Anda di halaman 1dari 22

Keelakaan Akibat Kerja yang mengakibatkan Kecacatan

Titus mulyadhanada 102014073


Felix Jordan wangsa 102016049
Andika prasetyo Arifin 102016244
Harfi sefriyanti Rahman 102016102
Wahyu ari Agustina 102016102
Novia dwi anggraini 102016195
Siti cantika 102016243
Kelompok A2
Fakultas Kedokteran Univesitas Kristen Krida Wacana

titus.2014fk-073@civitas.ukrida.ac.id

Pendahuluan
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan berhubung dengan hubungan kerja pada
perusahaan. Hubungan kerja di sini dapat berarti, bahwa kecelakaan terjadi dikarenakan oleh
pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.Seperti kita ketahui bersama selama ini
angka kecelakaan yangdisebabkan akibat kerja sangatlahtinggi. Di Indonesia sendiri,
pada tahun 2014 tercatat terjadi 396 kasus kecelakaan kerja per hari yang dimana 25 kasus
menjadi kecacatan. Selain mengakibatkan kerugian jiwa, kerugian materi yang ditimbulkan
akibat kecelakaan kerja juga sangat besar yang berupa kerusakan sarana produksi, biaya
pengobatan dan kompensasi yang dibayarkan.Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
secara umum di Indonesia masih sering terabaikan. Hal ini ditunjukkan dengan masih
tingginya angka kecelakaan kerja.Tingkat kepedulian dunia usaha terhadap K3 masih rendah,
padahal karyawan adalah aset penting perusahaan. Kecelakaan kerja yang mengakibatkan
cacat seumur hidup, di samping berdampak pada kerugian non-materil, juga menimbulkan
kerugian materil yang sangat besar.1

Pembahasan
7 Langkah Diagnosis Okupasi

Ada 7 langkah untuk mendiagnosis suatu penyakit akibat kerja, yang disebut dengan 7
langkah diagnosis okupasi. Diagnosis penyakit akibat kerja adalah landasan terpenting bagi

1
manajemen penyakit tersebut promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Diagnosis penyakit
akibat kerja juga merupakan penentu bagi dimiliki atau tidak dimilikinya hak atas manfaat
jaminan penyakit akibat kerja yang tercakup dalam program jaminan kecelakaan kerja.
Sebagaimana berlaku bagi smeua penyakit pada umumnya, hanya dokter yang kompeten
membuat diagnosis penyakit akibat kerja. Hanya dokter yang berwenang menetapkan suatu
penyakit adalah penyakit akibat kerja. Tegak tidaknya diagnosis penyakit akibat kerja sangat
tergantung kepada sejauh mana metodologu diagnosis penyakit akibat kerja dilaksanakan
oleh dokter yang bersangkutan.1

Cara menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja mempunyai kekhususan apabila


dibandingkan terhadap diagnosis penyakit pada umumnya. Untuk diagnosis penyakit akibat
kerja, anamnesis dan pemeriksaan klinis serta laboratoris yang biasa digunakan bagi
diagnosis penyakit pada umumnya belum cukup, melainkan harus pula dikumpulkan data dan
dilakukan pemeriksaan terhadap tempat kerja, aktivitas pekerjaan dan lingkungan kerja guna
memastikan bahwa pekerjaan atau lingkungan kerja adalah penyebab penyakit akibat kerja
yang bersangkutan. Selain itu, anamnesis terhadap pekerjaan baik yang sekrang maupun pada
masa sebelumnya harus dibuat secara lengkap termasuk kemungkinan terhadap terjadinya
paparan kepada faktor mekanis, fisik, kimiawi, biologis, fisiologis/ergonomis, dan mental-
psikologis.1

1. Diagnosis Klinis
a. Anamnesis
 Identitas meliputi : nama pasien, usia, jenis kelamin, jabatan, unit/ bagian
kerja, lama bekerja, nama perusahaan, jenis perusahaan dan alamat
perusahaan.
 Riwayat penyakit : keluhan utama, riwayat penyakit sekarang (RPS),
riwayat penyakit dahulu (RPD), riwayat penyakit keluarga (RPK).
 Riwayat pekerjaan :
o Sudah berapa lama bekerja sekarang ?
o Riwayat pekerjaan sebelumnya ?
o Alat kerja, bahan kerja, proses kerja ?
o Barang yang diproduksi/dihasilkan ?
o Waktu bekerja dalam sehari ?
o Kemungkinan pajanan yang dialami ?
o Alat pelindung diri yang dipakai ?

2
o Hubungan gejala dan waktu kerja ?
o Apakah pekerja lain ada yang mengalami hal sama ?

Anamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan dimaksudkan untuk


mngetahui kemungkinan salah satu faktor di tempat kerja, pada pekerjaan dan atau
lingkungan kerja menjadi penyebab penyakit akibat kerja. Riwayat penyakit meliputi antara
lain awal-mula timbul gejala atau tanda sakit pada tinggkat dini penyakit, perkembangan
penyakit, dan terutama penting hubungan antara gejala serta tanda sakit dengan pekerjaan dan
atau lingkungan kerja.1

Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dnegan seteliti-telitinya dari


pemrulaan sekali smapai dengan waktu terakhir bekerja. Jangan sekali-kali hanya
mencurahkan perhatian pada pekerjaan yangg dilakukan waktu sekarang, namun harus
dikumpulkan informasi tentang pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit
akibat kerja yang diderita waktu ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari
pekerjaan terdahulu. Hal ini lebih penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu
pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Buatlah tabel yang secara kronologis memuat waktu,
perusahaan, tempat bekerja, jenis pekerjaan, aktivitas pekerjaan, faktor dalam pekerjaan atau
lingkungan kerja yang mungkin menyebabkan penyakit akibat kerja. Penggunaan kuestioner
yang direncanakan dengan tepat sangat membantu.1

Perhatian juga diberikan kepada hubungan antara bekerja dan tidak bekerja dengan
gejala dan tanda penyakit. Pada umumnya gejala dan tanda penyakit akibat kerja berkurang,
bahkan kadang-kadang hilang sama sekali, apabila penderita tidak masuk bekerja; gejala dan
tanda itu timbul lagi atau menjaid lebih berat, apabila ia kembali bekerja. Fenomin seperti itu
sangat jelas misalnya pada penyakit dermatosis akibat kerja atau pada penyakit bissinosis
atau asma bronkhiale akibat kerja atau lainnya. Informasi dan dan data hasil pemeriksaan
kesehata khusus sangat penting artinya bagi keperluan menegakkan diagnosis penyakit akibat
kerja. Akan lebih mudah lagi menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, jika tersedia data
kualitatif dan kuantitatif faktor-faktor dalam pekerjaan dan lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan dan penyakit akibat kerja.1

b. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan fisik dimaksudkan untuk menemukan gejala dan tanda yang sesuai
untuk suatu sindrom, yang sering-sering khas untuk suatu penyakit akibat kerja.

3
 Kesadaran
 Tanda-tanda vital (TTV) berupa tekanan darah, suhu, denyut nadi, dan
frekuensi napas.
 Pemeriksaan secara sistematik dari kepala, leher, dada, perut, kelenjar
getah bening, ekstremitas atas dan bawah serta tulang belakang.
 Status Lokalis (keadaan lokal). Pada pemeriksaan muskuloskeletal yang
penting:
1. Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat:
- Sikatriks (jaringan parut alamiah atau post operasi).
- Warna kemerahan/kebiruan atau hiperpigmentasi.
- Benjol/pembengkakan/cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa.
- Posisi serta bentuk dari ekstremitas (deformitas).
- Cara berjalan (gait waktu pasien masuk kamar periksa).
- Kulit utuh/ robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur,
cidera terbuka.
2. Feel (palpasi)
- Perubahan suhu terhadap sekitarnya serta kelembaban kulit.
- Bila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau hanya
edema terutama daerah persendian.
- Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainannya (1/3
proksimal/tengah/ distal).
- Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi; benjolan yang
terdapat di permukaan tulang atau melekat pada tulang. Selain itu
juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka
sifat benjolan perlu di diskripsi (tentukan) permukaannya,
konsistensinya dan pergerakan terhadap permukaan atau dasar,
nyeri atau tidak dan ukurannya.
3. Move (gerak)
- Krepitasi  terasa bila fraktur digerakkan, tetapi ini bukan cara
yang baik dan kurang halus. Krepitasi timbul oleh pergeseran atau
beradunya ujung tulang kortikal.
- Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif dan pasif.

4
- Memeriksa seberapa jauh gangguan fungsi, gerakan yang tidak
mampu dilakukan, range of motion dan kekuatan.
- Gerakan yang tidak normal  gerakan yang terjadi tidak pada
sendi. Misalnya: pertengahan femur dapat digerakan. Ini adalah
bukti paling penting adanya fraktur. Hal ini penting untuk membuat
visum, bila tidak ada fasilitas rontgen.

5
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencocokkan benar tidaknya
penyebab penyakit akibat kerja yang bersangkutan ada dalam tubuh tenaga kerja
yang menderita penyakit tersebut. Guna menegakkan diagnosis penyakit akibat
kerja, biasanya tidak cukup sekedar pembuktian secara kualitatif yaitu tentang
adanya faktor penyebab penyakit, melainkan harus ditunjukkan juga banyaknya
atau pembuktian secara kuantitatif.
Berikut ini adalah jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menunjang
anamnesis dan pemeriksaan fisik:
- Pemeriksaan rontgen. Untuk menentukan lokasi, luasnya, trauma,
dan jenis fraktur.
- Scan tulang, CT scan/MRI. Memperlihatkan tingkat keparahan
fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
- Arteriografi : jika dicurigai ada kerusakan vaskuler.
- Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
- Hitung darah lengkap. Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses
stres normal setelah trauma.
d. Pemeriksaan tempat kerja : misalnya kelembaban, kebisingan, penerangan.
Pemeriksaan tempat dan ruang kerja untuk memastikan adanya faktor
penyebab penyakit di tempat atau ruang kerja serta mengukur kadarnya. Hasil
pengukuran kuantitatif di tempat kerja sangat perlu untuk melakukan penilaian
dan mengambil kesimpulan, apakah kadar zat sebagai penyebab penyakit akibat
kerja cukup dosisnya untuk menyebab sakit. Meliputi faktor lingkungan kerja
yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita (faktor fisis, kimiawi, biologis,
psikososial), faktor cara kerja yang dapat berpengaruh terhadap sakit penderita
(peralatan kerja, proses produksi, ergonomi), waktu paparan nyata (per hari,
perminggu) dan alat pelindung diri.
2. Pajanan yang dialami
Meliputi pajanan saat ini dan sebelumnya. Informasi ini diperoleh terutama dari
anamnesis yang teliti. Akan lebih baik lagi jika dilakukan pengukuran lingkungan
kerja.

6
3. Hubungan pajanan dengan penyakit
Untuk mengetahui hubungan pajanan dengan penyakit dilakukan identifikasi pajanan
yang ada. Evidence based berupa pajanan yang menyebabkan penyakit. Perlu
diketahui hubungan gejala dan waktu kerja, apakah keluhan ada hubungan dengan
pekerjaan.
4. Pajanan yang dialami cukup besar
Mencari tahu patofisiologi, bukti epidemiologis, cara atau proses kerja, lama kerja,
lingkungan kerja. Kemudian dilakukan observasi tempat dan lingkungan kerja,
pemakaian APD, serta jumlah pajanan berupa data lingkungan, data, monitoring
biologis.
5. Peranan faktor individu
Berupa status kesehatan fisik adakah alergi /atopi, riwayat penyakit dalam keluarga,
serta bagaimana kebiasaan berolah raga, status kesehatan mental, serta higiene
perorangan.
6. Faktor lain di luar pekerjaan
Adakah hobi, kebiasaan buruk (misalnya merokok) yang dapat menjadi faktor pemicu
penyakit yang diderita.
7. Diagnosis okupasi
Diagnosis okupasi dilakukan dengan meneliti dari langkah 1-6, referensi atau bukti
ilmiah yang menunjukkan hubungan kausal pajanan & penyakit.1

Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak disengaja seperti kejadian-kejadian yang
tidak diharapkan dan tidak terkontrol.Kecelakaan tidak selalu berakhir dengan luka fisik dan
kematian.Kecelakaan yang menyebabkan kerusakan peralatan dan material dan khususnya
yang menyebabkan luka perlu mendapat perhatian terbesar.Semua kecelakaan tanpa melihat
apakah itu menyebabkan kerusakan ataupun tidak perlu mendapatkan perhatian.Kecelakaan
yang tidak menyebabkan kerusakan peralatan, material dan kecelakaan fisik dari personil
kerja dapat menyebabkan kecelakaan lebih lanjut.
Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak
dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau
harta benda. Dan tempat kerja merupakan tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka,

7
bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja
untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber cahaya.2
Definisi kecelakaan kerja lainnya adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak di-
harapkan.Tidak terduga maksudnya tidak dilatar belakangi unsur kesengajaan, dan tidak
direncanakan, karenanya peristiwa sabotase ataupun kriminalitas adalah di luar niang lingkup
keeelakaan. Tidak diharapkan, sebab peristiwa kecelakaan disertai oleh kerugian material
ataupun penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat.2
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang ada hubungannya dengan kerja,
dalam kecelakaan terjadi karena pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Dengan
demikian muncul dua permasalahan:
a. Kecelakaan sebagai akibat langsung dari pekerjaan atau;
b. Kecelakaan terjadi saat melakukan pekerjaan.
Adakalanya ruang lingkup kecelakaan kerja diperluas, sehingga meliputi kecelakaan
tenaga kerja pada saat perjalanan dari dan ke tempat kerja.Kecelakaan di rumah, atau pada
waktu rekreasi dan cuti berada di luar makna kecelakaan kcrja, sekalipun pencegahannya
sering disertakan dalam program keselamatan kerja/kesclamatan perusahaan. Kecelakaan
demikian, termasuk kecelakaan umum yang mcnimpa tenaga kerja di luar pekerjaannya.3

Faktor-faktor Penyebab Kecelakaan Kerja


Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan karena suatu sebab. Oleh karena
ada penyebabnya, sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya
dengan tindakan korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif
lebih lanjut kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang kembali.4
Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh berbagai penyebab, teori tentang terjadinya
suatu kecelakaan adalah :4
1. Teori Kebetulan Murni (Pure Chance Theory), yang menyimpulkan bahwa
kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan, sehingga tidak ada pola yang jelas dalam
rangkaian peristiwanya, karena itu kecelakaan terjadi secara kebetulan saja
2. Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident prone Theory), pada pekerja tertentu
lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang
cenderung untuk mengalami kecelakaan kerja.
3. Teori Tiga Faktor (Three Main Factor), menyebutkan bahwa penyebab kecelakaan
peralatan, lingkungan dan faktor manusia pekerja itu sendiri.

8
4. Teori Dua Faktor (Two main Factor), kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya
(unsafe condition) dan tindakan berbahaya (unsafe action).
5. Teori Faktor Manusia (Human Factor Theory), menekankan bahwa pada akhirnya
seluruh kecelakaan kerja tidak langsung disebabkan karena kesalahan manusia.

Ada dua golongan penyebab kecelakaan kerja.Golongan pertama adalah faktor mekanis
dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain faktor manusia.Golongan kedua adalah
faktor manusia itu sendiri yang merupakan penyebab kecelakaan.Untuk menentukan sebab
dari suatu kecelakaan dilakukan analisis kecelakaan.Contoh analisis kecelakaan kerja adalah
sebagai berikut.Seorang pekerja mengalami kecelakaan kerja dikarenakan oleh kejatuhan
benda tepat mengenai kepalanya. Sesungguhnya pekerja tidak perlu mengalami kecelakaan
itu, seandainya ia mengikuti pedoman kerja yang selalu diingatkan oleh supervisor kepada
segenap pekerja agar tidak berjalan di bawah katrol pengangkat barang. Jadi dalam hal ini
penyebab kecelakaan adalah faktor manusia.5
Faktor mekanis dan lingkungan dapat pula dikelompokkan menurut keperluan dengan
suatu maksud tertentu. Misalnya di perusahaan penyebab kecelakaan dapat disusun menurut
kelompok pengolahan bahan, mesin penggerak dan pengangkat, terjatuh di lantai dan
tertimpa benda jatuh, pemakaian alat atau perkakas yang dipegang dengan tangan(manual),
menginjak atau terbentur barang, luka bakar oleh benda pijar, dan transportasi. Kira-kira
sepertiga dari kecelakaan yang menyebabkan kematian dikarenakan terjatuh, baik dari tempat
yang tinggi, maupun di tempat datar.5
Kesehatan berpengaruh penting bagi terwujudnya keselamatan.Sebaliknya gangguan
kesehatan atau penyakit dapat menjadi sebab kecelakaan. Orang sakit tidak boleh dipaksa
bekerja, ia perlu pengobatan, perawatan dan istirahat. Jika dipaksakan untuk bekerja, sangat
besar kemungkinan orang sakit mengalami kecelakaan.Bukan hanya penyakit keras saja,
gangguan kesehatan ringan pun misalnya pusing kepala, rasa kurang enak badan, atau
sekedar merasa hidung tersumbat menyebabkan risiko terjadinya kecelakaan.Sekalipun
ringan, gangguan kesehatan menurunkan konsentrasi dan mengurangi kewaspadaan sehingga
kecelakaan terjadi.Apabila ditelaah lebih dalam, kecelakaan kerja yang terjadi dapat dibagi
berdasarkan faktor dari tempat kerjanya dan faktor individu.Yang dimana faktor tempat kerja
dapat dibagi lagi menjadi fisika, kimia, biologik, ergonomic dan psikologis (lebih ke arah
individu) dan industrial hygiene.

9
Upaya program rehabilitasi kerja
Menurut The national Council on Rehabilitation, rehabilitasi didefinisikan sebagai
proses pemulihan dari ketidakmampuan/ kecacatan sehingga seseorang dapat berfungi
kembali secara mental, sosial, keterampilan bekerja dan ekonomi. Rehabilitasi kerja
(occupational rehabiitation) menekankan proses pemulihan dari aspek pekerjaan, yaitu
proses pemulihan seseorang dari kecelakaan atau penyakit untuk dapat bekerja kembali baik
di tempat kerja semula atau di tempat kerja baru sesuai dengan kondisi dan kemampuannya.
Rehabilitasi kerja merupakan bagian dari upaya rehabilitasi medik dilakukakn dengan
maksud untuk mengurangi biaya kompensasi dan memperbiki berfungsinya kembali tenaga
kerja sehingga mengurangi hilangnya waktu kerja.6
Rehabilitasi kerja dapat menguntungkan baik bagi pengusaha maupun tenaga kerja
yang bersangkutan.Keuntungan rehabilitasi kerja di pihak pengusaha adalah mengurangi
biaya kompensasi, mengurangi hilangnya waktu kerja (lower absenteism), mengurangi biaya
dalam merekrut, menyeleksi dan mengganti tenaga kerja, memperbaiki kondisi hubungan
industrial, dan meningkatenaga kerjaan citra perusahaan. Sedangkan keuntungan bagi tenaga
kerja antara lain : terhndarnya dari pemutusan hubungan kerja, hilangnya kecemasan,
meningkatnya rasa percaya diri akibat cacat atau penyakityang diderita, dan dampak dalam
kehidupan sosial dapat diatasi.6
1. Peran dan tanggung jawab dalam rehabilitasi kerja
Penanganan rehabilitasi kerja merupkan penanganan komperhensif yang melibatkan
berbagai profesi baik medis maupun non medis, seperti dokter dan paramedis, tenaga
pendidik, petugas sosial, pengurus perusahaan, organisasi pekerja, tenaga kerja yang
bersangkutan, dan keluarga. Di negara maju atau di perusahaan besar peran dan tanggung
jawab perusahaan, tenaga kerja, organisasi pekerja, sudah dijabarkan dalam kebijaksanaan
perusahaan sehingga akan memberikan kejelasan pada berbagai pihak yang terlibat dalam
rehabilitasi kerja. Berikut ini rincian peran dan tanggung jawab dalam rehabilitasi kerja di
perusahaan.6
a. Perusahaan
 Menjamin keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerjanya dengan
mengasuransikan tenaga kerjana terhadap kecelakaan dan peyakit
 Melaksanakan program rehabilitasi sehingga tenaga kerja dapat bekerja kembali,
dan sedapat mungkin menghindari PHK akibat kecelakaan dan penyakit

10
 Memonitor kesehatan dan perkembangan dari tenaga kerja yang kembali bekerja
setelah mengalami rehabilitasi untuk mencega akibat yang buruk akibat pekerjaan
yang dilakukannnya
 Memberikan keringanan dalam tugas dan jam kerja pada tenaga kerja yang
memunyai keterbatasan secara medis
 Membantu dalam pembiayaan bagi tenaga kerja yang sedang dirawat termasuk
penyelesaian dengan pihak asuransi
b. Tenaga kerja
 Bertanggung jawab untuk mencegah perilaku kerja yang membahayakan diri
sendiri dan orang lain
 Melaporkan setiap kecelakaan dan mengajukan kompensasi
 Berpartisipasi dalam program rehabilitasi di tempat kerjanya
 Bekerja sama dalam melakukan mutasi kerja bagi tenaga kerja yang kembali
bekerja
c. Organisasi tenaga kerja / serikat pekerja
 Mendukung perusahaan dan tenaga kerja dalam melaksanakan kebijaksanaan dan
program rehabilitasi
 Memberikan pendapat berkaitan daengan program rehabilitasi kerja bila diminta
oleh tenaga kerja atau perusahaan
 Membantu mendorong pihak yang terlibat agar berpartisipasi dalam program
rehabilitasi
d. Dokter perusahaan
 Menentukan diagnosa kecelakaan / penyakit
 Membantu menyusun program rehabilitasi
 Melakukan evaluasi medis terhadap tenaga kerja setelah kembali bekerja
 Bekerjasama dengan dokter yang merawat/ mengobati
e. Pemerintah ;
Mengeluarkan ketentuan/ kebijaksanaan yang berkaitan dengan rehabilitasi
dalam rangka melindungi tenaga kerja, antara lain yang tertuang dalam:
 UU No 3 tahun 1992 tentang Jamsostek.
 PP No 14 tahun 1993 tentang Penyelanggaraan Program Jamsostek.
 UU No 4 tahun 1997 (pasal 14) tentang Kesempatan Kerja bagi Penyandang
Cacat

11
 PP No 43 tahun 1998 (pasal 28) tentang Kewajiban Mempekerjakan Penyandang
Cacat.
 Permen 03 tahun 1996 (pasal 2) tentang dilarangnya PHK selama tenaga kerja
berhalangann karena sakit
 Mengawasi ditaatinya pelaksanaan peraturan yang berkaitan dengan hal tersebut
diatas
 Mendukung setiap langkah yang dilakukan oleh perusahaan dalam proses
rehabilitasi dan mengupayakan kemudahan dalam koordinasi pelaksanaan
program ( misalnya rujukan untuk rumah sakit/ lembaga rehabilitasi/ balai latihan
kerja milik pemerintah, dsb).6
2. Upaya program rehabilitasi kerja
Program rehabilitasi kerja ditujukan kepada tenaga kerja yang mengalami
kecelakaan/ sakit agar mereka dapat pulih kembali untuk bekerja dan mempetahankan
fungsinya semula, atau paling tidak dapat melkukan fungsinya sesuai kemampuan
yang dimilikinya setelah mengalami kecelakaan/sakit. Penentuan pulihnya kondisi
keshatan ini dilakukan oleh dokter yang merawat tenaga kerja tersebut (melalui
medical certificate) yang menyatakan kondisi tenaga kerja untuk melakukan :
pekerjaan/ tugas normalnya, atau dibatasi untuk pekerjaan tertentu, atau disarankan
suatu pekerjaan alternatif, yaaitu pekerjaan lain yang berbeda dengan pekerjaan
semula yang dianggap sesuai atau dinyatakan belum pulih kondisinya.
Upaya yang perlu dilakukan dalam rehabilitasi kerja meliputi beberapa program :
 Evaluasi
Setelah dinyatakan pulih kesehatannya dan telah dilakukan erawatan untuk
menurangi kelainan (impairment), ketidakmampuan (disability), dan kecacatan
(handicap), maka perlu dilakukan evaluasi dari kemempuan, kecakapan,
keterampilan, potensi, dan motivasi dari tenaga kerja yang bersangkutan.
Sehingga akan memberikan kemudahan dalam menempatkan pada pekerjaan yang
sesuai.
 Bimbingan/ konseling
Bimbingan ini bertujuan untuk memberikan arahan mengenai pekerjan
yang mungkin dilakukan dan sesuai dengan kondisi tenaga kerja yang
bersangkutan serta kemungkinan kesempatan/peluang kerja yang tersedia.
 Pelatihan

12
Pada tenaga kerja yang mengalami cacat/ketidakmampuan sebagai akibat
kecelakaan atau penyakit, perlu diberikan peatihan untuk mempersiapkan tenaga
kerja terebut beradaptasi pada pekerjaan semula atau pada jenis pekerjaan lain
yang memerlukan keterampilan khusus.
 Penempatan
Penempatan tenaga kerja pada pekerjaan yang sesuai dengan kondisinya
merupakan hal penting dalam proses rehabilitais, karena hal tersebut juga
mempengaruhi keberhasilan tenaga kerja dalam melaksanakan tugasnya.
Penempatan tenaga kerja setelah rehabilitasi ditentukan antara lain oleh
kemampuan tenaga kerja, jenis dan sifat pekerjaan, kesesuaian antara
keterampilan dan pekerjaan. Jika sudah tidak memungkinkan bagi tenaga kerja
untuk bekerja di tempat semula, maka perlu dilakukan mutasi sehingga dihindari
terjadinya PHK, yaitu memindahkan tenaga kerja pada tempat kerja/pekerjaan
yang sesuai.6
3. Return To Work7
Return To Work (RTW) BPJS yang merupakan pertambahan manfaat dari
Program BPJS Ketenagakerjaan JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) yang di wujudkan
dalam bentuk pendampingan bagi peserta yang mengalami musibah kecelakaan kerja
yang mengakibatkan cacat atau berpotensi cacat, dari mulai terjadinya kecelakaan
akan di dampingi hingga peserta mampu kembali bekerja.7

Gambar 1.Regulasi Pelaksanaan Program Kembali Kerja (Return to Work) BPJS Ketenagakerjaan. 7

13
Syarat mengikuti Program Kembali kerja atau (Return To Work ) BPJS Ketenagakerjaan.7
1. Terdaftar sebagai Peserta BPJS Ketenagakerjaan dalam Program JKK
2. Pemberi Kerja tertib membayar iuran
3. Mengalami Kecelakaan Kerja atau Penyakit Akibat Kerja yang mengakibatkan
kecacatan
4. Tidak menunggak iuran/membayar iuran bulan berjalan
5. Adanya rekomendasi dokter penasehat bahwa pekerja perlu difasilitasi dalam
Program Kembali Kerja.
6. Pemberi kerja dan Pekerja bersedia menandatangani surat persetujuan mengikuti
Program Kembali Kerja.
7.

Gambar 2. Prosedur pelayanan Return To Work.7

Upaya pencegahan dan penanggulangan untuk terhindar dari kecelakaan kerja


Pencegahan dan penaggulangan kecelakaan kerja bermula dari kesadaran manusia
yang timbul secara alamiah untuk kepentingan diri manusia itu sendiri.Pencegahan dan
penanggulangan kecelakaan kerja haaruslah ditjukan untuk mengenal dan menemukan sebab-
sebabynya, bukan gejal-gejala untuk kemudian sedapat mungkin menghilangkan atau
mengeliminasinya. Untuk itu semua pihak yang terlibat dalam usaha berproduksi khususnya

14
pengusaha dan tenaga kerja dapat memahami serta menerapkan kesehatan dan keselamatan
kerja (K3) di tempat masing-masing.8
Langkah-langkah pencegahan sebagai berikut :
1. Peraturan-peraturan yaitu ketentuan yang harus dipatuhi mengenai hal-hal seperti
kondisi kerja umum, perancangan, konstruksi, pemeliharaan, pengawasan, pengujian
dan pengoperasian peralatan industry, kewajiban-kewajiban para pengusaha dan
pekerja, pelatihan, pengawasan kesehatan, pertolongan pertama, dan pemeriksaan
kesehatan.
2. Standarisasi, yaitu menetapkan standar-standar misalnya mengenai konstruksi yang
aman dari jenis-jenis peralatan industry dan pengamanan perorangan.
3. Pengawasan, sebagai contoh adalah usaha-usahaa penegakan peraturan yang harus
dipatuhi.
4. Riset teknis, termasuk hal-hal seperti penyelidikan dan ciri-ciri dari bahan-bahan
berbahaya, penelitian tentang pelindung mesinm pengujian alat pelindung, dan lain-
lain.
5. Riset medis, termasuk pentelidikan efek fisiologis dan patologis dar faktor-faktor
lingkungan serta kondisi-kondisi fisik yang mengakibatkan kecelakaan.
6. Riset statistic adalah penelitian menyangkut jenis kecelakaan, banyaknya sebab,
mengenai siapa saja dan lain-lain.
7. Pendidikan meliputi pengajaran materi kesehatan dan keselamatan kerja di sekolah-
sekolah, akademi-akademi, dll.
8. Pelatihan untuk meningkatkan kualitas pengetahuan serta keterampilan kesehatan dan
keselamatan kerja bagi tenaga kerja.
9. Persuasi adalah penggunaan berbagai cara penyuluhan metode publikasi atau
pendekatan lain untuk menumbuhkan sikap selamat.
10. Asuransi, berupa insentif financial dalam bentuk pengurangan biaya premi, jika
keselamatan kerjanya baik.
11. Tindakan-tindakan pengaman yang dilakukan oleh masing-masing individu.8

BPJS Ketenagakerjaan
BPJS Ketenagakerjaan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Ketenagakerjaan) merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga
kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu dan penyelenggaraan nya menggunakan

15
mekanisme asuransi sosial.Sebagai Lembaga Negara yang bergerak dalam bidang asuransi
sosial BPJS Ketenagakerjaan yang dahulu bernama PT Jamsostek (Persero) merupakan
pelaksana undang-undang jaminan sosial tenaga kerja.Penyelenggaraan program jaminan
sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara - untuk memberikan
perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat.Sesuai dengan kondisi kemampuan
keuangan Negara. Indonesia seperti halnya negara berkembang lainnya, mengembangkan
program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai
oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal.9
1. Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKKs)
 Memberikan perlindungan atas risiko-risiko kecelakaan yang terjadi dalam hubungan
kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat
kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.
 Iuran dibayarkan oleh pemberi kerja yang dibayarkan (bagi peserta penerima upah),
tergantung pada tingkat risiko lingkungan kerja, yang besarannya dievaluasi paling
lama 2 (tahun) sekali, dan mengacu pada table sebagai berikut:

No. Tingkat Risiko Besaran Persentase


Lingkungan Kerja

1. tingkat risiko sangat 0,24 % dari upah sebulan


rendah

2. tingkat risiko rendah 0,54 % dari upah sebulan

3. tingkat risiko sedang 0,89 % dari upah sebulan

4. tingkat risiko tinggi 1,27 % dari upah sebulan

5. tingkat risiko sangat 1,74 % dari upah sebulan


tinggi

Untuk kecelakaan kerja yang terjadi sejak 1 Juli 2015, harus diperhatikan adanya
masa kadaluarsa klaim untuk mendapatkan manfaat.Masa kadaluarsa klaim selama selama 2
(dua) tahun dihitung dari tanggal kejadian kecelakaan. Perusahaan harus tertib melaporkan
baik secara lisan (manual) ataupun elektronik atas kejadian kecelakaan kepada BPJS

16
Ketenagakerjaan selambatnya 2 kali 24 jam setelah kejadian kecelakaan, dan perusahaan
segera menindaklanjuti laporan yang telah dibuat tersebut dengan mengirimkan formulir
kecelakaan kerja tahap I yang telah dilengkapi dengan dokumen pendukung.9
Manfaat yang diberikan, antara lain;

1. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan diberikan tanpa batasan plafon sepanjang sesuai
kebutuhan medis (medical need). Pelayanan kesehatan diberikan melalui fasilitas
kesehatan yang telah bekerjasama dengan BPJS Ketenagakerjaan (trauma center BPJS
Ketenagakerjaan). Penggantian. biaya (reimbursement) atas perawatan dan
pengobatan, hanya berlaku untuk daerah remote area atau didaerah yang tidak ada
trauma center BPJS. Ketenagakerjaan. Penggantian biaya diberikan sesuai ketentuan
yang berlaku. Perawatan dan pengobatan yang diberikan antara lain: pemeriksaan
dasar dan penunjang; perawatan tingkat pertama dan lanjutan; rawat inap dengan
kelas ruang perawatan yang setara dengan kelas I rumah sakit pemerintah; perawatan
intensif (HCU, ICCU, ICU); penunjang diagnostic; pengobatan dengan obat generik
(diutamakan) dan/atau obat bermerk (paten); pelayanan khusus; alat kesehatan dan
implant; jasa dokter/medis; operasi; transfusi darah (pelayanan darah); dan rehabilitasi
medic

2. Santunan berbentuk uang, antara lain:


a. Penggantian biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan
kerja/penyakit akibat kerja, ke rumah sakit dan/atau kerumahnya, termasuk
biaya pertolongan pertama pada kecelakaan;.
 Angkutan darat/sungai/danau diganti maksimal Rp1.000.000,- (satu
juta rupiah).
 Angkutan laut diganti maksimal Rp1.500.000 (satu setengah juta
rupiah).
 Angkutan udara diganti maksimal Rp2.500.000 (dua setengah juta
rupiah).

Perhitungan biaya transportasi untuk kasus kecelakaan kerja yang


menggunakan lebih dari satu jenis transportasi berhak atas biaya maksimal dari

17
masing-masing angkutan yang digunakan dan diganti sesuai bukti/kuitansi dengan
penjumlahan batasan maksimal dari semua jenis transportasi yang digunakan

b. Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB), dengan perincian penggantian,


sebagai berikut:
 6 (enam) bulan pertama diberikan sebesar 100% dari upah.
 6 (enam) bulan kedua diberikan sebesar 75% dari upah.
 6 (enam) bulan ketiga dan seterusnya diberikan sebesar 50% dari upah.

Dibayarkan kepada pemberi kerja (sebagai pengganti upah yang


diberikan kepada tenaga kerja) selama peserta tidak mampu bekerja sampai
peserta dinyatakan sembuh atau cacat sebagian anatomis atau cacat sebagian
fungsi atau cacat total tetap atau meninggal dunia berdasarkan surat
keterangan dokter yang merawat dan/atau dokter penasehat.

c. Santunan Kecacatan
 Cacat Sebagian Anatomis sebesar = % sesuai tabel x 80 x upah
sebulan.
 Cacat Sebagian Fungsi = % berkurangnya fungsi x % sesuai tabel x 80
x upah sebulan.
 Cacat Total Tetap = 70% x 80 x upah sebulan.
Jenis dan besar persentase kecacatan dinyatakan oleh dokter yang
merawat atau dokter penasehat yang ditunjuk oleh Kementerian
Ketenagakerjaan RI, setelah peserta selesai menjalani perawatan dan
pengobatan.
d. Santunan kematian dan biaya pemakaman
 Santunan Kematian sebesar = 60 % x 80 x upah sebulan, sekurang
kurangnya sebesar Jaminan Kematian.
 Biaya Pemakaman Rp3.000.000,-.
 Santunan berkala selama 24 bulan yang dapat dibayar sekaligus= 24 x
Rp200.000,- = Rp4.800.000,-

3. Program Kembali Bekerja (Return to Work) berupa pendampingan kepada peserta


yang mengalami kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang berpotensi

18
mengalami kecacatan, mulai dari peserta masuk perawatan di rumah sakit sampai
peserta tersebut dapat kembali bekerja.
4. Kegiatan Promotif dan Preventif untuk mendukung terwujudnya keselamatan dan
kesehatan kerja sehingga dapat menurunkan angka kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja.
5. Rehabilitasi berupa alat bantu (orthese) dan/atau alat ganti (prothese) bagi Peserta
yang anggota badannya hilang atau tidak berfungsi akibat Kecelakaan Kerja untuk
setiap kasus dengan patokan harga yang ditetapkan oleh Pusat Rehabilitasi Rumah
Sakit Umum Pemerintah ditambah 40% (empat puluh persen) dari harga tersebut serta
biaya rehabilitasi medik.
6. Beasiswa pendidikan anak bagi setiap peserta yang meninggal dunia atau mengalami
cacat total tetap akibat kecelakaan kerja sebesar Rp12.000.000,- (dua belas juta
rupiah) untuk setiap peserta.
7. Terdapat masa kadaluarsa klaim 2 tahun sejak kecelakaan terjadi dan tidak dilaporkan
oleh perusahaan.

Prosedur pelaporan kecelakaan


Kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan yang dapat berakibat cedera
pada manusia, kerusakan barang, gangguan terhadap pekerjaan dan pencemaran lingkungan :6
1. Apabila terjadi kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan barang / alat atau aset
perusahaan dan kecelakaan yang mengakibatkan cedera yang diderita, karyawan
perusahaan, baik ringan maupun berat, laporkan sesuai kejadian kepada pengawas K3
(dalam waktu tidak lebih dari 24 jam, dengan menggunakan formulir laporan
kecelakaan kerja)
2. Dokter rumah sakit yang menangani (bila diperlukan), melaporkan keadaan korban
dengan mengisi formulir laporan kecelakaan dan mengirimkan aslinya ke pengawas
K3, tembusan ke bagian personalia perusahaan.
3. Bagian produksi atau bagian lainnya yang berhubungan dengan peralatan yang
mengalami kerusakan tersebut, memberikan laporan atau data kalkulasi / perhitungan
kerugian dan kerusakan kepada pengawas K3 sebagai data klaim asuransi.
4. Pengawas K3 mengadakan pemeriksaan atas sebab-sebab terjadinya kecelakaan dan
mengambil langkah-langkah pencegahannya. Tindakan pemeriksaan, bila perlu
memanggil karyawan yang berhubungan dengan kejadian guna mendapatkan

19
keterangan yang seakurat mungkin atas terjadinya kecelakaan.Dan mengambil
langkah-langkah pencegahannya. Tindakan pemeriksaan, bila perlu memanggil
karyawan yang berhubungan dengan kejadian, guna mendapatkan keterangan yang
seakurat mungkin atas terjadinya kecelakaan.

Tata Cara Pelaksanaan


1. Apabila terjadi kecelakaan disuatu unit kerja, maka karyawan yang mengetahui
kejadian tersebut memberikan pertolongan pertama pada korban (P3K) bila
diperlukan.
2. Karyawan lainnya yang mengetahui kejadian segera menghubungi pimpinan untuk
memberitahukan perihal terjadinya kecelakaan dan petugas yang pada saat itu ada,
untuk mendapatkan pertolongan selanjutnya, membawa korban ke unit gawat darurat
rumah sakit, bila diperlukan.
3. Melaporkan kejadian kecelakaan yang sesuai secara singkat dengan menyebutkan
lokasi kejadian serta peristiwa terjadinya dengan jelas
4. Atasan korban melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada pengawas K3
(dengan menggunakan formulir laporan kecelakaan dalam waktu tidak lebih dari 24
jam)
5. Dokter rumah sakit yang menangani korban (bila diperlukan) mengisi formulir
laporan kecelakaan dengan menyebutkan keadaan korban dan mengirimkannya ke
pengawas K3 Perusahaan.
6. Petugas K3 dan atasan korban meneliti sebab-sebab kecelakaan dan menentukan
langkah-langkah pencegahan agar kecelakaan yang serupa tidak terulang lagi
dikemudian hari.
7. Setelah penderita sembuh dan tidak lagi dirawat di rumah sakit, dokter rumah sakit
yang menangani (bila diperlukan) mengirimkan laporan sembuh dengan menjelaskan
tentang prosentase cacat dari korban ataupun lainnya kepada pengawas K3 dan bagian
personalia untuk penyelesaian korban.
8. Bila korban meninggal dunia, maka dokter rumah sakit yang menangani
mengeluarkan surat keterangan kematian dan mengirimkan ke bagian personalian
segera menyelesaikan segala urusan administrasi korban tersebut serta
memberitahukan kepada pihak keluarga korban.

20
9. Bila kecelakaan menimpa seorang karyawan diluar kawasan maupun lingkungan
perusahaan, maka karyawan lain atau pihak keluarga yang mengetahui kejadian itu
segera memberitahu hal tersebut kepada pihak perusahaan.6
Kesimpulan
Berdasarkan skenario kasus, pekerja berusia 26 tahun mengalami kecelakaan akibat
kerja. Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk
kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat kerja atau sebaliknya.
Kecelakaan kerja pada dasarnya disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak diduga semula
dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas
kerja.Sebab kecelakaan harus diteliti dan ditemukan, agar untuk selanjutnya dengan tindakan
korektif yang ditujukan kepada penyebab itu serta dengan upaya preventif lebih lanjut
kecelakaan dapat dicegah dan kecelakaan serupa tidak berulang kembali

21
Daftar Pustaka

1. McKenzie, James F. Kesehatan masyarakat. Edisi ke-4. Jakarta: EGC;2007.h.615.

2. Chundawan E. Kecelakaan Kerja dan Penerapan K-3 Dalam Pengoperasian Tower

Crane pada Proyek Industri. Surabaya: Universitas Kristen Petra;

3. Okti FP. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: FKM Universitas Indonesia;

2008

4. Dainur. Higine perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja (hiperkes) dalam Materi-

materi Pokok Ilmu Kesehatan Masyarakat; Editor: Jonathan Oswari. Jakarta: Widya

Medika, 1995. h.71-2, 75-8.

5. Ridley John. Kecelakaan dalam Ikhtisar Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Ed.3.

Jakarta: Erlangga; 2007. h. 113-8.

6. International Labour Organization. Keselamatan dan kesehatan kerja sarana untuk

produktivitas. Jakarta: ILO;2013

7. https://www.bpjs-online.com/return-to-work-bpjs-ketenagakerjaan/. diakses tgl 16

Oktober 2019 pukul 16.00 wib.

8. Irzal. Dasar-dasar kesehatan dan keselamatan kerja. Edisi 1. Jakarta: Penerbit

Kencana; 2016.h.46-7.

9. https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id/diakses tgl 16 Oktober 2019 pukul 16.00 wib.

22

Anda mungkin juga menyukai