Anda di halaman 1dari 34

Referat

PERAN MATRIX-ASSISTED LASER DESORPTION IONIZATION TIME-


OF FLIGHT MASS SPECTOMETRY (MALDI- TOF MS)
PADA ENDOMETRIOSIS

Oleh:
dr. Zata Yuda Amaniko
2150305205

Pembimbing:

dr. Haviz Yuad, SpOG,Subsp.FER

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS


OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2023
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI............................................................................................................i
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Endometriosis...................................................................................................3
2.1.1 Defenisi..............................................................................................3
2.1.2 Epidemiologi......................................................................................3
2.1.3 Faktor Risiko......................................................................................4
2.1.4 Patofisiologi.......................................................................................4
2.1.5 Diagnosis............................................................................................9
2.6 Tatalaksana..........................................................................................14
2.1.7 Prognosis..........................................................................................19
2.2 Matrix-Assisted Laser Desorption Ionization Time-Of Flight Mass
Spectometry (MALDI- TOF MS).................................................................20
2.2.1 Sejarah Perkembangan MALDI-TOF..............................................20
2.2.2 Prinsip MALDI-TOF.......................................................................21
2.2.3 Peran MALDI-TOF pada Endometriosis.........................................22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................26

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas i


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Patofisiologi Endometriosis....................................................................5


Gambar 2 Proses Patofisiologi pada Endometriosis................................................8
Gambar 3 Spektrum Manifestasi Klinis Endometriosis.........................................10
Gambar 4 Algoritma Diagnosis Endometriosis.....................................................12
Gambar 5 Stadium Endometriosis.........................................................................13
Gambar 6 Algoritma Tatalaksana Endometriosis...................................................14
Gambar 7 Tatalaksana Nyeri terkait Endometriosis...............................................15
Gambar 8 Bagan MALDI-TOF mass spectrometer jenis linear dan reflectron.....22

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas ii


DAFTAR TABEL

Tabel 1 Pencitraan dan tampilan laparoskopi subtipe endometriosis....................14


Tabel 2 Terapi Hormonal untuk Endometriosis.....................................................16

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas iii


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Endometriosis digambarkan lebih dari 100 tahun yang lalu sebagai
endometrial-like tissue di luar rahim. Awalnya, hal ini merupakan temuan yang
tidak disengaja selama pembedahan, namun sejak tahun 1960, endometriosis telah
menjadi penyebab utama pembedahan pada wanita. Setelah diperkenalkannya
laparoskopi pada tahun 1970an, disadari bahwa endometriosis panggul yang khas
sangat sering terjadi pada wanita dengan infertilitas atau nyeri. Pada tahun 1986,
lesi yang tidak diwarnai dikenali sebagai endometriosis, dan pada tahun 1990, lesi
endometriosis dalam yang lebih kecil ditemukan. Endometriosis ekstrapelvis
terjadi di paru-paru, meskipun terkadang endometriosis dapat ditemukan di
banyak tempat lain di tubuh. (1)

Banyak teori yang dikemukakan untuk menjelaskan perkembangan


endometriosis, namun tidak ada yang pasti. Teori yang paling diterima adalah
bahwa sel-sel endometrium mencapai rongga peritoneum melalui menstruasi
retrograde (sebuah proses fisiologis yang terjadi pada 90% wanita); sel-sel ini
biasanya dipecah dan dibersihkan. Endometriosis diperkirakan berkembang
karena perubahan dalam proses ini karena faktor-faktor seperti adhesi dan
proliferasi sel, mutasi somatik, peradangan, steroidogenesis lokal, neurogenesis
dan disregulasi imun. (2)

Endometriosis adalah kondisi heterogen dengan prevalensi yang


dilaporkan sangat bervariasi, diperkirakan mempengaruhi 10% wanita di seluruh
dunia (190 juta wanita di seluruh dunia). Kondisi ini ditandai dengan adanya
kelenjar dan stroma mirip endometrium di lokasi di luar rongga endometrium; dan
dapat bermanifestasi dengan dismenorea, subfertilitas, dan berbagai gejala lain
yang heterogen dengan sedikit korelasi antara penyakit dan tingkat keparahan
gejala. Diagnosis endometriosis saat ini bergantung pada riwayat dan pemeriksaan
klinis, USG, dan pada akhirnya pembedahan laparoskopi dan biopsi. (3) Diagnosis

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


endometriosis seringkali tertunda karena gejala seperti nyeri panggul dan/atau
infertilitas juga berhubungan dengan kondisi lain. (4)

Perawatan konvensional meliputi operasi pengangkatan lesi endometriotik


yang diikuti dengan penekanan hormonal. Perawatan farmakologis saat ini
memiliki kemanjuran yang terbatas dan efek samping yang tidak diinginkan.
Setengah dari wanita yang menjalani operasi tanpa pengawasan pengobatan
jangka panjang mungkin akan menjalani prosedur lain dalam 5 tahun, yang
mengakibatkan kerusakan organ yang rumit dan hilangnya fungsi. Strategi terapi
saat ini berfokus pada pengurangan gejala jangka panjang dan pemeliharaan
kesuburan. (5)

Meskipun telah dilakukan penelitian selama bertahun-tahun, etiologi


endometriosis dan penyebab tingkat keparahan yang bervariasi pada pasien yang
berbeda tidak diketahui, Mengingat gejala nonspesifik penyakit ini biasanya mirip
dengan gejala yang terkait dengan penyakit radang panggul atau kondisi lain yang
terkait dengan nyeri panggul kronis, diagnosis pasti masih memerlukan
pembedahan, dilaporkan adanya penundaan 8-12 tahun untuk diagnosis yang
benar, korelasi antara gejala dan tingkat keparahan penyakit sering kali tidak
diketahui. kekurangan. (6) Oleh karena itu, kemampuan untuk mendiagnosis lebih
cepat dan menggunakan biomarker yang tidak terlalu invasif akan sangat
bermanfaat. Metodologi inovatif dari era pasca-genomik (genomik,
transkriptomik, proteomik) telah memberikan kontribusi signifikan terhadap
kemajuan di bidang biomedis, baik untuk penjelasan proses patogenik maupun
pengembangan tes diagnostik baru. Secara khusus, pembuatan profil pola
proteomik cairan biologis dengan Matrix Assisted Laser Desorption Ionization-
Time of Flight Mass Spectrometry (MALDI-TOF MS) saat ini dianggap sebagai
alat yang ampuh untuk mengembangkan tes skrining non-invasif. Hasil yang
sukses
(7)
telah dilaporkan untuk identifikasi biomarker untuk ovarium dan payudara.

MALDI- TOF MS memiliki kelebihan antara lain penerapan dan


perolehan sampel yang sederhana, daya pengerjaan yang berlebihan (lebih dari

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


1536 sampel setiap plate dapat dianalisis ulang, waktu yang singkat, toleran
terhadap cemaran seperti: garam, deterjen dan bufer. (8)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Endometriosis
2.1.1 Defenisi
Endometriosis adalah penyakit ginekologi kronis yang ditandai dengan
perkembangan dan keberadaan elemen histologis seperti kelenjar dan stroma
endometrium pada posisi anatomi dan organ di luar rongga rahim. Manifestasi
klinis utama penyakit ini adalah nyeri panggul kronis dan gangguan kesuburan.
Lokalisasi lesi endometriosis dapat bervariasi, dengan fokus penyakit yang paling
sering terkena adalah ovarium, diikuti oleh ligamen latum posterior, cul-de-sac
anterior, cul de-sac posterior, dan ligamen uterosakral. (2)

2.1.2 Epidemiologi
Endometriosis paling sering melibatkan ovarium, yang merupakan salah
satu penyakit ginekologi yang paling umum di antara semua etnis dan kelompok
sosial, dan menyerang sekitar 10% wanita usia subur. Gejala utama tambahan
yang terkait dengan endometriosis termasuk gangguan kesuburan, yang
mempengaruhi hingga 50% pasien. (9)

Penyakit ini menyerang 10–15% wanita usia reproduksi dan 35–50%


wanita yang menderita nyeri panggul dan/atau infertilitas. Namun perlu
diperhatikan bahwa ada juga kasus penderita endometriosis setelah menopause,
dan juga terjadi pada wanita remaja. Sebagian besar kasus endometriosis terjadi
pada wanita antara menarche dan menopause. Puncak penyakit terjadi antara usia
25 dan 45 tahun. Data literatur menunjukkan bahwa endometriosis ditemukan
pada 0,1–53% wanita yang dioperasi secara laparoskopi atau laparotomi, dimana
12–32% adalah wanita setelah laparoskopi diagnostik karena penundaan nyeri
panggul dan 10–60% pasien setelah laparoskopi diagnostik karena cacat.
Endometriosis pada 7% wanita dikaitkan dengan kecenderungan genetik mereka
dalam keluarga. Penyakit ini ditemukan pada 2% wanita yang menjalani ligasi
tuba dan 17% wanita setelah operasi pengangkatan ovarium. (10)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


2.1.3 Faktor Risiko
- Riwayat menstruasi dan reproduksi
Usia menarche yang lebih dini (<12 tahun)18 dan siklus menstruasi yang
lebih pendek (<26 hari) secara konsisten dikaitkan dengan endometriosis,
mungkin melalui frekuensi menstruasi retrograde yang lebih besar atau
lingkungan hormonal: (11)

- Antropometri
Hubungan terbalik antara endometriosis dan indeks massa tubuh (BMI)
orang dewasa telah diamati secara konsisten. Bukti juga mendukung bahwa risiko
endometriosis yang lebih besar terkait dengan kurus di masa dewasa tercermin
dalam hubungan antara risiko endometriosis dan kurus di masa kanak-kanak.
- Merokok
Wanita yang merokok memiliki kadar estrogen yang lebih rendah, mereka
juga terpapar pada gangguan endokrin estrogenik (kadar yang lebih tinggi), yang
mengerahkan aktivitas estrogenik yang dimediasi oleh reseptor aril hidrokarbon
melalui interaksi dengan reseptor estrogen (ER), yang berpotensi memperumit
hubungan tersebut.
- Diet
Meskipun asam lemak omega-3 memiliki pengaruh anti-inflamasi, lemak
tak jenuh trans meningkatkan aktivasi sistem IL-6 dan tumor necrosis factor
(TNF), yang diduga terlibat dalam patogenesis endometriosis.

2.1.4 Patofisiologi
- Menstruasi Retrograde, Metaplasia Coelomic, dan Teori Sisa
Müllerian
Endometriosis adalah lesi endometriotik “ektopik” yang menyerupai
fenotip lapisan endometrium “eutopik” pada rahim. Hipotesis yang paling banyak
diterima adalah menstruasi retrograde dimana keluarnya fragmen jaringan
menstruasi melalui saluran tuba menyebabkan sel-sel endometrium berkembang
biak dan tumbuh ke dalam rongga peritoneum. Menstruasi retrograde adalah
peristiwa fisiologis yang terjadi selama menstruasi, namun pada wanita dengan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


endometriosis, jaringan endometrium yang responsif terhadap steroid ini melekat
pada peritoneum dan menyerang struktur panggul. Risiko lebih tinggi terjadinya
endometriosis pada wanita dengan menarche pada usia lebih muda, menopause
pada usia lebih tua, durasi yang lama, dan aliran menstruasi yang deras
mendukung hipotesis ini. (12)

Metaplasia coelom, teori lain yang terkenal untuk pembentukan lesi


endometriotik, didasarkan pada transformasi mesothelium peritoneum. Selain itu,
hipotesis sisa-sisa Müllerian mengusulkan bahwa endometriosis dapat dibedakan
dari sisa-sisa embriologis. Mekanisme terjadinya lesi endometriotik “in-situ”
melalui metaplasia atau dari sisa-sisa Müllerian menjelaskan lebih lanjut
terjadinya endometriosis pada remaja segera setelah menarche dan pada janin
tanpa menstruasi. (5)

Gambar 1 Patofisiologi Endometriosis (5)

- Diseminasi Sirkular dan Teori Stem Cell


Pada lokasi ekstraperitoneal yang jarang terjadi, sel-sel yang terlepas akan
memasuki pembuluh darah uterus atau sistem limfatik, lalu menyebar ke organ
yang jauh, termasuk paru-paru, hati, limpa, dan otak. Sebuah teori alternatif telah
menjadi jelas bahwa sel induk berkontribusi terhadap patogenesis endometriosis.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Sel induk yang berasal dari sumsum tulang (Bone marrow-derived stem cells/
BMDSCs) berjalan ke rongga rahim dan meregenerasi endometrium eutopik.
Selama menstruasi, wanita dengan endometriosis memiliki lebih banyak sel
pluripotensial dan melepaskan lebih banyak sel progenitor dibandingkan wanita
sehat, sehingga semakin memperluas hipotesis menstruasi retrograde. BMDSC ini
dapat langsung berdiferensiasi menjadi sel endometrium di lokasi ektopik di
rongga peritoneum dan di tempat yang jauh. (5,13)

- Teori Invaginasi pada Adenomyosis


Endometriosis rahim ditandai dengan penyakit zona persimpangan
(junctional zone disease), yang diakibatkan oleh perubahan sel basalis
endometrium yang menyerang miometrium uterus melalui gangguan
endometrium-miometrium interface (EMI), yang kemudian menimbulkan lesi
endometriotik ektopik. (14) Risiko adenomiosis yang lebih tinggi ditemukan pada
wanita dengan mikrotrauma EMI, seperti kuretase endometrium berulang,
persalinan sesar, dan operasi rahim sebelumnya. Lebih jauh lagi, siklus
hiperperistaltik uterus yang berkelanjutan dan peregangan miosit yang berulang-
ulang menambah auto-traumatisasi, yang berpotensi mendorong invaginasi basalis
endometrium dalam proses penyembuhan jaringan. (5,15)

- Perubahan Epigenomik dan Genomik


Hubungan antara heritabilitas dan endometriosis. Hasil studi agregasi
keluarga menunjukkan bahwa kemungkinan terkena endometriosis adalah 8%
pada ibu yang sakit dan 6% pada saudara perempuan yang terkena endometriosis.
Risiko terkena penyakit ini kurang dari 1% pada kedua situasi pada populasi
kontrol tanpa riwayat keluarga. Peningkatan prevalensi penyakit ini ditemukan
pada kerabat tingkat pertama dari wanita penderita endometriosis, meskipun asal
usul genetik spesifik dari hubungan tersebut masih belum diketahui. (5)

- Modulasi Estrogen dan Progesteron


Pada lesi endometrium normal dan endometriotik ektopik, hormon steroid
dan reseptornya mengatur proliferasi sel, angiogenesis, neurogenesis, dan jalur
inflamasi. Konsentrasi estrogen dan progesteron yang seimbang mengatur fungsi
endometrium eutopik selama siklus menstruasi. Endometriosis juga didefinisikan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


sebagai kelainan yang bergantung pada steroid, yang bergantung pada pola
ekspresi reseptor steroid spesifik sel dan metabolisme hormon yang bergantung
pada fase siklus menstruasi. Estradiol mengaktifkan cycloocygenase-2 (COX-2)
di dalam sel endotel uterus, meningkatkan produksi prostaglandin E2 dalam
mekanisme feed-forward. Peningkatan produksi estradiol oleh aromatase,
hilangnya fungsi 17β -hidroksisteroid dehidrogenase tipe 2 (17β-HSD2), dan
ekspresi berlebih ER-β mendorong pertumbuhan sel dan melanggengkan
peradangan pada lesi endometriotik ektopik. Akumulasi estradiol mengaktifkan
aktivitas mitogenik dengan merangsang serangkaian gen yang terkait dengan
proliferasi sel (GREB1, MYC, dan CCND1), menghambat apoptosis yang
disebabkan oleh kinase-1 pengatur sinyal apoptosis (ASK-1) dan faktor nekrosis
tumor-α (TNF- α), yang mengarah pada pengembangan implan endometriotik. (5,16)
Sebaliknya, penurunan regulasi PR-β menyebabkan resistensi progesteron,
yang menyebabkan endometrium eutopik non-reseptif dan lingkungan mikro pro-
inflamasi membatasi efek terapi progestin dan selanjutnya mendorong dampak
sistemik endometriosis. (16,17) Sehubungan dengan resistensi progesteron yang kuat
pada lesi endometriotik, efek terapi hormon pada lesi endometriotik superfisial
tampaknya merupakan konsekuensi dari penurunan konsentrasi estrogen
dibandingkan efek progestin langsung. Solusi optimalnya adalah dengan
mengurangi sebagian kadar estrogen secukupnya untuk menekan kelangsungan
hidup dan vaskularisasi implan endometriotik, sekaligus mempertahankan
konsentrasi yang memadai untuk meringankan gejala menopause vasomotor dan
hilangnya kepadatan mineral tulang. (18)

- Peradangan, Angiogenesis, dan Remodeling Jaringan


Implan endometriotik adalah struktur multiseluler kompleks di mana sel-
sel endometrium ektopik bermigrasi, melekat, dan menghindar melalui
serangkaian proses remodeling jaringan, diikuti oleh masuknya sitokin pro-
inflamasi dan pertumbuhan pembuluh darah baru (neoangiogenesis). (5,14)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Gambar 2 Proses Patofisiologi pada Endometriosis (5)

Cairan peritoneum pada pasien yang terkena juga ditemukan mengandung


peningkatan sitokin pro-inflamasi. Peningkatan konsentrasi interleukin (IL-1β, IL-
6, IL-8, IL-33), tumor necrosis factor-alpha (TNF-α), insulin-like growth facto-1
(IGF-1), monocyte chemoattractant secara tidak wajar ligan kemokin motif
protein/CC (MCP-1, CCL2, CCL5), dan faktor pertumbuhan endotel vaskular
(VEGF) mengaktifkan respons inflamasi dengan meningkatkan regulasi faktor
nuklir kappa penambah rantai cahaya sel B teraktivasi (NF-κB) pada wanita yang
terkena dampak. Sirkulasi sitokin dan sel imun selanjutnya menciptakan
lingkungan inflamasi yang luas yang mendorong efek sistemik endometriosis
pada fungsi imunologi, kardiovaskular, neurologis, dan metabolik. Jalur
pensinyalan VEGF/tirosin kinase telah diregulasi dan terlibat dalam berbagai
mekanisme vaskularisasi, termasuk pertumbuhan de novo (angiogenesis),
vaskulogenesis, dan pembentukan jaringan yang saling berhubungan. Selain itu,
hubungan antara pertumbuhan pembuluh darah baru dan serabut saraf
berkontribusi terhadap “neuro-angiogenesis”, lesi endometriotik ektopik, dan jalur
nyeri. (19)

- Disregulasi Kekebalan Tubuh


Produksi sitokin pro-inflamasi yang menyimpang merekrut sejumlah besar
populasi sel kekebalan yang mengubah lingkungan peritoneum pada wanita
dengan endometriosis. Banyaknya sel imun bawaan dan populasi sel imun adaptif

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


yang berbeda telah terdeteksi pada cairan peritoneum wanita yang terkena atau
pada lesi endometriotik dari pasien yang menunjukkan sistem kekebalan tubuh
lemah pada endometriosis. (11)

Faktor kemotaksis neutrofil seperti IL-8, faktor perangsang koloni


granulosit (G-CSF), dan ligan kemokin 1, 2, dan 3 (CXCL-1, CXCL-2, dan
CXCL-3) mengumpulkan sel-sel kekebalan dalam satu lingkaran umpan balik
positif. Dalam cairan peritoneum dan endometrium eutopik wanita dengan
endometriosis, peningkatan makrofag yang signifikan telah menunjukkan
penurunan aktivitas fagositik, yang mendorong angiogenesis, persarafan lesi, dan
gejala nyeri. Makrofag yang teraktivasi dibagi menjadi dua fenotipe, di antaranya
makrofag M1 dominan dalam respons proinflamasi dan makrofag M2 terutama
terlibat dalam respons antiinflamasi. Meskipun penelitian ini masih kontroversial,
wanita yang terkena dampak memiliki endometrium fisiologis dengan dominasi
M1 dan bagian ektopik dengan polarisasi M2, memungkinkan angiogenesis,
remodeling jaringan, dan dengan demikian berkembangnya penyakit.
Kelangsungan hidup lesi ektopik juga disebabkan oleh aktivasi sel T dan B dan
penurunan sitotoksisitas sel pembunuh alami (NK). Sitokin, termasuk faktor
pertumbuhan transformasi turunan trombosit- β (TGF-β), IL-6, dan IL-15,
menghambat sitotoksisitas sel NK, sehingga berkontribusi terhadap implantasi,
proliferasi, dan pelepasan imun sel endometrium ektopik. (5,20)

2.1.5 Diagnosis
- Manifestasi Klinis
Endometriosis menyebabkan presentasi yang heterogen, bervariasi dari
lesi peritoneum superfisial, tumor ovarium (endometrioma) dan uterus
(adenomiosis), dan endometriosis infiltratif dalam (DIE), yang sering disertai
dengan jaringan parut dan perlengketan. Lesi ini berhubungan dengan kelainan
ginekologi dan variabilitas gejala nyeri. Lesi endometriotik juga dapat menyebar
dan tumbuh di tempat ekstra panggul, termasuk organ viseral di perut bagian atas,
dada, dan sistem saraf. Dismenore, menoragia, dan perdarahan uterus abnormal
merupakan gejala utama pada wanita penderita adenomiosis. Pada miometrium
yang terkena adenomiosis, ekspresi reseptor oksitosin yang lebih tinggi dan
perubahan depolarisasi membran sel otot polos uterus berkontribusi terhadap

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


kontraktilitas uterus yang abnormal. Gejala umum endometriosis panggul adalah
nyeri panggul kronis (siklus dan non-siklus) dan kondisi nyeri lainnya, termasuk
dispareunia, disuria, dan diskezia. Tingkat keparahan endometriosis panggul dapat
ditentukan setelah intervensi bedah menggunakan American Society for
Reproductive Medicine (ASRM). (4,5,21)

Gambar 3 Spektrum Manifestasi Klinis Endometriosis (5)

Endometriosis harus dianggap sebagai penyebab infertilitas pada wanita


dengan gejala nyeri. Menghindari hubungan seksual karena dispareunia parah dan
nyeri panggul kronis membatasi kemungkinan pembuahan alami. Adhesi panggul
juga dapat menyebabkan distorsi anatomi, mengganggu proses pembuahan,
termasuk pelepasan oosit dari ovarium, pengambilan sel telur, dan transportasi
melalui saluran tuba. Kedua, stres oksidatif pada endometrioma menyebabkan
kerusakan pada korteks ovarium sehat di dekatnya, sehingga mengurangi
cadangan ovarium. Perubahan lingkungan mikro intrafollicular dan
steroidogenesis yang menyimpang mengganggu folikulogenesis dan kompetensi
oosit. Disregulasi profil imun dan inflamasi memainkan peran penting dalam
kegagalan implantasi berulang dan keguguran dini. (5) Nyeri di ujung bahu (nyeri di
bawah tulang belikat), pneumotoraks katamenial, batuk berulang/hemoptisis/nyeri

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


dada, dan pembengkakan/nyeri bekas luka berulang dapat mengindikasikan
endometriosis di bagian ekstra-abdomen. (22)

Diagnosis awal endometriosis biasanya dilakukan berdasarkan riwayat


klinis karena sebagian besar wanita menunjukkan hasil pemeriksaan fisik yang
normal. Dokter melakukan palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan uterus
atau adneksa, perlengkapan retroversi, nodulasi ligamen uterosakral, dan adanya
massa di panggul. Nyeri tekan pada palpasi forniks posterior adalah temuan yang
paling umum. Penyebab lain dari nyeri panggul harus disingkirkan dengan
melakukan tes diagnostik yang sesuai seperti urinalisis, Pap smear, tes kehamilan,
dan usap vagina dan endoserviks. (23)

- Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dasar dalam diagnosis endometriosis adalah pemeriksaan
USG. Pemeriksaan ultrasonografi bermanfaat dalam diagnosis kista endometrium
pada ovarium dan cacat bawaan pada organ reproduksi yang menyebabkan aliran
darah menstruasi secara retrograde ke dalam rongga peritoneum. Dalam kasus
endometriosis yang menyusup ke kandung kemih atau usus besar, dibenarkan
untuk melakukan pemeriksaan sistoskopi, kolonorektoskopi, dan USG transrektal.
MRI (idealnya dua dimensi, rangkaian T2- weighted tanpa penekanan lemak)
dapat digunakan untuk mendiagnosis endometriosis sebelum operasi, namun tidak
adanya temuan pada pencitraan tidak menyingkirkan endometriosis, khususnya
penyakit peritoneum superfisial. Dalam kasus DIE, Rectal Water Contrast
Transvaginal Sonography (RWC-TVS) juga tepat untuk dilakukan. Kontras air
memungkinkan kita mendeteksi fokus di area usus dan menilai perkembangannya.
(10,22)

Pada pasien yang diduga menderita endometriosis, yang hasil


pencitraannya tidak menunjukkan patologi panggul yang jelas atau yang
pengobatan empirisnya tidak berhasil, laparoskopi direkomendasikan untuk
diagnosis sebagai gold standard yang secara simultan dikonfirmasi dengan
pemeriksaan histopatologi. Laparoskopi untuk endometriosis harus selalu
melibatkan eksplorasi menyeluruh pada bagian abdomen dan panggul. (22)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Gambar 4 Algoritma Diagnosis Endometriosis (22)

- Sistem Klasifikasi dan Staging


Endometriosis biasanya diklasifikasikan berdasarkan kriteria revisi yang
dirumuskan oleh American Fertility Society (AFS) dan American Society of
Reproductive Medicine (ASRM), termasuk ukuran lesi, lokasi dan luasnya
perlengketan, ke dalam empat tahap dari 'minimal' hingga 'severe' menurut sejauh
mana penyakit yang diamati. Organ-organ seperti rahim, saluran tuba dan ovarium
serta struktur yang mencakup fossa ovarium (cekungan dangkal pada dinding
lateral panggul tempat ovarium berada), ligamen uterosakral, septum rektovaginal,
kantong Douglas (bagian dari rongga peritoneum antara rektum dan dinding
posterior rahim serta ligamen uterosakral) dan lipatan uterovesikal (cekungan
dangkal peritoneum antara rahim dan kandung kemih) sering terpengaruh. Ukuran
lesi dapat berkisar dari bintik-bintik belang-belang berukuran milimeter hingga
struktur nodular beberapa sentimeter dan kista ovarium (endometrioma) seukuran
jeruk bali. Stadium I (minimal, 1-5 poin) biasanya terdiri dari beberapa bercak
atau perlengketan endometriotik superfisial. Stadium II (ringan, 6-15 poin) dapat
berupa beberapa lesi peritoneum yang dalam atau kombinasi dengan lesi

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


superfisial dan adhesi film. Stadium III (sedang, 16-40 poin) sering kali mencakup
endometrioma sendiri atau dikombinasikan dengan endometriosis superfisial atau
dalam dan/atau perlengketan padat. Stadium IV (parah, >40 poin) sering ditandai
dengan semua hal di atas serta endometrioma ovarium bilateral dan/atau
perlengketan padat yang dapat menyebabkan hilangnya sebagian atau seluruh
panggul atau panggul sejati (struktur yang berisi semua organ panggul). Namun,
tidak ada korelasi antara tingkat keparahan gejala dan sistem stadium. (11,24)

Gambar 5 Stadium Endometriosis (11)

Tiga subtipe endometriosis panggul penting untuk dikenali karena dapat


mempengaruhi gejala dan metode diagnosis. Endometriosis peritoneum superfisial
adalah subtipe yang paling umum dan terdiri dari lesi berbagai warna yang
terletak di permukaan peritoneum. Endometrioma adalah kista ovarium yang
berisi cairan berwarna gelap berlumuran darah (sering disebut kista coklat). Deep
infiltrating endometriosis (DIE) diidentifikasi dengan lesi yang melampaui
peritoneum; lesi ini seringkali bersifat nodular dan fibrotik, dan mempunyai
kapasitas untuk menyerang organ panggul yang berdekatan seperti rektosigmoid,
ureter atau kandung kemih. (2)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Tabel 1 Pencitraan dan tampilan laparoskopi subtipe endometriosis (2)

2.6 Tatalaksana

Gambar 6 Algoritma Tatalaksana Endometriosis (5)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


a. Tatalaksana Farmakologi
- Tatalaksana terkait Nyeri

Gambar 7 Tatalaksana Nyeri terkait Endometriosis (25)

Wanita mungkin ditawari obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) atau


analgesik lain (baik tersendiri atau dikombinasikan dengan pengobatan lain) untuk
mengurangi nyeri terkait endometriosis. (25)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Tabel 2 Terapi Hormonal untuk Endometriosis (2)

Selain NSAID, pasien dengan endometriosis dianjurkan untuk


mendapatkan pengobatan hormon (kombinasi kontrasepsi hormonal, progestogen,
agonis GnRH atau antagonis GnRH) sebagai salah satu pilihan untuk mengurangi
nyeri terkait endometriosis. Dianjurkan untuk meresepkan wanita kontrasepsi
hormonal kombinasi (oral, cincin vagina atau transdermal), progestogen, sistem
intrauterin pelepas levonorgestrel (LNG-IUS) atau implan subdermal pelepas
etonogestrel, agonis GnRH untuk mengurangi nyeri terkait endometriosis. Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


harus mempertimbangkan untuk meresepkan kombinasi terapi tambahan
hormonal bersamaan dengan terapi agonis GnRH untuk mencegah pengeroposan
tulang dan gejala hipo-estrogenik. Pada wanita dengan nyeri terkait endometriosis
yang sulit disembuhkan dengan perawatan medis atau bedah lainnya, dianjurkan
untuk meresepkan inhibitor aromatase, karena obat ini mengurangi nyeri terkait
endometriosis. Inhibitor aromatase dapat diresepkan dalam kombinasi dengan
kontrasepsi oral, progestogen, agonis GnRH, atau antagonis GnRH. (22,25)

- Tatalaksana terkait Fertilitas


 Terapi Hormonal
Tidak ada bukti manfaat penekanan fungsi ovarium pada wanita
dengan infertilitas terkait endometriosis yang ingin hamil. Setelah operasi
untuk endometriosis, wanita yang ingin hamil tidak boleh diobati dengan
penekanan hormon pasca operasi dengan tujuan meningkatkan angka
kehamilan di masa depan. Pada wanita infertil dengan endometriosis,
dokter tidak boleh meresepkan pentoxifylline, obat anti inflamasi lain atau
letrozole di luar induksi ovulasi untuk meningkatkan angka kehamilan
alami. (22,25)

 Terapi Pembedahan
Bukti kualitas sedang dari metaanalisis Cochrane terhadap tiga RCT
dengan total 528 peserta menunjukkan bahwa pengobatan laparoskopi
(ablasi atau eksisi) endometriosis peritoneum superfisial meningkatkan
angka kehamilan intrauterin yang layak dibandingkan dengan laparoskopi
diagnostik saja. (26)

 Medically Assisted Reproduction (MAR)


Rekomendasi dalam pedoman yang menyarankan bahwa ART
mungkin efektif untuk infertilitas terkait endometriosis didasarkan pada
meta-analisis penelitian observasional yang membandingkan hasil ART
pada wanita dengan dan tanpa endometriosis. Melakukan pembedahan
sebelum ART untuk infertilitas yang berhubungan dengan endometriosis
peritoneum superfisial tidak dianjurkan. Melakukan operasi endometrioma
ovarium sebelum ART untuk meningkatkan angka kelahiran hidup juga

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


tidak dianjurkan. Bukti yang ada saat ini tidak menunjukkan adanya
manfaat, dan pembedahan kemungkinan besar mempunyai dampak negatif
pada cadangan ovarium. Selain itu, tidak ada bukti yang menunjukkan
bahwa melakukan bedah eksisi endometriosis dalam sebelum ART dapat
meningkatkan hasil reproduksi, dan hal ini sebaiknya dilakukan pada
wanita yang mengalami gejala nyeri yang menyertainya. (5,22)

b. Tatalaksana Operatif
Dalam hal perawatan bedah, bisa dilakukan dengan sparing atau radikal.
Tindakan operatif sparing berlaku untuk pasien wanita usia remaja dan wanita
usia subur yang berencana untuk hamil. Perawatan bedah radikal dilakukan pada
pasien yang tidak merencanakan kehamilan atau pada pasien yang terus
merasakan nyeri meskipun telah menggunakan farmakoterapi. Indikasi
pengobatan bedah endometriosis adalah nyeri panggul, infertilitas pada
endometriosis, dan kista pada ovarium endometrium. Laparoskopi adalah teknik
bedah yang direkomendasikan untuk pengobatan endometriosis, apa pun
stadiumnya. Efek terapeutik terbaik dicapai sebagai hasil dari tindakan ini. (10)

Pembedahan konservatif, yang dikenal sebagai pembedahan


pemeliharaan/penghematan kesuburan (reseksi lesi endometriotik tanpa
pengangkatan ovarium dan rahim), lebih disukai pada wanita yang menginginkan
kehamilan, mempertahankan kesuburan alami, dan meningkatkan konsepsi
dengan bantuan. Perawatan medis jangka panjang setelah operasi konservatif
mengurangi
(5)
kekambuhan endometriosis, sehingga menghindari operasi berulang.

Pembedahan untuk endometriosis peritoneum superfisial hanya memiliki


sedikit bukti yang menunjukkan bahwa pembedahan untuk mengobati
endometriosis jenis ini memperbaiki gejala dan kualitas hidup secara keseluruhan.
Ketidakpastian seputar penatalaksanaan bedah subtipe ini diperparah oleh
terbatasnya bukti yang memungkinkan pemilihan modalitas bedah spesifik untuk
menghilangkan lesi (misalnya, ablasi laparoskopi versus eksisi laparoskopi). (22)

Pembedahan untuk endometriosis ovarium, eksisi bedah umumnya


dianggap sebagai pengobatan optimal untuk endometriosis ovarium. Kistektomi,

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


dibandingkan drainase dan koagulasi, merupakan pendekatan bedah yang lebih
disukai karena dapat mengurangi kekambuhan endometrioma dan nyeri terkait
endometriosis. Kistektomi harus dipilih dengan hati-hati bagi wanita yang
menginginkan kesuburan, karena terdapat risiko kesuburan yang berdampak pada
berkurangnya cadangan ovarium, dan pendekatan konservatif harus diterapkan
untuk meminimalkan kerusakan ovarium. (27)

Semua pedoman kecuali NICE dan ASRM, merekomendasikan eksisi


nodul endometriosis yang menggembung dalam untuk mengatasi nyeri yang
berhubungan dengan endometriosis. ESHRE menyebutkan bahwa pembedahan
pada wanita dengan deep infltrating endometriosis (DIE) berhubungan dengan
intraoperatif yang substansial. Eksisi endometriosis kandung kemih
direkomendasikan oleh ESHRE dan CNGOF. ESGE/ESHRE/WES menerbitkan
rekomendasi pada bulan Februari 2020 mengenai aspek teknis dari pendekatan
bedah yang berbeda untuk DIE. (28)

Histerektomi (dengan atau tanpa ooforektomi) dengan pengangkatan


semua lesi endometriosis yang terlihat sebaiknya dilakukan pada wanita yang
tidak ingin hamil lagi dan yang belum memberikan respons terhadap
penatalaksanaan yang lebih konservatif. Wanita dengan endometriosis harus
diberitahu bahwa histerektomi bukanlah “obat” untuk endometriosis dan
sebaiknya dilakukan pada wanita yang menderita adenomiosis (yang terjadi di
dalam rahim) atau pada wanita dengan nyeri hebat yang tidak mempunyai pilihan
lain untuk memperbaiki gejalanya. (29)

2.1.7 Prognosis
Riwayat alami penyakit ini diamati menggunakan laparoskopi, yang
diulangi setelah 6-12 bulan, pada pasien yang terdaftar dalam kelompok 2 uji coba
acak yang tidak diobati yang mengevaluasi perawatan bedah pada pasien dengan
penyakit minimal hingga sedang. Endometriosis berkembang pada 29%–45%
pasien, tidak berubah pada 33%–42% pasien, dan mengalami kemunduran pada
22%–29% pasien. Kebanyakan pasien melaporkan bahwa gejala mereka dimulai
pada masa remaja dan membaik saat menopause, meskipun beberapa pasien terus
merasakan nyeri setelah menopause. Perbaikan pada menopause kemungkinan

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


besar disebabkan oleh kurangnya stimulasi estrogen. Bukti menunjukkan bahwa
pengobatan dini endometriosis dan nyeri terkait dapat menurunkan risiko
berkembangnya nyeri kronis, yang selanjutnya mendukung pentingnya penilaian
dan intervensi dini. (2)

2.2 Matrix-Assisted Laser Desorption Ionization Time-Of Flight Mass


Spectometry (MALDI- TOF MS)
2.2.1 Sejarah Perkembangan MALDI-TOF
Meskipun ditemukan pada abad ke-19, spektrometri massa (Mass
Spectometry/ MS) hanya digunakan dalam ilmu kimia. Namun demikian,
pengenalan MALDI pada tahun 1980an meningkatkan kegunaan MS untuk
makromolekul biologis sebagai protein. Sebagai bagian dari kontribusi
Hillenkamp terhadap kemajuan MALDI, ia dan kolaboratornya menggunakan MS
untuk menggambarkan MALDI pada tahun 1985. John Fenn dan Koichi Tanaka
berbagi Hadiah Nobel Kimia tahun 2002 karena mengembangkan teknik ionisasi
desorpsi lunak untuk mempelajari makromolekul biologis, termasuk electrospray
dan desorpsi laser lembut. Pada tahun 1994, Kain dkk. melaporkan metode yang
memanfaatkan MALDI-TOF MS yang menggunakan analisis proteom dengan
C10H7NO3 sebagai matriks dan bermanfaat untuk mengidentifikasi
mikroorganisme dengan cepat. Meskipun demikian, bakteri pra-perawatan masih
digunakan pada saat itu untuk MALDI-TOF MS. Akhirnya, terungkap bahwa
pendekatan ini mungkin dapat segera digunakan pada koloni baru yang terbentuk
pada pelat target MALDI tanpa persiapan khusus, sehingga membuka pintu bagi
penerapan praktis teknologi tersebut. Laboratorium biologi klinis tidak mencatat
hasil penggunaan teknik ini hingga tahun 2009, dan hasil tahap eksperimental
baru dapat diterapkan secara klinis beberapa tahun kemudian. Diperlukan waktu
yang lama untuk mengubah data laboratorium penelitian menjadi keadaan klinis,
terbukti dengan fakta bahwa informasi primer dari laboratorium baru tersedia
pada tahun 2009. (30,31)
Berdasarkan yang dijelaskan oleh Tsuchida dkk ada
sejumlah penyebab penundaan ini, yang meliputi: (1) kekhawatiran bahwa protein
bervariasi secara adaptif in vivo dan sangat terpengaruh oleh kondisi budidaya; (2)
ketidakpastian mengenai apakah perbedaan dalam spektrum MS sepenuhnya
sesuai dengan kategorisasi yang diketahui saat ini; (3) tidak adanya database yang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


masif; dan (4) kenyataan bahwa, dari sudut pandang ahli bakteriologi,
karakterisasi mikrobiologi merupakan tugas menantang yang memerlukan tingkat
persiapan tertentu dalam mikrobiologi (bukan penerapannya). Untuk aplikasi
medis, beberapa penelitian juga diperlukan pada saat verifikasi. (32)

MALDI-TOF MS dikembangkan untuk menghasilkan dan menganalisis


ion dari berbagai molekul, terutama senyawa berukuran besar, nonvolatil, dan
labil termal seperti protein, polimer, dan oligonukleotida, yang menjadi dasar
penggunaan MS dalam penelitian biomedis. MALDI-TOF umumnya digunakan
untuk analisis protein, peptida, lipid, metabolit, dan glikan. (33,34)
Dalam dekade
sejak dianugerahi Hadiah Nobel Kimia pada tahun 2002, MALDI-TOF MS telah
banyak dikembangkan untuk studi proteomik/metabolomik melalui analisis
kualitatif dan kuantitatif protein/metabolit. Ilmu kehidupan modern telah banyak
difasilitasi oleh teknologi MALDI-TOF MS. Karena keunggulannya termasuk
pengoperasian yang mudah, keluaran yang tinggi, dan toleransi yang tinggi
terhadap kontaminasi (misalnya garam, buffer, deterjen), instrumen berbasis
MALDI-TOF MS telah banyak digunakan dalam banyak skenario klinis untuk
membantu spesialis klinis dalam mengambil keputusan medis. Misalnya, MALDI-
TOF telah dikembangkan untuk diagnosis infeksi dalam aliran darah dan penyakit
neurodegeneratif. Seiring dengan semakin matangnya teknologi, sistem berbasis
MALDI-TOF MS, misalnya MALDI Biotyper oleh Bruker, VitekMS oleh
bioMerieux ́ Diagnostik Klinis, Sistem MassARRAY oleh Agena Bioscience, dan
Clin-TOF dari Bioyong Technology, telah terdaftar sebagai perangkat medis untuk
penggunaan klinis. (33)

2.2.2 Prinsip MALDI-TOF


MALDI-TOF merupakan teknik ionisasi yang lunak dalam mass
spectrometry untuk menganalisis biomolekul (biopolimer seperti: protein, peptida
dan glukosa) dan molekul organik yang besar (seperti polimer, dendrimer, dan
makromolekul lain). (34) Bahan tersebut cenderung mudah pecah dan berkeping-
keping ketika diionisasi oleh metode ionisasi yang lebih konvensional. Sampel
masuk ke dalam penganalisis masa (MALDI), terlebih dahulu dicampur dengan
larutan matriks tertentu yang mengandung molekul berukuran kecil yang dapat

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


menyerap sinar ultraviolet, dengan perbandingannya terhadap sampel antara
1000−10.000: 1, biasanya sekitar 1000: 1. (8)

Matriks adalah molekul kecil asam organik tertentu yang dapat menyerap
hampir semua tenaga yang dihasilkan oleh sinar laser baik ultraviolet maupun
infra merah. Dan kemudian tenaga tersebut dialihkan secara perlahan-lahan ke
molekul yang lebih besar yang ada dalam sampel. Matriks yang digunakan ada
bermacam jenis yang disesuaikan dengan target persiapan sampel. Untuk masa
molekuler yang rendah (antara 1−10 kDa) digunakan Cyano-4-Hydroxycinnamic
Acid (CHCA) dan untuk antara 10−100 kDa digunakan sinapinic acid (SA) atau
2,5-dihydroxyacetophenone (2,5-DHAP), sedangkan 2,5-dihydroxybenzoic acid
(DHB) digunakan untuk menganalisis senyawa dengan berat molekul yang
rendah, yaitu protein yang bersifat hidrofobik, glikoprotein, dan fosfopeptida.
Gabungan dari berbagai matriks ternyata memberikan hasil yang baik.
Penganalisis masa MALDI-TOF terdapat dua jenis: jenis linear, di jenis ini,
penganalisis MALDI-TOF bekerja secara sederhana, hanya mengukur waktu yang
diperlukan oleh ion tertentu bergerak dari satu ujung ke ujung yang lain. Jenis
reflektron, cara bekerjanya hampir sama dengan jenis linear yaitu mengukur
waktu yang diperlukan ketika ion tertentu tersebut membentur reflectron, maka
akan dipantulkan dan bergerak ke arah detektor. (8)

Gambar 8 Bagan MALDI-TOF mass spectrometer jenis linear dan reflectron (8)

2.2.3 Peran MALDI-TOF pada Endometriosis


Lapisan endometrium mengalami perubahan siklus fungsional yang diatur
oleh hormon ovarium, faktor pertumbuhan, dan sitokin. Pemeriksaan fisiologis
dan molekuler pada endometrium uterus selama periode peri-implantasi telah
mengungkapkan beberapa gen yang terkait dengan jalur sinyal yang terlibat dalam
crosstalk uterus embrio diekspresikan secara berbeda. Mekanisme molekuler yang

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


mendasari implantasi embrio sangat penting untuk memahami komunikasi yang
benar antara endometrium dan perkembangan konsepsi selama tahap awal
kehamilan. (35,36)

Identifikasi profil protein pada tahap awal kehamilan memungkinkan


karakterisasi proses molekuler dan jalur biologis yang lebih baik. Penelitian
sebelumnya melaporkan adanya dua puluh satu protein yang diekspresikan secara
unik pada hari ke 12-13 dan 15-16 kehamilan. Lebih jauh lagi, analisis sistemik
terhadap protein yang teridentifikasi mengungkapkan adhesi sel dan organisasi
sitoskeletal sebagai dua fungsi utama, yang penting untuk pembentukan dan
pemeliharaan kehamilan. Perubahan kelimpahan protein diidentifikasi pada
annexin A4, beta-aktin, apolipoprotein, ceruloplasmin dan afamin haptoglobin,
prolyl-4 hidroksilase, aldosa-reduktase dan protein transthyretin dan dikaitkan
dengan perkembangan siklus estrus dan kehamilan dari hari ke 9 hingga ke 12
menggunakan MALDI-TOF/TOF. Studi profil protein juga dapat membantu
menemukan biomarker yang lebih spesifik untuk kehamilan berisiko tinggi dan
rendah untuk menentukan pengawasan pada kehamilan dan melakukan intervensi.
(35,37)

Di Pierzchala pada tahun 2021, dengan menggunakan pendekatan MALDI


TOF/TOF MS, karakterisasi profil protein endometrium pada kehamilan hari ke 9,
12, dan 16 pada ikan gilt Polish Large White (PLW), dan akhirnya, 16 DEP
teridentifikasi. Kami mengamati peningkatan signifikan apolipoprotein A1
(APOA1) pada kehamilan hari ke12 dan 16 dibandingkan dengan hari ke 9.
Protein ini adalah salah satu pengangkut utama lipid esensial ke konseptus yang
sedang berkembang. (35)
APOA1 adalah akseptor utama kolesterol di jaringan
ekstrahepatik dan juga memiliki sifat anti-inflamasi yang kuat. Ini mungkin juga
terlibat dalam perlekatan embrio dan regulasi produksi sitokin. (38)

Ekspresi APOA1 didisregulasi pada kelainan kehamilan. Peningkatan


ekspresi APOA1 pada endometrium sekretorik pada endometriosis panggul.
Selain itu, penelitian oleh Verma dkk menyarankan bahwa ekspresi APOA1 yang
rendah sangat penting dalam menentukan kehamilan dan peningkatan ekspresi
APOA1 di vili korionik berkorelasi dengan keguguran dini (EM). APOA1 diduga

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


memiliki peran sebagai molekul anti-inflamasi yang kuat dan penanda penting
dalam infertilitas manusia. (39)

Pada penelitian Anastasiu et al, dengan menggunakan MALDI-TOF MS,


profil peptida diferensial telah dijelaskan dalam urin wanita endometriotik,
dibandingkan dengan subjek sehat. (6)

Pada penelitian Zheng dkk pada tahun 2011, yang menggabungkan manik-
manik magnetik berukuran nano dengan MALDI–TOF–MS, untuk menyaring
biomarker protein potensial untuk diagnosis endometriosis. Protein serum dari
126 pasien dengan endometriosis dan 120 kontrol sehat diprofilkan dan
dibandingkan. Perangkat lunak pola biomarker mengidentifikasi 46 puncak rasio
m/z massa terhadap muatan yang berbeda-beda yang terkait dengan
endometriosis. Model yang dibangun oleh perangkat lunak, berdasarkan tiga
puncak ini (m/z 5988.7, 7185.3 dan 8929.8), menghasilkan pemisahan yang
sangat baik antara kelompok endometriosis dan kelompok kontrol. Sensitivitasnya
91,4% dan spesifisitasnya 95,0%. Pengujian pada sampel serum seri kedua dari
pasien dengan endometriosis dan kontrol sehat menunjukkan sensitivitas 89,3%
dan spesifisitas 90,0%. Biomarker untuk endometriosis dapat ditemukan dalam
serum dengan MALDI–TOF–MS yang dikombinasikan dengan manik magnetik
berukuran nano. (40)

Dalam Studi Wang dkk pada tahun 2014, mendeteksi endometriosis


dengan biomarker peptida urin menggunakan MALDI-TOF-MS berbasis manik
magnetik dan mengidentifikasi peptida menarik menggunakan kromatografi cair
spektrometri massa. Objeknya meliputi laparoskopi 60 pasien terdiagnosis
endometriosis dan 62 pasien bebas penyakit. Terdapat 36 peptida berbeda yang
diekspresikan pada pasien endometriosis yang terdeteksi oleh MALDI-TOF
dibandingkan dengan kontrol. Model menunjukkan sensitivitas 90,9% dan
spesifisitas 92,9%. Urin dari 26 pasien bergejala lainnya sebelum laparoskopi
dipilih secara acak dan dianalisis. Algoritma genetik menunjukkan sensitivitas
90,9% dan spesifisitas 92,9% dalam memprediksi endometriosis sebelum
laparoskopi. (41)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


Penggunaan MALDI-TOF MS, beberapa kelompok telah melaporkan
perbedaan profil peptida dalam urin wanita dengan endometriosis dibandingkan
dengan wanita tanpa endometriosis saat operasi. El-Kasti dkk. mengidentifikasi
peptida periovulasi 3280,9 Da yang membedakan semua tahap endometriosis dari
kontrol dengan sensitivitas 82% dan spesifisitas 88%. Tokushige dkk.
menggabungkan MALDI-TOF dengan elektroforesis gel poliakrilamida dua
dimensi (2D-PAGE) untuk mengungkap ekspresi lima protein 12 kali lipat lebih
tinggi pada wanita yang terkena dampak. Namun, MALDI-TOF tidak bisa
identifikasi langsung peptida atau protein yang disintesis atau disekresi secara
berbeda, yang merupakan hal mendasar untuk validasi lebih lanjut dan
pengembangan uji klinis, meskipun pengenalan pola protein menjanjikan di masa
depan. (42,43)

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


DAFTAR PUSTAKA

1. Amro B, Aristondo MER, Alsuwaidi S, Almaamari B, Hakim Z, Tahlak M, et al. New


Understanding of Diagnosis, Treatment and Prevention of Endometriosis. Vol. 19,
International Journal of Environmental Research and Public Health. MDPI; 2022.
2. Allaire C, Bedaiwy MA, Yong PJ. Diagnosis and management of endometriosis.
Vol. 195, CMAJ. Canadian Medical Association Journal. Canadian Medical
Association; 2023. p. E363–71.
3. Scheck S, Paterson ESJ, Henry CE. A promising future for endometriosis
diagnosis and therapy: extracellular vesicles - a systematic review. Vol. 20,
Reproductive Biology and Endocrinology. BioMed Central Ltd; 2022.
4. Saunders PTK, Horne AW. Endometriosis: Etiology, pathobiology, and therapeutic
prospects. Vol. 184, Cell. Elsevier B.V.; 2021. p. 2807–24.
5. Chen LH, Lo WC, Huang HY, Wu HM. A Lifelong Impact on Endometriosis:
Pathophysiology and Pharmacological Treatment. Vol. 24, International Journal of
Molecular Sciences. Multidisciplinary Digital Publishing Institute (MDPI); 2023.
6. Anastasiu CV, Moga MA, Neculau AE, Bălan A, Scârneciu I, Dragomir RM, et al.
Biomarkers for the noninvasive diagnosis of endometriosis: State of the art and
future perspectives. Vol. 21, International Journal of Molecular Sciences. MDPI
AG; 2020.
7. Siciliano RA, Mazzeo MF, Spada V, Facchiano A, D’acierno A, Stocchero M, et
al. Rapid peptidomic profiling of peritoneal fluid by MALDI-TOF mass
spectrometry for the identification of biomarkers of endometriosis. Gynecological
Endocrinology. 2014 Dec 1;30(12):872–6.
8. Andayaningsih T, Muchayat P S. MALDI-TOF DAN SELDI-TOF MASS
SPECTROMETRY DENGAN THROUGHPUT TINGGI UNTUK ANALISIS
PROTEOMIK PROFIL PROTEIN DARI PETANDA BIOLOGIS. INDONESIAN
JOURNAL OF CLINICAL PATHOLOGY AND MEDICAL LABORATORY
[Internet]. 2016;22(2):194–9. Available from:
http://www.indonesianjournalofclinicalpathology.or.id
9. Ashkenazi MS, Huseby OL, Kroken G, Trocha M, Henriksson A, Jasiak H, et al.
The Clinical Presentation of Endometriosis and Its Association to Current Surgical
Staging. J Clin Med. 2023 Apr 1;12(7).
10. Smolarz B, Szyłło K, Romanowicz H. Endometriosis: Epidemiology,
classification, pathogenesis, treatment and genetics (review of literature). Int J
Mol Sci. 2021 Oct 1;22(19).
11. Zondervan KT, Becker CM, Koga K, Missmer SA, Taylor RN, Viganò P.
Endometriosis. Vol. 4, Nature Reviews Disease Primers. Nature Publishing
Group; 2018.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


12. Gibson DA, Simitsidellis I, Collins F, Saunders PTK. Androgens, oestrogens and
endometrium: a fine balance between perfection and pathology. Vol. 246, Journal
of Endocrinology. BioScientifica Ltd.; 2020. p. R75–93.
13. Gargett CE, Schwab KE, Deane JA. Endometrial stem/progenitor cells: The first
10 years. Vol. 22, Human Reproduction Update. Oxford University Press; 2016. p.
137–63.
14. Zhai J, Vannuccini S, Petraglia F, Giudice LC. Adenomyosis: Mechanisms and
Pathogenesis. Semin Reprod Med. 2020 May 1;38(2–3):129–43.
15. Leyendecker G, Bilgicyildirim A, Inacker M, Stalf T, Huppert P, Mall G, et al.
Adenomyosis and endometriosis. Re-visiting their association and further insights
into the mechanisms of auto-traumatisation. An MRI study. Arch Gynecol Obstet.
2015 Apr 1;291(4):917–32.
16. Bulun SE, Yilmaz BD, Sison C, Miyazaki K, Bernardi L, Liu S, et al.
Endometriosis. Vol. 40, Endocrine Reviews. Endocrine Society; 2019. p. 1048–79.
17. Konrad L, Dietze R, Riaz MA, Scheiner-Bobis G, Behnke J, Horné F, et al.
Epithelial–mesenchymal transition in endometriosis—when does it happen? Vol.
9, Journal of Clinical Medicine. MDPI; 2020. p. 1–20.
18. Koninckx PR, Ussia A, Adamyan L, Gomel V, Martin DC. Peritoneal fluid
progesterone and progesterone resistance in superficial endometriosis lesions.
Human Reproduction. 2022 Feb 1;37(2):203–11.
19. Laschke MW, Menger MD. Basic mechanisms of vascularization in endometriosis
and their clinical implications. Hum Reprod Update. 2018 Mar 1;24(2):207–24.
20. Ścieżyńska A, Komorowski M, Soszyńska M, Malejczyk J. NK cells as potential
targets for immunotherapy in endometriosis. Vol. 8, Journal of Clinical Medicine.
MDPI; 2019.
21. Chauhan S, More A, Chauhan V, Kathane A. Endometriosis: A Review of Clinical
Diagnosis, Treatment, and Pathogenesis. Cureus. 2022 Sep 7;
22. Horne AW, Missmer SA. Pathophysiology, diagnosis, and management of
endometriosis. BMJ. BMJ Publishing Group; 2022.
23. Parasar P, Ozcan P, Terry KL. Endometriosis: Epidemiology, Diagnosis and
Clinical Management. Curr Obstet Gynecol Rep. 2017 Mar;6(1):34–41.
24. Capezzuoli T, Clemenza S, Sorbi F, Campana D, Vannuccini S, Chapron C, et al.
Classification/staging systems for endometriosis: the state of the art.
Gynecological and Reproductive Endocrinology and Metabolism. 2020;1(1):14–
22.
25. Becker CM, Bokor A, Heikinheimo O, Horne A, Jansen F, Kiesel L, et al. ESHRE
guideline: endometriosis. Hum Reprod Open [Internet]. 2022 Mar 4;2022(2).
Available from:
https://academic.oup.com/hropen/article/doi/10.1093/hropen/hoac009/6537540
26. Bafort C, Beebeejaun Y, Tomassetti C, Bosteels J, Duffy JMN. Laparoscopic
surgery for endometriosis. Vol. 2020, Cochrane Database of Systematic Reviews.
John Wiley and Sons Ltd; 2020.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


27. Shaltout MF, Elsheikhah A, Maged AM, Elsherbini MM, Zaki SS, Dahab S, et al.
A randomized controlled trial of a new technique for laparoscopic management of
ovarian endometriosis preventing recurrence and keeping ovarian reserve. J
Ovarian Res. 2019 Jul 20;12(1).
28. Keckstein J, Becker CM, Canis M, Feki A, Grimbizis GF, Hummelshoj L, et al.
Recommendations for the surgical treatment of endometriosis. Part 2: deep
endometriosis †‡¶. Hum Reprod Open [Internet]. 2020 Jan 1;2020(1). Available
from:
https://academic.oup.com/hropen/article/doi/10.1093/hropen/hoaa002/5733057
29. Sandström A, Bixo M, Johansson M, Bäckström T, Turkmen S. Effect of
hysterectomy on pain in women with endometriosis: a population-based registry
study. BJOG. 2020 Dec 1;127(13):1628–35.
30. Singhal N, Kumar M, Kanaujia PK, Virdi JS. MALDI-TOF mass spectrometry:
An emerging technology for microbial identification and diagnosis. Vol. 6,
Frontiers in Microbiology. Frontiers Research Foundation; 2015.
31. Elbehiry A, Aldubaib M, Abalkhail A, Marzouk E, Albeloushi A, Moussa I, et al.
How MALDI-TOF Mass Spectrometry Technology Contributes to Microbial
Infection Control in Healthcare Settings. Vol. 10, Vaccines. MDPI; 2022.
32. Tsuchida S, Nakayama T. MALDI-Based Mass Spectrometry in Clinical Testing:
Focus on Bacterial Identification. Vol. 12, Applied Sciences (Switzerland). MDPI;
2022.
33. Li D, Yi J, Han G, Qiao L. MALDI-TOF Mass Spectrometry in Clinical Analysis
and Research. Vol. 2, ACS Measurement Science Au. American Chemical Society;
2022. p. 385–404.
34. Parul Mittal B. Molecular Characterization of Metastatic Endometrial Cancer by
Mass Spectrometry Tables of Contents Declaration I Acknowledgement III. 2017.
35. Pierzchała D, Liput K, Korwin-Kossakowska A, Ogłuszka M, Poławska E,
Nawrocka A, et al. Molecular characterisation of uterine endometrial proteins
during early stages of pregnancy in pigs by maldi tof/tof. Int J Mol Sci. 2021 Jul
1;22(13).
36. Massimiani M, Lacconi V, La Civita F, Ticconi C, Rago R, Campagnolo L.
Molecular signaling regulating endometrium–blastocyst crosstalk. Vol. 21,
International Journal of Molecular Sciences. MDPI AG; 2020.
37. Kolakowska J, Souchelnytskyi S, Saini RKR, Franczak A. Proteomic analysis of
the endometrium during early pregnancy in the domestic pig. Reprod Fertil Dev.
2017;29(11):2255–68.
38. Forde N, Bazer FW, Spencer TE, Lonergan P. “Conceptualizing” the
endometrium: Identification of conceptus-derived proteins during early pregnancy
in cattle. Biol Reprod. 2015 Jun 1;92(6).
39. Verma P, Nair RR, Singh S, Rajender S, Khanna A, Jha RK, et al. High Level of
APOA1 in Blood and Maternal Fetal Interface Is Associated With Early
Miscarriage. Reproductive Sciences. 2019 May 1;26(5):649–56.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas


40. Zheng N, Pan C, Liu AW. New Serum Biomarkers for Detection of Endometriosis
Using Matrix-assisted Laser Desorption/Ionization Time-of-flight Mass
Spectrometry. Vol. 39, The Journal of International Medical Research. 2011.
41. Wang L, Liu HY, Shi HH, Lang JH, Sun W. Urine peptide patterns for non-
invasive diagnosis of endometriosis: A preliminary prospective study. European
Journal of Obstetrics and Gynecology and Reproductive Biology. 2014;177:23–8.
42. El-Kasti MM, Wright C, Fye HKS, Roseman F, Kessler BM, Becker CM. Urinary
peptide profiling identifies a panel of putative biomarkers for diagnosing and
staging endometriosis. Fertil Steril. 2011 Mar 15;95(4).
43. Tokushige N, Markham R, Crossett B, Ahn SB, Nelaturi VL, Khan A, et al.
Discovery of a novel biomarker in the urine in women with endometriosis. Fertil
Steril. 2011 Jan;95(1):46–9.

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Anda mungkin juga menyukai