HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN........................................................................ ii
PERSETUJUAN PUBLIKASI........................................................................ v
PRAKATA......................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Tujuan..................................................................................................... 5
C. Manfaat................................................................................................... 5
E. Patofisiologi............................................................................................ 14
H. Pemeriksaan Penunjang.......................................................................... 18
K. Pengertian Bronkopneumonia............................................................... 23
L. Etiologi Bronkopneumonia................................................................... 23
M. Pemeriksaan Diagnostik........................................................................ 24
O. Komplikasi Bronkopneumonia.............................................................. 25
P. Penatalaksanaan Bronkopneumonia...................................................... 25
A. Pengkajian............................................................................................. 34
B. Diagnosa - Evaluasi.............................................................................. 37
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................ 43
A. Pengkajian............................................................................................. 43
B. Diagnosa – Evaluasi............................................................................. 46
BAB V PENUTUP............................................................................................. 75
A. Simpulan........................................................................................................75
B. Saran.............................................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
khusus. Dalam beberapa tahun terakhir, penyakit virus yang menyebabkan epidemi
antara lain severe acute respiratory syndrome coronavirus ( SARS-CoV) pada tahun
2002-2003, influenza H1N1 pada tahun 2009, MERS-CoV yang pertama kali
data awal disebukan data epdemiologi menunjukkan 66% pasien terpajan dengan
pasar seafood atau live market di Wuhan. Pada Tanggal 11 Februari WHO memberi
nama virus baru tersebut dengan 2019-nCoV atau COVID-9, virus ini adalah RNA
Kasus pneumonia pada COVID-19 bulan April 2020 menurut peneltian yang
dilakukan oleh Bappenas 2020 pada awal masa pandemi terjadi terhitung 1.93%
kasus. Penumonia yang diderita muncul dengan jenis dari ringan hingga pneumonia
yang dapat mengakibatkan infeksi yang berat pada pasien atau yang sering disebut
pneumonia pada kasus COVID-19 mulai dari terapi medis dan asuhan keperawatan
memperberat kondisi pasien salah satunya dengan melakukan oral hygine dengan
tidak efektif lagi digunakan untuk mencegah pneumonia pada COVID-19 oleh
karena sifat virus dan RNA virus COVID-19 itu sendiri. ( Wong, 2020)
Peta perkembangan COVID-19 di Indonesia merujuk pada Kemenkes RI per
penyerta yang telah diderita sebelumnya, imunitas yang tidak terjaga, tingkat
Surveilans yang dilakukan oleh Center for Disease Controle (CDC) melaporkan
data klinis pada 1.478 pasien rawat inap terkonfirmasi positif COVID-19 mulai 1-
adalah hipertensi (49,7%), obesitas (48,3%), penyakit paru kronis (34,6%), diabetes
penyakit ginjal (13%). Tren yang menarik dari data diatas adalah obesitas memiliki
prevalensi yang cukup tinggi sebagai penyakit penyerta COVID-19. Dari data
diketahui juga bahwa pasien COVID19 dengan obesitas prevalensinya tinggi pada
usia muda, yaitu usia 18-49 tahun (59%), usia 50-64 tahun (49%), usia >65 tahun
(41%).
Hipertensi merupakan salah satu komorbid yang paling sering ditemui pada pasien
mengalami ARDS. Saat ini belum diketahui pasti apakah hipertensi tidak terkontrol
tekanan darah tetap dianggap penting untuk mengurangi beban penyakit. Pasien
jantung akibat dari penyakit jantung yang mendasarinya, atau akibat dari seringnya
komorbid pasien salah satunya adalah hipertensi, mulai dari dasar penyakit,
penulis tertarik untuk membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Asuhan
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Semarang.
2. Tujuan Khusus
pada covid-19.
C. Manfaat
hipertensi.
komorbid hipertensi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kanker Payudara
1. Pengertian
Kanker payudara adalah suatu penyakit yang dapat timbul dari jaringan
proliferasi dan maturasi sel. Kanker payudara relatif sering dijumpai pada
wanita dan merupakan penyebab kematian utama pada wanita berusia 45 dan
2. Faktor Resiko
Kanker payudara hingga kini belum diketahui secara pasti penyebabnya, namun
Beberapa tumor jinak pada payudara dapat bermutasi menjadi ganas seperti
pada umumnya.
didapatkan data bahwa pada usia menarche yang lebih muda (12 tahun)
terdapat peningkatan resiko 2-4 kali lebih tinggi terkena kanker payudara.
Resiko yang sama juga dimiliki wanita yang mengalami menopause pada
b. Riwayat keluarga
“p53 germline mutation” kanker payudara cenderung terjadi pada usia muda
maka riwayat kanker pada keluarga merupakan salah satu faktor resiko
terjadinya penyakit seperti, tiga atau lebih keluarga (saudara ibu klien atau
bibi) dari sisi keluarga yang sama terkena kanker payudara atau ovarium,
dari sel-sel pada payudara yang diinduksi oleh kehamilan, yang membuat
sel - sel ini lebih peka terhadap transformasi yang bersifat karsinogenik
d. Jenis kelamin
Wanita memiliki resiko lebih besar terkena kanker payudara. Namun, laki-
laki pun dapat terserang kanker payudara. Hanya saja jumlahnya tergolong
sangat kecil, yakni kurang dari 1% dari total kasus kanker payudara. Hal ini
payudara laki-laki sebagian besar terdiri dari lemak, bukan kelenjar seperti
wanita.
e. Usia
rentang usia 30-39 tahun resiko terjadinya kanker payudara adalah 1 dalam
233 orang atau sekitar 0,43%. Ketika seorang wanita mencapai usia 60-an
resiko akan melonjak naik menjadi 1 dalam 27 orang atau hampir 4%.
f. Paparan radiasi
kanker di bagian dada memiliki resiko lebih tinggi terkena kanker payudara.
resiko kanker payudara karena pada saat muda organ payudara sedang
mengalami pertumbuhan.
g. Obesitas
lebih tinggi dibanding dengan wanita yang memiliki bobot badan ideal,
terutama bagi wanita yang telah memasuki masa menopause. Hal ini
Semakin banyak sel lemak seseorang, akan semakin tinggi pula kadar
b. Stadium I
Tumor dengan diameter kurang dari 2 cm dan belum ada tanda metastase
c. Stadium IIA
d. Stadium IIB
kelenjar getah bening ketiak atau tumor dengan diameter 2-5 cm tetapi
e. Stadium IIIA
lainnya, atau tumor dengan diameter lebih dari 5 cm dan sudah menyebar ke
f. Stadium IIIB
Tumor telah menyusup ke luar payudara, yaitu ke dalam kulit payudara atau
g. Stadium IV
Tumor telah menyebar keluar daerah payudara dan dinding dada, misalnya
Tahap klinik yang paling sering digunakan untuk kanker adalah sistem
Sel kanker merusak saluran dan dinding kelenjar susus serta menyerang
Sel kanker terkunci dalam saluran susu dan tidak menyerang lemak dan
payudara.
Kata “in situ” merujuk pada kanker yang tidak menyebar dari area dimana
kanker mulai muncul. Pada LCIS, pertumbuhan jumlah sel jelas terlihat
ke bagian tubuh yang lain. ILC terjadi 10%-15% dari seluruh kejadian
kanker.
Juga dikenal sebagai invasive ductral carcinoma. IDC terjadi di dalam susu
kemungkinan juga terjadi di bagian tubuh lain. IDC merupakan tipe kanker
1) Medullary carcinoma
Merupakan satu jenis kanker payudara invasif yang membentuk satu batas
2) Mucinous carcinoma
kanker payudara yang jarang terjadi, terbentuk oleh sel kanker yang
3) Tubular carcinoma
Merupakan satu tipe kasus dari kanker payudara invasif. Jenis kanker ini
sering tidak dapat diraba dibawah puting tempat dimana penyakit ini
timbul.
5. Patofisiologi
berlebihan tak berguna. Proliferasi abnormal sel kanker akan menggangu fungsi
menyebarkan anak sebar ke organ –organ yang jauh (Wijaya, 2013, hlm.89).
Penyebaran ini terjadi melalui sirkulasi darah atau cairan limfatik, transplatasi
tanpa sengaja dari satu tempat ke tempat lain pada saat pembedahan dan
Kanker dapat menyebar dengan dua cara, yaitu penyebaran hematogen dan
tersebut melepaskan sel-sel malignan ke dalam sirkulasi. Sebagian besar sel itu
akan mati, tetapi beberapa diantaranya dapat terhindar dari sistem pertahanan
tubuh pejamu dan lingkungan turbulen dalam arus aliran darah. Dari sini, massa
sel tumor yang berhasil hidup dan disebut emboli sel tumor bermigrasi ke hilir
dan biasanya tersangkut dalam capillary bed (bantalan kapiler) yang ditemukan
fibrin, trombosit, dan faktor pembekuan agar tidak terdeteksi oleh sistem imun.
Kemudian sel tumor melekat pada epitelium untuk akhirnya menginvasi
sasarannya. Agar tetap hidup, tumor yang baru terbentuk itu akan
Sistem limfatik merupakan jalur yang paling sering dipakai sel tumor untuk
melalui membran basalis yang rusak dan terbawa ke nodus limfa regional. Pada
keadaan ini, tumor akan terperangkap dalam nodus limfa pertama yang
limfa itu atau karena reaksi sistem imun yang terlokalisasi terhadap tumor
tersebut. Nodus limfa dapat menyaring atau mengandung sebagian sel tumor
sehingga membatasi penyebaran lebih lanjut. Sel tumor yang lolos dapat masuk
ke dalam darah dari sirkulsi limfatik melalui banyak koneksi yang ada diantara
sistem imun. Penurunan sistem imun dapat terjadi karea penyakit, usia lanjut,
dan malnutrisi, sehingga bakteri akan dengan cepat berkembang biak dan
yang dilakukan oleh pejamu. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus
pada dinding bronkus. Sel menjadi radang berisi eksudat dan sel epitel menjadi
6. Manifestasi Klinis
Gejala kanker cukup beragam, tergantung dari lokasi adanya kanker, karakter
keganasan, dan keadaan metastasis. Kondisi sangat awal pada kanker payudara
tidak akan menimbulkan tanda dan gejala apa pun. Seringkali wanita tidak
bentuk pada payudara dan merupakan tanda awal dari kanker payudara
Tanda umum dari kanker payudara menurut Wijaya (2013, hlm.90) antara lain :
a. Kulit cekung
d. Kulit tebal dan pori-pori menonjol seperti kulit jeruk (peau d’orange)
b. Batuk menetap
c. Anoreksia
d. BB turun
e. Gangguan pencernaan
f. Sakit kepala
8. Komplikasi
lain :
a. Metastasis otak, paru, hati, tulang tengkorak, vertebrae, iga, tulang panjang
b. Limfedema
Limfedema adalah pembengkakan yang terjadi pada salah satu atau kedua
pada sistem limfatik, yang merupakan bagian dari sistem imun dalam tubuh.
Pada umumnya kondisi ini terjadi pada wanita yang menjalani perawatan
c. Kematian
9. Pemeriksaan Penunjang
2) LED
b. Imaging test
1) Mammografi
Mammografi adalah teknik pencitraan payudara yang dapat mendeteksi
2) Ultrasound (USG)
yang tinggi ini bisa membedakan suatu massa yang solid yang
bukan kanker.
MRI biasanya lebih baik dalam melihat suatu kumpulan massa yang kecil
yang padat.
4) CT Scan
Untuk melihat apakah ada suatu jenis zat kimia yang ditemukan pada darah,
urin, atau jaringan tubuh. Dengan adanya jumlah tumor marker yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah dari nilai normalnya mengindikasikan adanya suatu
proses tidak normal dalam tubuh. Pada kanker payudara test tumor marker
Pada keadaan normal sel marker tidak boleh lebih dari 30.
d. Biopsi
diambil) atau Vacum Assisted Biopsy (menggunkan jarum yang tebal untuk
2) Surgical biopsy
10. Penatalaksanaan
Pengobatan pada kanker payudara menurut Rahman (2019, hlm.53) antara lain
a. Pembedahan
1) Lumpectomy
kasus DCIS (ductal carcinoma in situ) dan kanker invasif biasanya akan
2) Total mastectomy
1) Kemoterapi ajuvan
2) Terapi hormon
3) Radioterapi
payudara.
diri dari sel kanker primer dan menyerang jaringan normal di dekatnya. Dari
Sel-sel kanker dapat menyebar melalui satu dari beberapa rute umum
berhasil terlepas dari sel kanker primer akan dibunuh oleh sistem kekebalan
dihancurkan, namun ada beberapa sel kanker yang dapat bertahan hidup dan
Metastasis jauh dapat terjadi dengan atau tanpa adanya kekambuhan lokal di
hormonal, grading sel kanker yang tinggi, profil genetic dan metastasis
lomfonodi.
memerlukan invasi sel kanker payudara pada jaringan dan pembuluh darah,
diagnosis awal, yang menunjukkan bahwa sel kanker payudara, tidak seperti
sel kanker lainnya, membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk penetrasi
sawar darah otak dan berkoloni di otak. Lokasi tersering terjadinya metastasis
pada kanker payudara adalah otak, paru-paru, dan tulang. Manifestasi klinis
dalam beberapa minggu dan juga bergantung pada ukuran dan jumlah
1. Pengertian
teratur atau dalam satu atau lebih area terlokalisasi dalam bronki dan meluas ke
di bronki dan bronkiolus, dengan sedikit edema dan kongesti alveoli (Lemone,
2015, hlm.1460).
2. Etiologi
streptococcus aureus.
3. Pemeriksaan Diagnostik
antara lain :
a. Pemeriksaan laboratorium
biasanya > 10.000/ul kadang mencapai 30.000 jika disebabkan oleh virus
atau mokroplasma, jumlah lekosit dapat normal atau menurun dan pada
hitung jenis lekosit terdapat pergeseran ke kiri, juga terjadi
peningkatan
b. Pemeriksaan radiologi
5. Manifestasi Klinis
40,5ºc)
b. Nyeri dada pleuritik yang semakin berat ketika bernafas dan batuk
d. Tanda lain infeksi saluran nafas atas, sakit kepala, demam derajat rendah,
6. Komplikasi
a. Meningitis
b. gagal napas.
c. Abses paru
d. Atelektasis
7. Penatalaksanaan
a. Farmakologi
b. Non Farmakologis
infeksi
5) Tirah baring
1. Pengkajian
Biasanya klien masuk ke rumah sakit karena mencicipi adanya benjolan yang
menekan payudara, adanya ulkus, kulit berwarna merah dan mengeras, bisul
dan nyeri
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
kebiasaan makan tinggi lemak, pernah mengalami sakit pada adegan dada
mengidap penyakit kanker lainnya, mirip kanker ovarium atau kanker serviks.
mengidap penyakit kanker lainnya, mirip kanker ovarium atau kanker servik
d. Pemeriksaan Fisik
5) Hidung : bentuk dan fungsi normal, tidak ada infeksi dan nyeri
tekan.
2) Nutrisi – Metabolik
dan terjadi penurunan berat badan, klien juga ada riwayat mengkonsumsi
3) Eliminasi
Anoreksia dan muntah dapat membuat contoh acara dan lathan klien
Payudara merupakan alat vital bagi wanita. Kelainan atau kehilangan akhir
operasi akan membuat klien tidak percaya diri, malu, dan kehilangan
Biasanya aka nada gangguan seksualitas klien dan perubahan pada tingkat
kepuasan.
Biasanya klien akan mengalami stress yang berlebihan, denial dan keputus
asaan.
sekret
NOC
kriteria hasil :
NIC
ronkhi, wheezing
kontraindikasi
8) Terapi inhalasi
NOC
NIC
Managemen Nyeri
nyeri pasien
9) Tingkatkan istirahat
ketidakmampuan makan
NOC
NIC
NOC
3) Tanda -tanda vital dalam batas normal (TD 90-140/60-90, Suhu 36.5 -
NIC
terjadi
NOC
c. status neurologi : terdapat refleks batuk dan muntah, pupil berespon terhadap
mmHg)
NIC
cahaya
RESUME KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 Mei 2019 jam 10.00 WIB di ruang SMC RS
pada tanggal 7 Mei 2019 pukul 17.00 WIB pasien merasakan sesak nafas, demam,
nafsu makan menurun, dan banyak lendir di tenggorokan tetapi sulit dikeluarkan.
Kemudian pada pukul 22.00 pasien di bawa ke IGD SMC Telogorejo Semarang
115/68 mmHg, Nadi 107x/mnt, RR 24x/mnt, SpO2 89%, suhu 37,5ºc, GDS 154
combivent, injeksi dipenhidramin 1 amp, injeksi ranitidin 50 mg. Lalu pada pukul
126/82 mmHg, Nadi 90x/mnt, RR 22x/mnt, SpO2 98%, suhu 36,5ºc, pasien
dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat penyakit seperti pasien,
serta tidak ada yang memiliki riwayat penyakit menular seperti TBC, HIV,
hepatitis. Serta tidak ada yang menderita hipertensi, DM, dan asma. Riwayat
kesehatan dulu, Keluarga pasien mengatakan sebelumnya pasien sudah didiagnosa
kanker sejak 2 tahun yang lalu dan menjalani operasi pengangkatan payudara
sebelah kiri pada tahun 2017 dan kemudian pasien menjalani kemoterapi sebanyak
10x di SMC RS Telogorejo serta terapi radiasi sebanyak 16x di RSDK. Kemudian
Pada pemeriksaan fisik, tingkat kesadaran somnolen , tekanan darah 126/82 mmHg,
MAP 96,6 mmHg (Normal : 70-105), suhu 36ºC, frekuensi pernapasan 24x/mnt
dengan irama teratur, nadi 90x/menit. IMT 18,75 Kg/m2 (Berat badan normal).
Pada pemeriksaan fisik head to toe didapatkan: rambut pendek sedikit ikal,
berwarna hitam sebagian beruban, kulit kepala bersih tidak ada lesi, tidak ada
ketombe. Dada, bentuk dada simetris, terdapat bekas operasi mastektomi mamae
sinistra. Pada pemeriksaan paru inspeksi, bentuk dada simetris, pengembangan paru
kanan kiri seimbang. Palpasi, ekspansi paru kanan kiri seimbang. Perkusi, suara
redup pada paru bagian kiri dan sonor pada bagian kanan. Auskultasi, suara ronkhi
pada paru kanan dan kiri. Abdomen, didapatkan pemeriksaan inspeksi perut
cembung tidak asites. Auskultasi peristaltik usus 10x/menit. Palpasi, tidak teraba
nyeri tekan. Perkusi, suara timpani. Pada pemeriksaan ekstremitas kekuatan otot
tidak terkaji, tidak ada edema. Terpasang infus RL 15 tetes/menit ditangan kiri.
Pola Nutrisi, keluarga pasien mengatakan setiap pasien makan selalu tersedak,
sehingga pada tanggal 12 Mei 2019 pasien dilakukan pemasangan NGT. Saat dikaji
pasien tampak terpasang NGT, kesadaran somnolen, IMT 18,75 Kg/m2 (berat
badan normal), Hemoglobin 12,3 g/dl (Normal), konjungtiva merah muda, mukosa
oleh perawat, pengasuh dan keluarga. Pasien tidak bisa beraktivitas, tidak boleh dan
tidak bisa turun dari tempat tidur karena penurunan kesadaran dan kelemahan.
Pasien tidak bisa untuk mirin ke kanan dan kiri sendiri. Pasien tampak tergeletak
Bronkopneumonia, efusi pleura kiri, elongasi arcus aorta, tak tampak gambaran
dengan ujung tip pada pada ventrikel lateral kiri, sudah tak tampak gambaran
hidrosefalus, sudah tak tampak gambaran peningkatan TIK, gambaran lesi iso-
hipodens multiple di batang otak dan hemisfer cerebellum kanan kiri, serta lobus
frontal kanan kiri relatif sama, tak tampak lesi hipodens patologis/densitas darah
B. Diagnosa – Evaluasi
sekret, hal ini didukung oleh data obyektif pemeriksaan fisik paru inspeksi, bentuk
dada simetris, pengembangan paru kanan kiri seimbang. Palpasi, ekspansi paru
kanan kiri seimbang. Perkusi, suara redup pada paru bagian kiri dan sonor pada
bagian kanan. Auskultasi, suara ronkhi pada paru kanan dan kiri. Frekuensi
dilakukan asuhan keperawatan 5 x 24 jam jalan nafas efektif dengan kriteria hasil:
efektif, sesak nafas berkurang, ronkhi tidak terdengar. Maka disusunlah intervensi
keperawatan yaitu observasi bunyi nafas abnormal untuk mengetahui adanya bunyi
melakukan suction bertujuan untuk melancarkan jalan napas yang tersumbat akibat
Implementasi yang telah dilakukan untuk membuat jalan nafas kembali efektif
adalah mengobservasi keadaan umum pasien, observasi bunyi nafas, catat adanya
bersihan jalan nafas belum teratasi. Rencana tindak lanjut yang dilakukan yaitu
inhalasi.
didukung oleh data sunyektif keluarga mengatakan pasien setiap makan selalu
berbaring lemah di tempat tidur, pasien makan terpasng NGT sejak 2 hari yang lalu
dengan kriteria hasil : intake nutrisi adekuat tidak terdapat mual dan muntah, tidak
ada penurunan berat badan secara drastis, pemenuhan nutrisi melalui NGT/nutrisi
untuk mengetahui atau mendeteksi asupan yang tidak adekuat, berikan nutrisi
melalui NGT untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, pantau adanya penurunan
berat badan untuk mengetahui apakah terjadi penuruan berat badan secara drastis,
kolaborasi pemberian nutrisi dengan ahli gizi untuk menentukan jenis diet yang
yang dilakukan yaitu mengobservasi intake nutrisi, memberikan nutrisi lewat NGT,
keluarga pasien mengatakan sejak sakit seluruh aktivitas pasien dibantu oleh
perawat dan keluarga karena pasien mengalami penurunan kesadaran, serta badan
berbaring lemah di tempat tidur, aktivitas seluruhnya dibantu oleh keluarga dan
perawat.
meningkat dengan kriteria hasil mampu berpindah sambil berbaring, tonus otot
meningkat, tanda -tanda vital dalam batas normal (TD 90-140/60-90, Suhu 36.5 -
ada kontraktur. Intervensi yang ditetapkan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu
monitor ttv untuk mengetahui apakah ada perubahan ttv sebelum dan sesudah
aktivitas, kaji fungsi motorik untuk mengetahui keadaan secara khusus beberapa
terjadinya area yang tertekan, bantu pasien dalam pemenuihan ADL untuk
sendi.
aktivitas dibantu oleh keluarga dan perawat. Masalah hambatan mobilitas fisik
cedera biologis, diagnosa ini didapatkan pada tanggal 15 Mei 2019 atau pada hari
kedua kelolaan. Diagnosa di dukung oleh data subjektif pasien mengatakan pasien
mengeluh nyeri pada dada kanan dan kiri dan bertambah sakit jika pasien batuk,
skala nyeri 4, dan nyeri dirasakan hilang timbul dan data objektif kesadaran pasien
RR 20x/menit, HR 98x/menit.
kriteria hasil pasien mampu mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri berkurang,
mampu mengenali nyeri, tanda vital dalam rentang normal. Intervensi yang
ditetapkan untuk mengatasi masalah tersebut yaitu lakukan pengkajian nyeri secara
ketidaknyamanan yang timbul akibat nyeri, ajarkan tentang teknik non farmakologi
kolaborasi pemberian analgetik. Evalusi hari terakhir yaitu diagnosa nyeri akut
otak, diagnosa ini didukung oleh data subjektif keluarga mengatakan pasien
mengalami penurunan kesadaran sejak tanggal 13 Mei 2019 dan data obyektif
22x/mnt, suhu 36’5ºc, respon pupil terhadap cahaya +/+. Hasil CT Scan :
Gambaran lesi iso-hipodens multiple di batang otak dan hemisfer cerebellum kanan
kembali efektif dengan kriteria hasil: ttv dalam batas normal, terdapat refleks batuk
dan muntah, pupil berespon terhadap refleks cahaya, perfusi jaringan intrakranial
tersebut yaitu monitor tanda-tanda vital untuk menunjukkan kerusakan pada batang
otak, monitor tingkat kesadaran dengan GCS dengan rasional tingkat kesadaran
oksigenasi, posisikan kepala lebih tinggi dengan posisi leher tidak menekuk yang
bertujuan untuk mendrainase vena ke otak, berikan oksigen sesuai indikasi dengan
250 mg/12 jam dengan tujuaan untuk meningkatkan aliran darah di otak, kolaborasi
Implementasi yang telah dilakukan yaitu untuk membuat perfusi jaringan otak
kembali efektif adalah memonitor tingkat kesadaran, GCS dan tanda-tanda vital,
memonitor status oksigen, memonitor reflek-reflek (menelan, batuk, muntah),
mmHg, HR 90x/mnt, RR 22x/mnt, suhu 36’5ºc, respon pupil terhadap cahaya +/+.
tindak lanjut yang dilakukan yaitu memonitor tingkat kesadaran, GCS dan tanda-
PEMBAHASAN
dan hal-hal baru yang dijumpai oleh penulis sejak pengkajian sampai dengan evaluasi.
Hal-hal tersebut menjadi fokus utama dalam pembahasn kali ini untuk menjawab
tujuan penulisan atau bagaimana tujuan tercapai. Dalam pembahasan ini, akan dibahas
RS Telogorejo.
C. Proses Pengkajian
dari hormon. Hormon estrogen adalah hormon pada wanita yang berfungsi
pembentukan pinggul, serta suara dan kulit menjadi halus . Sel kanker payudara
mengandung protein yang dikenal sebagai reseptor hormon yang menjadi aktif
ketika hormon mengikat. Reseptor yang aktif dapat menyebabkan perubahan dalam
ekspresi gen tertentu yang dapat menstimulasi pertumbuhan sel (Wijaya, 2013,
hlm.92). Selain itu pasien masuk dalam golongan lansia akhir (Depkes, 2017)
wanita mencapai usia 60-an resiko akan melonjak naik menjadi 1 dalam 27 orang
atau hampir 4%. Pada keluhan utama Ny.M ditemukan mengalami penurunan
dalam arti tidak terjaga/tidak bangun secara utuh sehingga tidak mampu
memberikan respon yang normal terhadap stimulus. Hasil pengkajian didapatkan
13 Mei 2019. Black & Hawks (2014, hlm.1113) menyebutkan terjadinya penurunan
kesadaran karena adanya penumpukan akibat gumpalan aliran darah ke otak tidak
mendapat suplai oksigen yang cukup, hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan
fungsi perfusi jaringan otak yang berujung infark pada jaringan, sehingga
menyebabkan penurunan kesadaran akibat perfusi yang tidak efektif. Sesuai dengan
kondisi yang dialami oleh Ny.M saat pengkajian ditemukan data dengan kesadaran
somnolen GCS E3 M2 V2, selain itu juga didukung oleh hasil CT-Scan yang
cerebellum kanan kiri. Silalahi (2018, ¶5) menyebutkan bahwa kanker payudara
yang bermetastase ke otak 80% terletak di hemisfer otak dan 15% pada cerebellum.
Pasien masuk pada tanggal 7 Mei 2019 dengan keluhan sesak nafas. Menurut
Berdasarkan teori diatas terdapat kesesuaian antara kasus dan teori yang sudah
dijelaskan yaitu dibuktikan dengan keluhan utama sesak nafas. Menurut Corwin
(2010, hlm.544) sesak nafas timbul oleh karena adanya sekret yang menyebabkan
partial oklusi yang menyebabkan penurunan pertukaran gas akibat dari terdapatnya
eksudat pada alveolus maka membran dari alveolus akan mengalami kerusakan
yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen pada alveolus.
Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang dibawa
oleh darah.
Pada pemeriksaan fisik paru saat dilakukan auskultasi terdapat suara ronkhi pada
paru kanan dan kiri terutama pada ICS 4 dan 5. Hal ini disebabkan karena adanya
penumpukan sekret yang berada di paru. Ketika dilakukan suction terdapat sekret
kental berwarna putih sebanyak ± 5 cc. Menurut Indriyani (2010, hlm.106) bahwa
menyebabkan penumpukan sekret. Serta adanya data penunjang berupa foto thorax
dengan hasil gambaran bronkopneumonia. Foto thorax yang dilakukan pada pasien
sehingga lebih mudah untuk menentukan lobus mana yang terkena (Muttaqin,
2011, hlm.104).
daya imunitas yang akan menggangu kemampuan leukosit khusus yang berfungsi
menghancurkan bakteri. Pasien yang sudah memasuki usia lanjut akan mengalami
imunitas (Smeltzer, 2013, hlm.1276). Hal ini sesuai dengan keadaan pasien yang
metabolisme dan adanya infeksi pada sistem pernapasan (Muttaqin, 2011, hlm.76).
batuk, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, adanya gangguan pada sistem
pernafasan, auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronchi pada pasien dengan
Pada pemeriksaan darah nilai leukosit 16,8 ribu/Ui. Leukosit yang tinggi
menunjukkan bahwa terjadi proses infeksi dalam tubuh pasien. Leukositosis adalah
peningkatan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi. Leukositosis adalah suatu
inflamasi (nekrosis jaringan, infark, luka bakar). stress (over exercise, kejang,
hemolitik, dan leukemoid maligna, serta efek dari kelainan sumsum tulang primer
individu tidak dapat batuk secara efektif (Soemantri, 2011, hlm.26). Batasan
karakteristik masalah bersihan jalan napas tidak efektif yaitu terdapat suara
tambahan (rale, crakles, ronkhi), perubahan irama dan frekuensi nafas, batuk
2011, hlm.37).
dikarenakan jalan nafas merupakan salah satu tanda kegawatan utama yang
harus segera diatasi karena akan berdampak pada keselamatan jiwa pasein
(Muttaqin, 2011, hlm.98). Pada hasil pengakjian diketahui bahwa kondisi pada
jalan napas pasien dipenuhi oleh sekret atau dahak. Dahak adalah materi yang
dikeluarkan dari saluran napas bawah oleh batuk. Orang dewasa normal biasa
gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa),
sehingga mukus ini banyak tertimbun (Yosef, 2011, hlm.139). Pasien dengan
keadaan yang kurang baik seperti sesak, lemas, dan susah untuk batuk bisa
dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam jalan nafas kembali bersih
permukaan bronkus.
Implementasi telah dilakukan pada tanggal 14 Mei 2019 sampai 18 Mei 2019
(Francis, 2010, hlm. 105). Dalam studi kasus yang dilakukan oleh Putri (2016,
¶7) mengatakan bahwa obat bronkodilator merupakan salah satu obat yang
sering digunakan dalam terapi inhalasi karena dapat melebarkan saluran udara
pada paru-paru, obat ini bekerja dengan cara melemaskan otot-otot di sekitar
lancar ke dalam paru-paru. Tindakan ini termasuk aman karena efek obat yang
bekerja langsung pada saluran nafas. Kerja obat cepat dengan dosis minimal
sehingga konsentrasi obat dalam darah sedikit, dan tentunya efek samping obat
pun menjadi minimal. Pemilihan terapi ini harus sesuai indikasi karena
keberhasilannya dipengaruhi oleh pemilihan jenis obat dan teknik
pemberiannya.
V3, suara nafas ronkhi, pasien terpasang nasal kanul 3 liter/menit, dengan data
mekanisme pertahanan tubuh pada saluran pernapasan dan batuk juga dapat
terjadi karena adanya rangsangan tertentu, misalnya debu yang diterima atau di
pusat batuk yang ada di medula otak dan dalam proses inilah akan timbul
pengeluaran benda asing termasuk sekret yang ada di jalan napas (Tabrani,
pada diagnosa ini, penulis tidak menemukan kendala maupun hambatan yang
berarti.
ketidakmampuan makan
Diagnosa keperawatan yang penulis tegakkan muncul karena diperoleh data
melalui keluarga bahwa pasien sering tidak nafsu makan, ketika makan sering
kardiovaskuler, dan respirasi, sehingga resiko infeksi meningkat dan lama rawat
kanker terutama karena turunnya asupan zat-zat gizi, baik akibat gejala
mual, muntah maupun diare. Kaitan penyakit infeksi dengan keadaan gizi
kurang merupakan hubungan timbal balik dan sebab akibat. Penyakit infeksi
dapat memperburuk keadaan gizi, dan keadaan gizi yang buruk dapat
2011, hlm.70).
disertai penurunan berat badan. Batasan karakteristik mayor adalah pasien yang
tidak puasa mengeluhkan atau mendapat: asupan makanan yang tidak adekuat,
kurang dari angka kecukupan gizi, dengan atau tanpa disertai penurunan berat
badan atau kebutuhan metabolik aktual atau potensial dalam asupan yang
berlebihan. Batasan karakteristik minor adalah berat badan 10% sampai 20%
atau lebih di bawah berat badan ideal berdasarkan tinggi dan kerangka tubuh.
adekuat tidak terdapat mual dan muntah, tidak ada penurunan berat badan
mengetahui atau mendeteksi asupan yang tidak adekuat, berikan nutrisi melalui
berat badan untuk mengetahui apakah terjadi penuruan berat badan secara
drastis, kolaborasi pemberian nutrisi dengan ahli gizi untuk menentukan jenis
manfaat seperti mempertahankan status nutrisi agar tidak makin menurun dan
mencegah atau mengurangi kemungkinan timbulnya komplikasi metabolik
maupun infeksi.
yang sudah direncanakan sudah dilakukan dengan baik dalam perawatan pasien
di rumah sakit.
belum teratasi karena pasien masih sering tersedak ketika makan melalui
sehingga refleks untuk menelan tidak maksimal. Rencana tindak lanjut yang
penyebab yang muncul pada diagnosa hambatan mobilitas fisik yaitu karena
neuron dan unit motorik yang mengenai serat otot atau taut neuromuskuler
(Buss & Labus, 2013, hlm. 101). Diagnosa ini muncul didukung dengan data
mandiri, karena kondisi pasien yang lemah, pasien hanya mampu menggeser
kedua kaki, skala tingkat ketergantungan pasien 4 (bantuan total), kekuatan otot
mobilitas fisik dapat teratasi dengan kriteria hasil pasien mampu berpindah
sambil berbaring, tonus otot meningkat, tanda -tanda vital dalam batas normal
keperawatan yaitu monitor ttv untuk mengetahui apakah ada perubahan ttv
sebelum dan sesudah aktivitas, kaji fungsi motorik untuk mengetahui keadaan
baring untuk mencegah terjadinya area yang tertekan, bantu pasien dalam
pemenuihan ADL untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari pasien karena
ROM adalah latihan gerak semdi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan
baik secara aktif maupun secara pasif, ROM pasif adalah latihan ROM yang
dilakukan pasien dengan bantuan perawat atau pelatih untuk setiap gerakan
yang dilakukan (Potter & Perry. 2011, hlm.1260). ROM selain mencegah atrofi
dilakukan oleh Marlina (2011, ) yang menyatakan bahwa ada pengaruh latihan
ROM terhadap kekuatan otot. Latihan ROM merupakan salah satu bentuk
latihan dalam proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk
keluarga.
Implementasi yang dilakukan adalah mengobservasi ttv, alih baring pasien tiap
2 jam, latih pasien dalam melakukan rentang gerak, bantu pasien melakukan
kebutuhan ADL yang tidak bisa melakukan sendiri, dan kolaborasi dengan ahli
tampak berbaring lemah di tempat tidur, aktivitas dibantu oleh keluarga dan
pasien secara mandiri. Intervensi terutama ROM yang diberikan kepada pasien
hanya mampu menghindarkan pasien dari kekakuan sendi namun tidak mampu
sederhana di atas tempat tidur seperti seperti miring ke kanan ataupun ke kiri
keperawatan pada hari selanjutnya yaitu mengobservasi ttv, alih baring pasien
tiap 2 jam, latih pasien dalam melakukan rentang gerak, bantu pasien
melakukan kebutuhan ADL yang tidak bisa melakukan sendiri, dan kolaborasi
dengan ahli fisioterapi dalam memberikan latihan rentang gerak atau ROM.
diprediksi, dan dengan durasi kurang dari 3 bulan. Batasan karakteristik nyeri
atau kode dimana lokasi ketidaknyamana itu berada dan data objektif yaitu
ekspresi wajah menunjukkan nyeri, gelisah, pasien terlihat tidak nyaman
Diagnosa ini muncul pada tanggal 15 Mei 2019 ketika kesadaran pasien
composmentis GCSE4 M5 V5 pasien mengeluh nyeri pada dada kanan dan kiri
Walaupun parenkim paru dan pleura viseralis tidak mempunyai reseptor rasa
sakit, namun nyeri dada dapat dirasakan oleh pasien dengan gangguan pada
sistem pernafasan. Rasa nyeri ini juga dapat dirasakan pada hipertensi
pulmonal, disamping infark jantung. Nyeri yang dirasakan ketika batuk dapat
2011, hlm.94). Nyeri dada yang timbul akibat gangguan pernafasan biasanya
berlokasi di posterior atau lateral dengan sifat nyeri tajam seperti ditusuk-tusuk.
Nyeri akan bertambah parah bila terjadi batuk atau ketika sedang bernafas
dalam dan berkurang bila menahan napas. Nyeri tersebut berasal dari dinding
dada, otot, pleura perietalis, diafragma, dan saraf interkostalis (Tabrani, 2011,
hlm.98).
bahwa nyeri berkurang, mampu mengenali nyeri, tanda vital dalam rentang
Penelitian yang dilakukan oleh Wardani (2017, ¶8) terjadi penurunan nyeri
dada pleuritik dengan relaksasi napas dalam atau breathing exercise, hal ini
terutama diafragma. Ketika diafragma kuat atau efektif maka proses inspirasi
dan ekspirasi dapat dilakukan tanpa melibatkan otot aksesori, sehingga otot-otot
dengan intervensi yang ditetapkan tetapi masih ada kekurangan karena pada
somnolen, GCS E3 M4 V3. Evaluasi hari kelima pada tanggal 18 Mei 2019
antara lain perubahan tingkat kesadaran, pusing, deviasi mata, sakit kepala,
mual dan muntah, gelisah kejang, perubahan penglihatan, kelemahan dan atau
menunjukkan adanya suatu disfungsi otak (depresi atau kerusakan spesifik atau
non spesifik diensefalon dan batang otak bagian atas) dengan onset akut atau
subakut, kondisi tersebut dapat diakibatkan oleh lesi atau infark pada batang
otak (Satyanegara, 2011, 177). Untuk mengatasi masalah perfusi jaringan otak
menjadi efektif dengan kriteria hasil tekanan darah systole 90-140 mmHg,
tekanan darah diastole 60-90 mmHg, tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
pada batang otak, monitor tingkat kesadaran dengan GCS dengan rasional
tingkat kesadaran merupakan indikator terbaik adanya perubahan neurologi,
monitor status oksigenasi, posisikan kepala lebih tinggi dengan posisi leher
kolaborasi pemberian injeksi citicolin 250 mg/12 jam dengan tujuaan untuk
infus dan obat-obat vitamin saraf. Semua tindakan keperawatan yang sudah
sakit.
pemberian oksigen melalui masker dan posisi kepala 30º terhadap perubahan
mendasar. Keberadaan oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur
data keluarga mengatakan pasien lebih sering tidur, kesadaran somnolen, GCS
PENUTUP
Pada bab ini penulis akan membahas kesimpulan dari pengelolaan kasus yang berkaitan
SMC RS Telogorejo Semarang selain itu penulis juga akan memberikan saran yang
A. Simpulan
126/82 mmHg, Nadi 90x/mnt, RR 22x/mnt, SpO2 98%, suhu 36,5ºc, pasien
2 tahun yang lalu dan menjalani operasi pengangkatan payudara sebelah kiri
pada tahun 2017. Hasil pemeriksaan fisik paru didapatkan suara ronkhi pada
hasil foto thorax. Semua aktivitas pasien dibantu oleh keluarga tingkat
dada kanan dan kiri dan bertambah nyeri ketika batuk. Dari data diatas dapat
kriteria hasil Nursing Outcome Clasification (NOC) dalam jangka waktu yang
dapat dilakukan adalah mengevaluasi keluhan sesak nafas secara verbal, karena
4. Evaluasi setelah 5 hari pengelolaan perfusi jaringan otak masih belum teratasi,
klien belum ada refleks batuk, klien tidak mengalami dekubitus, klien juga
dalam lampiran.
B. Saran
Dengan tersusunnya karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat dijadikan refrensi
Black, J.M dan Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis
untuk hasil yang diharapkan. Jakarta: Salemba Medika
Handayani, Lestari. (2012). Menaklukkan Kanker Serviks dan Kanker Payudara dengan 3
Terapi Alami. Jakarta: Agro Media Pustaka
Herdman, T. Heater. (2018). Nanda Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2018-
2020
Juniman, Puput. (2018). WHO : Kanker Membunuh 10 Juta Orang di Dunia Tahun Ini.
https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20180913133914-255-329910/who-
kanker-membunuh-hampir-10-juta-orang-di-dunia-tahun-ini. diakses pada 30
Juni 2019.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Profil Kesehatan Jawa Tengah Tahun
2017.
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROVINSI_
2017/13_Jateng_2017.pdf. diakses pada 30 Juni 2019.
Kowalak, J. (2011). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2010). Fundamental keperawatan. Edisi 7. Buku 2. Jakarta:
Salemba Medika
Putri, A. (2016). Penerapan Terapi Inhalasi Untuk Mengurangi Sesak Nafas Pada Pasien
Bronkopneumnia. http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/450/1/ANDREARRETHA
%20ANGGITA% 20PUTRI%20NIM.%20A01401855.pdf
Rasjidi, Imam. (2009). Deteksi Dini & Pencegahan Kanker Pada Wanita. Jakarta: Sagung
Seto
Satyanegara. (2011). Ilmu Bedah Saraf Edisi IV. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Soemantri, Irman. (2011). Asuhan Keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika
Taylor, Cyntya & Sheila, Sparks. (2011). Diagnosis Keperawatan dan Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC
Wardani. (2012). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Pasien Pneumonia di RS Paru
Dr.Ario Irawan. http://eprints.ums.ac.id/53796/12/naspublik.pdf
Wilkinson, J. M. (2011). Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosa NANDA.
Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC Edisi 9. Jakarta: EGC