Anda di halaman 1dari 7

65

UJI DIAGNOSTIK DERAJAT KEPARAHAN PROPTOSIS


MENGGUNAKAN EKSOFTALMOMETER HERTEL
DIBANDINGKAN DENGAN CT SCAN ORBITA

Abstrak
Proptosis merupakan suatu kondisi penonjolan bola mata ke depan yang merupakan manifestasi umum dari berbagai
penyakit orbita. Pemeriksaan yang rutin dilakukan untuk mendiagnosis proptosis berupa eksoftalmometri dan juga CT
Scan Orbita. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai diagnostik eksoftalmometer Hertel terhadap CT Scan orbita
(gold standard) dalam menilai derajat keparahan proptosis di Poliklinik Mata RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Penelitian ini menggunakan desain uji diagnostik dan menggunakan data sekunder berupa rekam medis pasien di
Poliklinik Mata RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang dalam periode 1 November 2016 – 31 Oktober 2018.
Didapatkan besar sampel total sebesar 81 orang pasien proptosis. Dari 81 orang pasien proptosis, terdapat 66 proptosis
unilateral dan 15 proptosis bilateral sehingga jumlah pemeriksaan mata proptosis yang dilakukan adalah 96. Data
dianalisis menggunakan teknik uji diagnostik dan kemudian disajikan dalam bentuk tabel 2x2. Terdapat 81 kasus
proptosis, 44,4% berusia 40-49 tahun dan 64,2% adalah perempuan. Etiologi proptosis terbanyak adalah neoplasma
(44,4%) diikuti oleh endokrin (19,8%). Tipe proptosis terbanyak adalah unilateral yaitu sebesar 81,5%.
Eksoftalmometer Hertel dalam menilai proptosis derajat ringan dan derajat sedang memiliki sensitivitas yang cukup
tinggi yaitu 86,8% dan 81,3% dan spesifisitas yang tinggi yaitu 91,4% dan 90,6%. Eksoftalmometer Hertel dalam
menilai proptosis derajat berat memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 95,6% dan 94,5%.
Eksoftalmometer Hertel mumpuni untuk digunakan sebagai alat skrining dan diagnostik dalam menentukan derajat
keparahan proptosis di wilayah kerja puskesmas.

Kata kunci: Uji diagnostik proptosis, derajat keparahan proptosis, eksoftalmometer Hertel, CT Scan Orbita

Abstract
Diagnostic Test of Proptosis Severity Using an Hertel Exophthalmometer Compared to Orbital CT Scan.
Proptosis is a condition of forward eyeball protrusion which is a common manifestation of various orbital diseases.
Routine examinations are performed to diagnose proptosis in the form of exophthalmometry and also CT Scan Orbita.
This study aims to determine the diagnostic value of Hertel exophthalmometer on orbital CT scan (gold standard) in
assessing the severity of proptosis at Poliklinik Mata RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang. This study uses a
diagnostic test design and uses secondary data in the form of patient medical records at Poliklinik Mata RSUP dr.
Mohammad Hoesin Palembang in the period 1 November 2016 - 31 October 2018. Total sample size was 81 patients
with proptosis. Of the 81 proptosis patients, there were 66 unilateral proptosis and 15 bilateral proptosis so that the
number of proptosis eye examinations performed was 96. Data were analyzed using diagnostic test techniques and then
presented in the form of 2x2 tables. There were 81 cases of proptosis, 44.4% were 40-49 years old and 64.2% were
women. The most etiology of proptosis was neoplasm (44.4%) followed by endocrine (19.8%). Most types of proptosis
was unilateral, which is 81.5%. Hertel exophthalmometer in assessing mild and moderate degrees of proptosis have a
high enough sensitivity of 86.8% and 81.3% and high specificity of 91.4% and 90.6%. Hertel exophthalmometer in
assessing severe grade proptosis has a high sensitivity and specificity of 95.6% and 94.5%. Hertel exophthalmometer is
qualified to be used as a screening and diagnostic tool in determining the severity of proptosis in the puskesmas
working area.

Keywords: Proptosis diagnostic test, proptosis severity, Hertel exophthalmometer, CT Scan Orb ita
66

1. Pendahuluan Selama beberapa dekade terakhir,


pemeriksaan CT scan orbita selalu digunakan
Proptosis merupakan suatu kondisi untuk menilai proptosis. Pemeriksaan tersebut
penonjolan bola mata ke depan yang sekaligus dapat membantu dalam mengetahui
merupakan manifestasi umum dari berbagai etiologi dari proptosis unilateral10. Menurut
macam penyakit di dalam maupun di luar penelitian dari Delmas dkk., menunjukkan
ruang orbita1. Biasanya, puncak kornea tidak bahwa pengukuran menggunakan CT Scan
menonjol melampaui bidang batas atas dan orbita memiliki akurasi yang lebih besar
bawah orbit. Ini dapat diverifikasi dengan sedangkan pemeriksaan eksoftalmometer
menempatkan skala secara vertikal di memiliki akurasi yang sedang dalam menilai
pertengahan batas atas dan bawah orbit proptosis11. Meskipun demikian, Ramli dkk.
karena posisi dua bola mata hampir selalu menyatakan bahwa hasil pemeriksaan
simetris2 eksoftalmometer Hertel dan pengukuran CT
Siripurapu dkk3 menyatakan bahwa scan orbita tidak berbeda secara signifikan
insidensi proptosis di Eluru, India berkisar dan berkorelasi kuat12.
0.037% populasi sedangkan berdasarkan Sejauh ini, peneliti belum menemukan di
penelitian oleh Otulana dkk. didapatkan beberapa literatur tentang sebuah penelitian
bahwa prevalensi proptosis di bagian barat yang menunjukkan angka diagnostik dari
daya Nigeria adalah sekitar 1,2% populasi4. eksoftalmometer hertel dalam menilai derajat
Proptosis dapat terjadi pada semua usia, lebih keparahan proptosis. Oleh karena itu, perlu
sering terjadi pada perempuan dibandingkan dilakukannya penelitian mengenai nilai
laki-laki5. Menurut penelitian yang dilakukan diagnostik pemeriksaan eksoftalmometer
oleh Sys dan Kestelyn menyatakan bahwa Hertel dalam menilai derajat keparahan
proptosis dapat menyebabkan suatu kebutaan proptosis dibandingkan CT Scan orbita
apabila terjadi akibat lesi lobus temporal sebagai pemeriksaan baku emasnya.
anterior ke dalam orbit6.
Diagnosis proptosis biasanya ditegakkan 2. Metode Penelitian
setelah dilakukan pemeriksaan gabungan dari
dokter spesialis mata, THT, dan ahli Penelitian ini menggunakan desain uji
radiologi. Modalitas pengobatan ditentukan diagnostik yang dilaksanakan pada bulan Juli
berdasarkan laporan pemeriksaan dari bagian - Desember 2018. Jenis data yang digunakan
radiologi dan histopatologi, yang meliputi adalah data sekunder berupa rekam medis
operasi medis, radioterapi, dan kemoterapi pasien proptosis yang melakukan
atau kombinasi dari semuanya1. pemeriksaan eksoftalmometer Hertel dan CT
Pemeriksaan yang rutin dilakukan untuk Scan Orbita di Bagian Instalasi Rekam Medik
mendiagnosis penyakit proptosis berupa dan Instalasi Radiologi Dr. Mohammad
eksoftalmometri. Eksoftalmometri merupakan Hoesin Palembang pada periode 1 November
pemeriksaan klinis sederhana dalam 2016 – 31 Oktober 2018 yang diambil dengan
mengukur posisi bola mata di orbit secara menggunakan teknik total sampling karena
kuantitatif7. Nilai eksoftalmometri yang peneliti mengambil semua unit populasi yang
diperoleh dapat berfungsi untuk memantau memenuhi kriteria inklusi dan tidak
perkembangan penyakit orbital melalui memenuhi kriteria eksklusi.
pengukuran serial8. Ada beberapa jenis alat Pada penelitian ini didapatkan 81 sampel
eksoftalmometer untuk mengukur Nilai yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak
eksoftalmometri yaitu Hertel, Luedde dan memenuhi kriteria eksklusi. Kriteria inklusi
Naugle. Pemeriksaan eksoftalmometri yang pada penelitian ini adalah data rekam medis
paling banyak digunakan saat ini adalah lengkap berdasarkan variabel yang diteliti,
pemeriksaan eksoftalmometer Hertel9. yaitu dilakukan pemeriksaan eksoftalmometer
67

Hertel dan pemeriksaan CT Scan orbita. Etiologi proptosis


Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah - Neoplasma 36 (44.4%)
gambaran CT Scan orbita yang tidak jelas - Endokrin 16 (19.8%)
- Inflamasi 14 (17,3%)
(margin sklera posterior ke garis - Fibrous 14 (17,3%)
Interzigomatik tidak dapat dinilai). Dysplasia
Data diolah menggunakan SPSS version - Kongenital 1 (1,2%)
24.0. Analisis univariat digunakan untuk
untuk melihat karakteristik masing-masing Tipe proptosis
variabel yang diteliti yaitu karakteristik usia, - Unilateral 66 (81,5%)
jenis kelamin, etiologi proptosis dan - Bilateral 15 (18,5%)
karakteristik proptosis. Karakteristik pasien
Pada tabel 2 disajikan data hasil univariat
disajikan dalam bentuk tabel distribusi
frekuensi dan dijelaskan dalam bentuk narasi. kategori subjek berdasarkan usia. Distribusi
Analisis uji diagnostik digunakan untuk subjek penelitian dibagi berdasarkan usia
mengetahui nilai diagnostik pemeriksaan menjadi 7 kategori usia. Sebagian besar
eksoftalmometer Hertel dalam menilai derajat penderita proptosis berusia 40-49 tahun, yaitu
keparahan proptosis dibandingkan CT Scan sekitar 44,4% .
orbita sebagai pemeriksaan baku emasnya.
Tabel 2. Distribusi Subjek berdasarkan Usia (N=81)
3. Hasil
Usia N %
Total rekam medis pasien proptosis yang 0-9 tahun 2 2,5
memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi 10-19 tahun 2 2,5
kriteria eksklusi berjumlah 81 pasien. Dari 81 20-29 tahun 4 4,9
pasien proptosis, terdapat 66 proptosis 30-39 tahun 18 22,2
unilateral dan 15 proptosis bilateral sehingga 40-49 tahun 36 44,4
50-59 tahun 11 13,6
terdapat sebanyak 96 jumlah pemeriksaan
≥60 tahun 8 9,9
mata proptosis yang dilakukan. Total 81 100
Pada tabel 1 disajikan data karakteristik
subjek penelitian. Karakteristik subjek
penelitian dilihat dari usia, jenis kelamin, tipe Tabel 3 menunjukkan subjek penelitian
proptosis, dan etiologi proptosis. Dari 81 berdasarkan derajat keparahan proptosis
subjek penelitin, sebesar 64,2% penderita menggunakan eksoftalmometer Hertel.
proptosis adalah perempuan. Rata-rata Terdapat 3 derajat proptosis yaitu ringan,
penderita proptosis berusia kurang lebih 43 sedang, dan berat. Dari 96 pemeriksaan mata,
tahun. Etiologi proptosis tersering yaitu menunjukan bahwa mayoritas (39,6%)
neoplasma (44,4%) diikuti dengan penyakit penderita proptosis memiliki derajat keparahan
endokrin (19,8%). Sedangkan tipe proptosis ringan.
terbanyak adalah proptosis unilateral (81,5%).
Tabel 3. Distribusi derajat keparahan proptosis
berdasarkan hasil pemeriksaan eksoftalmometer
Tabel 1. Karakteristik Subjek Hertel (N=96)
Penelitian (N=81)
Derajat keparahan N %
n (%) atau Mean ± SD proptosis
Karakteristik Penyakit proptosis Ringan 38 39,6
Usia (tahun) 43±13 Sedang 32 33,3
Jenis kelamin Berat 26 27,1
- Laki – laki 29 (35,8%) Total 96 100
- Perempuan 52 (64,2%)
68

keparahan RKP RKN Akurasi


Proptosis (%)
Tabel 4 menunjukkan subjek penelitian Ringan 10,07 0,14 89,6
berdasarkan derajat keparahan proptosis Sedang 8,67 0,2 87,5
menggunakan CT Scan Orbita. Terdapat Berat 17,46 0,04 94,8
derajat proptosis ringan, sedang, dan berat
serta 3 pemeriksaan menunjukkan hasil yang
normal. Dari 96 pemeriksaan mata, 4. Pembahasan
menunjukan bahwa mayoritas (39,6%)
penderita proptosis memiliki derajat keparahan Pada hasil penelitian ini didapatkan
ringan. adanya peningkatan frekuensi kejadian
proptosis sejalan dengan peningkatan usia
hingga berusia 40-49 tahun, lalu pada usia
Tabel 4. Distribusi derajat keparahan proptosis ≥50 tahun terjadi penurunan frekuensi
berdasarkan hasil pemeriksaan CT Scan Orbita
kejadian proptosis. Usia termuda adalah 4
(N=96)
tahun dan usia tertua adalah 80 tahun.
Derajat keparahan N % Penderita proptosis terbanyak berusia 40-49
proptosis tahun, yaitu sekitar 44,4%. Hal ini hampir
Ringan 38 39,6 serupa dengan hasil penelitian Siripurapu
Sedang 32 33,3 dkk3 yang menyatakan bahwa penderita
Berat 23 24,0 proptosis terbanyak pada usia 31-45 tahun
Normal 3 3,1 yaitu sebesar 40%. Namun, hal ini berbeda
Total 96 100 dengan hasil penelitian lain dari Dsouza dkk1
yang menyatakan bahwa penderita proptosis
terbanyak berusia ≥60 tahun yaitu sebesar
Tabel 5 menunjukkan Sensitivitas,
24%. Menurut Amudhavadivu dan Vijaya
Spesifisitas, NPP, NPN, RKP, RKN, dan distribusi usia penderita proptosis sangat
Akurasi dari eksoftalmometer Hertel dalam bervariasi pada populasi yang berbeda
menilai derajat keparahan proptosis. tergantung dari berbagai letak geografis13.
Eksoftalmometer Hertel memiliki Kejadian proptosis berdasarkan hasil
kemampuan yang sangat baik dalam menilai penelitian ini lebih tinggi pada perempuan
derajat keparahan proptosis berat yaitu (64,2%) dibandingkan dengan laki-laki
(35,8%). Hal ini sesuai dengan penelitian
dengan sensitivitas 95,6%, spesifisitas 94,5%,
Kokou dkk5 yang menyatakan distribusi
NPP 84,6% ,NPN 98,6%, RKP 17,46 , RKN proptosis lebih banyak pada perempuan yaitu
0,04, dan akurasi 94,8%. sekitar 67%. Pada penelitian Lim dkk.
mengenai proptosis akibat penyakit mata
Tabel 5 Sensitivitas, Spesifisitas, NPP, NPN, RKP,
tiroid didapatkan hal serupa yaitu 63,8%
RKN, dan Akurasi dari eksoftalmometer Hertel penderita proptosis adalah perempuan dan
(N=96) 36,26% sisanya adalah laki-laki14. Berbeda
dengan hasil penelitian Dsouza dkk1 yang
Derajat Sensiti Spesifi NPP NPN menyatakan bahwa penderita proptosis lebih
keparahan vitas sitas (%) (%) banyak pada laki-laki daripada perempuan
Proptosis (%) (%) dengan perbandingan 3:1. Hal itu dapat
Ringan 86,8 91,4 86,8 91,3 dijelaskan karena pada penelitian tersebut
Sedang 81,3 90,6 81,3 90,6
melibatkan banyak penderita proptosis yang
Berat 95,6 94,5 84,6 98,6
berusia ≥ 60 tahun mengingat dominasi
Derajat
perempuan dalam kejadian proptosis akan
menurun seiring dengan bertambahnya usia15.
69

Pada hasil penelitian ini didapatkan bahwa Negatif (RKN) adalah 0,14, serta akurasi
neoplasma (44,4%) merupakan penyebab sebesar 89,6%. Hal ini menunjukkan bahwa
terbanyak pertama kejadian proptosis dan eksoftalmometer Hertel memiliki kemampuan
endokrin (19,8%) merupakan penyebab yang cukup tinggi untuk mendeteksi suatu
terbanyak kedua kejadian proptosis. Beberapa subjek mengalami penyakit proptosis derajat
peneliti telah menyatakan neoplasma sebagai ringan dan memiliki kemampuan yang tinggi
penyebab umum proptosis16. Masud dkk. untuk mendeteksi suatu subjek tidak
melaporkan neoplasma (33%) sebagai mengalami proptosis derajat ringan.
penyebab terbanyak proptosis pada kelompok Pada proptosis derajat sedang,
usia anak-anak maupun dewasa17. Sabharwal eksoftalmometer Hertel memiliki memiliki
dkk juga menyatakan hal yang serupa bahwa sensitivitas tinggi yaitu 81,3% dan spesifisitas
tumor (46%) merupakan penyebab tertinggi yang tinggi yaitu 90,6%. Nilai Prediksi Positif
proptosis18. Namun, sebagian peneliti lain (NPP) adalah sebesar 81,3% dan Nilai
mengemukakan hal yang berbeda. Teja, Prediksi Negatif (NPN) adalah sebesar 90,6%.
Reddy, dan Vanama dalam hasil penelitiannya Sedangkan untuk Rasio Kemungkinan Positif
menyatakan bahwa penyebab terbanyak (RKP) adalah 8,67 dan Rasio Kemungkinan
proptosis adalah inflamasi19. Berbeda dengan Negatif (RKN) adalah 0,2 serta akurasi
hasil penelitian Kokou dkk yang sebesar 87,5%. Hal ini menunjukkan bahwa
menunjukkan bahwa endokrin (34,8 %) eksoftalmometer Hertel memiliki kemampuan
merupakan etiologi tersering proptosis5. yang cukup tinggi untuk mendeteksi suatu
Pada penelitian ini didapatkan hasil subjek mengalami penyakit proptosis derajat
bahwa kejadian proptosis unilateral (81,5%) sedang dan memiliki kemampuan yang tinggi
lebih banyak dibandingkan proptosis bilateral untuk mendeteksi suatu subjek tidak
(18,5%). Hal ini sejalan dengan banyak mengalami proptosis derajat sedang.
penelitian lain yang dilakukan di berbagai Pada proptosis derajat berat,
negara dan rumah sakit. Kaup dan eksoftalmometer Hertel memiliki sensitivitas
Ventakegowda dalam hasil penelitiannya di dan spesifisitas yang tinggi yaitu 95,6% dan
India menunjukkan bahwa proptosis unilateral 94,5%. Nilai Prediksi Positif (NPP) adalah
(64%) merupakan tipe proptosis terbanyak20. sebesar 84,6% dan Nilai Prediksi Negatif
Hal serupa dikemukakan oleh Ogbeide dan (NPN) adalah sebesar 98,6%. Sedangkan
Theopilus16 dalam penelitiannya di Rumah untuk Rasio Kemungkinan Positif (RKP)
Sakit Benin, Nigeria didapatkan hasil bahwa adalah 17,46 dan Rasio Kemungkinan Negatif
kejadian proptosis unilateral adalah sebesar (RKN) adalah 0,04, serta akurasi sebesar
87,9%. Haryono, Ibrahim, dan Kusumastuti 94,8%. Hal ini menunjukkan bahwa
dalam penelitiannya berjudul “Penilaian eksoftalmometer Hertel memiliki kemampuan
penonjolan bola mata pada penderita orbital yang tinggi untuk mendeteksi suatu subjek
pseudotumor” menunjukkan hasil bahwa 97% mengalami penyakit proptosis derajat berat
penderita pseudotumor menunjukkan atau tidak mengalami penyakit proptosis
manifestasi proptosis unilateral21. derajat berat.
Berdasarkan hasil penelitian ini Hasil penelitian ini didukung oleh
didapatkan pada proptosis derajat ringan, beberapa peneliti sebelumnya yang meneliti
eksoftalmometer Hertel memiliki sensitivitas tentang hubungan maupun korelasi antara
tinggi yaitu 86,8% dan dan spesifisitas yang pemeriksaan eksoftalmometer Hertel dan CT
tinggi yaitu 91,4%. Nilai Prediksi Positif Scan Orbita. Pada penelitian Choi dan Lee
(NPP) adalah sebesar 86,8% dan Nilai (2018) menyatakan bahwa berdasarkan data
Prediksi Negatif (NPN) adalah sebesar 91,3%. penelitiannya didapatkan hubungan yang
Sedangkan untuk Rasio Kemungkinan Positif signifikan (r = -0,74) antara pemeriksaan
(RKP) adalah 10,07 dan Rasio Kemungkinan eksoftalmometer Hertel dan CT Scan Orbita
70

dalam menilai proptosis pada pasien dengan non interventional diagnostic


penyakit mata tiroid22. Ramli dkk12 juga procedures’, Indian J Public Health
menyatakan bahwa pemeriksaan Res Dev, 7(164), p. 9.
eksoftalmometer Hertel dan pengukuran CT
4. Otulana, T. et al. 2016. ‘Etiological
scan orbita berkorelasi kuat dalam menilai
proptosis (r = 0,93). Namun sampai saat ini pattern, clinical presentation, and
peneliti belum menemukan di beberapa management challenges of proptosis
literatur tentang sebuah penelitian yang in a tertiary hospital in South West
menunjukkan angka diagnostik dari Nigeria’, The Nigerian Journal of
eksoftalmometer hertel dalam menilai derajat General Practice, 14(2), pp. 28–32.
keparahan proptosis. 5. Kokou, V. et al. (2017) ‘Proptosis:
Clinical and etiological features’, New
5. Kesimpulan Frontiers in Ophthalmology, 3(1), pp.
1–2.
Berdasarkan hasil penelitian dapat 6. Sys, C. and Kestelyn, P. 2015.
disimpulkan bahwa pemeriksaan ‘Unilateral proptosis and blindness
eksoftalmometer Hertel dapat digunakan caused by meningioma in a patient
sebagai alat skrining dan diagnostik dalam treated with cyproterone acetate’,
menentukan derajat keparahan proptosis GMS ophthalmology cases. German
dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang Medical Science GMS Publishing
tinggi. House, 5, p. Doc05.
7. Jarusaitiene, D. et al. 2016.
Ucapan Terima Kasih
‘Exophthalmometry value distribution
in healthy Lithuanian children and
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada
adolescents’, Saudi Journal of
dr. Riani Erna, Sp.M (K) selaku pembimbing
Ophthalmology. Elsevier, 30(2), pp.
I, dr. Safyudin, M.Biomed selaku
92–97.
pembimbing II atas bimbingan, nasihat dan
8. Chan, W. et al. 2009.
arahan kepada penulis selama penyusunan
‘Exophthalmometric values and their
skripsi ini. Terima kasih kepada dokter,
biometric correlates: The Kandy Eye
residen, serta pegawai yang bertugas di
Study.’, Clinical & experimental
Poliklinik Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr.
ophthalmology. Australia, 37(5), pp.
Mohammad Hoesin Palembang yang telah
496–502.
banyak membantu penulis dalam
9. Wu, D. et al. 2015. ‘Normal Values of
memberikan informasi dan data-data yang
Hertel Exophthalmometry in a
dibutuhkan selama penyusunan skripsi ini.
Chinese Han Population from
Shenyang, Northeast China’, Scientific
Daftar Acuan
Reports. The Author(s), 5, p. 8526.
1. Dsouza, S. et al. 2017. ‘Clinical
10. Melki, I. et al. 2017. ‘Radiological
Profile of Unilateral Proptosis in a
aspects of proptosis’, Electronic
Tertiary Care Centre’, Journal of
Presentation Online System.
Ophthalmology, 2017.
11. Delmas, J. et al. 2018. ‘Comparative
2. Nema, H. and Nema, N. 2008.
study of 3 exophthalmometers and
Textbook of Ophthalmology Textbook
computed tomographic biometry’,
of Ophthalmology 5th Edition.
European Journal of Ophthalmology.
3. Siripurapu, S., Raju, T. and Sekhar, K.
SAGE Publications, 28(2), pp. 144–
(2016) ‘A study on clinical correlation 149.
of orbital diseases interventional and
71

12. Ramli, N. et al. 2015. ‘Proptosis - 22. Choi, K. J. and Lee, J. M. (2018)
Correlation and Agreement between ‘Comparison of exophthalmos
Hertel Exophthalmometry and measurements: Hertel
Computed Tomography’, Orbit. exophthalmometer versus orbital
Taylor & Francis, 34(5), pp. 257–262. parameters in 2-dimensional computed
13. Amudhavadivu. and Shanmugam, U. tomography’, Canadian Journal of
V. (2016) ‘An Aetio-Epidemiological Ophthalmology, 53(4), pp. 384–390.
Inquiry of Proptosis’, International
Journal of Integrative Medical
Sciences, 3(10), pp. 439–442.
14. Lim, N. C. S. et al. (2015) ‘Thyroid
eye disease: a Southeast Asian
experience’, British Journal of
Ophthalmology, 99(4), p. 512 LP-518.
15. Dallow, R., Pratt, S. and Green, J.
(2000) Approach to orbital disorders
and frequency of disease occurrence.
2 nd ed. In: Albert and Jakobiec’s
Principles and Practice of
Ophthalmology. 2nd ed. Philadephia:
WB Saunders.
16. Ogbeide, E. and Theophilus, A. (2015)
‘Computed tomographic evaluation of
proptosis in a Southern Nigerian
tertiary hospital’, Sahel Medical
Journal, 18(2), p. 66. doi:
10.4103/1118-8561.160800.
17. Masud, M. et al. (2006) ‘Proptosis:
etiology and demographic patterns.’, J
Coll Physicians Surg Pak, 16(1), pp.
38–41.
18. Sabharwal Chouhan, A., Jain, S., K.
(2006) ‘CT evaluation of proptosis’,
Indian Journal of Radiology and
Imaging, 16(4), pp. 683–688. doi:
10.4103/0971-3026.32299.
19. Teja, N., Reddy, M. and Vanama, A.
(2015) ‘An etiological analysis of
proptosis’, 3(10), pp. 2584–2588.
20. Kaup, S. and Venkategowda, H. T.
(2017) ‘Clinical analysis of proptosis
in a tertiary care hospital of South
India’, ijhas, 6(3), pp. 149–154.
21. Haryono, F. T. and Kusumastuti, E.
(2014) ‘Penilaian Penonjolan Bola
Mata ( Proptosis ) pada Penderita
Orbital Pseudotumor’, (4), pp. 271–
274.

Anda mungkin juga menyukai