Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan epidemi HIV/AIDS di Indonesia sudah semakin meluas dan
menyebar keseluruh penjuru Nusantara dan sudah mulai terkonsentrasi, sehingga
dibutuhkan suatu penanganan yang komprehensif dari semua sektor yang terkait
sehingga dalam proses Penanggulangan dan Pencegahan HIV-AIDS akan dapat
berjalan secara maksimal.
Indonesia mencatatkan diri sebagai negara dengan penularan HIV tercepat di
Asia Tenggara. Kondisi yang mengkhawatirkan tadi dipaparkan oleh Ketua Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri Syarief di
Menteng, Jakarta kemarin (20/11). Sugiri lantas membongkar data resmi yang
dilansir Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Dia mengatakan, ada 26.400 jiwa
pengidap AIDS di Indonesia. Selain itu, tercatat ada 66.600 jiwa penduduk
Indonesia yang positif terinfeksi HIV.
Berikut ini lima besar provinsi dengan laporan kasus AIDS kumulatif sejak
1987 hingga Juni 2011 yang direkam Kemenkes. Posisi pertama diduduki DKI
Jakarta dengan catatan 3.997 kasus, Papua (3.938 kasus), Jawa Barat (3.809
kasus), Jawa Timur (3.775 kasus), Bali (1.747 kasus).
BATAM | SURYA Online - “Saat ini dipastikan ibu rumah tangga yang
mengidap HIV-AIDS jauh lebih besar dari pada wanita pekerja seks (WPS),” kata
menteri dalam acara Rapat Koordinasi Millenium Development Goal’s (MDG’s)
tingkat Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) di Harris Hotel Batam Centre, Batam,
Senin.
Hidayatullah.com--Kamis, 10 November 2011 Pemerintah telah
merekomendasikan khitan (sunat) bagi warga di Papua selama dua tahun terakhir
sebagai pendekatan baru untuk mengatasi peningkatan pesat dalam kasus
HIV/AIDS.

1
Di bagian lain Indonesia, khitan adalah umum dan bagian dari budaya yang
telah dilestarikan dalam masyarakat secara turun-temurun. Namun, di Papua orang
tidak selalu mempraktekkan khitan itu. `
Bagi orang Papua, khitan sering dianggap bertentangan dengan baptisan,
karena cenderung berhubungan dengan Muslim.
Ketua Komisi Pemberantasan AIDS di Papua (KPA) Constan Karma
mengatakan bahwa. Saat ini, jumlah orang yang hidup dengan HIV/AIDS di
Papua telah mencapai 10.500 kasus, dan 80 persen dari mereka adalah orang asli
Papua dan 20 persen non-Papua. Dari 20 persen, hanya 14 kasus melibatkan
orang-orang dari komunitas etnis Toraja.
Berdasarkan fakta di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil judul
“Sirkumsisi Dapat Mengurangi Risiko Terinveksi HIV Pada Laki-Laki”.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dapat menyebabkan sesorang terinveksi HIV ?
2. Mengapa sirkumsisi dapat mengurangi risiko terinveksi HIV pada laki-laki?

C. Tujuan Penulisan
Penulisan ini dilakukan dengan tujuan:
1. Untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan seseorang terinveksi HIV di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui bahwa sirkumsisi dapat mengurangi risiko terinveksi HIV
di Indonesia.

D. Manfaat Penelitian
1. Agar masyarakat mengetahui cara untuk mengurangi risiko terinfeksi HIV
pada laki-laki yaitu dengan cara sirkumsisi.
2. Agar masyarakat lebih awas dalam menghindari terinfeksi.
3. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian-penelitian tentang sirkumsisi
selanjutnya.
4. Menambah wawasan penulis maupun pembaca.

2
E. Batasan Masalah
Agar penelitian lebih efektif, dalam karya ilmiah berjudul “Sirkumsisi dapat
Mengurangi Risiko Terinfeksi HIV pada Laki-Laki” ini penulis membatasi
pada laki-laki dewasa (sudah baligh) saja.

F. Definisi Operasional
1. Sirkumsisi
Sirkumsisi merupakan bahasa lain (bahasa ilmiah) dari bahasa pergaulan
“sunat/khitan”. Di mana sunat/khitan sendiri berarti memotong kulup/khitan
(kemaluan laki-laki).
2. Risiko
Risiko di sini berarti akibat dari suatu perbuatan atau tindakan.
3. Terinfeksi
Berasal dari kata “infeksi” yang berarti terkena bibit penyakit, di mana
terinfeksi mempunyai makna terkena infeksi.
4. HIV
Human Immunodeficiency Virus merupakan virus yang menyerang
kekebalan tubuh dan ditularkan melalui hubungan seksual.
5. Laki-laki baligh
Laki-laki baligh bermakna laki-laki yang alat reproduksinya sudah dapat
berfungsi.
6. “Sirkumsisi dapat Mengurangi Risiko Terinfeksi HIV pada Laki-Laki”
Bermakna lugas seperti yang tertera bahwa penelitian ini meneliti apakah
sirkumsisi dapat mengurangi risiko terinfeksi HIV pada laki-laki.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infeksi
Infeksi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: 1) kemasukan bibit
penyakit; ketularan penyakit; peradangan; 2) dapat menyebabkan infeksi;
terinfeksi v terkena infeksi: dia ~\penyakit TBC.

B. Human Immunodeficiency Virus (HIV)


HIV berarti Human Immunodeficiency Virus. HIV hanya menular antar
manusia. Ada virus yang serupa yang menyerang hewan, tetapi virus ini tidak
dapat menular pada manusia, dan HIV tidak dapat menular hewan. HIV
menyerang sistem kekebalan tubuh, yaitu sistem yang melindungi tubuh terhadap
infeksi. Karena pada tahun-tahun pertama setelah terinfeksi tidak ada gejala atau
tanda infeksi, kebanyakan orang yang terinfeksi HIV tidak mengetahui bahwa
dirinya telah terinfeksi. Segera setelah terinfeksi, beberapa orang mengalami
gejala yang mirip gejala flu selama beberapa minggu. Penyakit ini disebut sebagai
infeksi HIV primer atau akut. Selain itu tidak ada tanda infeksi HIV. Tetapi, virus
tetap ada di tubuh dan dapat menular pada orang lain.
Sistem kekebalan tubuh kita bertugas untuk melindungi kita dari penyakit apa
pun yang setiap hari menyerang kita dari luar. Salah satu unsur yang penting
dalam sistem kekebalan tubuh adalah sel CD4, salah satu jenis sel darah putih.
Namun sel CD4 dibunuh oleh HIV saat menggandakan diri dalam darah.
Semakin lama kita terinfeksi HIV, semakin banyak sel CD4 dibunuh, sehingga
jumlah sel tersebut menjadi semakin rendah. Dengan semakin sedikit sel CD4,
kemampuan sistem kekebalan untuk melindungi kita dari infeksi juga semakin
rendah. Oleh karena itu, kesehatan sistem kekebalan tubuh dapat dinilai dengan
mengukur jumlah sel CD4. Pada orang yang tidak terinfeksi HIV, jumlah sel CD4
berkisar antara 500 dan 1.500. Setelah kita terinfeksi HIV, jumlah ini mulai
menurun.

4
Seorang yang terinfeksi HIV dapat tetap sehat bertahun-tahun tanpa ada tanda
fisik atau gejala infeksi. Orang yang terinfeksi virus tersebut tetapi tanpa gejala
adalah ‘HIV-positif’ atau mempunyai ‘penyakit HIV tanpa gejala.’ Apabila gejala
mulai muncul, orang disebut mempunyai ‘infeksi HIV bergejala’ atau ‘penyakit
HIV lanjutan.’ Pada stadium ini seseorang kemungkinan besar akan
mengembangkan infeksi oportunistik.
WHO, organisasi kesehatan sedunia, membentuk sistem untuk menggolongkan
tahap penyakit HIV berdasarkan tanda dan gejala dalam empat stadium:
1. Stadium 1: tanpa gejala
2. Stadium 2: penyakit ringan
3. Stadium 3: penyakit lanjutan
4. Stadium 4: penyakit berat

C. Tes HIV
Tes HIV menemukan antibodi terhadap HIV dalam darah. Antibodi itu dibuat
oleh sistem kekebalan tubuh sebagai reaksi terhadap infeksi oleh virus tersebut.
Apabila tidak ada antibodi, seseorang disebut sebagai antibodi negatif (seronegatif
atau HIV-negatif). Hasil tes dapat negatif (atau disebut ‘non-reaktif’) apabila
seseorang baru saja terinfeksi, karena setelah terinfeksi pembentukan antibodi
makan waktu sampai tiga bulan. Masa antara infeksi dan terbentuknya cukup
banyak antibodi untuk menunjukkan hasil tes positif disebut ‘masa jendela’.
Bila hasil tes HIV adalah negatif, tetapi yang bersangkutan sudah berperilaku
berisiko terinfeksi HIV dalam tiga bulan sebelum dites, dia mungkin masih dalam
masa jendela, dan hasil tes mungkin tidak benar. Oleh karena itu, dalam keadaan
ini, orang tersebut harus dites ulang, paling cepat tiga bulan setelah peristiwa
berisiko terakhir.
Kalau kita berminat untuk melakukan tes HIV, kita harus diberikan
penyuluhan (konseling) sebelum dan setelah tes HIV. Tes HIV tidak boleh
dilakukan tanpa persetujuan berdasarkan informasi lengkap (informed consent)
dari yang bersangkutan.

5
HIV hanya dapat hidup di dalam tubuh manusia yang hidup dan hanya
bertahan beberapa jam saja di luar tubuh.
Beberapa fakta tentang HIV:
1. HIV tidak dapat menular melalui air ludah, air mata, muntahan, kotoran
manusia dan air kencing, walaupun jumlah virus yang sangat kecil
terdapat di cairan ini. HIV tidak ditemukan di keringat.
2. HIV tidak dapat menembus kulit yang utuh dan tidak menyebar melalui
sentuhan dengan orang yang terinfeksi HIV, atau sesuatu yang dipakai
oleh orang terinfeksi HIV; saling penggunaan perabot makan atau
minum; atau penggunaan toilet atau air mandi bergantian.
3. Perawatan seseorang dengan HIV tidak membawa risiko apabila
tindakan pencegahan diikuti seperti membuang jarum suntik secara
aman dan menutupi luka.
4. HIV tidak menular melalui gigitan nyamuk atau serangga pengisap
darah yang lain. Kebanyakan serangga tidak membawa darah dari satu
orang ke orang lain ketika mereka menggigit manusia. Parasit malaria
memasuki aliran darah dalam air ludah nyamuk, bukan darahnya.

D. AIDS
1. Pengertian AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah Syndrome akibat
defisiensi immunitas seluler tanpa penyebab lain yang diketahui, ditandai
dengan infeksi oportunistik keganasan berakibat fatal. Munculnya Syndrome
ini erat hubungannya dengan berkurangnya zat kekebalan tubuh yang
prosesnya tidaklah terjadi seketika melainkan sekitar 5-10 tahun setelah
seseorang terinfeksi HIV.
Berdasarkan hal tersebut maka penderita AIDS dimasyarakat digolongkan
kedalam 2 kategori yaitu :
a. Penderita yang mengidap HIV dan telah menunjukkan gejala klinis
(penderita AIDS positif).

6
2. Penderita yang mengidap HIV, tetapi belum menunjukkan gejala klinis
(penderita AIDS negatif).
Pada tingkat pandemi HIV tanpa gejala jauh lebih banyak dari pada
penderita AIDS itu sendiri. Tetapi infeksi HIV itu dapat berkembang lebih
lanjut dan menyebabkan kelainan imunologis yang luas dan gejala klinik
yang bervariasi.
AIDS merupakan penyakit yang sangat berbahaya karena mempunyai case
fatality rate 100% dalam 5 tahun setelah diagnosa AIDS ditegakkan, maka
semua penderita akan meninggal.

2. Etiologi Aids
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang
disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali
diisolasi oleh Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983
dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo
di Amerika Serikat pada tahun 1984 mengisolasi (HIV) III. Kemudian atas
kesepakatan internasional pada tahun 1986 nama virus dirubah menjadi HIV.
Human Immunodeficiency Virus adalah sejenis Retrovirus RNA. Dalam
bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert, tidak dapat berkembang
atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus ini terutama sel
Lymfosit T, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang disebut CD-
4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus
yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif.
Walaupun demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap
infectious yang setiap saat dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup
penderita tersebut.
Secara mortologis HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core)
dan bagian selubung (envelop). Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas
dua untaian RNA (Ribonucleic Acid). Enzim reverce transcriptase dan
beberapa jenis prosein. Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp
41 dan gp 120). Gp 120 berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang

7
rentan. Karena bagian luar virus (lemak) tidak tahan panas, bahan kimia,
maka HIV termasuk virus sensitif terhadap pengaruh lingkungan seperti air
mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan dengan berbagai disinfektan
seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan sebagainya, tetapi relatif
resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet.
Virus HIV hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati
diluar tubuh. HIV dapat juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel
glia jaringan otak.

3. Masa Inkubasi AIDS


Masa inkubasi adalah waktu yang diperlukan sejak seseorang terpapar
virus HIV sampai dengan menunjukkan gejala-gejala AIDS. Waktu yang
dibutuhkan rata-rata cukup lama dan dapat mencapai kurang lebih 12 tahun
dan semasa inkubasi penderita tidak menunjukkan gejala-gejala sakit.
Selama masa inkubasi ini penderita disebut penderita HIV. Pada fase ini
terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat terdeteksi dengan pemeriksaan
laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular virus HIV yang dikenal
dengan “masa window periode”.
Selama masa inkubasi penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan
virus HIV kepada orang lain dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus
HIV. Mengingat masa inkubasi yang relatif lama, dan penderita HIV tidak
menunjukkan gejala-gejala sakit, maka sangat besar kemungkinan penularan
terjadi pada fase inkubasi ini.

4. Epidemiologi AIDS
Sindroma AIDS pertama kali dilaporkan oleh Gottlieb dari Amerika pada
tahun 1981. Sejak saat itu jumlah negara yang melaporkan kasus-kasus AIDS
meningkat dengan cepat. Dewasa ini penyakit HIV/AIDS telah merupakan
pandemi, menyerang jutaan penduduk dunia, pria, wanita, bahkan anak-anak.
WHO memperkirakan bahwa sekitas 15 juta orang diantaranya 14 juta remaja
dan dewasa terinfeksi HIV. Setiap hari 5000 orang ketularan virus HIV.

8
Menurut etimasi WHO pada tahun 2000 sekitar 30-40 juta orang terinfeksi
virus HIV, 12-18 juta orang akan menunjukkan gejala-gejala AIDS dan setiap
tahun sebanyak 1,8 juta orang akan meninggal karena AIDS. Pada saat ini
laju infeksi (infection rate) pada wanita jauh lebih cepat dari pada pria. Dari
seluruh infeksi, 90% akan terjadi di negara berkembang, terutama Asia.

5. Cara Penularan
Secara umum ada 5 faktor yang perlu diperhatikan pada penularan suatu
penyakit yaitu sumber infeksi, vehikulum yang membawa agent, host yang
rentan, tempat keluar kuman dan tempat masuk kuman (port’d entrée). Virus
HIV sampai saat ini terbukti hanya menyerang sel Lymfosit T dan sel otak
sebagai organ sasarannya. Virus HIV sangat lemah dan mudah mati diluar
tubuh. Sebagai vehikulum yang dapat membawa virus HIV keluar tubuh dan
menularkan kepada orang lain adalah berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh
yang terbukti menularkan diantaranya semen, cairan vagina atau servik dan
darah penderita.
Banyak cara yang diduga menjadi cara penularan virus HIV, namun
hingga kini cara penularan HIV yang diketahui adalah melalui :
a. Transmisi Seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik Homoseksual maupun
Heteroseksual merupakan penularan infeksi HIV yang paling sering
terjadi. Penularan ini berhubungan dengan semen dan cairan vagina atau
serik. Infeksi dapat ditularkan dari setiap pengidap infeksi HIV kepada
pasangan seksnya. Resiko penularan HIV tergantung pada pemilihan
pasangan seks, jumlah pasangan seks dan jenis hubungan seks. Pada
penelitian Darrow (1985) ditemukan resiko seropositive untuk zat anti
terhadap HIV cenderung naik pada hubungan seksual yang dilakukan
pada pasangan tidak tetap. Orang yang sering berhubungan seksual
dengan berganti pasangan merupakan kelompok manusia yang berisiko
tinggi terinfeksi virus HIV.
1) Homoseksual

9
Didunia barat, Amerika Serikat dan Eropa tingkat
promiskuitas homoseksual menderita AIDS, berumur antara 20-
40 tahun dari semua golongan rusial.
Cara hubungan seksual anogenetal merupakan perilaku
seksual dengan resiko tinggi bagi penularan HIV, khususnya bagi
mitra seksual yang pasif menerima ejakulasi semen dari seseorang
pengidap HIV. Hal ini sehubungan dengan mukosa rektum yang
sangat tipis dan mudah sekali mengalami pertukaran pada saat
berhubungan secara anogenital.
2) Heteroseksual
Di Afrika dan Asia Tenggara cara penularan utama melalui
hubungan heteroseksual pada promiskuitas dan penderita
terbanyak adalah kelompok umur seksual aktif baik pria maupun
wanita yang mempunyai banyak pasangan dan berganti-ganti.
b. Transmisi Non Seksual
1) Transmisi Parenral
Yaitu akibat penggunaan jarum suntik dan alat tusuk lainnya
(alat tindik) yang telah terkontaminasi, misalnya pada penyalah
gunaan narkotik suntik yang menggunakan jarum suntik yang
tercemar secara bersama-sama. Disamping dapat juga terjadi
melaui jarum suntik yang dipakai oleh petugas kesehatan tanpa
disterilkan terlebih dahulu. Resiko tertular cara transmisi
parental ini kurang dari 1%.
a) Darah/Produk Darah
Transmisi melalui transfusi atau produk darah terjadi di
negara-negara barat sebelum tahun 1985. Sesudah tahun
1985 transmisi melalui jalur ini di negara barat sangat jarang,
karena darah donor telah diperiksa sebelum ditransfusikan.
Resiko tertular infeksi/HIV lewat trasfusi darah adalah
lebih dari 90%.
b) Transmisi Transplasental

10
Penularan dari ibu yang mengandung HIV positif ke anak
mempunyai resiko sebesar 50%. Penularan dapat terjadi
sewaktu hamil, melahirkan dan sewaktu menyusui. Penularan
melalui air susu ibu termasuk penularan dengan resiko
rendah.

6. Patogenesis
Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T
helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4
merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau
hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif
menginfeksi sel yang berperan membentuk zat antibodi pada sistem
kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV mengikat diri pada
molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya
kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar
dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang
biak akan mengundang bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan demikian
menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup.
Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang
di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan),
sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut,
yang lambat laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu
dari sel lymfosit T4. setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun
kemudian, barulah pada penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak
dari infeksi HIV tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya
gejala-gejala penyakit (masa inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10
tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa.
Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang
mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah
terkena penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh

11
bakteri, protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti
sarkoma kaposi. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel
syaraf, menyebabkan kerusakan neurologis.

7. Manifestasi Klinis AIDS


Tanda-tanda gejala-gejala (symptom) secara klinis pada seseorang
penderita AIDS adalah diidentifikasi sulit karena symptomasi yang ditujukan
pada umumnya adalah bermula dari gejala-gejala umum yang lazim didapati
pada berbagai penderita penyakit lain, namun secara umum dapat kiranya
dikemukakan sebagai berikut :
• Rasa lelah dan lesu
• Berat badan menurun secara drastis
• Demam yang sering dan berkeringat diwaktu malam
• Mencret dan kurang nafsu makan
• Bercak-bercak putih di lidah dan di dalam mulut
• Pembengkakan leher dan lipatan paha
• Radang paru-paru
• Kanker kulit
Manifestasi klinik utama dari penderita AIDS pada umumnya ada 2 hal
antara lain tumor dan infeksi oportunistik :
a. Manifesta di tumor diantaranya;
1) Sarkoma kaposi ; kanker pada semua bagian kulit dan organ
tubuh. Frekuensi kejadiannya 36-50% biasanya terjadi pada
kelompok homoseksual, dan jarang terjadi pada heteroseksual
serta jarang menjadi sebab kematian primer.
2) Limfoma ganas ; terjadi setelah sarkoma kaposi dan menyerang
syaraf, dan bertahan kurang lebih 1 tahun.
b. Manifestasi Oportunistik diantaranya
1) Manifestasi pada Paru-paru
a) Pneumonia Pneumocystis (PCP)

12
Pada umumnya 85% infeksi oportunistik pada AIDS
merupakan infeksi paru-paru PCP dengan gejala sesak
nafas, batuk kering, sakit bernafas dalam dan demam.
b) Cytomegalo Virus (CMV)
Pada manusia virus ini 50% hidup sebagai komensial
pada paru-paru tetapi dapat menyebabkan pneumocystis.
CMV merupakan penyebab kematian pada 30% penderita
AIDS.
c) Mycobacterium Avilum
Menimbulkan pneumoni difus, timbul pada stadium
akhir dan sulit disembuhkan.
d) Mycobacterium Tuberculosis
Biasanya timbul lebih dini, penyakit cepat menjadi
miliar dan cepat menyebar ke organ lain diluar paru.
2) Manifestasi pada Gastroitestinal
Tidak ada nafsu makan, diare khronis, berat badan turun lebih
10% per bulan.
3) Manifestasi Neurologis
Sekitar 10% kasus AIDS nenunjukkan manifestasi
Neurologis, yang biasanya timbul pada fase akhir penyakit.
Kelainan syaraf yang umum adalah ensefalitis, meningitis,
demensia, mielopati dan neuropari perifer.

8. Pemeriksaan Laboratorium Dan Diagnosisi AIDS


Human Immunodefeciency Virus dapat di isolasi dari cairan-cairan
yang berperan dalam penularan AIDS seperti darah, semen dan cairan
serviks atau vagina.
Diagnosa adanya infeksi dengan HIV ditegakkan di laboratoruim
dengan ditemukannya antibodi yang khusus terhadap virus tersebut.
Pemeriksaan untuk menemukan adanya antibodi tersebut menggunakan
metode Elisa (Enzyme Linked Imunosorbent Assay). Bila hasil test Elisa

13
positif maka dilakukan pengulangan dan bila tetap positif setelah
pengulangan maka harus dikonfirmasikan dengan test yang lebih spesifik
yaitu metode Western Blot.
Dasar dalam menegakkan diagnosa AIDS adalah :
a. Adanya HIV sebagai etiologi (melalui pemeriksaan laboratorium).
b. Adanya tanda-tanda Immunodeficiency.
c. Adanya gejala infeksi oportunistik.
Dalam prakteknya yang dipakai sebagai petunjuk adalah infeksi
oportunistik atau sarkoma kaposi pada usia muda kemudian dilakukan uji
serologis untuk mendeteksi zat anti HIV (Elisa, Western Blot).

9. Situasi AIDS di Indonesia


Pandemi global AIDS telah sampai di Indonesia. Kasus AIDS pertama
di Indonesia pada tahun 1987 seorang wisatawan Belanda yang meninggal
di Bali pada 1988. Enam tahun kemudian virus HIV telah terdeteksi di
sembilan propinsi di Indonesia.
Berdasarkan sumber: Ditjen PP & PL Kemenkes RI 13 July 2011
Dalam triwulan April s.d. Juni 2011 dilaporkan tambahan kasus AIDS
Provinsi melaporkan perubahan kasus AIDS sebagaimana berikut:
¤ NAD/Aceh: +6
¤ Nusa Tenggara Barat/W. Nusa Tenggara: +64
¤ Sumatera Utara/N. Sumatra: +2
¤ Nusa Tenggara Timur/E. Nusa Tenggara: +9
¤ Sumatera Barat/W. Sumatra: +18
¤ Jawa Timur/East Java: +4
¤ Jambi: +7
¤ Kalimantan Tengah/C. Kalimantan: +6
¤ Kepulauan Riau/Riau Archipelago: +7
¤ Sulawesi Utara/N. Sulawesi: +384
¤ DKI Jakarta: +
¤ Sulawesi Selatan/S. Sulawesi: +404

14
¤ Banten: +2
¤ Sulawesi Tenggara/SE. Sulawesi: +4
¤ Jawa Barat/W. Java: +81
¤ Maluku/Moluccas: +3
¤ Jawa Tengah/C. Java: +306
¤ Papua Barat/W. Papua: +339
¤ DI Yogyakarta/Jogjakarta: +131
¤ Papua: +226

15
Tahun/Year AIDS AIDS/IDU
1987 5 0
1988 2 0
1989 5 0
1990 5 0
1991 15 0
1992 13 0
1993 24 1
1994 20 0
1995 23 1
1996 43 1
1997 44 0
1998 60 10
1999 94 65
2000 255 62
2001 219 97
2002 345 122
2003 316 822
2004 1195 1420
2005 2639 1517
2006 2873 1517
2007 2947 1437
2008 4969 1255
2009 3863 1156
2010 4158 1266
2011 s.d Juni 2352 365

Tabel 1. Jumlah Kasus Baru AIDS/HIV Berdasarkan Tahun Pelaporan

16
Jumlah kasus AIDS yang dilaporkan 1 April s.d. 30 Juni 2011 adalah:
AIDS = 2352
Secara kumulatif kasus AIDS 1 April 1987 s.d. 30 Juni 2011, adalah:
TOTAL AIDS = 26483 KEMATIAN = 5056

E. Sirkumsisi
Khitan /Sunat (Jawa) atau circumcision adalah tindakan memotong atau
menghilangkan sebagian atau seluruh kulit penutup depan penis (kulub) atau
preputium.
Sirkumsisi bertujuan untuk membersihkan dari berbagai kotoran penyebab
penyakit yang mungkin melekat pada ujung penis yang masih ada
preputiumnya.(uniceffcorporation.com)
Bedah minor merupakan tindakan operasi ringan yang biasanya dikerjakan
dengan anastesi lokal. Salah satu bedah minor adalah sirkumsisi. Sirkumsisi pada
laki-laki merupakan prosedur tertua dan merupakan tindakan yang umum
dilakukan pada komunitas muslim dan kristen dan beberapa kelompok etnik di
Afrika sub-sahara. Tindakan bedah ini sering dijumpai pada kehidupan sehari-
hari. Sirkumsisi adalah tindakan pembuangan sebagian atau seluruh preputium
(foreskin) penis dengan tujuan tertentu.
Sirkumsisi pada kelompok masyarakat tertentu sampai saat ini masih menjadi
perdebatan. Banyak penelitian-penelitian mengenai kelebihan dan kekurangan
dari tindakan bedah minor sirkumsisi.

F. Metode Penulisan
Metode penulisan karya tulis ini menggunakan metode deskriptif yang
dilakukan melalui penelusuran, pengumpulan dan telaah pustaka yang relevan,
aktual dan faktual dengan masalah yang dikaji. Bahan kajian tersebut adalah data-
data sekunder berupa hasil-hasil penulisan dan informasi yang relevan dengan
permasalahan. Data dan informasi diperoleh dari berbagai media cetak (laporan,
jurnal, skripsi, dan buku-buku) dan media elektronik (internet).

17
BAB III

ANALISIS DAN SINTESIS

A. Penyebab seseorang terinfeksi HIV


1. Gejala Terinfeksi HIV
Sebagian besar, walaupun tak seluruhnya, gejala klinis infeksi HIV dapat
dianggap berasal dari bertambah banyaknya jumlah antibody yang berkurang pada
individu yang terinfeksi virus HIV. HIV itu bersifat Imunosupersif sebab virus ini
menginfeksi sel-sel system kekebalan dan pada akhirnya akan merusak sel-sel
tersebut.
Target utama dari virus ini adalah himpunan sel-sel limfosit (T) dikeluarkan
oleh timus, yang dikenal sebagai sel-sel T helper/inducer. Sel ini pada
permukaannya membawa suatu molekul glikoprotein yang disebut sebagai CD4,
yang tampak berkaitan dengan selubung glikoprotein dari HIV itu. Kerusakan
pada CD4 yang berkaitan dengan jumlah limfosit ini paling sedikitnya merupakan
sebagian efek imunosupperesif dari virus itu. Namun, sekarang ini telah diketahui,
bahwa CD4 ini juga timbul walaupun dengan densitas yang rendah, pada sel-sel
lainnya seperti juga limfosit helper/inducer itu. Sebagian besar sel monoseil dan
makrofag memang juga mengangkut CD4, seperti juga sel-sel Langerhans pada
kulit dan bagian dendritik sel-sel darah dan kelenjar getah bening. Sel-sel ini
merupakan sel-sel tambahan yang berguna untuk memulai timbulnya respons
kekebalan dari sel limfosit. Sel-sel ini tidak hanya bekerja sebagai gudang bagi
virus itu namun fungsi tambahan dari sel-sel itu akan terganggu sebagai tambahan
bagi CD4, atau suatu molekul yang sangat mirip dengan CD4 itu , diketahui ada
didalam otak, namun sampai saat ini masih belum jelas sel otak yang mana yang
mengeluarkan bahan ini. Ada beberapa peristiwa yang meskipun jarang, yang
menyatakan bahwa virus itu juga memasuki sel-sel yang tidak mengeluarkan
CD4.

18
Sel limfosit T helper/inducer yang menghasilkan CD4 telah diberi istilah
sebagai “pemimpin orkes sistem kekebalan” sebab sel-sel mempunyai peran
utama dalam respons kekebalan.
Bila sel-sel ini mendapat rangsangan akibat kontak dengan suatu antingen
maka sel ini akan memberi respons dengan cara mengadakan pembelahan sel dan
menghasilkan bahan-bahan limfokines,seperti interferon, interleukin, dan factor
nekrosis pada tumor. Bahan limfokines ini bekerja sebagai hormone setempat
yang mengatur petumbuhan dan pemaksaan tipe limfosit yang lainnya, terutama
sel-sel T yang bersifat sitotoksik/supresor (CD8) dan limfosit B yang
menghasilkan antibody (antibody producing B lymphocytes). Bahan limfokines ini
juga mempengaruhi pematangan dan fungsi sel monosit dan makrofag jaringan.
Efeknya pada sistem kekebalan itu dapat diukur secara in vivo dan in vitro.
Segera setelah respons antibody terhadap infeksi tak terganggu lagi, tentu saja
akan timbul antibody terhadap selubung virus tersebut dan core protein itu
merupakan gejala utama dari adanya infeksi HIV. Bila konsentrasi
immunoglobulin dalam serum meningkat maka selanjutnya akan timbul aktivitas
poliklonal dari limfosit B, dan keadaan ini akan memperngaruhi seluruh kelasnya.
Penyebab timbulnya gejala ini tidak diketahui, walaupun ini mungkin akibat
adanya aktivitas secara langsung pada sel-sel B oleh virus itu. Pada tahap akhir
dari penyakit ini konsentrasi immunoglobulin cenderung berkurang.
HIV terdapat di darah seseorang yang terinfeksi (termasuk darah haid), air
susu ibu, air mani dan cairan vagina.
Pada saat berhubungan seks tanpa kondom, HIV dapat menular dari darah, air
mani atau cairan vagina orang yang terinfeksi langsung ke aliran darah orang lain,
atau melalui selaput lendir (mukosa) yang berada di vagina, penis, dubur atau
mulut.
HIV dapat menular melalui transfusi darah yang mengandung HIV; saat ini
darah donor seharusnya diskrining oleh Palang Merah Indonesia (PMI), sehingga
risiko terinfeksi HIV melalui transfusi darah seharusnya rendah, walau tidak nol.
HIV dapat menular melalui alat suntik (misalnya yang dipakai secara
pergantian oleh penggunan narkoba suntikan), melalui alat tindakan medis, atau

19
oleh jarum tindik yang dipakai untuk tato, bila alat ini mengandung darah dari
orang yang terinfeksi HIV.
HIV dapat menular pada bayi saat kehamilan, kelahiran, dan menyusui. Bila
tidak ada intervensi, kurang lebih sepertiga bayi yang dilahirkan oleh seorang ibu
dengan HIV akan tertular.

2. Perilaku berisiko tinggi terinveksi HIV


Yang dimaksud adalah melakukan sesuatu yang membawa risiko tinggi
terkena infeksi pada dirinya atau orang lain. Kita biasanya tidak tahu siapa
terinfeksi HIV dan siapa yang tidak, jadi kegiatan berikut termasuk berisiko
tinggi:
 Berhubungan seks dengan memasuki vagina, dubur atau mulut tanpa
memakai kondom. Laki-laki dengan HIV dapat menulari baik pasangan
laki-laki maupun perempuan saat berhubungan seks melalui dubur
tanpa perlindungan.
 Memakai jarum suntik dan semprit (insul), atau alat tindakan medis
yang tidak steril, yang mungkin tercemar oleh darah orang lain, baik
pada dirinya maupun orang lain.
 Menerima transfusi darah yang terinfeksi

B. Sirkumsisi dapat mengurangi risiko terinveksi HIV pada laki-laki


Dalam penelitian yang dipresentasikan dalam pertemuan tahunan Asosiasi
Urologi AS, para peneliti mengevaluasi 14 contoh jaringan kulit ujung penis dari
anak-anak dan orang dewasa. Mereka juga memeriksa spesimen jaringan serviks
wanita.
Untuk menentukan seberapa rentannya jaringan yang mungkin bisa terinfeksi
HIV, mereka memperhitungkan tiga tipe sel sistem kekebalan yang dikenal bisa
menyebabkan infeksi HIV dalam tiap spesimen. Ketiga sel itu adalah CD4+T,
makrofages dan sel Langerhan. Sel-sel Langerhans adalah sasaran awal proses
penularan HIV melalui hubungan kelamin.

20
Dibandingkan dengan jaringan serviks, jaringan kulup ternyata mengandung
jumlah tertinggi dari ketiga tipe sel yang menyebabkan infeksi itu. Dan ketiga sel
penyebab infeksi ini justru paling banyak terdapat pada pria dewasa.
Selanjutnya, ketika peneliti mencoba menginfeksi sampel dengan HIV, mereka
menemukan bahwa bagian permukaan dalam kulit ujung penis itu tujuh kali lebih
rentan terhadap infeksi dibandingkan pada jaringan serviks dan bagian luar dari
ujung penis tersebut. Kulit khitan bagian dalam memiliki kepadatan sel-sel
Langerhans lebih tinggi dibandingkan pada bagian-bagian lainnya dari kulit
penutup kemaluan pria. Kulit khitan bagian dalam ini dibuang ketika orang
dikhitan, hal ini menghilangkan permukaan kulit yang paling rentan terhadap
penularan virus AIDS. Namun patut dicatat bahwa khitan hanyalah mengurangi
dan bukan mencegah sama sekali bahaya terjangkiti penyakit AIDS.
Sunat, yang secara substansial menurunkan risiko HIV pada laki-laki, juga
secara dramatis mengubah komunitas bakteri (mikrobioma) pada penis. Hal ini
berdasarkan penelitian yang dipimpin oleh ilmuwan di Translational Genomics
Research Institute (TGen) dan Johns Hopkins University dan diterbitkan dalam
jurnal ilmiah PLoS ONE edisi 6 Januari 2010.
Studi baru menemukan bahwa sunat – membuang kulup, atau kulit khatan, dari
penis – menghilangkan daerah selaput lendir dan secara dramatis mengubah
ekosistem bakteri pada penis. Secara signifikan, analisis TGen untuk lebih dari 40
jenis bakteri, menggunakan pendekatan 16S rRNA gen-pyrosequencing,
menyatakan bahwa paparan terhadap oksigen setelah sunat mengurangi kehadiran
bakteri anaerob (tanpa oksigen) dan meningkatkan bakteri aerob (memerlukan
oksigen).
“Studi ini dengan jelas menunjukkan bahwa sunat laki-laki secara nyata
mengurangi kolonisasi bakteri anaerob pada laki-laki,” kata Dr. Gray, Profesor
Population and Family Planning di William G. Robertson Jr di Johns Hopkins
Bloomberg School of Public Health.
“Bakteri ini, yang tidak dapat tumbuh dengan adanya oksigen, telah terlibat
dalam peradangan dan sejumlah infeksi yang mempengaruhi baik pria maupun
perempuan.

21
Secara tidak langsung, jika pria disunat maka lebih sedikit pria yang terinfeksi
HIV, makin rendah risiko penularan pada wanita," kata Maria Waver, dokter
peneliti dari John Hop kins Bloomberg School of Public Health, AS.
Beberapa mekanisme telah diusulkan mengenai bagaimana sunat mengurangi
penularan HIV pada laki-laki:
 Sunat mengurangi jumlah jaringan mukosa yang terpajan dengan cairan
vagina selama hubungan seksual dan dengan demikian dapat
mengurangi potensi interaksi antara virus dan sel kekebalan target.
 Sunat menghasilkan proses yang disebut kreatinisasi, dimana lapisan
bagian atas dalam kulup menjadi lebih tebal, yang dapat memberikan
perlindungan tambahan bagi sel kekebalan target.
 Sunat terkait perubahan-perubahan fisiologis pada penis – termasuk
tingkat kelembaban yang lebih rendah dan oksigen di sekeliling glans
penis – dapat mengurangi jumlah bakteri anaerob yang membuat
peradangan dan yang bisa membuat sel-sel kekebalan target lebih
rentan terhadap infeksi HIV.
“Penjelasan potensial ini tidak saling eksklusif dan dapat bekerja sama untuk
mengurangi risiko HIV,” kata Dr. Price, rekan peneliti TGen’s Pathogen
Genomics Division.
Studi baru menemukan bahwa bakteri tertentu didefinisikan secara taksonomi
sebagai bakteri anaerob mendominasi mikrobiota sulkus penis sebelum disunat.
Namun, setelah disunat, bakteri ini menurun drastis.
“Dengan demikian, penurunan bakteri anaerob setelah sunat mungkin
memainkan peran dalam perlindungan dari HIV dan infeksi menular seksual
lainnya,” studi menyimpulkan.
Bakteri yang terbentuk dari ketiadaan atau tingkat oksigen yang lebih rendah
dapat berhubungan dengan peradangan dan aktivasi dari sel Langerhan. Sel ini,
yang merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh, bekerja untuk menangkap
dan mengurangi virus ketika mereka sedang dalam keadaan tidak aktif. Tetapi
sekali diaktifkan, sel Langerhan diarahkan untuk membantu infeksi HIV dengan
cara menyajikan virus kepada sel CD4.

22
Sunat tetap menjadi prosedur yang kontroversial yang memiliki banyak pro
dan kontra. Mereka yang mendukung sunat mengungkapkan banyak studi yang
menunjukkan risiko yang lebih rendah untuk infeksi menular seksual yang
berkaitan dengan sunat. Mereka yang menentang sunat mengungkapkan potensi
bahaya dari prosedur sunat dan juga keprihatinan budaya.
Studi baru ini menunjukkan bahwa sunat secara signifikan mengubah ekologi
bakteri pada penis.
“Konsep bakteri baik dan bakteri merugikan adalah penting untuk mempelajari
mikrobioma manusia. Pekerjaan kami menunjukkan bahwa profil dari bakteri
penis masyarakat berubah secara signifikan setelah sunat,” ujar Dr. Cindy M. Liu,
seorang dokter dan peneliti di TGen dan Northern Arizona University. “Dengan
penurunan jumlah bakteri anaerob, kami melihat peningkatan yang sejalan dari
proporsi spesifik lain dari bakteri anaerob dan aerob. Hal ini menunjukkan bahwa
menghilangkan bakteri yang merugikan mungkin hanya setengah dari tindakan
yang diperlukan. Memastikan bahwa celah yang ditinggalkan oleh bakteri anaerob
sebelum sunat dipenuhi dengan bakteri baik juga menjadi kritis, “kata Dr. Liu.
Dalam jurnal bulanan edisi 2003 yang membahas tentang penyakit-penyakit
menular menyebutkan penelitian itu dilakukan dengan mengumpulkan informasi
perilaku seksual dari 745 supir truk di Kenya. Pria-pria ini semuanya diperiksa
apakah terinfeksi virus HIV dan juga melihat apakah mereka telah melakukan
sunat. Hasil ini dicatat sejak dimulainya penelitian tahun 1993 dan diikuti terus
hingga tahun 1997. Selama masa penelitian ini, para supir truk tersebut
memberikan informasi akan perilaku seksual mereka dengan istri, pasangan tidak
tetap dan PSK, dan dilakukan screening terhadap HIV dan penyakit hubungan
seksual lainnya. Pada akhir penelitian menunjukkan, bahwa kemungkinan pria
untuk terinfeksi virus HIV setelah melakukan satu hubungan seksual sekitar 1
berbanding 160. Tapi bila pria itu belum disunat berisiko untuk terinveksi virus
HIV lebih dari dua kali lipat dibanding dengan pria yang telah disunat.
Perbandingan untuk terinveksi HIV yaitu 1 berbanding 80 (belum disunat).

23
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Begitu banyaknya jumlah penduduk Indonesia yang terinveksi virus HIV. Kita
memang tidak dapat dengan cepat menghilangkan virus HIV yang ada
sepenuhnya. Tetapi kita bisa mengurangi adanya risiko terinveksi HIV dengan
berbagai tindakan.
Walaupun kita tidak dapat menghilangkan virus HIV itu, setidaknya timbul
didalam diri kita kesadaran untuk menanggulanginya, meski hanya hal-hal kecil
yang sederhana. Hal-hal kecil itulah yang nantinya akan membawa perubahan
besar bagi kehidupan kita bersama.

B. Saran
Dengan adanya pertumbuhan virus HIV yang begitu pesat setiap tahunnya di
Indonesia. Betapa biajaknya jika kita berusaha lebih kritis dalam upaya
mengurangi resiko terinveksi HIV. Berbagai usaha harus kita upayakan. Tidak
cukup jika hanya kelompok-kelompok tertentu saja yang bergerak dalam
permasalahan ini. Kita harus bergerak bersama-sama secara serempak di seluruh
bagian Indonesia.
Dengan kesadaran penuh akan pentingnya menurunkan resiko terinveksi HIV.
Maka, salah satu upaya yang bisa kita lakukan adalah mengadakan program
sunatan masal secara rutin. Sehingga tidak ada lagi alasan karena faktor biayalah
masyarakat enggan dikhitan.
Semua ini tidak ada hasilnya jika semua pihak tidak ikut berperan dalam
upaya mengurangi risiko penularan HIV. Bukan hanya pemerintah tetapi semua
elemen masyarakat harus berperan aktif mengurangi risiko terinveksi HIV.

24
DAFTAR PUSTAKA

Alder Michael W, 1996. Petunjuk penting AIDS. Jakarta, EGC

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1147/1/fkg-sondang2.pdf

http://www.kaltimpost.co.id/index.php?mib=berita.detail&id=118005

file:///D:/aboat%20Kir/bahan%20mentah/gereja-tanggapi-usulan-khitan-untuk-
warga-papua.html

file:///D:/aboat%20Kir/bahan%20mentah/sunat%20tak%20lindungi%20cewek.ht
m

http://spiritia.or.id/art/bacaart.php?artno=1001

http://alhaudh.blogspot.com/2009/07/khitan-circumcision-di-abad-21.html

http://www.koempoels.com/archive/index.php/t-544.html

http://spiritia.or.id/hasilcari.php?cx=001752067450302062993%3Axzx2izwxgwq
&cof=FORID%3A11&ie=UTF8&sa.x=0&sa.y=0&q=+Mengapa+pria+yang+disu
nat+memiliki+kemungkinan+lebih+kecil+untuk+terinfeksi+HIV%3A+Perubahan
+bakteri+pada+mikrobioma+penis&siteurl=&siteurl=

http://www.google.co.id/search?hl=id&site=webhp&q=BATAM+|+SURYA

Online+tentang+Ibu+rumah+tangga+HIV&oq=BATAM+|+SURYA+Online+tent
ang+Ibu+rumah+tangga+HIV&aq=f&aqi=&aql=&gs_sm=e&gs_upl=35050l4484
8l0l45473l29l29l0l28l0l0l401l401l4-1l1l0

Santucci, RA. Phimosis, Adult Circumcision, and Buried Penis. Avaible from:
http://emedicine.medscape.com/article/442617-overview. (Akses: 10 Januari
2011)

Angel, Carlos A. Circumcision. Avaible from:


http://emedicine.medscape.com/article/1015820-overview. (Akses: 28 Oktober 2010)

25

Anda mungkin juga menyukai