Anda di halaman 1dari 46

i

GAMBARAN RADIOLOGI
TB ABDOMEN PADA ANAK

Oleh
Devi Astri Kusumawardani
NPM : 131521180501

Pembimbing : Prof. Dr. Ristaniah D. Soetikno, dr.,Sp.Rad (K).,M.Kes


Penyanggah : dr. Puspita Arum
Penanya Wajib : dr. Susantina
dr. Dany Santika K

DEPARTEMEN RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
RUMAH SAKIT DR. HASAN SADIKIN BANDUNG
BANDUNG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………………………….i
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………ii
DAFTAR TABEL……………………………………………………………………iv
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………..1
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA……………………………………………………...3
2.1 Definisi………………………………………………………………………..3
2.2 Anatomi Organ-organ Pencernaan……………………………………………3
2.3 Anatomi Peritoneum………………………………………………………….8
2.4 Vaskularisasi organ-organ pencernaan………………………………………
10
2.5 Saluran limfatik organ-organ pencernaan……………………………………
10
2.5.1 Histologi kelenjar getah
bening……………………………………………...13
2.6 Tuberkulosis…………………………………………………………………14
2.6.1 Etiologi………………………………………………………………………15
2.6.2 Diagnosis…………………………………………………………………….17
2.6.3 Patogenesis dan
Patofisiologi………………………………………………..17
2.6.4 Diagnosis Banding…………………………………………………………..22
2.7 Gambaran radiologi TB Abdomen…………………………………………..22
2.7.1 Gambaran TB Abdomen Pada Foto X-ray…………………………………..23
2.7.2 Gambaran TB Abdomen Pada USG…………………………………………
27

i
ii

2.7.3 Gambaran TB Abdomen pada CT Scan……………………………………..30


2.7.4 Gambaran TB Abdomen pada
MRI………………………………………….32
2.8 Manajemen dan Terapi………………………………………………………
33
BAB III RINGKASAN………………………………….…………………..………36
DAFTAR PUSTAKA…………………………………...…………………………..37
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Pembagian regio abdomen........................................................................3


Gambar 2. 2 Anatomi lambung.....................................................................................4
Gambar 2. 3. Duodenum, Jejunum dan Ileum...............................................................5
Gambar 2. 4. Anatomi Kolon........................................................................................6
Gambar 2. 5. ilustrasi Omentum Mayor dan Minor......................................................8
Gambar 2. 6. suplai arteri dan drainase vena sistem pencernaan di abdomen............10
Gambar 2. 7. Drainase limfatik dan innervasi dari lambung dan usus halus..............11
Gambar 2. 8. Kelenjar getah bening mesenterika.......................................................12
Gambar 2. 9.Histologi kelenjar getah bening..............................................................12
Gambar 2. 10. Mycobacterium tuberculosis dalam (panah) dalam sediaan sputum
yang telah diwarnai Ziehl-Neelsen......................................................15
Gambar 2. 11. Tahapan proses infeksi pada TB paru primer, dimulai dari inhalasi
Mycobacterium tuberculosis yang virulen dan berpuncak pada
perkembangan imunitas yang dimediasi sel terhadap tuberkulosis.....20
Gambar 2. 12. Spektrum penyakit tuberculosis...........................................................20
Gambar 2. 13. Anak laki-laki 13 tahun dengan duodenal dan ileal tuberculosis, pada
pemeriksaan barium menunjukkan adanya gambaran mukosa
duodenum yang iregular......................................................................23
Gambar 2. 14. Prosedur barium menunjukkan adanya gambaran caecum yang
menyempit dengan ileum yang berdilatasi..........................................23
Gambar 2. 15. Anak 5 tahun dengan Tuberculosis diseminata, foto abdomen polos
pada posisi supine menunjukkan adanya ascites disertai
pneumoperitoneum..............................................................................24
Gambar 2. 16. Anak perempuan, 8 tahun, dengan hepatic involvement pada TB
diseminata, menunjukkan gambaran hepatomegali dengan kalsifikasi.
..............................................................................................................24
Gambar 2. 17. Anak perempuan 15 tahun dengan tuberculosis ileum, pada foto
barium enema menunjukkan adanya ujung dari ileum yang menyempit
dan daerah yang lebih proximal yang berdilatasi................................25
Gambar 2. 18. Gambaran mikro abses pada spleen, pada pasien anak laki-laki 12
tahun dengan HIV dan TB12.................................................................26
Gambar 2. 19. multipel pembesaran nodul limfatik di area peri pankreas pada anak
perempuan 10 tahun dengan TB..........................................................27
Gambar 2. 20. USG abdomen menunjukkan adanya ascites yang disertai septa2.......27
Gambar 2. 21. Multiple granuloma pada liver yang terlihat sebgai lesi hiperechoic
milimetric (panah putih)......................................................................28
Gambar 2. 22 Pada CT abdomen terlihat gambaran penebalan omentum disertai
gambran nodul-nodul pada omentum (panah biru), dengan asites
moderat (tanda bintang putih). Didapatkan juga penebalan dinding
usus halus yang berada pada hemi abdomen kanan (panah putih)......29
Gambar 2. 23. Pada CT scan pasien dengan TB abdomen, terlihat gambaran
penyangatan peritoneum yang abnormal (panah oranye) dan penebalan
yang heterogen pada lapisan peritoneal abdomen bagian anterior
(panah biru) dan disertai asites yang berlokulasi (tanda bintang putih).
..............................................................................................................29
Gambar 2. 24. A). splenic granuloma yang hipointens pada T2. B). splenic
granumoma hipointense pada T2.........................................................31
Gambar 2. 25. MRI menunjukkan adanya gambran nodul limfatik yang nekrotik
(panah putih)........................................................................................31
Gambar 2. 26. Algoritma diagnosis tuberkulosis abdomen pada anak.......................32
v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Dosis OAT untuk anak……………………………………...………………


34

Tabel 2. Panduan OAT dan lama pengobatan TB pada anak……...…….……………


35
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap tahunnya 500.000 anak di dunia terinfeksi TB. Indonesia termasuk dalam 5

negara dengan jumlah kasus TB terbanyak di dunia. Salah satu permasalahan TB di

Indonesia adalah penegakkan diagnosis. Sejak tahun 2005 di Indonesia telah

dilakukan pendekatan diagnosis dengan sistem skoring TB. 1

Tuberkulosis abdomen jarang ditemukan pada pasien anak-anak, hanya sekitar 1-

3% dari seluruh TB anak dan 12% dari seluruh TB ekstra paru pada anak. Hal ini

dikarenakan gejala dari TB abdomen yang non spesifik dan menyerupai kondisi lain,

selain itu pemeriksaan penunjang seperti USG dan imajing lainnya, invasive

sampling dan konfirmasi kultur mikrobiologis seringnya sulit dijumpai pada daerah

dengan kasus TB yang banyak. 2

Tuberkulosis abdomen disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang terjadi

melalui beberapa mekanisme. Pada awalnya anak dapat menderita TB paru terlebih

dahulu, kemudian terjadi penyebaran hematogen, atau melalui penyebaran limfogen,

cara lainnya adalah melalui sputum yang tertelan, atau bisa melalui konsumsi susu

yang terkontaminasi Mycobacterium bovis.2

Tuberkulosis abdomen dapat diklasifikasikan berdasarkan area yang ikut terlibat

yaitu peritoneal, saluran gastrointestinal, kelenjar getah bening pada abdomen, dan

organ visera. Gambaran radiologi pada TB abdomen pada anak yang sesuai dengan

1
2

proses patologis tadi dapat terlihat melalui berbagai modalitas imajing, mulai dari X-

ray, ultrasonografi, CT Scan maupun MRI.2

Pada X-ray dapat ditemukan gambaran granuloma berkalsifikasi pada organ visera

terlihat sebagai nodul opak. Pada X-ray dengan kontras dapat ditemukan penyempitan

pada ileocecal junction. Pada USG dapat ditemukan asites dengan atau tanpa septa,

dapat juga ditemukan pembesaran kelenjar getah bening di mesenterium ataupun

paraaorta, serta granuloma pada organ visera terlihat sebagai nodul hipoekoik

disertai kalsifikasi. Pada CT scan dapat ditemukan gambaran asites, penebalan

omentum, dan pembesaran kelenjar getah bening intraabdomen. Pada MRI juga

ditemukan granuloma pada organ visera disertai kelenjar getah bening dengan bagian

nekrosis di tengahnya.2

Pada referat ini akan dibahas secara singkat anatomi organ pencernaan, patogenesis

dan patofisiologi tuberkulosis disertai gambaran radiologi yang nantinya terlihat

dalam berbagai modalitas radiologi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

TB abdomen merupakan TB yang mengenai sistem pencernaan, mulai dari distal

esofagus hingga rektum, peritoneum, organ intraperitoneal (liver dan lien), bagian

retroperitoneal dari duodenum dan pancreas. Organ yang tidak dilibatkan adalah

traktus genitourinari, organ reproduksi dan muskulus psoas.2

2.2 Anatomi Organ-organ Pencernaan

Rongga abdomen membentuk bagian superior dan mengisi sebagian besar rongga

abdomen-pelvis yang membentang antara diafragma toraks dan diafragma pelvis.

Rongga abdomen tidak memiliki bagian dasar karena menyambung dengan rongga

pelvis. Pintu atas panggul memisahkan rongga perut dan panggul. Rongga perut

meluas ke superior sampai ke interkostal ke-4. Oleh karena itu terdapat beberapa

organ-organ perut yang dilindungi oleh rongga dada, seperti limpa, hati dan sebagian

ginjal. Pelvis mayor menyangga dan melindungi bagian bawah dari rongga abdomen

yaitu bagian dari ileum, sekum, apendiks dan kolon sigmoid. Rongga abdomen

merupakan tempat dari sebagian besar organ-organ pencernaan dan sebagian organ

urogenital.3

Rongga abdomen dibagi menjadi sembilan daerah untuk menggambarkan lokasi

organ-organ abdomen, nyeri, atau patologi lainnya. Daerah tersebut digambarkan

3
4

oleh empat bidang : dua bidang sagital (vertikal) dan dua bidang melintang

(horizontal).3

Gambar 2. 1 Pembagian regio abdomen


Dikutip dari : Moore K3

Lambung adalah organ saluran gastrointestinal yang berada diantara esofagus dan

duodenum. Lambung berfungsi sebagai pencampur dan penampung makanan

(pencernaan secara enzimatik). Cairan lambung secara bertahap mengubah massa

makanan menjadi campuran semi-cair yang selanjutnya menuju ke duodenum.

Lambung yang kosong berukuran sebesar kolon, namun saat terisi dapat menampung

makanan hingga 2-3 liter.3

Usus halus terdiri atas duodenum, jejunum dan ileum. Merupakan organ utama

dalam absorpsi nutrisi dari makanan. Usus halus memanjang dari pilorus hingga

ileocecal junction, yang merupakan tempat ileum bergabung dengan sekum (bagian
5

awal dari kolon). Bagian pilorus dari lambung bertugas mengatur masuknya makanan

ke duodenum.3

Gambar 2. 2 Anatomi lambung


Dikutip dari : Moore K.3

Duodenum merupakan bagian awal dan bagian terpendek dari usus halus, dengan

panjang sekitar 25 cm pada manusia dewasa, juga merupakan bagian yang terlebar

dan terfiksasi. Duodenum membentuk huruf C pada sekitar pankreas. Sebagian besar

duodenum terfiksasi oleh peritoneum ke dinding abdomen posterior. Duodenum

secara anatomi terbagi atas 4 bagian. Bagian superior (yang pertama) dengan panjang

sekitar 5 cm dan berada pada anterolateral dari korpus vertebra L1. Descending
6

(bagian kedua) dengan panjang sekitar 7-10 cm, berada pada lateral kanan dari korpus

vertebra L1-L3. Bagian inferior (bagian ke-3) sepanjang 6-8 cm dan melintas pada

korpus verterbra L3. Bagian ke-4 sepanjang 5 cm, berawal dari sisi kiri korpus

vertebra L3 dan naik ke arah superior hingga bagian superior dari korpus vertebra L2.
3

Bagian kedua dari usus halus adalah jejunum yang bermula dari duodenojejunal

flexsure yang merupakan tempat saluran gastrointestinal memasuki area

intraperitoneal. Bagian ketiga dari usus halus adalah ileum, yang berakhir pada

ileocecal junction, tempat bertemunya ileum terminalis dengan sekum. Jejunum dan

ileum pada manusia dewasa membentuk jalur sepanjang 6-7 meter.3

Gambar 2. 3. Duodenum, Jejunum dan Ileum


Dikutip dari : Moore K3
7

Kolon merupakan saluran gastrointestinal yang menyerap air dari sisa pencernaan

kemudian mengubahnya menjadi feses yang semisolid dan disimpan sementara

sampai akhirnya defekasi. Kolon terdiri atas sekum, apendiks, bagian asenden,

transversus, desenden, sigmoid, rektum dan anus. Kolon dapat dibedakan dari usus

halus karena adanya omental appendices, teniae coli, haustra dan diameter colon

yang lebih besar dari usus halus. Omental apendices adalah penonjolan kecil yang

berlemak. Teniae coli adalah tiga pita longitudinal yang berbeda yaitu tenia

mesocolic yang melekat pada mesokolon tranversum dan sigmoid, tenia omentum

yang melekat pada apendiks omentalis, tenia bebas yang tidak melekat pada

mesokolon maupun apendiks omentalis. Haustra adalah kantung-kantung dinding

usus besar yang berada diantara tenia.

Gambar 2. 4. Anatomi Kolon


8

Dikutip dari : Moore K3

2.3 Anatomi Peritoneum

Peritoneum merupakan membran serosa yang kontinyu yang melapisi ruang

abdominopelvis (parietal peritoneum) dan yang berisikan organ-organ viseral

(visceral peritoneum). Bagian dari peritoneum yang membentuk dua lipatan yaitu

mesenteri dan omentum, dan subdivisinya yang disebut ligamen, membawa struktur

neurovaskuler dan saluran dari organ-organ menuju dan dari visera. Bagian yang

kolaps diantara parietal peritoneum dan visceral peritoneum, normalnya berisikan

cairan peritoneum sebanyak 50 mL, untuk melubrikasi permukaan dalam dari

peritoneum. Parietal peritoneum adalah membran semipermeable yang sensitif

dengan lapisan kapiler darah dan limfatik yang melimpah terutama di bagian

subdiafragma.3

Bagian viscera dari abdomen berisikan organ-organ pencernaan seperti : bagian

ujung bawah dari esofagus, lambung, usus, lien, pankreas, liver, kandung empedu,

ginjal dan kelenjar suprarenal. Liver, lambung dan lien hampir seluruhnya memenuhi

kubah diafragma.3

Mesenterium adalah lapisan ganda peritoneum yang terjadi sebagai akibat dari

inveginasi peritoneum oleh suatu organ dan merupakan kelanjutan dari peritoneum

viseral dan parietal. Mesentrium merupakan sarana komunikasi antara organ dan

dinding tubuh. Sebuah mesenterium menghubungan organ intraperitoneal ke dinding


9

tubuh (biasanya dinding posterior abdomen). Mesenterium usus halus disebut sebagai

mesenterium, sedangkan mesenterium yang berhubungan dengan bagian spesifik lain

diberi nama yang sesuai, misalnya mesokolon transversal dan sigmoid,

mesoesophagus, mesogastrium, dan mesoappendiks. Mesenterium merupakan

jaringan ikat yang mengandung pembuluh darah dan pembuluh limfatik, saraf,

kelenjar getah bening, dan lemak.3

Omentum adalah perpanjangan atau lipatan peritoneum berlapis ganda yang

berjalan dari lambung dan bagian. Proksimal duodenum ke organ-organ yang

berdekatan di rongga perut. Omentum mayor adalah lipatan peritoneum empat lapis

yang menonjol dan menggantung ke bawah seperti celemek dari kurvatura mayor

lambung dan bagian proksimal duodenum. Setelah turun, omentum mayor melipat ke

belakang dan menempel pada permukaan anterior kolon tranversum dan mesenterium

lainnya. Omentum minor adalah lipatan peritoneum berlapis ganda yang jauh lebih

kecil yang menghubungkan kurvatura minor lambung dan bagian proksimal

duodenum ke liver. Omentum minor juga menghubungkan lambung ke tiga serangkai

struktur yang membentang antara duodenum dan liver.3


10

Gambar 2. 5. ilustrasi Omentum Mayor dan Minor


Dikutip dari : Moore K.3

2.4 Vaskularisasi organ-organ pencernaan

Suplai darah ke organ-organ gastrointestinal berasal dari aorta abdominalis. Tiga

cabang utama dari aorta abdominalis yang menuju ke organ-organ gastrointestinal

adalah celiac trunk, arteri mesenterika superior dan inferior. 3

Vena porta dibentuk dari gabungan vena mesenterika superior dan vena lienalis.

Saluran utama. Vena porta merupakan saluran utama yang mengumpulkan darah dari

saluran gastrointestinal, pancreas, limpa dan sebagian besar kantung empedu dan

membawanya ke liver.3

2.5 Saluran limfatik organ-organ pencernaan

Organ-organ di abdomen dan struktur-struktur lainnya yang lebih dalam di dalam

abdomen, mengalirkan drainase limfatiknya ke nodul limfatik abdomen, seperti


11

preaorta, paraaorta, iliaka komunis, kumpulan internal dan eksternal iliac nodul

limfatik.

Drainase limfatik dari lambung berawal menuju hepatik, bagian kiri dari lambung,

pankreatikosplenik, gastroepiploik dan pilorus, semua ini akhirnya akan mengalir ke

kelompok celiac yang akan membuka ke dalam cisterna chyli.


12

Gambar 2. 6. suplai arteri dan drainase vena sistem pencernaan di abdomen.


Dikutip dari : Moore K.3

Usus adalah tempat yang paling potensial terkena paparan mikroorganisme. Oleh

kareta itu di dalam dinding usus kadang-kadang terkumpul folikel-folikel berisi

limfosit yang tersebar baik di seluruh mukosa. Hal ini dikenal sebagai gut associated
13

lymphoid tissue (GALT), yang terlihat lebih jelas di esofagus, usus halus dan

apendiks. Di lamina propria dan submukosa ileum, limfosit menjadi sangat

teragregasi untuk membentuk nodul limfoid yang dikenal sebagai Peyer’s patches.3

Gambar 2. 7. Drainase limfatik dan innervasi dari lambung dan usus halus
Dikutip dari : Moore K.3
14

Gambar 2. 8. Kelenjar getah bening mesenterika.


Dikutip dari : Moore K.3

2.5.1 Histologi kelenjar getah bening

Gambar 2. 9.Histologi kelenjar getah bening.


Dikutip dari : Mescher AL.4
15

Kelenjar getah bening adalah struktur kecil yang berkapsul yang terdapat pada

sepanjang pembuluh limfa yang berguna untuk memfilter cairan limfa dan

memfasilitasi produksi antibodi. Katup pada pembuluh limfe memastikan aliran satu

arah dari cairan limfa. Tiga regio utama dari kelenjar getah bening adalah korteks

bagian luar yang menerima cairan limfe dari afferent lymphatics, parakorteks bagian

yang lebih dalam yang merupakan tempat masuknya limfosit dari high endothelial

venules (HEV) dan medula yang terdapat pada bagian tengah yang berisi sinuses

converging at the efferent lymphatics.4

2.6 Tuberkulosis

Insidensi tuberkulosis per tahunnya di dunia mencapai 10.1 juta, termasuk sekitar 1

juta pada anak-anak. Walaupun kemajuan teknologi untuk mendiagnosis dan

mengobati semakin berkembang, diestimasikan bahwa hampir 239.000 anak kurang

dari 15 tahun di seluruh dunia, meninggal karena tuberkulosis setiap tahunnya. Dari

semua jenis TB, TB abdomen merupakan kasus ke-6 yang paling sering diantara

semua jenis TB ekstrapulmoner lainnya. TB abdomen merupakan kasus TB yang

jarang, hanya terlihat pada 0,3 % dari TB anak. TB Abdomen dapat melibatkan

saluran pencernaan, peritoneum, nodul limfatik atau organ padat di dalam abdomen.

Gejala awal biasanya tidak spesifik dengan konfirmasi mikrobiologis sangat sulit

sehingga mengandalkan gejala klinis, imejing dan penemuan histopatologis dan atau

respon terhadap terapi untuk meyakinkan diagnosanya. 5


16

Gejala klinis TB abdomen seringnya tidak spesifik, sehingga terjadi keterlambatan

dalam mendiagnosisnya. Gejala yang terlihat berupa nyeri perut, demam dan

penurunan berat badan.6

2.6.1 Etiologi

Penyebab infeksi tuberkulosis yang utama adalah Mycobacterium tuberculosis.

Mycobacteria merupakan bakteri berbentuk batang, bakteri aerob yang tidak

membentuk spora. Walau pada saat pewarnaan tidak langsung terwarnai, namun saat

dilakukan pelunturan warna oleh zat asam atau alkohol, warnanya tidak pudar, oleh

karena itu dijuluki “acid-fast” bacili. 7 Mycobacteria merupakan bakteri obligat

anaerob dan mendapatkan energi dari oksidasi berbagai pembakaran karbon simpel.

Peningkatan tekanan CO2 akan meningkatkan pertumbuhannya. Walaupun begitu

kecepatan pertumbuhannya lebih lambat dibanding kebanyakan bakteri lainnya.

Doubling time dari tuberkel basili adalah sekitar 18 jam. Mycobacteria cenderung

lebih kuat terhadap agen kimia dibanding dengan bakteri lainnya, karena sifat dari

permukaan sel yang hidrofobik. Tuberkel basili juga resisten terhadap pengeringan

dan bertahan pada jangka waktu yang lama pada sputum yang mengering.7
17

Gambar 2. 10. Mycobacterium tuberculosis dalam (panah) dalam sediaan


sputum yang telah diwarnai Ziehl-Neelsen
Dikutip dari : Brooks G.7

Infeksi Mycobacterium tuberculosis menyebabkan Tb pada abdomen dapat melalui

berbagai cara, yaitu. :

1. Diseminasi dari TB paru primer pada masa anak-anak

2. Tertelannya sputum yang terinfeksi pada pasien dengan TB primer

yang aktif

3. Diseminasi hematogen dari fokus TB primer aktif atau TB milier

4. Mycobacteria dapat menyebar dari organ sekitar

5. Infeksi intestinal dapat terjadi oleh penyebaran secara limfatik dari

nodul limfatik mesenterika yang terinfeksi

6. Mycobacteria juga dapat menyebar melalui empedu dari

granuloma tuberkel yang ada pada liver.6


18

2.6.2 Diagnosis

Dalam mendiagnosis TB abdomen pada anak, untuk mendapatkan diagnosis bahwa

pasien terinfeksi TB adalah melalui :

1. tes tuberculin (Mantoux), hasil dinyatakan positif apabila terdapat indurasi >

10 mm

2. pemeriksaan bakteriologis dengan teridentifikasinya Mycobacterium

tuberculosis pada sediaan Ziehl-Neelsen (kultur) yang bisa didapatkan dari

sputum ataupun biopsi atau sediaan dari cairan pada lesi

3. polymerase chain reaction dari sampel histologi ataupun TB PCR/Xpert MTB

dari sputum

4. pemeriksaan IGRA (interferon gamma release assay) dalam darah untuk

mendeteksi infeksi TB laten. 8

2.6.3 Patogenesis dan Patofisiologi

Kuman TB masuk ke paru-paru melalui percik renik yang terhirup. Pada sebagian

kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis

nonspesifik. Pada sebagian lainnya kuman itu tidak dapat dihancurkan. Pada individu

yang tidak dapat menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit

kuman TB yang tidak dapat dihancurkan. Sebagian kuman TB yang tidak dapat

dihancurkan oleh makrofag akan berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya

menyebabkan lisis makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat

tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon. Dari fokus primer Ghon, kuman TB
19

menyebar melalui saluran limfe, menuju kelenjar limfe regional. Penyebaran ini

menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe

(limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah,

kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler),

sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar

paratrakeal. Gabungan antara fokus primer, limfangitis dan limfadenitis dinamakan

kompleks primer (primary complex).1,9

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks

primer secara lengkap disebut masa inkubasi. Masa inkubasi bervariasi selama 2-12

minggu, biasanya berlangsung selama 4-8 minggu. Selama masa tersebut, kuman TB

berkembang biak hingga mencapai 103-104, jumlah yang cukup untuk merangsang

respon imun seluler.1,9

Setelah terbentuk kompleks primer, imunitas seluler tubuh terhadap TB terbentuk,

hal ini dapat diketahui melalui adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein,

yaitu uji tuberkulin positif. Uji tuberkulin akan negatif saat masa inkubasi. Pada

sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, pada saat sistem

imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil

kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk,

kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli segera dimusnahkan oleh imunitas

seluler spesifik. 1,9

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru akan mengalami

resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi nekrosis
20

perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan

enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di

jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun

dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan gejala penyakit TB.1,9

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau di

kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan

pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian

tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga

di jaringan paru (kavitas).1,9

Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal

infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus

dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal

menimbulkan hiperinflasi di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve

mechanism). Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang

mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi di

dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula.

Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga

menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut lesi

segmental kolaps-konsolidasi.1,9

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi

penyebaran limfogen, yaitu kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk

kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat juga terjadi
21

penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan

menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang

menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik. 1,9

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran

hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB

menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan

gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh,

bersarang di organ yang mempunyai vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru,

limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu, dapat juga bersarang di organ lain

seperti otak, hati, tulang, ginjal dan lain-lain. Pada umumnya, kuman di sarang

tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses

patologisnya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian

hari dapat mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.1,9

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik

generalisata akut ( acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah

besar kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini

dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang

disebut TB diseminata. Tuberkulosis diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan

setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi

kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis

diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam

mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita terutama di bawah dua tahun.1,9
22

Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread.

Bentuk penyebaran ini terjadi apabila suatu fokus perkijuan di dinding vaskuler pecah

dan menyebar ke seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk dan

beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB aklibat penyebaran tipe ini tidak dapat

dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread.1,9

Gambar 2. 11. Tahapan proses infeksi pada TB paru primer, dimulai dari
inhalasi Mycobacterium tuberculosis yang virulen dan berpuncak pada
perkembangan imunitas yang dimediasi sel terhadap tuberkulosis.
Dikutip dari : Kumar V.9
23

Gambar 2. 12. Spektrum penyakit tuberculosis


Dikutip dari : Kumar V.9

2.6.4 Diagnosis Banding

Pada TB abdomen dengan keterlibatan saluran gastrointestinal diagnosis

bandingnya adalah Chron’s Disease, karena memiliki gambaran radiologi yang

hampir mirip dengan TB abdomen.8

2.7 Gambaran radiologi TB Abdomen

Tuberkulosis pada abdomen dibagi menjadi empat pola keterlibatan :

1. Peritoneal – termasuk ke dalamnya adalah wet type (yang

dikarakterisasi oleh adanya asites), dry fibrotic type ( berhubungan

dengan penebalan peritoneum, adhesi, penebalan omental dan

mesenterium dengan asites yang sedikit atau tidak ada sama

sekali), mixed type (kombinasi dari keduanya), dan abdominal


24

cocoon (dikarakterisasikan dengan adanya kantung membran di

sekitar lingkaran usus). Keterlibatan dinilai berdasarkan imejing

dan atau histologi dan atau pemeriksaan cairan asam

2. Saluran pencernaan – keterlibatan ditemukan pada imejing dan

atau endoskopi dan atau histologi

3. Organ viscera – keterlibatan berdasarkan imejing dan/atau

histologi

4. Kelenjar getah bening abdomen – keterlibatan berdasarkan imejing

dan/atau histologi.5

Peritonitis TB sangat jarang ditemukan pada anak-anak, dengan beberapa kasus

yang dilaporkan menunjukkan 5% dari seluruh diagnosa peritonitis TB adalah anak-

anak berusia di bawah 14 tahun.10

Manifestasi klinis TB pada anak berbeda dengan orang dewasa, karena beberapa

faktor seperti usia dan kondisi imunitas. Resiko tertinggi komplikasi adalah pada

neonatus, karena kurang maturnya status imunitas. Pada masa bayi, keterlibatan

meningens dan TB milier sangat umum terjadi, sedangkan pada dewasa lebih sering

berupa TB primer yang progresif atau kavitasi. Manifestasi klinis ekstrapulmo pada

orang dewasa seringnya terjadi pada pasien imunokompromis.10

2.7.1 Gambaran TB Abdomen Pada Foto X-ray

Area yang paling sering terlibat dalam TB abdomen adalah regio ileocecal,

kemudian diikuti jejunum dan colon. Hal ini dikarenakan daerah ini merupakan
25

tempat terjadinya peningkatan absorpsi cairan dan elektrolit, peningkatan stasis

fisiologis, aktivitas pencernaan minimal dan jaringan limfoid yang banyak.11

Pada stadium awal di daerah ini bisa terdapat spasme, hipermotilitas kemudian

diikuti dengan terjadinya penebalan ileocecal valve, pada saat ini juga dapat

ditemukan aphthous ulcer pada ileum, sedangkan pada area sekum dapat terjadi

penyempitan. Komplikasi tersering adalah obstruksi yang disebabkan oleh lapisan

mural yang hiperplastik dan menebal, striktur pada ileum dan atau adhesi. 11

Beberapa tanda radiologis yang paling sering ditemukan pada TB Abdomen

khususnya ileocecal :

1. Fleischner sign : penebalan ileocecal valve disertai penyempitan ileum

terminal

2. Stierlin sign : penyempitan terminal ileum disertai sekum yang memendek

3. String sign : stenosis Ileum terminal disertai dilatasi bagian ileum yang lebih

proksimal.11

Pada TB abdomen dengan keterlibatan organ visera pada foto polos abdomen dapat

terlihat hepatomegali dengan atau tanpa kalsifikasi. Pada foto xray dapat terlihat lesi

makronodular berukuran 1-3 cm, lesi makronodular ini dapat berupa tuberkuloma,

pseudotumoral tuberkulosis atau abses tuberkulosis yang dipercaya sebagai hasil dari

konglomerasi dari lesi-lesi milier.11


26

Gambar 2. 13. Anak laki-laki 13 tahun dengan duodenal dan ileal tuberculosis,
pada pemeriksaan barium menunjukkan adanya gambaran mukosa duodenum
yang iregular.
Dikutip dari : Kritsaneepaibon S.11

Gambar 2. 14. Prosedur barium menunjukkan adanya gambaran sekum yang


menyempit dengan ileum yang berdilatasi.
Dikutip dari : Tinsa F.12
27

Gambar 2. 15. Anak 5 tahun dengan Tuberculosis diseminata, foto abdomen


polos pada posisi supine menunjukkan adanya ascites disertai
pneumoperitoneum.
Dikutip dari : Kritsaneepaibon S.11

Gambar 2. 16. Anak perempuan, 8 tahun, dengan hepatic involvement pada TB


diseminata, menunjukkan gambaran hepatomegali dengan kalsifikasi.
Dikutip dari : Kritsaneepaibon S.11
28

Gambar 2. 17. Anak perempuan 15 tahun dengan tuberculosis ileum, pada foto
barium enema menunjukkan adanya ujung dari ileum yang menyempit dan
daerah yang lebih proximal yang berdilatasi.
Dikutip dari : Kritsaneepaibon S.11

2.7.2 Gambaran TB Abdomen Pada USG

USG merupakan imaging pilihan dalam mendeteksi TB abdomen pada anak,

karena tidak ada radiasi pengion dan relatif lebih murah. Ciri yang paling penting

dalam TB abdomen pada dewasa maupun pada anak-anak adalah limfadenopati,

terlihat dalam 55-56% kasus TB. Kelenjar getah bening yang terlibat biasanya terlihat

dengan bagian hipoekhoik di bagian tengahnya, akibat dari central liquefaction.

Kelenjar getah bening juga dapat membentuk konglomerasi dan menginfiltrasi lemak

di bagian omentum, sehingga menghasilkan gambaran omental cake. 2

Kelenjar getah bening yang paling sering terlibat dalam TB abdomen adalah regio

peripancreatic/periportal; mesenterik/omental dan paraaortik/pericaval.


29

Ultrasonografi juga dapat mendeteksi ascites lebih baik dibanding dengan CT scan.

Cairan ascites dapat bersifat jernih, atau berisi benang-benang fibrin, lokulasi dan

debris. Ciri ini adalah ciri khas dari TB karena dihasilkan dari cell-mediated

immunity. Diagnosis banding dari asites yang bersepta adalah limfoma, jenis

carcinoma lain, dan pyogenic peritonitis.

Temuan USG lainnya dalam TB abdomen adalah usus-usus yang berdilatasi

disertai dengan penebalan dindingnya, peningkatan ekhogenitas mesenterik, dan lesi

pada organ solid pada liver atau lien (biasanya berbentuk nodul abses). 2

Gambar 2. 18. Gambaran mikro abses pada spleen, pada pasien anak laki-laki
12 tahun dengan HIV dan TB13
Dikutip dari : Belard S.13
30

Gambar 2. 19. Multipel pembesaran nodul limfatik di area peri pankreas pada
anak perempuan 10 tahun dengan TB.
Dikutip dari : Belard S.13

Gambar 2. 20. USG abdomen menunjukkan adanya ascites yang disertai septa2
Dikutip dari : Sartoris G.2
31

Gambar 2. 21. Multiple granuloma pada liver yang terlihat sebgai lesi
hiperechoic milimetric (panah putih)
Dikutip dari : Sartoris G.2

2.7.3 Gambaran TB Abdomen pada CT Scan

CT scan memiliki sensitifitas yang lebih tinggi dalam mendeteksi limfadenopati

paraaaorta dan mesenterika dibanding dengan USG, dan tidak dipengaruhi oleh

adanya gas dalam perut. Pembesaran nodul limfatik yang non spesifik harus

disertakan dengan berbagai diagnosa banding seperti infeksi dan keganasan.2

Pembesaran nodul limfatik yang disertai kalsifikasi atau dengan gambaran tipikal

yaitu low-density centers akibat liquefaksi dan adanya peripheral ring enhancement

merupakan ciri khas pada TB. Kalsifikasi juga dapat ditemukan pada parenkim dari

organ solid, terutama liver dan lien. Massa inflamatori yang terdiri atas bowel loops,

omentum, dan nodul limfatik yang mudah terlihat pada CT scan adalah omental

cakes.2
32

Gambar 2. 22 Pada CT abdomen terlihat gambaran penebalan omentum


disertai gambran nodul-nodul pada omentum (panah biru), dengan asites
moderat (tanda bintang putih). Didapatkan juga penebalan dinding usus halus
yang berada pada hemi abdomen kanan (panah putih).
Dikutip dari : Zaslavsky J.10

Gambar 2. 23. Pada CT scan pasien dengan TB abdomen, terlihat gambaran


penyangatan peritoneum yang abnormal (panah oranye) dan penebalan yang
heterogen pada lapisan peritoneal abdomen bagian anterior (panah biru) dan
disertai asites yang berlokulasi (tanda bintang putih).
Dikutip dari : Zaslavsky J.10
33

2.7.4 Gambaran TB Abdomen pada MRI

MRI memiliki manfaat yang lebih besar dari CT scan, karena tidak adanya radiasi

pengion dan memiliki peranan penting dalam mendiagnosa secara aawal pada TB

abdomen anak. MRI tidak dilakukan secara rutin di daerah endemis karena jumlah

alat yang kurang dan perlunya sedasi pada anak saat dilakukan MRI.

Temuan gambaran TB abdomen pada anak dalam MRI memiliki ke miripan

dengan CT scan yaitu rim enhancement yang predominan pada kelenjar getah

bening, dengan atau tanpa gambaran multilocular, dengan adanya bagian tengah yang

tidak enhance, yang menunjukkan adanya liquefactive necrosis.

Untuk gambaran keterlibatan organ solid, MRI memberikan gambaran tuberculoma

pada liver yang bersifat hipointense dan enhance minimal berbentuk mirip

honeycomb pada T1 dan bersifat sama-sama hiperintens atau hipointens pada T2

dengan ciri kurang intens pada bagian rim dibandingkan dengan area parenkim.

Gambar 2. 24. A). splenic granuloma yang hipointens pada T2. B). splenic
granumoma hipointense pada T2.
Dikutip dari : Sartoris G.2
34

Gambar 2. 25. MRI menunjukkan adanya gambran nodul limfatik yang


nekrotik (panah putih).
Dikutip dari : Sartoris G.2

2.8 Manajemen dan Terapi

Diagnosis klinis tuberkulosis abdomen pada anak sangat sulit ditentukan,

dikarenakan pasien datang dengan gejala dan keluhan yang tidak spesifik, seperti

gejala abdomen yang tidak jelas, demam dengan suhu subfebris, penurunan berat

badan, oleh karena itu Sartoris et al, menyarankan sebuah algoritma untuk

mendiagnosis anak-anak yang datang dengan gejala dan tanda kemungkinan

tuberkulosis abdomen.2

Hingga saat ini terapi antituberkulosis sangat efektif dalam mengobati kasus

tuberkulosis abdomen pada anak. Regimen antituberkulosis selama 6 bulan isoniazid

dan rifampicin, dengan tambahan pyrazinamide dan ethambutol selama 2 bulan

pertama dikatakan cukup untuk mengobati tuberkulosis yang tidak disertai

komplikasi. Untuk tuberkulosis dengan komplikasi, terutama pada pasien dengan


35

HIV bisa ditambahkan jangka waktu pemberian obat hingga 9 bulan, untuk dosis obat

dapat dilihat pada tabel 1 dan 2.2

Gambar 2. 26. Algoritma diagnosis tuberkulosis abdomen pada anak


Dikutip dari : Sartoris G. 2

Tabel 1. Dosis OAT untuk anak.


36

Dikutip dari : Rahajoe NN.1

Tabel 2. Panduan OAT dan lama pengobatan TB pada anak


Dikutip dari : Rahajoe NN.1
BAB III

RINGKASAN

TB abdomen pada anak-anak dapat menjadi kasus yang fatal, terutama dengan

penegakkan diagnosis yang tertunda. Terapi tuberkulosis sangat efektif dalam

mengobati TB abdomen pada anak, oleh karena itu mendapatkan diagnosis di awal

sangat krusial. Kita harus mencurigai pada pasien yang datang dengan keluhan nyeri

perut yang sulit dijelaskan dan gejala yang menyertainya. Memberikan diagnosa tepat

dan cepat memang sangat sulit, oleh karena itu disarankan untuk mengkombinasikan

pemeriksaan fisik dengan USG abdomen pada anak dengan kecurigaan TB abdomen.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Rahajoe NN, Nawas A, Setyanto DB. Petunjuk Teknis Manajemen dan


Tatalaksana TB pada Anak. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2016.

2. Sartoris G, Seddon JA, Rabie H, Nel ED, Schaaf HS. Abdominal Tuberculosis
in Children: Challenges, Uncertainty, and Confusion. J Pediatr Infect Dis Soc
[Internet]. 2020 Apr 30 [cited 2020 Oct 14];9(2):218–27. Available from:
https://academic.oup.com/jpids/article/9/2/218/5697911

3. Moore KL, Agur AMR, Dalley AF. Clinically oriented anatomy. Eighth edition.
Philadelphia: Wolters Kluwer; 2018. 1153 p.

4. Mescher AL, Junqueira LCU. Junqueira’s basic histology: text and atlas
[Internet]. 2016 [cited 2020 Dec 18]. Available from:
http://accessmedicine.mhmedical.com/book.aspx?bookid=1687

5. Lal SB, Bolia R, Menon JV, Venkatesh V, Bhatia A, Vaipei K, et al. Abdominal
tuberculosis in children : A real-world experience of 218 cases from an endemic
region. JGH Open Open Access J Gastroenterol Hepatol. 2019 Jul 28;215–20.

6. Joshi AR, Basantani AS, Patel TC. Role of CT and MRI in Abdominal
Tuberculosis. Curr Radiol Rep [Internet]. 2014 Oct [cited 2020 Oct
14];2(10):66. Available from: http://link.springer.com/10.1007/s40134-014-
0066-8

7. Brooks G, Carroll KC, Butel J, Morse S. Jawetz Melnick & Adelbergs Medical
Microbiology 26/E. [Internet]. Blacklick: McGraw-Hill Publishing; 2012 [cited
2020 Nov 7]. Available from:
https://public.ebookcentral.proquest.com/choice/publicfullrecord.aspx?
p=4958514

8. Sharma R, Madhusudhan K, Ahuja V. Intestinal tuberculosis versus crohn’s


disease: Clinical and radiological recommendations. Indian J Radiol Imaging
[Internet]. 2016 [cited 2020 Oct 14];26(2):161. Available from:
http://www.ijri.org/text.asp?2016/26/2/161/184417

9. Kumar V, Abbas AK, Aster JC, editors. Robbins and Cotran pathologic basis of
disease. Ninth edition. Philadelphia, PA: Elsevier/Saunders; 2015. 1391 p.

10. Zaslavsky J, Mulugeta-Gordon L, Vasko I, Presenza T, Scattergood E, Meislich


D, et al. Tuberculous peritonitis in children: Two case reports highlighting the
important role of imaging. Radiol Case Rep [Internet]. 2018 Aug [cited 2020

37
38

Oct 14];13(4):862–6. Available from:


https://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S193004331830147X

11. Kritsaneepaiboon S, Andres MM, Tatco VR, Lim CCQ, Concepcion NDP.
Extrapulmonary involvement in pediatric tuberculosis. Pediatr Radiol [Internet].
2017 Sep [cited 2021 Jul 25];47(10):1249–59. Available from:
http://link.springer.com/10.1007/s00247-017-3867-0

12. Tinsa F, Essaddam L, Fitouri Z, Brini I, Douira W, Becher SB, et al. Abdominal
Tuberculosis in Children: J Pediatr Gastroenterol Nutr [Internet]. 2010 Jun
[cited 2020 Oct 14];50(6):634–8. Available from:
http://journals.lww.com/00005176-201006000-00011

13. Bélard S, Heller T, Orie V, Heuvelings CC, Bateman L, Workman L, et al.


Sonographic Findings of Abdominal Tuberculosis in Children With Pulmonary
Tuberculosis: Pediatr Infect Dis J [Internet]. 2017 Dec [cited 2020 Oct
14];36(12):1224–6. Available from: http://journals.lww.com/00006454-
201712000-00035

Anda mungkin juga menyukai