Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS

A. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Meningitis bacterial adalah suatu infeksi purulent lapisan otak yang
pada orang dewasa biasanya hanya terbatas didalam ruang subaraknoid,
namun pada bayi cenderung meluas sampai kerongga subdural sebagai
suatu efusi atau empyema subdural (leptomeningitis), atau bahkan kedalam
otak (meningoensefalitis) (Satyanegara, 2010).
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan
serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada
sistem saraf pusat (Muttaqin, 2008).
Meningitis merupakan peradangan atau inflamasi pada selaput
meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan
proses infeksi pada system sarap pusat (Suriadi dkk., 2006).
Jadi meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang
mengenai piameter (lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam
derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang
superfisial.

2. Anatomi fisiologi
Sistem persarafan merupakan salah satu organ yang berfungsi untuk
mengkoordinasi semua system di tubuh. Sistem saraf merupakan sistem
dengan kabel melalui transmisi cepat impuls listrik yang secara umum
berfungsi sebagai koordinasi aktivitas-aktivitas tubuh yang cepat seperti
gerakan otot. Saraf dibagi menjadi :
a. Sistem Saraf Pusat
System saraf pusat terdiri dari :
1) Otak
Otak merupakan organ terbesar dengan massa 1,3 kg dan terbagi
menjadi :

1
a) Otak Besar ( Serebrum)
Otak besar memiliki fungsi antara lain :
 Mengingat pengalaman masa lalu
 Pusat persyarafan yang menangani aktivitas mental, akal,
intelegensi, keinginan dan memori.
 Pusat menangis, buang air besar dan buang air kecil
Cerebrum dibagi menjadi dua hemisfer yaitu :
 Hemisfer kanan: mengatur bagian tubuh sebelah kiri
 Hemisfer kiri: mengatur bagian tubuh sebelah kanan
Otak besar terbagi menjadi 4 Lobus yaitu:
 Lobus Frontalis
Merupakan area motorik primer yang bertanggung jawab
untuk gerakan-gerakan volunter.
 Lobus Parietalis
Lobus ini berperan dalam kegiatan pemprosesan dan
integrasi informasi sensorik. Sensasi umum mencakup nyeri,
suhu, raba, dan tekan.
 Lobus Temporalis
Merupakam area sensorik reseptif untuk impuls
pendengaran, berperan dalam proses ingatan tertentu dan
memahami bahasa.
 Lobus Oksipital
Lobus ini memiliki peranan dalam kortek penglihatan primer
yang menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi
warna. Area ini juga berperan dalam refleks gerakan mata
apabila sedang memandang atau mengikuti suatu objek.

b) Otak Kecil (Cerebelum)


Cerebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi
oleh duramater. Semua aktifitas serebelum berada di bawah
kesadaran. Fungsi utama dari cerebellum antara lain :
 Menjaga keseimbangan dan rangsangan pendengaran ke

2
otak
 Sebagai pusat penerima impuls dan reseptor sensasi umum
medulla spinalis dan nervus vagus (N. Trigeminus) kelopak
mata, rahang atas dan bawah serta otot pengunyah
 Menerima informasi tentang gerakan yang sedang dan yang
akan dikerjakan dan mengatur gerakan sisi badan
c) Batang Otak (Brainstem)
Di dalam batang otak terdapat medula oblongata, pons,
mesensefalon, dan diensefalon.
 Medulla Oblongata
Medulla oblongata berfungsi untuk mengontrol kerja
jantung, mengecilkan pembuluh darah, pusat pernafasan dan
mengontrol kegiatan refleks.
 Pons
Pons berfungsi sebagai pusat saraf nervus trigeminus,
penghubung kedua bagian serebelum dan penghubung antara
medulla oblongata dengan serebelum.
 Mesenfalon
Mesensefalon berfungsi untuk membantu pergerakan mata,
mengangkat kelopak mata, memutar mata dan pusat
pergerakan mata.
 Diensefalon
Diensefalon memiliki fungsi sebagaia vasokonstriktor
pembuluh darah, membantu proses persarafan dalam proses
pernafasan, mengontrol reflex dan membantu kerja jantung.
Diensefalon terbadi menjadi 4 wilayah yaitu :
- Talamus
Thalamus memiliki peran sebagai pusat sensasi primitive
yang tidak kritis sehingga dapat merasakan nyeri,
tekanan, raba, getar dan suhu yang ekstrim (misalnya
nyeri terasa, tetapi tidak ditentukan tempatnya)

3
- Hipotalamus
Hipotalamus berfungsi untuk mengatur cairan tubuh dan
komposisi elektolit, suhu tubuh, fungsi endokrin seksual
dan reproduksi normal, ekspresi ketenangan atau
kemarahan serta lapar dan haus.
- Subtalamus
Subtalamus memiliki fungsi yang belum dapat
dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada subtalamus
dapat menimbulkan diskinesia yang disebut
hemibalismus. Hemibalismus ditandai dengan gerakan
kaki atau tangan terhempas kuat pada satu sisi tubuh.
Gerakan infoluntar biasanya lebih nyata pada tangan dari
pada kaki.
- Epitalamus
Epitalamus berperan dalam beberapa dorongan emosi
dasar dan integrasi informasi olfaktorius.

2) Medulla spinalis (Sumsum tulang belakang)


Medula spinalis terletak didalam kanalis vetebralis. Medula
spinalis berfungsi sebagai pusat refleks dan sebagai jaras konduksi
impuls dari atau ke otak yang dilindungi oleh kolumna vetebra.
Strukturnya terdiri dari substantia alba (serabut bermielin) dan
substansia grisea (tidak bermielin). Sunstansia alba berfungsi
sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen. Sedangkan
substansia grisea merupakan tempat integrasi refleks-refleks spinal.
Didalam medulla spinalis terdapat 31 pasang saraf spinalis, yaitu 8
pasang saraf servikal, 12 pasang saraf torakal: 12 pasang, 5 pasang
saraf lumbal, 5 pasang saraf sacral dan 1 pasang saraf kogsigis.
Medulla spinalis memiliki fungsi antara lain :
 Pusat gerakan otot-otot tubuh terbesar di kornu motorik dan
kornu ventralis
 Mengurus kegiatan refleks-refleks spinalis serta reflek lutut

4
 Menghantarkan rangsangan koordinasi dari otot dan sendi ke
serebelum
 Mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh

Gambar 1. Gambaran lapisan meningens (Strandring, 2008).

Medulla spinalis dikelilingi oleh Meningen yang terdiri dari


durameter, aracknoid dan piameter. Meningen merupakan selaput
yang membungkus otak dan sumsum tulang belakang, melindungi
struktur saraf halus yang membawa pembuluh darah dan cairan
sekresi (cairan serebospinalis), memperkecil benturan atau getaran.
Meningen terdiri dari tiga lapisan yaitu:
 Duramater (lapisan luar) adalah selaput keras pembungkus otak
yang berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.
 Aracknoid (lapisan tengah) banyak mengandung pembuluh
darah.
 Piamater (lapisan dalam) merupakan selaput tipis yang terdapat
pada permukaan jaringan otak.

5
3) Cairan Cerebro Spinal

Gambar 2. Aliran cairan serebrospinal dari pembentukan sampai


penyerapan di sinus dura (Saladin, 2003).

Cairan serebro spinal merupakan cairan bening yang tidak


berwarna. Cairan cerebro spinal diproduksi di ventrikel otak
(ventrikel lateral kiri dan kanan), saraf ke-III dan ke-IV di plexus
khoroid yaitu jaring-jaring kapiler berbentuk bunga kol yang
menonjol dari piameter ke dalam dua ventrikel otak. Ventrikel
lateral berhubungan dengan ventrikel IV melalui foramen Monro.
Sedangkan ventrikel III dan ventrikel IV dihubungkan oleh saluran
Sylvius. Pada orang dewasa rata-rata produksi cairan serebrospinal
sebanyak 400-600 ml/ hari dan sebanyak 60-180 ml pada bagian
otak. Tekanan cairan serebrospinal normalnya 60-180 mmH20 atau
0-15 mmHg.
Adapun system sirkulasi dari cairan cerebro spinal adalah
sebagai berikut: setelah cairan serebro spinal dibentuk oleh plexus
koroid, cairan bersirkulasi pada sistem ventikuler, dari ventrikel
lateral melalui foramen monro (foramen intraventikuler) ke
ventrikel ke tiga, masuk ke ventrikel keempat melalui akuaduktus.
Sebagian cairan menuju rongga subaracknoid spinal, namun
kebanyakan mencapai rongga subaracknoid diatas konveksitas
hemisfer serebral. Cairan selanjutnya diabsorpsi ke sistem vena

6
melalui vili aracknoid. Adapun komposisi atau isi dan produksi dari
cairan serebrospinal terdiri dari : cairan serebrospinal yang
menyerupai plasma darah dan cairan interstisial (air, elektrolit,
oksigan, karbondioksida, glukose, beberapa lekosit (terutama
limfosit) dan sedikit protein.

b. Sistem Saraf Tepi


System saraf tepi di bagi menjadi dua berdasarkan letaknya yaitu
 Saraf kranial
Saraf kranial berasal dari otak secara langsung dan meninggalkan
tengkorak melalui foramina (lubang pada tulang). Saraf kranial
terdiri dari 12 pasang saraf yang keluar dari batang otak, yang
diberi nama berurutan menurut angka romawi (I-XII)

Urutan Nama Sifat Fungsi

I Nervus Olfaktorius Sensorik Alat penciuman

II Nervus Optikus Sensorik Untuk penglihatan

III Nervus Motorik Gerakan bola


Okulomotorius mata

IV Nervus Troklearis Motorik Mata, memutar mata dan


penggerak bola mata

V Nervus Trigeminus
 N. Olfalmikus Motorik dan sensorik  Kulit kepala dan kelopak mata
atas
 N. Maksilaris Sensorik  Rahang atas, palatum dan
hidung
 N. Mandibularis Motorik dan Sensorik  Rahang bawah dan lidah

VI Nervus Abdusen Motorik Mata, penggoyang sisi mata

VII Nervus Fasialis Motorik dan Sensorik Otot lidah, menggerakkan lidah
dan selaput lendir rongga mulut

VIII Nervus Auditorius Sensorik Telinga, rangsangan


pendengaran

NervusI Motorik dan Sensorik Faring, tonsil dan lidah,


Glosofaringeus
X rangsangan cita rasa

X Nervus Vagus Motorik dan Sensorik Faring laring, paru-paru dan


esophagus

XI Nervus Asesoris Motorik Leher, otot leher

XII Nervus Hipoglosus Motorik Lidah, cita rasa dan otot lidah

7
 Saraf Spinal
Saraf spinal keluar melalui kanalis vertebralis melalui foramen
intervertebralis, membawa impuls motorik (berada diradik dorsalis
atau posterior) dan sensorik. Saraf spinal terdiri dari 31 pasangan.
Selain itu system saraf tepi dibagi menjadi dua berdasarkan
fungsionalnya yaitu :
 Sistem Somatik
Saraf somatik merupakan susunan saraf yang mempunyai peranan
spesifik untuk mengatur aktivitas otot sadar atau serat lintang.
System somatik di bagi lagi menjadi dua yaitu:
o Sistem somatik (Aferen)
System somatic aferen merupakan system saraf yang membawa
impuls dengan kesadaran dari lingkungan ke saraf pusat.
System somatic aferen memiliki fungsi antara lain: menerima
stimulus dari reseptor sensori (penglihatan, penciuman,
pendengaran), membangkitkan muatan listrik (potensial aksi),
menstimulus neuron sensori (nyeri, suhu, sentuhan, regangan,
posisi tubuh), meneruskan impuls ke Susunan Saraf Pusat
o Sistem Somatik (Eferen)
Merupakan susunan saraf yang membawa perintah dari otak ke
otot dan kelenjar. Saraf ini merupakan saraf motoric yang
sering disebut dengan system somatic eferen. Contoh : gerakan
yang disengaja, seperti berjalan, berlari, duduk, memukul,
menutup mata, membuka mata, berbicara
 Sistem Otonom
Saraf otonom merupakan susunan saraf yang mempunyai
peranan penting untuk mempengaruhi kerja otot involunter (otot
polos) seperti jantung, hati, pankreas, pencernaan, dan kelenjar.
Sistem otonom berfungsi untuk mempertahankan kestabilan tubuh,
tanpa kontrol kesadaran yang meliputi pengaturan fungsi vital
tubuh. Saraf otonom dibagi menjadi dua yaitu:

8
o Sensorik otonom simpatis
Merupakan sistem siaga untuk membantu proses kedaruratan
dengan mempersiapakan tubuh agar siap menghadapi stress.
Sistem saraf Simpatis bekerja dibawah keadaan stres baik yang
disebabkan oleh fisik maupun emosional yang dapat
menyebabkan peningkatan yang cepat pada impuls simpatis.
Fungsi sistem saraf simpatis yaitu untuk meningkatkan
kecepatan denyut jantung dan pernapasan, menurunkan
aktivitas saluran cerna.
o Sensorik Otonom parasimpatis
Saraf parasimpatis membantu konservasi dan homeostasis
fungsi-fungsi tubuh, seperti: menurunkan kecepatan denyut jantung
dan pernapasan, meningkatkan pergerakan saluran cerna sesuai
dengan kebutuhan pencernaan dan pembuangan. Saraf
parasimpatis bekerja dalam keadaan diam, dan kondisi tanpa stress.

c. Peredaran Darah Otak


Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh–
pembuluh darah yang bercabang cabang , saling berhubungan erat
sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.
Peredaran darah di otak yaitu :
 Arteri Karotis
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri
karotis komunis kira-kira setinggi kartilago tiroid. Arteri karotis
interna yang sedikit berdilatasi tepat setelah percabangannya
disebut sinus karotikus. Arteri karotis interna masuk ke dalam
tengkorak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma optikum,
menjadi arteri serebri anterior dan media.

9
Gambar 3 : Peredaran darah otak
Sumber:https://www.google.com/search?=PEREDARAN+DARAH+
OTAK

 Arteri serebri
Arteri serebri anterior memberikan suplai darah pada
struktur-struktur seperti nucleus kaudatus dan putamen basal
ganglia, bagaian-bagian basal interna dan korpus kalosum, serta
bagian-bagian lobus frontalis dan parietal serebri, termasuk korteks
somestetik dan kortek motorik. Bila arteri serebri anterior
mengalami sumbatan pada cabang utamanya, maka terjadi
hemiplegia kontralateral yang lebih berat di bagian kaki di
bandingkan bagian tangan (ekstremitas bawah terkena
dibandingkan ektremitas atas). Paralisis bilateral dan gangguan
sensorik timbul bila terjadi sumbatan total pada kedua arteri serebri
anterior, tetapi pada keadaan ini pun ekstremitas bawah terserang
lebih parah di bandingkan ekteremitas atas.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis ,parietalis ,frontalis dan frontalis korteks serebri serta
membentuk penyebaran pada permukaan lateral yang menyerupai
kipas. Korteks auditorius somestetis, motorik dan pra motorik di
suplai oleh arteri ini sepanjang korteks asosiasi yang berkaitan
dengan fungsi intregrasi yang lebih tinggi pada lobus sentralis
tersebut. Apabila arteri serebri media tersumbat dekat percabangan

10
kortikal utamanya (pada cabang arteri) dapat menimbulkan afasia
berat bila yang terkena hemisfer serebri dominan bahasa,
mengakibatkan kehilangan sensasi pada ekstremitas taktil dua titik
kontralateral serta hemiplegia kontralateral yang berat terutama
ekstremitas atas dan wajah.

3. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, riketsia, jamur, cacing
dan protozoa. Penyebab paling sering adalah virus dan bakteri. Meningitis
yang disebabkan oleh bakteri berakibat lebih fatal dibandingkan meningitis
penyebab lain karena mekanisme kerusakan dan gangguan otak yang
disebabkan oleh bakteri maupun produk bakteri lebih berat.
Infectious Agent meningitis purulenta mempunyai kecenderungan pada
golongan umur tertentu, yaitu golongan neonatus paling banyak disebabkan
oleh E.Coli, S.beta hemolitikus dan Listeria monositogenes. Golongan umur
dibawah 5 tahun (balita) disebabkan oleh H.influenzae, Meningococcus dan
Pneumococcus. Golongan umur 5-20 tahun disebabkan oleh Haemophilus
influenzae, Neisseria meningitidis dan Streptococcus Pneumococcus, dan
pada usia dewasa (>20 tahun) disebabkan oleh Meningococcus,
Pneumococcus, Stafilocccus, Streptococcus dan Listeria.
Penyebab meningitis serosa yang paling banyak ditemukan adalah
kuman Tuberculosis dan virus. Meningitis yang disebabkan oleh virus
mempunyai prognosis yang lebih baik, cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri. Penyebab meningitis virus yang paling sering ditemukan yaitu
Mumpsvirus, Echovirus, dan Coxsackie virus , sedangkan Herpes simplex,
Herpes zooster, dan enterovirus jarang menjadi penyebab meningitis aseptik
(viral).

4. Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu: duramater, arachnoid, dan
piamater. Cairan cerebro spinal dihasilkan di dalam pleksus choroid
ventrikel mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler ke

11
seluruh otak dan sumsum tulang belakang, kemudian CSF direabsorbsi
melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan
subarachnoid. Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan
reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat
menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan
serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen,
vaskulitis dan hipoperfusi.
Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula
spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral.
Cairan hidung atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang
tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara
cairan otak dengan lingkungan luar, mikroorganisme yang masuk dapat
berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Mikroorganisme
patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid,
cairan otak dan ventrikel.
Meningitis terjadi akibat masuknya bakteri ke ruang subaraknoid,
baik melalui penyebaran secara hematogen, perluasan langsung dari fokus
yang berdekatan, atau sebagai akibat kerusakan sawar anatomik normal
secara konginetal, traumatik, atau pembedahan. Meningitis bakteri dimulai
sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar
ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Meningitis bakteri
dihubungkan dengan perubahan fisiologis intracranial yaitu peningkatan
permeabilitas pada darah, pertahanan otak yang menurun, edema serebral
dan peningkatan TIK. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas
bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh
imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian
tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena
meningen; semuanya ini merupakan penghubung perkembangan bakteri.
Bahan-bahan toksik bakteri akan menimbulkan reaksi radang berupa
kemerahan berlebih (hiperemi) dari pembuluh darah selaput otak disertai
infiltrasi sel-sel radang dan pembentukan eksudat. Perubahan ini terutama

12
terjadi pada infeksi bakteri streptococcus pneumoniae dan H. Influenzae
dapat terjadi pembengkakan jaringan otak, hidrosefalus dan infark dari
jaringan otak.
Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum
terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan
adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi
sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah
yang disebabkan oleh meningokokus. Selain dari adanya invasi bakteri,
virus, jamur maupun protozoa, point d’entry masuknya kuman juga bisa
melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang pecah,
penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea, otorrhea pada fraktur bais cranii
yang memungkinkan kontaknya CSF dengan lingkungan luar.
Efek peradangan akan menyebabkan peningkatan cairan cerebro
spinalis yang dapat menyebabkan obstruksi dan selanjutnya terjadi
hidrosefalus dan peningkatan TIK. Efek patologi dari peradangan tersebut
adalah hiperemi pada meningen. Edem dan eksudasi yang kesemuanya
menyebabkan peningkatan intrakranial.
Meningitis biasanya mulai perlahan-lahan tanpa panas atau terdapat
kenaikan suhu yang ringan saja, jarang terjadi akut dengan panas yang
tinggi. Sering dijumpai anak mudah terangsang atau menjadi apatis dan
tidurnya sering terganggu. Anak besar dapat mengeluh nyeri kepala.
Anoreksia, obstipasi, dan muntah juga sering dijumpai. Stadium ini
kemudian disusul dengan stadium transisi dengan kejang. Gejala di atas
menjadi lebih berat dan gejala rangsangan meningeal mulai nyata, kuduk
kaku, seluruh tubuh menjadi kaku dan timbul opistotonus. Refleks tendon
menjadi lebih tinggi, ubun-ubun menonjol dan umumnya juga terdapat
kelumpuhan urat saraf mata sehingga timbul gejala strabismus dan
nistagmus. Sering tuberkel terdapat di koroid. Suhu tubuh menjadi lebih
tinggi dan kesadaran lebih menurun hingga timbul stupor. Stadium terminal
berupa kelumpuhan-kelumpuhan, koma menjadi lebih dalam, pupil melebar
dan tidak bereaksi sama sekali. Nadi dan pernapasan menjadi tidak teratur,
sering terjadi pernafasan `Cheyne-Stokes`.

13
5. Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak, yaitu :
a. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan
otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan
Ricketsia.
b. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae
(pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus
haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa
(Smeltzer & Bare, 2008).
Meningitis berdasarkan penyebabnya :
a. Meningitis bakteri atau purulenta
Meningitis bakteri atau purulenta adalah radang selaput otak yang
menimbulkan proses eksudasi berupa pus yang disebabkan oleh kuman
non spesifik dan non virus.
Meningitis bakteri merupakan salah satu penyakit infeksi yang
menyerang susunan saraf pusat, mempunyai risiko tinggi dalam
menimbulkan kematian dan kecacatan. Diagnosis yang cepat dan tepat
merupakan tujuan dari penanganan meningitis bakteri. Penyebab
meningitis purulenta yang tersering adalah Haemophilus influenza,
Diplococcus pneumonia, Neisseria meningitides, Streptococcus B
haemolitikus, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella
sp.
b. Meningitis tuberculosa
Untuk meningitis tuberkulosa sendiri masih banyak ditemukan di
Indonesia karena morbiditas tuberkulosis masih tinggi. Meningitis
tuberkulosis terjadi sebagai akibat komplikasi penyebaran tuberkulosis

14
primer, biasanya di paru. Terjadinya meningitis tuberkulosa bukanlah
karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh penyebaran hematogen,
melainkan biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada
permukaan otak, sumsum tulang belakang atau vertebra yang kemudian
pecah kedalam rongga arakhnoid.
Pada pemeriksaan histologis, meningitis tuberkulosa ternyata
merupakan meningoensefalitis. Peradangan ditemukan sebagian besar
pada dasar otak, terutama pada batang otak tempat terdapat eksudat dan
tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat
menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis.
Meningitis tuberculosa adalah penyulit dari tuberkulosa yang
mempunyai morbiditas dan mortalitas yang tinggi, bila tidak diobati.
Oleh karena itu penyakit ini memerlukan diagnosa dini dan pemberian
pengobatan yang cepat, tepat dan rasional.
Insidensi meningkat pada pasien dengan :
1) Resistensi obat
2) Program pemberantasan tidak adekuat
3) Infeksi HIV / AIDS
c. Meningitis viral
Disebut juga dengan meningitis aseptic, terjadi sebagai akibat akhir
/ sequel dari berbagai penyakit yang disebabkan oleh virus seperti
campak, mumps, herpes simpleks dan herpes zooster. Pada meningitis
virus ini tidak terbentuk eksudat dan pada pemeriksaan cairan
cerebrospinal tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi
pada korteks cerebri, white matter, dan lapisan menigens. Terjadinya
kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada
herpes simpleks, virus ini akan mengganggu metabolisme sel,
sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan gangguan produksi
enzyme neurotransmitter, dimana hal ini akan berlanjut terganggunya
fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologis.

15
d. Meningitis jamur
Meningitis oleh karena jamur merupakan penyakit yang relatif
jarang ditemukan, namun dengan meningkatnya pasien dengan
gangguan imunitas, angka kejadian meningitis jamur semakin
meningkat. Problem yang dihadapi oleh para klinisi adalah ketepatan
diagnosa dan terapi yang efektif. Sebagai contoh, jamur tidak langsung
dipikirkan sebagai penyebab gejala penyakit / infeksi dan jamur tidak
sering ditemukan dalam cairan cerebrospinal (CSS) pasien yang
terinfeksi oleh karena jamur hanya dapat ditemukan dalam beberapa
hari sampai minggu pertumbuhannya.

6. Manifestasi klinis
Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak
responsif, dan koma.
c. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
1) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
2) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam
keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna.
3) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan
fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama
terlihat beda sisi ektremita yang berlawanan.
d. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
e. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK
akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda
perubahan karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa
dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan
penurunan tingkat kesadaran.

16
f. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis
meningokokal.
g. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-
tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati
intravaskuler diseminata (Muttaqin, 2008).

7. Komplikasi
a. Hidrosefalus obstruktif
b. MeningococcL Septicemia ( mengingocemia )
c. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal
bilateral)
d. SIADH ( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone )
e. Efusi subdural
f. Kejang
g. Edema dan herniasi serebral
h. Cerebral palsy
i. Gangguan mental
j. Gangguan belajar
k. Attention deficit disorder

8. Pemeriksaan penunjang
a. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
1) Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut,
jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat,
kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
2) Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih,
sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal,
kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur
khusus.
b. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
c. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )

17
d. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (
infeksi bakteri )
e. Elektrolit darah : Abnormal .
f. ESR/LED : meningkat pada meningitis
g. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan
daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
h. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
i. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra
kranial.

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dilakukan apabila anak mengalami meningitis
adalah:
a. Pemberian tindakan dan perawatan sesuai dengan kejang demam
1) Intervensi keperawatan awal yang harus diberikan saat anak datang
dengan keluhan kejang
a) Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton
yang ingin tahu ( pasien yang mempunyai penanda ancaman
kejang memerlukan waktu untuk mencari tempat yang aman
dan pribadi)
b) Mengamankan pasien di lantai, jika memungkinkan.
c) Melindungi kepala dengan bantalan untuk mencegah cedera
(dari membentur permukaan keras).
d) Lepaskan pakaian yang ketat
e) Singkirkan semua prabot yang dapat mencederai pasien selama
kejang
f) Jika pasien di tempat tidur , singkirkan bantal dan tinggikan
pagar tempat tidur
g) Jika penanda ancaman kejang mendahului kejang , masukan
spatel lidah yang diberi bantalan diantara gigi-gigi, untuk
mengurangi lidah atau pipi tergigit.

18
h) Jangan berusaha untuk membuka rahang yang terkatup pada
keadaan spasme untuk memasukan sesuatu. Gigi patah dan
cedera pada bibir dan lidah dapat terjadi karena tindakan ini
i) Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang
, karena kontraksi otot kuat dan restrein dapat menimbulkan
cedera
j) Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi
dengan kepala fleksi ke depan , yang memungkinkan lidah jatuh
dan memudahkan pengeluaran saliva dan mucus. Jika
disediakan penghisap, gunakan jika perlu untuk membersihkan
secret. (Brunner and Suddarth, 2002)
2) Tindakan mengatasi kejang
Saat kejang diberi diazepam i.v atau per rektal dengan dosis
intravena 0,3-0,5 mg/kg bb/kali per rektal dengan ketentuan dosis
maksimum untuk anak kurang dari 10 tahun, 7,5 mg, dan di atas 10
tahun, 10 mg. saat tidak kejang, dilakukan pemberian luminal 5
mg/kg.bb..hari, oral dibagi menjadi 2-3 dosis
3) Tindakan perawatan perektal
Karena ditemukan pasien menderita Meningitis, dilakukan
pemberian Adenosine arabinose 15 mg/Kg BB/hari selama 5 hari
4) Pemakaian obat-obatan
a) Dosis obat penurun panas dan anti kejang sesuai dengan kejang
demam
b) Antibiotika diberikan untuk mencegah infeksi sekunder seperti
ampisilindosis 50-100 mg/kg.bb./hari, dengan dibagi tiga dosis
secara intravena
c) Untuk menghilangkan edema otak diberikan obat-obatan
sebagai berikut :
(1) Dexamethason
Diberikan dosis 0,5 mg/kg.bb./hari intravena atau
intramuscular. Dosis diturunkan pelan-pelan bila setelah
beberapa hari pasien menunjukkan perbaikan

19
(2) Manitol
Dosis 1,5-2,0 mg/kg intravena dalam 30-60 menit dapat
diulang setiap 8-12 jam dengan menggunakan larutan 15-20
%
(3) Gliserol
Dosis 0,5-2,0 gram/kg dengan sonde hidung, diencerkan 2
kali dan dapat diulang setiap 6 jam.
(4) Glukosa 20%
Glukosa 20% sebanyak 10ml intravena beberapa kali
sehari, dimasukkan ke dalam pipa
b. Pengobatan suportif
1) Pemberian cairan intravena (glukosa 10%), pemberian cairan ini
dimaksudkan untuk mempertahankan keseimbangan air-elektrolit,
mencukupi kalori dan pemberian obat-obatan
2) Pemberian vitamin
3) Pemberian O2 untuk mencegah kerusakan jaringan otak akibat
hipoksia

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata klien
1) Data klien, mencakup ; nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,
agama, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa
medis, No RM/CM, tanggal masuk, tanggal kaji, dan ruangan tempat
klien dirawat.
2) Data penanggung jawab, mencakup nama, umur, jenis kelamin,
agama, pekerjaan, suku bangsa, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Keluhan utama
Klien mengatakan kepalanya terasa pusing dan seperti ada sinar matahari
dimatanya, lehernya terasa sangat kaku dan badannya terasa panas, mual
dan muntah.

20
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Yang harus dikaji meliputi adanya keluhan sakit kepala, lehernya
terasa kaku apabila menekuk, dan rasa kaku berkurang pada lehernya
apabila tidur terlentang. Klien memiliki tanda kerning positif. Suhu
klien 39◦C., demam, nausea, vomiting dan nuckal rigidity. Kaji
adanya tanda-tanda peningkatan TIK. Penurunan kesadaran, seizure,
perubahan tanda-tanda vital dan pola pernafasan, dan papiledema.
Perawat menanyakan pada pasien untuk menjelaskan gejala yang
dialami, kapan waktunya, apakah itu semakin bertambah buruk lagi.
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Perawat mengkaji klien apakah ada peristiwa khusus yang pernah
dialami, seperti riwayat alergi, ISPA, trauma kepala atau fraktur
tengkorak, riwayat pemakaian obat-obatan. Riwayat kelahiran,
penyakit kronis, neoplasma riwayat pembedahan pada otak, cedera
kepala, pasien tidak pernah merasakan sakit seperti ini sebelumnya.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada keluarga yang mempunyai penyakit menular dan
mengalami sakit seperti klien.
4) Pada Neonatus: kaji adanya perilaku menolak untuk makan, reflek
menghisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang
gerak dan menangis lemah
5) Pada anak-anak dan remaja: kaji adanya demam tinggi, sakit kepala,
muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang mudah
terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku
agresif atau maniak, penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus,
tanda Kernig dan Brudzinsky positif, refleks fisiologis hiperaktif,
ptechiae atau pruritus
6) Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun): kaji adanya
demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis
dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda
Kernig dan Brudzinsky positif

21
d. Pengkajian fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan metode head to toe atau pemerikasaan
organ dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi.
1) Tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan kesadaran, tekanan darah,
denyut nadi, pernafasan dan temperatur tubuh.
2) Sistem kardiovaskuler: dikaji adanya hipertensi, takhikardi,
bradikardi
3) Respirasi
Baru saja mengalami riwayat infeksi, sakit tenggorokan, mengkaji
apakah ada keluhan seperti sesak nafas, irama nafas tidak teratur,
takipnea, ronchi, sumbatan jalan nafas dan apnea
4) Gastrointestinal : Muntah, menurun atau tidak adanya bising usus
5) Integumen : Ubun-ubun menonjol, petekie, ekstremitas dingin, ruam,
sianosis, demam
6) Sistem urinaria: dikaji frekuensi BAK, jumlah, inkontinensia
7) Neurologis
Tingkat kesadaran,kejang, GCS, pemeriksan saraf kranial II
(optikus), III (oculomotorius), V (trigeminal), IV (troklearis), VI
(abdusen), VII (fasialis), atau VIII (vestibulocochlear), pemeriksaan
status system sensori dan motorik, pemeriksaan refleks, kerniq atau
brudzinski positif.Kejang-kejang, peningkatan tekanan intracranial
dan mata terbenam (setting – sun sign)

2. Diagnosa keperawatan
a. Ketidakefektifan pola napas
b. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
c. Hipertermia b.d proses infeksi
d. Kekurangan volume cairan
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
f. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d edema
serebral/penyumbatan aliran darah
g. Nyeri akut b.d proses infeksi

22
h. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler
i. Resiko cidera b.d kejang
j. Resiko infeksi b.d daya tahan kurang.

23
3. Intervensi keperawatan

No Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Hipertermi NOC NIC
Definisi: Peningkatan suhu tubuh diatas Thermoregulation Fever treatment
kisaran normal. Kriteria hasil: 1. Monitor TTV sesering mungkin
Batasan karakteristik:  Suhu tubuh dalam rentang normal 2. Monitor penurunan tingkat kesadaran
o Konvulsi  Nadi dan RR dalam rentang normal 3. Monitor intake dan output
o Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran  Tidak ada perubahan warna kulit dan 4. Lakukan tapid sponge
normal tidak ada pusing 5. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
o Kejang 6. Selimuti pasien untuk mencegah
o Takikardi hilangnya kehangatan tubuh
o Takipnea 7. Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
Factor-faktor yang berhubungan: 8. Kolaborasi pemberian terapi antipiretik
o Anastesia 9. Kolaborasi pemberian cairan intravena
o Penurunan respirasi
o Dehidrasi
o Penyakit

24
o Peningkatan laju metabolism
o Trauma
o Aktivitas berlebihan

2. Nyeri akut NOC NOC


Definisi : pengalaman sensori dan emosional  Paint level Paint manajement
yang tidak menyenangkan yang muncul akibat  Paint control 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
kerusakan jaringan yang aktual atau potensial  Comfort level konprehensif
atau digambarkan dalam hal kerusakan 2. Observasi TTV
sedemikian rupa. Kriteria hasil: 3. Observasi reaksi nonverbal dari
Batasan karakteristik :  Mampu mengontrol nyaeri ketidaknyamanan
o Perubahan tekanan darah, suhu, respirasi  Melaporkan bahwa nyeri berkurang 4. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
o Indikasi nyeri dapat diamati dengan menggunakan manajemen nyeri menentukan intervensi
o Melaporkan nyeri secara verbal  Mampu mengenali nyeri 5. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
o Gangguan tidur  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri (teknik relaksasi)
berkurang 6. Kolaborasi pemberian terapi analgetik
Factor yang berhubungan : Analgesic Administration

25
o Agen cedera (misalnya; biologis, zat kimia, 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
fisik, psikologis)
2. Cek riwayat alergi
3. Tentukan analgesic pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
4. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
5. Monitor TTV sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
6. Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan
gejala
3. Hambatan mobilitas fisik NOC NIC
Definisi: keterbatasan pada pergerakan fisik  Joint movement : active Eercise therapy: ambulation
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara  Mobility level 1. Monitoring TTV sebelum dan sesudah
mandiri da terarah.  Self care : ADLs latihan dan lihat respon pasien saat
Batasan karakteristik:  Transfer performance latihan
o Kesulitan membolak-balik posisi Kriteria hasil: 2. Kaji kemampuan pasien dalam
o Dyspnea setelah beraktivitas  Klien meningkat dalam aktivitas fisik mobilisasi
o Keterbatasan kemampuan melakukan  Mengerti tujuan dari peningkatan 3. Latih pasien dalam pemenuhan
keterampilan motorik halus dan kasar. mobilitas kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
Faktor yang berhubungan:  Memverbalisasikan perasaan dalam kemampuan
o Intoleransi aktivitas meningkatkan kekuatan dan
o Perubahan metabolism selular kemampuan berpindah

26
o Gangguan kognitif  Memperagakan penggunaan alat 4. Ajarkan pasien bagaimana merubah
o Penurunan kendali otot  Bantu untuk mobilisasi (walker) posisi dan berikan bantuan jika
o Gangguan musculoskeletal diperluka.
o Gannguan neuromskular, nyeri 5. Konsultasikan dengan terapi fisik
o Program pembatasan gerak tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
6. Ajarkan pasien tentang teknik ambulasi

4 Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan NOC NIC


otak  Circulation status Manajemen sensasi perifer
Definisi : berisiko mengalami penurunan  Tissue prefusion : cerebral 1. Monitor adanya daerah tertentu yang
Kriteria hasil :
sirkulasi jaringan otak yang dapat hanya peka terhadap
Mendemontrasikan status sirkulation yang
menggangu kesehatan. panas/dingin/tajam/tumpul
ditandai dengan :
Batasan karakteristik: 2. Monitor adanya paretese
 Tekanan sistole dan diastole dalam
o Tumor otak 3. Batasi gerakan pada kepala, leher dan
rentang yang diharapkan
o Aneurisme serebri punggung
 Tidak ada ortostatikhipertensi
o Koagulopati (mis., anemia sel sabit) 4. Monitor kemampuan BAB
o Embolisme 5. Kolaborasi pemberian analgetik

27
o Trauma kepala  Tidak ada tanda-tanda peningkatan 6. Monitor adanya tromboplebitis
o Hipertensi tekanan intracranial (tidak lebih dari 15 7. Diskusikan mengenai penyebab
o Endocarditis infeksi mmHg) perubahan sensasi
 Mendemontrasikan kemampuan kognitif
o Neoplasma otak
yang ditandai dengan:
o Penyalahgunaan obat
 Berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
 Menunjukan perhatian, konsentrasi
dan orientasi
 Memproses informasi
 Membuat keputusan dengan benar
 Menunjukan fungsi sensorik motoric
cranial yang utuh : tingkat kesadaran
membaik, tidak ada gerakan-gerakan
involunter.

28
4. Implementasi
Tahap pelaksanaan perawatan merupakan tindakan dalam memberikan
asuhan keperawatan yang dilakukan secara nyata untuk membantu klien
mencapai tujuan rencana tindakan yang telah dibuat. Prinsip yang digunakan
dalam memberikan tindakan keperawatan adalah cara pendekatan yang
efektif dan teknik komunikasi yang terapeutik serta penjelasan untuk setiap
tindakan yang dilakukan terhadap klien.

5. Evaluasi
Hasil yang diharapkan :
a. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran
infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.
b. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi
motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
c. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
d. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan
mampu tidur/istirahat dengan tepat.
e. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan
kekuatan.
f. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
g. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan
keakuratan pengetahuan tentang situasi.

29
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I
Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica
Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & NANDA NIC-NOC. Jilid 3. Yogyakarta : Med Action

Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi
bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.

Price, Sylvia Anderson. 2006. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease


Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC.

30

Anda mungkin juga menyukai