Anda di halaman 1dari 8

UPAYA MEREDUKSI PERILAKU SOMBONG MELALUI

BUDAYA JAWA TENGAH


(Lagu Gundhul-Gundhul Pacul)

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Konseling Lintas
Budaya

Dosen Pengampu: Kusno Effendi, M. Pd., M. Psi.

Disusun oleh:

Muhammad Reza Pahlevi 1800001149


Ryan Kurnia Romadhon 1800001176
Dian Setiawan 1800001184

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2018
A. Identitas Konseli
Nama : Alyfah Afra Ramadina
Usia : 18 Tahun
TTL : Klaten, 13 April 2000
Jenis Kelaimin : Perempuan
Alamat : Desa Kadirejo, Kec. Karanganom, Kab. Klaten
Status : Siswa SMA N 1 Klaten
B. Bidang Layanan Konseling Pribadi
Masalah : Pribadi
Sub masalah : Kematangan Emosional
Sub-sub masalah : Sikap Sombong
C. Gejala
Gejala sikap sombong yang dialami oleh konseli biasanya
menimbulkan gejala sebagai berikut:
a. Tidak menyadari salah atau benar.
b. Sering berbohong dan menipu orang lain.
c. Tidak memiliki empati, bersikap sinis, dan tidak
menghargai orang lain.
d. Kerap memanipulasi orang lain untuk keuntungan dan
kesenangannya sendiri.
e. Sombong, merasa superior, dan terlampau yakin pada diri
sendiri.
f. Kerap terlibat dalam tindakan kriminalitas dan terjerat
hukum.
g. Suka melukai orang lain melalui intimidasi dan bersikap
tidak jujur.
h. Melakukan kegiatan membahayakan tanpa perhitungan
keselamatan terhadap diri sendiri atau orang lain.
i. Tidak dapat memperhitungkan konsekuensi maupun
belajar dari kesalahan.
D. Langkah-langkah konseling
a. Pengumpulan data
Data diperoleh dari hasil observasi dan wawancara. Wawancara
yang dilakukan dengan orang sekitar dan keluarga konseli. Sedangkan,
observasi dilakukan di lingkungan sekolahnya.
Nama : Alyfah Afra Ramadina
Usia : 18 Tahun
TTL : Klaten, 13 April 2000
Jenis Kelaimin : Perempuan
Alamat : Desa Kadirejo, Kec. Karanganom, Kab. Klaten
Status : Siswa SMA N 1 Klaten
b. Analisis data
Setelah menelaah permasalahan yang dialami oleh Alyfah yaitu
perilaku sombong yang diperlihatkannya setelah mendapatkan jabatan
dan kekuasaan yang tinggi di OSIS. karena ia yang memiliki jabatan
sebagai ketua OSIS, menjadikan Alyfah sebagai pribadi yang semena-
mena karena merasa dialah yang terpenting dan paling benar baik tutur
kata maupun penadapatnya. Ha ini menjadikan keraguan tersendiri bagi
anggotanya karena dengan pemimpin yang seperti ini apakah layak
untuk mendapatkan kepercayaan lagi. Pada akhirnya sikap sombong
yang ada dalam diri Alyfah menjadi boomerang baginya yaitu dengan
menjauhnya teman-temannya dan kepercayaan yang menurun
terhadapnya karena keraguan yang hinggap dalam diri anggotanya.
c. Diagnosis
Setelah diperoleh data dan menganalisisnya dapat disimpulkan
bahwa Alyfah memiliki permasalahan pada pribadinya. Dari analisis
data diperoleh bahwa Alyfah memiliki kematangan emosional yang
rendah dan tidak stabil dimana ia lebih cenderung bersikap sombong
dan dan semaunya sendiri saat memiliki kekuasaan sebagai ketua OSIS.
Sementara itu, kesombongan merupakan hal yang negatif dan hal yang
harus dijauhi, sehingga kesombongan yang ada pada diri Alyfah sudah
seharusnya untuk segera dihilangkan karena merupakan permasalahan
yang bukan sepele namun sudah menyangkut hubungan Alyfah dan
Tuhannya.
d. Prognosis
Dari permasalahan yang dihadapi oleh Alyfah konselor memiliki
prediksi yang apabila tidak segera ditangani maka akan memberikan
kesulitan pada Adji. Hal ini dikarenakan sikap yang sombong adalah
sikap negatif yang akan menyulitkannya dalam menghadapi tugas
perkembangannya dan akan memberikan penyesalan dimasa yang akan
datang. Maka akan semakin baik apabila kesombongan yang ada
didalam diri Alyfah segera di hilangkan dan menyadarkannya bahwa
kesombongan merupakan hal yang sudah seharusnya dijauhi.
e. Terapi
Pada permasalahan Alyfah konselor memilih untuk menggunakan
teknik konseling cognitive behavior therapy. Menurut Nursalim dalam
Jurnal Bimbingan Konseling (2017), teknik cognitive restructuring
memusatkan perhatian pada upaya mengidentifikasi dan mengubah
pikiran- pikiran atau pernyataan diri negatif dan keyakinan-keyakinan
konseli yang tidak rasional. Teknik cognitive restructuring tentu tidak
terlepas dari pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan CBT. Anak
yang memiliki perilaku sombong diajak untuk mendeskripsikan pikiran-
pikiran negatif dan selanjutnya pikiran positif yang dimilikinya agar
anak mampu mengubah pemikiran negatif menjadi pemikiran positif.
Strategi cognitive restructuring didasarkan pada asumsi bahwa
dapat dilakukan pada anak yang memiliki pikiran irasional dan kognisi
defektif menghasilkan self-defeating behaviors (perilaku disengaja yang
memiliki efek negatif pada diri sendiri, Efford (dalam jurnal bimbingan
dan konseling, 2017). Hal ini sejalan dengan salah satu penyebab
timbulnya perilaku perilaku sombong yaitu keyakinan- keyakinan
irasional yang dimiliki oleh siswa seperti salah satunya keyakinan
bahwa ia memiliki kekuasaan di organisasi sekolah yakni OSIS.
Keyakinan irasional ini apabila diteruskan, maka akan menimbulkan
sikap-sikap yang juga tidak irasional, seperti siswa pelaku sombong
berpotensi menjadi seorang yang otoriter dan menyimpang dari ajaran
agama serta menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang
diinginkan sejak dini ataupun di kemudian hari.
Setelahnya, konselor mengarahkan konseli pada tahapan konseling
dengan menggunakan konseling lintas budaya, yaitu dengan
menggunakan budaya yang ada di daerah konseli dan tidak asing bagi
konseli. Kebudayaan yang dipilih oleh konselor yaitu dengan
menggunakan lagu “gundhul-gundhul pacul” karena pada lagu tersebut
tersirat makna tentang pemimpin yang tidak noleh sombong atau
mengandung makna untuk tidak berlaku sombong. Selain itu juga
bermakna untuk senantiasa menjalankan tugas tanpa kesombongan dan
menjadikan orang lain sebagai tanggung jawab yang harus
dikedepankan, serta mau menjadi pemimpin yang mau mendengarkan
nasihat dan pendapat orang lain.
Lagu gundhul-gundhul pacul yang sarat akan makna kerendahan
hati sangatlah cocok untuk menghilangkan sikap sombong yang
melekat pada diri konseli. Disini konseli akan diputarkan lagu Gundhul-
Gundhul Pacul, lalu konselor meminta konseli untuk memahami makna
yang terkandung didalamnya, karena dengan memahami akan membuka
pikiran konseli bahwa kesombongan hanya akan menghancurkan masa
depannya. Penggunaan bahasa dalam lagu tersebut akan membantu
konselor dalam menyentuh titik terdalam konseli karena bahasa yang
digunakan adalah bahasa dari konseli sendiri.
f. Evaluasi dan Tindak Lanjut
1. Konseli merubah dan pola pikirnya sebagai pemimpin yang
mengayomi dan menghargai anggotanya yang dapat dilihat dari
perilakunya
2. Konseli dapat menghormati orang lain
3. Konseli memperoleh kematangan emosionalnya yang dapat dilihat
dari perilakunya yang mampu menghargai orang lain
4. Konseli dapat menerima mestinya saat orang lain memberi nasihat
atau saran
5. Konseli dapat beperilaku sebagai pemimpin yang demokratis
dengan mengedepankan kepentingan bersama
6. Konseli dapat mengesampingkan ego dengan memberikan
kesempatan pada orang lain untuk berpendapat

Budaya yang digunakan

1. Lagu gundhul-gundhul pacul

Gundhul Gundhul Pacul

Gundhul gundhul pacul cul, gembelengan

Nyunggi nyunggi wakul kul, gembelengan

Wakul ngglimpang segane dadi sak latar

Wakul ngglimpang segane dadi sak latar

Artinya

Gundul gundul cangkul, tidak hati hati

Membawa bakul (di atas kepala) dengan tidak hati hati

Bakul terguling, nasinya tumpah sehalaman

Bakul terguling, nasinya tumpah sehalaman

2. Filosofis Lagu Gundhul-Gundhul Pacul


a. Gundul gundul pacul, gembelengan

Gundul adalah kepala plontos tanpa rambut. Kepala adalah


lambang kehormatan dan kemuliaan seseorang, sementara rambut
adalah mahkota lambang keindahan kepala. Dengan demikian, gundul
artinya adalah kehormatan yang tanpa mahkota.

Pacul adalah cangkul, alat pertanian yang terbuat dari lempeng


besi segi empat, merupakan lambang rakyat kecil yang kebanyakan
adalah petani. Orang Jawa mengatakan bahwa pacul adalah papat kang
ucul ("empat yang lepas"), dengan pengertian kemuliaan seseorang
sangat tergantung kepada empat hal, yaitu cara orang tersebut
menggunakan mata, hidung, telinga, dan mulutnya. Jika empat hal itu
lepas, kehormatan orang tersebut juga akan lepas.

1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat.


2. Telinga digunakan untuk mendengar nasihat.
3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
4. Mulut digunakan untuk berkata-kata yang adil.

Gembelengan artinya "besar kepala, sombong, dan bermain-


main" dalam menggunakan kehormatannya.

Dengan demikian, makna kalimat ini adalah bahwa seorang


pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota, tetapi
pembawa pacul untuk mencangkul (mengupayakan kesejahteraan bagi
rakyatnya). Namun, orang yang sudah kehilangan empat indera
tersebut akan berubah sikapnya menjadi congkak (gembelengan).

b. Nyungi nyunggi wakul kul, gembelengan


Nyunggi wakul' (membawa bakul di atas kepala) dilambangkan
sebagai menjunjung amanah rakyat. Namun, saat membawa bakul,
sikapnya sombong hati (gembelengan)
c. Wakul ngglimpang segane dadi sak latar

Wakul ngglimpang (bakul terguling) melambangkan amanah


dari rakyat terjatuh, akibat sikap sombong saat membawa amanah
tersebut.

Segane dadi sak latar (nasinya jadi sehalaman) melambangkan


hasil yang diperoleh menjadi berantakan dan sia-sia, tidak bisa
dimakan lagi (tidak bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat).
DAFTAR PUSTAKA

Selvia, F, dkk. (2017). Teknik Cognitive Restructuring dan Thought Stopping


dalam Konseling Kelompok untuk Mengurangi Perilaku Bullying Siswa.
Jurnal Bimbingan dan Konseling, 6 (1) 20 – 27 (diakses pada 11
Desember 2018, pukul 23:30 WIB)

Anda mungkin juga menyukai