 350–359, 1998.

38
30. C. Wood, “Surgical and medical treatment of adenomyosis,” Human
Reproduction Update, vol. 4, no. 4, pp. 323–336, 1998.
31. D. R. Phillips, H. G. Nathanson, S. J. Milim, and J. S. Haselkorn,
“Laparoscopic bipolar coagulation for the conservative treatment of
adenomyomata,” e Journal of Minimally Invasive Gynecology , vol. 4, no. 1,
pp. 19–24, 1996.
32. M. Furuhashi, Y. Miyabe, Y. Katsumata, H. Oda, and N. Imai, “Comparison
of complications of vaginal hysterectomy in patients with leiomyomas and in
patients with adenomyosis,” Archives of Gynecology and Obstetrics, vol.
262, no. 1-2, pp. 69– 73, 1998.
33. T. G. Stovall, F. W. Ling, and D. A. Crawford, “Hysterectomy for chronic
pelvic pain of presumed uterine etiology,” Obstetrics & Gynecology, vol. 75,
no. 4, pp. 676–679, 1990.
34. L. J. Orozco, M. Tristan, M. M. T. Vreugdenhil, and A. Salazar,
“Hysterectomy versus hysterectomy plus oophorectomy for premenopausal
women,” Cochrane Database of Systematic Reviews, vol. 7, p. CD005638,
2014.
35. E. C. Evans, K. A. Matteson, F. J. Orejuela et al., “Salpingooophorectomy at
the Time of Benign Hysterectomy: A Systematic Review,” Obstetrics &
Gynecology, vol. 128, no. 3, pp. 476– 485, 2016.
36. V. C. Kok, H.-J. Tsai, C.-F. Su, and C.-K. Lee, “Te risks for ovarian,
endometrial, breast, colorectal, and other cancers in women with newly
diagnosed endometriosis or adenomyosis: A population-based study,”
International Journal of Gynecological Cancer, vol. 25, no. 6, pp. 968–976,
2015.
37. Stewart EA. Uterine Adenomyosis. In: Barbieri RL, Levine DR, Falk SJ,
editors. UpToDateInc, 2018. [updated 2018 Dec 6th, cited 2018 Dec 10th].
Available at: https://www.uptodate.com/contents/uterine-adenomyosis
38. Osada H. Uterine adenomyosis and adenomyoma: the surgical approach.
Fertil Steril. 2018 Mar;109(3):406-417. doi: 10.1016/j.fertnstert.2018.01.032

39
39. Huang X et al. Efficacy of laparoscopic adenomyomectomy using double-
flap method for diffuse uterine adenomyosis. BMC Women's Health
(2015) 15:24
40. Grimbizis GF et al. Uterus-sparing operative treatment for adenomyosis.
Fertility and Sterility, 2014;101( 2) 15-0282.
41. Saremi, A et al. Treatment of adenomyomectomy in women with severe
uterine adenomyosis using a novel technique. Reproductive BioMedicine
Online (2014), http://dx.doi.org/10.1016/j.rbmo.2014.02.008
42. Osada H, Silber S, Kakinuma T, Nagaishi M, Kato K, Kato O. Surgical
procedure to conserve the uterus for future pregnancy in patients suffering
from massive adenomyosis. Reprod Biomed Online. 2011 Jan;22(1):94-9.
doi: 10.1016/j.rbmo.2010.09.014. Epub 2010 Nov 30.
43. Huang B, Seow K, Tsui K, et al. Fertility outcome of infertile women
with adenomyosis treated with the combination of a conservative
microsurgical technique and GnRH agonist: Long-term follow-up in a
series of nine patients. Taiwanese Journal of Obstetrics & Gynecology 51.
2012. 212-216.
44. Lin CJ, Hsu TF, Chang YH, Huang BS et al. Postoperative maintenance
levonogestrel-releasing intrauterine system for symptomatic uterine
adenomyoma. Taiwanese Journal of Obstetrics & Gynecology.
2018;57:47-51.
45. Wentao Yu, Guanyuan Liu, Chongdong Liu, Zhenyu Zhang.
Recurrence-associated factors of laparoscopic adenomyomectomy for
severely symptomatic adenomyoma. Oncology Letters 16: 3430-3438, 2018.
46. Libo Zhu, Shuyi Chen, Xuan Che, Ping Xu, Xiufeng Huang, Xinmei
Zhang. Comparisons of the efficacy and recurrence of adenomyomectomy
for severe uterine diffuse adenomyosis via laparotomy versus laparoscopy:
a long-term result in a single institution. Journal of Pain Research 2019:12
1917–1924.
47. Mehasseb MK, Habiba MA. Adenomyosis uteri: an update. The
Obstetrician & Gynaecologist. 2009 Jan;11(1):41-7.

40
48. Tamura H, Kishi H, Kitade M, Asai‐Sato M, Tanaka A, Murakami T,
Minegishi T, Sugino N. Complications and outcomes of pregnant women
with adenomyosis in Japan. Reproductive medicine and biology. 2017
Oct;16(4):330-6.
49. Osada H, Silber S, Kakinuma T, et al. Surgical procedure to conserve the
uterus for future pregnancy in patients suffering from massive
adenomyosis. Reprod Biomed Online. 2011;22:94–99.
50. Harada, Tasuku et al. The Impact of Adenomyosis on Women's Fertility.
Obstet Gynecol Surv. 2016 Sep; 71(9): 557–568. Published online 2016
Sep 12. doi: 10.1097/OGX.0000000000000346
51. Wang PH, Fuh JL, Chao HT, et al. Is the surgical approach beneficial to
subfertile women with symptomatic extensive adenomyosis? J Obstet
Gynaecol Res. 2009;35:495–502.
52. Al Jama FE. Management of Adenomyosis in subfertile women and
pregnancy outcome. Oman Med J. 2011;26:178–181.
53. Fujishita A, Masuzaki H, Khan KN, et al. Modified reduction surgery for
adenomyosis. A preliminary report of the transverse H incision technique.
Gynecol Obstet Invest. 2004;57:132–138.
54. Wang CJ, Yuen LT, Chang SD, et al. Use of laparoscopic cytoreductive
surgery to treat infertile women with localized adenomyosis. Fertil Steril.
2006;86:462.e5–462.e8.
55. Costello MF, Lindsay K, McNally G. The effect of adenomyosis on in
vitro fertilisation and intra-cytoplasmic sperm injection treatment
outcome. Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol. 2011;158:229–234.
56. Mijatovic V, Florijn E, Halim N, et al. Adenomyosis has no adverse
effects on IVF/ICSI outcomes in women with endometriosis treated with
long-term pituitary down-regulation before IVF/ICSI. Eur J Obstet
Gynecol Reprod Biol. 2010;151:62–65.
57. Benaglia L, Cardellicchio L, Leonardi M, et al. Asymptomatic
adenomyosis and embryo implantation in IVF cycles. Reprod Biomed
Online. 2014;29:606–611.

41
58. Choi YS, Cho S, Lim KJ. Effects of LNG-IUS on nerve growth factor and
its receptors expression in patients with adenomyosis. Growth Factors.
2010;28:452–460
59. Nagata C, Yanagida S, Okamoto A, et al. Risk factors of treatment
discontinuation due to uterine bleeding in adenomyosis patients treated
with dienogest. J Obstet Gynaecol Res. 2012;38:639–644.
60. Fawzy M., Mesbah Y. Comparison of dienogest versus triptorelin acetate
in premenopausal women with adenomyosis: a prospective clinical trial.
Archives of Gynecology and Obstetrics. 2015;292(6):1267–1271. doi:
10.1007/s00404-015-3755-5.
61. Igarashi M., Fukuda M., Ando A., et al. Local administration of danazol
on pelvic endometriosis and uterine adenomyosis , Nihon Rinsho.
Japanese Journal of Clinical Medicine. 2001;59(supplement 1):153–156.
62. Igarashi M., Abe Y., Fukuda M., et al. Erratum: Novel conservative
medical therapy for uterine adenomyosis with a danazol-loaded
intrauterine device (Fertility and Sterility (2000) 74 (412- 413)) Fertility
and Sterility. 2000;74(4):p. 851.
63. Okada H., Okamoto R., Tsuzuki T., Tsuji S., Yasuda K., Kanzaki H.
Progestins inhibit estradiol-induced vascular endothelial growth factor and
stromal cell-derived factor 1 in human endometrial stromal cells. Fertil.
Steril. 2011;96:786–791. doi: 10.1016/j.fertnstert.2011.06.048.
64. Ozgul Muneyyirci-Delale, Ashadeep Chandrareddy, Siddhi Mankame,
Nanna Osei-Tutu, and Hans von Gizycki. Norethindrone Acetate in the
Medical Management of Adenomyosis. Pharmaceuticals (Basel). 2012
Oct; 5(10): 1120–1127. Published online 2012 Oct 22. doi:
10.3390/ph5101120

42

Anda mungkin juga menyukai