TENTANG PERKAWINAN
Disusun oleh:
1. Bayu Alifian
2. Dwi Apriyani
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Hukum Islam tentang
Perkawinan ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima
kasih pada Bapak Amin selaku Guru maple PAI yang telah memberibimbingan kepada kami.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Hukum Islam tentang Perkawinan. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari Anda demi perbaikan
makalah ini di waktu yang akan datang.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang.............................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi dan Dasar hokum nikah.....................................................................................
B. Tujuan nikah...................................................................................................................
C. Hokum nikah..................................................................................................................
D. Rukun nikah....................................................................................................................
E. Hukmah pernikahan.......................................................................................................
F. Putusnya perkawinan.....................................................................................................
G. Perkawinan menurut undang-undang di Indonesia.......................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pernikahan dalam pandangan Islam adalah sesuatu yang luhur dan sakral, bermakna ibadah
kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan,
tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diindahkan. Dalam
Undang-Undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I pasal 1, perkawinan ialah
ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Sedangkan tujuan pernikahan adalah sebagaimana difirmankan Allah s.w.t. dalam surat Ar-
Rum ayat 21 “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu
pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya
dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang (mawaddah warahmah). Sesungguhnya pada
yang demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-orang yang berfikir”.
Mawaddah warahmah adalah anugerah Allah yang diberikan kepada manusia, ketika manusia
melakukan pernikahan.
Pernikahan merupakan sunah nabi Muhammad saw. Sunnah diartikan secara singkat
adalah, mencontoh tindak laku nabi Muhammad saw. Perkawinan diisyaratkan supaya manusia
mempunyai keturunan dan keluarga yang sah menuju kehidupan bahagia di dunia dan akhirat, di
bawah naungan cinta kasih dan ridha Allah SWT, dan hal ini telah diisyaratkan dari sejak
dahulu, dan sudah banyak sekali dijelaskan di dalam al-Qur’an:
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak
(berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang
perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah
Maha Luas (pemberian-Nya) lagi Maha mengetahui. (QS. an-Nuur ayat 32).
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu ( ) النكاح, adapula yang mengatakan perkawinan
menurut istilah fiqh dipakai perkataan nikah dan perkataan zawaj.[1][7] Sedangkan menurut istilah
Indonesia adalah perkawinan. Dewasa ini kerap kali dibedakan antara pernikahan dan
perkawinan, akan tetapi pada prinsipnya perkawinan dan pernikahan hanya berbeda dalam
menarik akar katanya saja.[2][8] Perkawinan adalah ;
عبارة عن العقد المشهور المشتمل على األركان والشروط
Sebuah ungkapan tentang akad yang sangat jelas dan terangkum atas rukun-rukun dan
syarat-syarat.[3][9]
Para ulama fiqh pengikut mazhab yang empat (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali) pada
umumnya mereka mendefinisikan perkawinan pada :
عقد يتضمن ملك وطء بلفظ انكاح أو تزويج أو معناهما
Akad yang membawa kebolehan (bagi seorang laki-laki untuk berhubungan badan dengan
seorang perempuan) dengan (diawali dalam akad) lafazh nikah atau kawin, atau makna yang
serupa dengan kedua kata tersebut.[4][10]
Dalam kompilasi hukum islam dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad
yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Dari beberapa terminologi yang telah dikemukakan nampak jelas sekali
terlihat bahwa perkawinan adalah fitrah ilahi. Hal ini dilukiskan dalam Firman Allah
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari
jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS.Ar-Rum ayat 21)
B. Tujuan Nikah
Orang yang menikah sepantasnya tidak hanya bertujuan untuk menunaikan syahwatnya
semata, sebagaimana tujuan kebanyakan manusia pada hari ini. Namun hendaknya ia menikah
karena tujuan-tujuan berikut ini:
1. Melaksanakan anjuran Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabdanya:
فَإِنِِّي ُم َكاثِ ٌر ِب ُك ُم ْال ُ َم َم،َت َزَ َّو ُج ْوا ْال َود ُْودَ ْال َولُ ْود
“Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur, karena (pada hari kiamat nanti)
aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat yang lain.”
3. Menjaga kemaluannya dan kemaluan istrinya, menundukkan pandangannya dan pandangan
istrinya dari yang haram. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan:
Adapun hukum menikah, dalam pernikahan berlaku hukum taklifi yang lima yaitu :
1. Wajib bagi orang yang sudah mampu nikah,sedangkan nafsunya telah mendesak untuk
melakukan persetubuhan yang dikhawatirkan akan terjerumus dalam praktek perzinahan.
2. Haram bagi orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nafkah lahir dan batin kepada calon
istrinya,sedangkan nafsunya belum mendesak.
3. Sunnah bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mempunyai kemampuan untuk
nikah,tetapi ia masih dapat menahan diri dari berbuat haram.
4. Makruh bagi orang yang lemah syahwatnya dan tidak mampu member belanja calon istrinya.
5. Mubah bagi orang tidak terdesak oleh alas an-alasan yang mewajibkan segera nikah atau karena
alas an-alasan yang mengharamkan untuk nikah.
D. Rukun Nikah
1. WALI
Berdasarkan sabda Rasulullah Sallallahu `Alaihi Wasallam:
Untuk terjadinya aqad yang mempunyai akibat-akibat hukum pada suami istri haruslah
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
Syeikh Abu Bakar Jabir Al-Jazaairi berkata dalam kitabnya Minhaajul Muslim. “Ucapan
ketika akad nikah seperti: Mempelai lelaki : “Nikahkanlah aku dengan putrimu yang bernama
Fulaanah.” Wali wanita : “Aku nikahkan kamu dengan putriku yang bernama Fulaanah.”
Mempelai lelaki : “Aku terima nikah putrimu.”
4. MAHAR (MAS KAWIN)
Mahar adalah tanda kesungguhan seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita. Mahar
juga merupakan pemberian seorang laki-laki kepada perempuan yang dinikahinya, yang
selanjutnya akan menjadi hak milik istri secara penuh. Kita bebas menentukan bentuk dan
jumlah mahar yang kita inginkan karena tidak ada batasan mahar dalam syari’at Islam, tetapi
yang disunnahkan adalah mahar itu disesuaikan dengan kemampuan pihak calon suami. Namun
Islam menganjurkan agar meringankan mahar. Rasulullah saw. bersabda: “Sebaik-baik mahar
adalah mahar yang paling mudah (ringan).”(H.R. Al-Hakim: 2692)
E. Hikmah Pernikahan
1. Untuk menjaga kesinambungan generasi manusia.
2. Menjaga kehormatan dengan cara menyalurkan kebutuhan biologis secara syar'i.
3. Kerja sama suami-istri dalam mendidik dan merawat anak.
4. Mengatur rumah tangga dalam kerjasama yang produktif dengan memperhatikan hak dan
kewajiban.
F. Putusnya perkawinan
Arti Perceraian
Perceraian dalam istilah ahli Figh disebut “talak” atau “furqah”. Talak berarti
membuka ikatan membatalkan perjanjian, sedangkan “furqah” berarti bercerai (lawan dari
berkumpul). Lalu kedua kata itu dipakai oleh para ahli Figh sebagai satu istilah, yang
berarti perceraian antara suami-isteri.
Perkataan talak dalam istilah ahli Figh mempunyai dua arti, yakni arti yang umum dan
arti yang khusus. Talak dalam arti umum berarti segala macam bentuk perceraian baik yang
dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan
sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Talak
dalam arti khusus berarti perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami.
Karena salah satu bentuk dari perceraian antara suami-isteri itu ada yang disebabkan
karena talak maka untuk selanjutnya istilah talak yang dimaksud di sini ialah talak dalam arti
yang khusus.
Meskipun Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu perkawinan. Dan perceraian
pun tidak boleh dilaksanakan setiap saat yang dikehendaki. Perceraian walaupun
diperbolehkan tetapi agama Islam tetap memandang bahwa perceraian adalah sesuatu yang
bertentangan dengan asas – asas Hukum Islam.
1. Talak
2. Khulu’
3. Syiqaq
4. Fasakh
5. Ta’lik talak
6. Ila’
7. Zhihar
8. Li’aan
9. Kematian
G. Perkawinan menurut undang-undang di Indonesian
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terdiri dari 14
Bab dan terbagi dalam 67 pasal. Isi masing-masing bab itu secara garis besarnya sebagai
berikut :
a. Bab I Dasar Perkawinan
Berisi ketentuan mengenai :
1) Pengertian dan tujuan perkawinan ;
2) Sahnya perkawinan;
3) Pencatat perkawinan;
4) Asas monogami dalam perkawinan.
Simpulan
Bagaimanapun aturan undang-undang perlu untuk diperhatikan manakala tidak ada satu hal
yang mengharuskan untuk berpaling darinya. Sehingga dalam kondisi ikhtiyari (normal),
pasangan suami isteri sebaiknya mengikuti segala aturan undang-undang. Tetapi ketika ada
kebutuhan untuk melakukan pernikahan tanpa pencatatan, pernikahan ini boleh-boleh saja
dilakukan. Dan memang, tidak ada cukup alasan fiqh untuk melarang apalagi mentidaksahkan
pernikahan ini.[16][16]
Dengan demikian mencatatkan perkawinan mengandung manfaat atau kemaslahatan,
kebaikan yang besar dalam kehidupan masyarakat. Sebaliknya apabila perkawinan tidak diatur
secara jelas melalui peraturan perundangan dan tidak dicatatkan akan digunakan oleh pihak-
pihak yang melakukan perkawinan hanya untuk kepentingan pribadi dan merugikan pihak lain.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jaziri, Abdurrahman. 1986. Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah. Beirut: Dar al-Fikr
Al-Imam Taqi al-Din Abi Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Damsyiqi al-Syafi’i. tanpa
tahun. Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayat al-Ikhtishar. Semarang: Usaha Keluarga
Djalil, Abdul. 2000. Fiqh Rakyat Pertautan Fiqh dengan Kekuasaan. Yoyakarta: LKIS
Yogyakarta
Kamal, Mukhtar. 1974. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang
Mubarok, Jaih. 2002. Metodologi Ijtihad Hukum Islam. Yogyakarta: UII Press
Redaksi Sinar Grafika. 2000. Undang-Undang Pokok Perkawinan Beserta Peraturan
Perkawinan Khusus Untuk Anggota ABRI; Anggota POLRI; Pegawai Kejaksaan; Pegawai
Negeri Sipil. Jakarta: Sinar Grafika
Shihab, Muhammad Quraish. 2010. 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui. Jakarta:
Lentera Hati
Sudarsono. 1997. Hukum Keluarga Nasional. Jakarta: Rineka Cipta
Fatwa Tarjih Hukum Nikah Sirri, Muktamar Muhammadiyah ke-35 disidangkan pada: Jum'at,
8 Jumadil Ula 1428 H / 25 Mei 2007 M
MUI online, Keputusan Komisi B Ijtima MUI dalam http://halalguide.com
Pencatatan Nikah Akan Memperjelas Status Hukum, dalam http//nikah.com
Situs Resmi Majelis Ulama Indonesia, http://www.mui.or.id