Anda di halaman 1dari 19

Proposal Usulan Riset

BUDIDAYA IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus Var) DENGAN


TEKNOLOGI BIOFLOK DI DESA TANJUNG SANGALANG, KABUPATEN
PULANG PISAU, KALIMANTAN TENGAH

Ditujukan kepada:

BADAN RESTORASI GAMBUT

REPUBLIK INDONESIA

UNIVERSITAS KRISTEN PALANGKA RAYA


(UNKRIP)
Alamat Kampus A : Jalan R.T.A Milono Km. 8,5 Kode Pos 73113 Kotak Pos 202 tlp. 0536. 3222205. Kalteng.
Website : unkrip.ac.id email : info@unkrip.ac.id
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Lahan gambut merupakan salah satu sumberdaya alam yang mempunyai fungsi
hidrologi dan fungsi ekologi penting dalam mendukung kehidupan di ekosistem tersebut.
Indonesia merupakan negara dengan kawasan gambut tropika terluas di dunia, berkisar
antara 13,5-26,5 juta ha (rata-rata 20 juta ha). Luas area gambut tersebut merupakan 50%
gambut tropika dunia. Di Pulau Kalimantan gambut terjadi pada daerah pantai dan
pedalaman. Kalimantan Tengah memiliki lahan gambut seluas 2.162.000 ha, berada pada
urutan ketiga di Indonesia setelah Kalimantan Barat dan Irian Jaya. Potensi lahan yang
cukup besar ini sampai sekarang masih belum banyak dimanfaatkan khususnya untuk
sektor perikanan. Secara umum perkembangan budidaya ikan air tawar di Provinsi
Kalimantan Tengah masih didominasi oleh budidaya kolam yang menggunakan air dari
pasang surut sungai. Dengan demikian seringkali terkendala karena datangnya air asam
dengan pH sangat rendah (± 3) sampai menyebabkan kematian ikan secara total. Dapat
dikemukakan bahwa faktor rendahnya pH merupakan kendala utama bagi pengembangan
budidaya ikan di Provinsi Kalimantan Tengah.
Di Indonesia ikan lele sangkuriang termasuk ikan yang paling mudah diterima
masyarakat karena memiliki banyak kelebihan, diantaranya pertumbuhannya yang cepat
memiliki adaptasi terhadap lingkungan yang tinggi seperti dapat ditebar dengan kepadatan
tinggi per satuan luas kolam dan bisa hidup di air dengan kadar oksigen yang rendah,
rasanya enak dan kandungan gizi yang tinggi. Secara ekonomis, usaha budidaya lele
sangkuriang sangat menguntungkan serta tidak membutuhkan perawatan yang tidak terlalu
rumit.
Secara umum budidaya lele sangkuriang dilakukan di kolam galian konvesional.
Namun kendala yang sering dihadapi adalah ketika kolam ikan dilanda banjir, dengan
pembuatan kolam dari terpal ini kemungkinan tersebut bisa dihindari. Karena kolam terpal
ini bisa dibuat dengan posisi berada di atas tanah dengan dinding dari kayu kemudian
dilapis terpal. Selain itu, pembuatan kolam terpal dapat dilakukan di pekarangan ataupun di
halaman rumah serta pengendalian budidaya lebih terkontrol.
Namun yang menjadi kendala adalah kebutuhan pakan yang komponen biaya
produksi terbesar yaitu berkisar antara 80-85% dari total biaya produksi. Saat ini
komponen terbesar biaya produksi dikarenakan mahalnya harga pakan sehingga menjadi
kendala. Selain itu, Selain itu, jumlah protein pakan yang dapat diretensi oleh ikan hanya
sekitar 25% dari total protein pakan dan sisanya dibuang di perairan (Avnimelech & Ritvo
2003). Sehingga menyebabkan amonia di kolam budidaya tinggi yang dapat menyebabkan
menurunnya kualitas air dan menghambat pertumbuhan ikan yang dibudidaya.
Salah satu solusi untuk mengatasi penurunan kualitas air dan efisiensi pakan adalah
dengan penerapan teknologi bioflok. Bioflok adalah kumpulan dari berbagai organisme
(bakteri, jamur, algae, protozoa, cacing, dll) yang tergabung dalam gumpalan (flok).
Teknologi bioflok pada awalnya merupakan adopsi dari teknologi pengolahan limbah
lumpur aktif secara biologi dengan melibatkan aktivitas mikroorganisme (seperti bakteri).
Nitrogen anorganik yang berperan sebagai sumber makanan bakteri dapat dikontrol
melalui penambahan bahan berkarbon seperti molase. Molase merupakan limbah pabrik
gula pasir yang berbentuk cair, berwarna coklat serta mengandung senyawa nitrogen, trace
element dan sukrosa dengan kandungan total karbon mencapai 37% (Suastuti, 1998).
Penambahan molase sebagai sumber karbon dalam perairan budidaya dapat meningkatkan
C/N rasio perairan yang selanjutnya akan mengurangi nitrogen anorganik perairan melalui
peningkatan pertumbuhan bakteri heterotrof.
Keuntungan penerapan teknologi bioflok antara lain : sedikit pergantian air (efisien
dalam penggunaan air); padat tebar lebih tinggi (bisa mencapai 3.000 ekor/m3);
produktivitas tinggi; efisiensi pakan (FCR bisa mencapai 0,7); efisiensi dalam pemanfaatan
lahan; membuang limbah lebih sedikit; ramah lingkungan. Penerapan teknologi bioflok
dalam budidaya ikan lele sangkuriang di kolam terpal diharapkan dapat menjadi solusi
untuk meningkatkan produktivitas serta pengolahan limbah akuakultur sehingga dapat
tercipta akuakultur yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

1.2. Tujuan dan Kegunaan


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penerapan teknologi bioflok
terhadap profil kualitas air, kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan lele sangkuriang
yang dipelihara di kolam terpal. Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi
serta pengetahuan, khususnya kepada masyarakat yang tinggal dilahan gambut tentang
teknologi bioflok yang ramah lingkungan dan dapat menjadi suatu peluang usaha bagi
masyarakat.

1.3 Urgensi Penelitian


Urgensi atau keutamaan dari penelitian ini adalah membudidayakan lele
sangkuriang dengan system bioflok yang memiliki keunggulan seperti : sedikit pergantian
air (efisien dalam penggunaan air); padat tebar lebih tinggi (bisa mencapai 3.000 ekor/m3);
produktivitas tinggi; efisiensi pakan (FCR bisa mencapai 0,7); efisiensi dalam pemanfaatan
lahan; membuang limbah lebih sedikit; ramah lingkungan, sehingga dapat menambah
pengetahuan dan ketrampilan masyarakat di desa tersebut dalam bidang budidaya ikan.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus Var)


Lele sangkuriang (Clarias gariepinus Var) merupakan salah satu varietas atau strain
unggul yang dihasilkan oleh peneliti di Indonesia. Lele ini merupakan hasil perbaikan
genetik lele yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar
(BBPBAT) Sukabumi dengan melakukan silang balik (backcross) terhadap induk lele
dumbo yang ada di Indonesia antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan
generasi keenam (F6). Induk betina F2 merupakan koleksi yang ada di BBPBAT
Sukabumi yang berasal dari keturunan kedua lele dumbo yang diintroduksi ke Indonesia
pada tahun 1985, sedangkan induk jantan F6 merupakan sediaan induk yang ada di
BBPBAT Sukabumi. Pada tahun 1994, lele sangkuriang resmi dilepas sebagai varietas lele
unggul berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
KP.26/MEN/2004 tertanggal 21 Juli 2004 (Kurniasandy, 2012)
Lele sangkuriang memiliki keunggulan dibandingkan lele dumbo. Keunggulan lele
sangkuriang dibandingkan dengan lele dumbo antara lain fekunditas telur yang lebih
banyak, yaitu mencapai 60.000 butir dengan derajat penetasan telur > 90%, sedangkan lele
dumbo hanya 30.000 butir dengan derajat penetasan > 90%, panjang rata-rata benih lele
sangkuriang usia 26 hari dapat mencapai 3-5 cm, sedangkan lele dumbo hanya 2-3 cm,
nilai konversi pakan atau FCR lele sangkuriang berada pada kisaran 0,8 - 1, sedangkan
nilai FCR lele dumbo lebih dari 1 (Khairuman et al., 2008).

2.2. Kolam Terpal


Menurut Kurniasandy (2012), kolam terpal adalah kolam yang dasarnya maupun sisi-
sisi dindingnya dibuat dari terpal. Kolam terpal dapat mengatasi resiko-resiko yang terjadi
pada kolam tanah maupun kolam beton. Terpal yang dibutuhkan untuk membuat kolam ini
adalah jenis terpal yang dibuat oleh pabrik dimana setiap sambungan terpal dipres sehingga
tidak terjadi kebocoran. Pembuatan kolam terpal dapat dilakukan di pekarangan ataupun di
halaman rumah. Lahan yang digunakan untuk kegiatan ini dapat berupa lahan yang belum
dimanfaatkan atau lahan yang telah dimanfaatkan, tetapi kurang produktif. Keuntungan
dari kolam terpal adalah :
a. Terhindar dari pemangsaan ikan liar.
b. Dilengkapi pengatur volume air yang bermanfaat untuk memudahkan pergantian air
maupun panen. Selain itu untuk mempermudah penyesuaian ketinggian air sesuai
dengan usia ikan.
c. Dapat dijadikan peluang usaha skala mikro dan makro.

2.3. Nitrogen dalam Sistem Akuakultur


Ikan dan krustasea hanya mengasimilasi 20-25 % protein dalam pakan yang
diberikan, sisanya akan diekskresikan ke dalam air dalam bentuk nitrogen anorganik
(Avnimelech dan Ritvo, 2003). Adanya akumulasi nitrogen anorganik sebagai hasil
metabolisme dan proses dekomposisi dari pakan tak termakan dalam kolam budidaya
merupakan salah satu masalah utama dalam sistem budidaya intensif.

2.4. Sistem Bakteri Heterotrof


Kontrol akumulasi nitrogen anorganik di kolam oleh bakteri hetrotrof dilakukan
berdasarkan proses metabolisme karbon dan immobilisasi nitrogen yang memanfaatkan
karbohidrat sebagai makanan guna mendapatkan energi dan tumbuh melalui pembentukan
sel-sel baru (Avnimelech, 1999).
Konversi akumulasi nitrogen anorganik dalam budidaya menjadi biomasa bakteri
heterotrof bergantung pada rasio karbon:nitrogen atau C/N rasio. Manipulasi C/N rasio
dapat dilakukan dengan penambahan sumber karbon ke media budidaya (Avnimelech,
1999).
Beberapa faktor kunci pengembangan sistem heterotrof dalam budidaya yaitu :
kepadatan yang tinggi, aerasi yang cukup bagi pergerakan, air untuk menjaga padatan tetap
terlarut dan tingkat oksigen mencukupi bagi kesehatan udang serta input bahan organik
yang tinggi sebagai sumber makanan pada ikan maupun bakteri (McIntosh, 2000).
Immobilisasi amonia oleh bakteri heterotrof dalam sistem budidaya dapat
dilakukan dengan memanipulasi C/N rasio perairan dengan melakukan penambahan
sumber karbon organik atau dengan memanipulasi C/N rasio pakan (Avnimelech, 1999).
Sumber karbon organik yang akan ditambahkan dapat berupa glukosa (Avnimelech, 1999),
tepung tapioka (Hari et al., 2004), pati (Avnimelech, 2007) maupun molase (Schneider et
al., 2006).
2.5. Teknologi Bioflok
Teknologi bioflok merupakan teknologi budidaya yang didasarkan pada prinsip
asimilasi nitrogen anorganik (ammonia, nitrit dan nitrat) oleh komunitas mikroba dalam
media budidaya yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh organisme budidaya sebagai
sumber makanan (de Schryver and Verstraete, 2009).

Gambar 2. Siklus nitrogen pada kolam akuakultur yang terdapat bioflok (BFT)
(Crab et al. 2007)

2.6. Kualitas Air


2.6.1. Suhu
Suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan
nafsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air. suhu air kolam selama penelitian
masih sesuai dengan kebutuhan hidup ikan lele sangkuriang yakni 24 - 30 °C
(Supriyanto, 2010).

2.6.2. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen)


Menurut Stickney (2005), konsentrasi oksigen yang baik untuk ikan lele tidak
boleh kurang dari 3 mg/l. Oksigen yang rendah umumnya diikuti dengan
meningkatnya amoniak dan karbondioksida di air yang menyebabkan proses nitrifikasi
menjadi terhambat sehingga mengganggu kelulushidupan ikan.
2.6.3. Nilai pH
Nilai pH suatu perairan mencerminkan keseimbangan antara asam dan basa
dalam air. Menurut Khairuman et al., (2008), ikan lele hidup dalam pH kisaran 6,5 - 8.

2.6.4. Amonia
Konsentrasi amonia yang tinggi di dalam air akan mempengaruhi permeabilitas
ikan oleh air dan mengurangi konsentrasi ion di dalam tubuh. Amonia juga
meningkatkan konsumsi oksigen di jaringan, merusak insang, dan mengurangi
kemampuan darah untuk mengangkut oksigen (Boyd, 1982). Menurut Butner (1993)
dalam Floyd dan Watson (2005), ikan yang terus menerus terekspos NH3 pada
konsentrasi lebih dari 0,02 mg/L dapat mengalami penurunan pertumbuhan dan
semakin rentan terhadap penyakit.
III. METODOLOGI

3.1 Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret - September 2018 di desa Tanjung
Sanggalang, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah.

3.2. Tahap Penelitian

3.2.1.Persiapan Kolam Budidaya

Penelitian dilakukan pada kolam terpal sebanyak 3 buah berdiameter 2 m2. Sebelum
digunakan, kolam dibersihkan dan dikeringkan selama 1-2 hari kemudian diisi air hingga
ketinggian 80-100 cm. Pemberiaan EM4 (mengandung bakteri Lactobacillus casei :
minimum 2.0 x 106 sel/ml dan Saccharomyces cerevisiae : minimum 3.5 x 105 sel/ml)
sebagai probiotik dengan cara diaktifkan dulu sebelumnya. Caranya ember diisi dengan air
kemudian dimasukkan ke dalamnya cairan molase (100 cc/m3) atau gula pasir (75 gr/m3)
dan garam krosok (non-iodium) sebanyak 3 kg/m3 . Kemudian cairan Em4 ( 0,6 ml/m2)
dimasukkan dan diaduk. Larutan ini kemudian dibiarkan semalam sebelum dimasukkan ke
dalam kolam. Kemudian air dibiarkan selama 7 hari atau air terlihat berubah warna atau
terasa lebih licin dengan tetap diberikan aerasi yang bertujuan menumbuhkan bioflok
terlebih dahulu. Pemberian aerasi dilakukan pada 16 titik/kolam.

3.2.2.Pemeliharaan Ikan Uji

Benih ikan lele sangkuriang berukuran 1,5-2 gr (4-5 cm) per ekor ditebar sebanyak
1500 benih. Selama pemeliharaan, ikan diberi pakan pelet (kadar protein 30%) sebanyak
5% /bobot biomass/hari dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari (jam 07.00 dan
17.00) secara at satiation. Pemeliharaan dilakukan selama 3 bulan. Interval waktu
pemberian EM4 adalah 1 minggu sekali atau tergantung pada kondisi air tambak/ kolam.
Pengukuran kualitas air dilakukan dua minggu sekali untuk suhu, DO, pH, dan amonia.

3.3. Parameter Pengamatan

3.3.1 Parameter Produksi

3.3.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate / SR)

Tingkat kelangsungan hidup ikan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :


Keterangan:

SR = Survival Rate atau tingkat kelangsungan hidup (%)

No = jumlah ikan awal

Nt = jumlah ikan akhir

3.4.1.2 Pertumbuhan Spesifik (Spesific Growth Rate / SGR)

Pertumbuhan spesifik SGR dapat diketahui dengan menggunakan rumus :

Keterangan:

SGR = Spesific Growth Rate atau pertumbuhan spesifik (%)

Wo = bobot ikan awal (kg)

Wt = bobot ikan akhir (kg)

t = waktu (hari)

3.3.1.3 Efisiensi Pakan (EP)

Efisiensi pakan diperoleh melalui persentase jumlah biomassa ikan yang dihasilkan
dibandingkan jumlah pakan yang diberikan. Efisiensi pakan dihitung dengan menggunakan
rumus:

Keterangan:

EP = efisiensi pakan (%)

Bo = bobot ikan awal (kg)

Bt = bobot ikan akhir (kg)


Bd = bobot ikan mati (kg)

F = jumlah pakan (kg)

3.3.1.4 Rasio Konversi Pakan (Food Corvertion Ratio /FCR)

Rasio konversi pakan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

FCR = rasio konversi pakan

Σ Pakan = bobot ikan awal (kg)

Δ Biomassa = Selisih biomassa pada awal dan akhir pemeliharaan (kg)

3.4. Prosedur Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari pengambilan sampel dicatat dan dikumpulkan untuk
selanjutnya dilakukan pengolahan data menggunakan software Microsoft Excel 2010.

3.5 Jadwal Kegiatan

Jadwal kegiatan penelitian akan diuraikan pada berikut tabel berikut, di mulai pada
bulan Maret – September 2018.

No. Kegiatan Bulan


3 4 5 6 7 8 9
1. Persiapan kolam budidaya dengan metode v v
teknologi bioflok untuk pemeliharaan
ikan lele sangkuriang.
2. Pemeliharaan ikan uji v v v v v
3. Parameter pengamatan v v v v v
1. Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival
Rate / SR)
2. Pertumbuhan Spesifik (Spesific Growth
Rate / SGR)
3. Efisiensi Pakan (EP)
4. Rasio Konversi Pakan (Food Corvertion
Ratio /FCR)
4. Analisis data dan pembuatan laporan 100 v v
% kegiatan penelitian
5. Pelaksanaan seminar v
6. Pembuatan artikel untuk jurnal
internasioanl
DAFTAR PUSTAKA

Avnimelech Y. 1999. Carbon/nitrogen ratio as a control element in aquaculture system.


Aquaculture 176, 227-235.
Avnimelech Y. 2007. Feeding with microbial flocs by tilapia in minimal discharge bio-
flocss technology ponds. Aquaculture 264, 140–147.
Avnimelech Y, Ritvo G. 2003. Shrimp and fish pond soils: processes and management.
Aquaculture 220, 549–567.
Boyd CE. 1982. Water quality management for pond fish culture. Elsevier Scientific Publ.
Co. Amsterdam. 319 hal.
Crab R, Avnimelech Y, Defoirdt T, Bossier P, Verstraete W. 2007. Nitrogen removal
techniques in aquaculture for a sustainable production. Aquaculture 270, 1-14.
De Schryver P, Verstraete W. 2009. Nitrogen removal from aquaculture pond water by
heterotrophic nitrogen assimilation in lab-scale sequencing batch reactors.
Bioresource Technology 100, 1162-1167.
Floyd RF, Watson C. 2005. Ammonia. Department of Fisheries and Aquatic Sciences.
Florida Cooperative Extension Service. Institute of Food and Agricultural Sciences.
University of Florida.
Hari B, Kurup BM, Varghese JT, Schrama JW, Verdegem MCJ. 2004. Effects of
carbohydrate addition on production in extensive shrimp culture systems.
Aquaculture 241, 179–194.
Khairuman, Sihombing T, Amri K. 2008. Budidaya Lele Dumbo di Kolam Terpal.
Agromedia Pustaka.
Kurniasandy. 2012. Petunjuk teknik budidaya lele di kolam terpal. [terhubung berkala].
http://kurniasandy.weebly.com [09 Januari 2018].
McIntosh RP. 2000. Changing paradigms in shrimp farming : V. establishment of
heterotrophic bacterial communities. Global Aquaculture Alliance : December
2000.
Schneider O, Sereti V, Eding EH, Verreth JAJ. 2006. Molasses as C source for
heterotrophic bacteria production on solid fish waste. Aquaculture 261, 1239–1248.
Stickney RR. 2005. Aquaculture: An Introductory Text. Oxford: CABI Publishing, 265
hal.
Suastuti N. 1998. Pemanfaatan Hasil Samping Industri Pertanian (Molase dan Limbah Cair
Tahu) sebagai Sumber Karbon dan Nitrogen untuk Produksi Biosurfaktan oleh
Bacillus sp. Galur Komersial dan Lokal. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor. 104 hal.
Supriyanto. 2010. Pengaruh Pemberian Probiotik dalam Pelet Terhadap Pertumbuhan Lele
Sangkuriang. Jurnal FMIPA.
IV. RENCANA ANGGARAN BIAYA BUDIDAYA IKAN LELE SANGKURIANG (Clarias gariepinus Var)
DENGAN TEKNOLOGI BIOFLOK

HARGA
NO RINCIAN KEGIATAN VOLUME UNIT HARI/BULAN/SESI TOTAL
SATUAN
1 Output 1 Perencanaan Penelitian
Output 1 : Perencanaan Kegiatan bersama Masyarakat
1.1 Output 1.1. Penyiapan dan sosialisasi penelitian
Konsumsi pertemuan di desa :
Konsumsi untuk peserta, perangkat desa dan tim pelaksana 40,000 25 OH 1 1 1,000,000
Snack/kudapan pertemuan di desa 15,000 25 OH 1 1 375,000
Transportasi Palangka Raya - Pulang Pisau ( PP)
Transportasi tim peneliti 250,000 6 OK 1 1 1,500,000
Uang perjalanan :
Uang harian perjalanan tim pelaksana 360,000 6 OK 1 1 2,160,000
ATK 950,000 1 Paket 1 1 950,000
Sub total 5,985,000
2 Output 2 Pelaksanaan Penelitian
2.1 Output 2.1. Belanja Bahan KegiatanPenelitian
Biaya Investasi :
Kolam terpal (dengan rangka besi) 4,800,000 1 unit 4 1 19,200,000
Gergaji peralon 50,000 2 buah 1 1 100,000
Lem peralon 35,000 4 buah 4 1 560,000
Ongkos perakitan kolam :
a. Kepala Tukang 150,000 1 OH 4 2 1,200,000
b. Asisten tukang 100,000 2 OH 4 2 1,600,000
B. Peralatan
Aerator 250,000 4 buah 4 1 4,000,000
Pipa peralon kecil 40,000 10 buah 1 1 400,000
Pipa peralon besar 80,000 10 buah 1 1 800,000
Pipa penyambung leter T dan L 7,000 20 buah 1 1 140,000
Bantul / Batu Aerasi 50,000 90 buah 1 1 4,500,000
Selang 150,000 1 gulung 4 1 600,000
Ember plastik 10 L 27,000 4 buah 1 1 108,000
Serokan besar/seser 25,000 12 buah 1 1 300,000
Jaring/waring 250,000 1 pcs 4 1 1,000,000
Stopkontak 200,000 3 buah 4 1 2,400,000
Kabel 1,500,000 1 gulung 3 1 4,500,000
Steker/Kepala Colokan 50,000 3 buah 4 1 600,000
Baskom Sortir 100,000 8 unit 1 1 800,000
Timbangan 315,000 1 buah 1 1 315,000
Sub Total 43,123,000
2.2 Biaya Produksi :
Benih lele ukuran 6-8 cm 1,500 1,500 ekor 4 1 9,000,000
Pakan :
a. F.999 20,000 90 kg 4 1 7,200,000
b. 781 16,400 90 kg 4 2 11,808,000
Garam 100,000 4 karung 1 1 400,000
Test kit 1,000,000 1 buah 1 1 1,000,000
Termometer 24,500 4 buah 1 1 98,000
Kertas pH 250,000 2 kotak 1 1 500,000
EM4 Nasa 100,000 5 botol 4 1 2,000,000
Molase 25,000 65 botol 1 1 1,625,000
Publikasi media 500,000 1 kegiatan 1 1 500,000
Biaya operasional (listrik) 750,000 7 OB 1 1 5,250,000
Sub Total 39,381,000
2.3 Pemantauan / Pengamatan: (setiap 2 minggu dilapangan 2 hari 1 malam = 1 kali , 4 bulan = 16 kali)
Konsumsi 30,000 4 OH 3 16 5,760,000
Transportasi 250,000 4 OK 1 16 16,000,000
Uang Harian 360,000 4 OH 1 16 23,040,000
Penginapan 190,000 4 OH 1 8 6,080,000
Uji Kualitas Air 950,000 1 bulan 1 4 3,800,000
Sub Total 54,680,000
2.4 Publikasi Penelitian
Publikasi Jurnal Internasional 10,000,000 1 kegiatan 1 1 10,000,000
Publikasi Media 500,000 1 kegiatan 2 1 1,000,000
Focum Group Discussion : -
Uang Harian Tim Pelaksana 360,000 4 OH 1 1 1,440,000
Narasumber 700,000 2 OK 1 1 1,400,000
Moderator 600,000 1 OK 1 1 600,000
Konsumsi 50,000 20 OK 1 1 1,000,000
Snack/Kudapan 15,000 20 OK 1 1 300,000
Transportasi Tim, Narasumber dan Moderator 250,000 7 OK 1 1 1,750,000
Transportasi Peserta FGD 250,000 20 OK 1 1 5,000,000
ATK 950,000 1 Paket 1 1 950,000
Sub Total 28,480,000
3 Output 3: Biaya Pengelolaan Kegiatan
3.1 Honor Tenaga Perencana
Tenaga Ahli S2 Bidang Budidaya Perairan 4,000,000 1 OB 1 1 4,000,000
Tenaga Ahli S2 Bidang Manajemen Sumberdaya Perairan 4,000,000 1 OB 1 1 4,000,000
Tenaga Pendukung Perencanaan: -
Tenaga Administrasi 2,000,000 1 OB 1 1 2,000,000
3.2 Honor Tenaga Pelaksana -
Penanggung Jawab 4,000,000 1 OB 1 3 12,000,000
Tenaga Ahli S2 Bidang Budidaya Perairan 4,000,000 1 OB 1 3 12,000,000
Tenaga Ahli S2 Bidang Manajemen Sumberdaya Perairan 4,000,000 1 OB 1 3 12,000,000
Tenaga Ahli S3 Bidang Manajemen Sumberdaya Perairan 5,000,000 1 OB 1 3 15,000,000
Tenaga Pendukung Pelaksana: -
Tenaga Administrasi 2,000,000 1 OB 1 3 6,000,000
3.3 Honor Tenaga Pengawasan -
Ketua Tim Pengawasan 450,000 1 OB 1 1 450,000
Tenaga Ahli S2 Bidang Budidaya Perairan 4,000,000 1 OB 1 1 4,000,000
Sub Total 71,450,000
4 Output 4: Pelaporan
Laporan Rencana Kerja 1,500,000 1 paket 1 1 1,500,000
Laporan tahap 2 1,500,000 1 paket 1 1 1,500,000
Laporan tahap 3 1,500,000 1 paket 1 1 1,500,000
Laporan Akhir 2,000,000 1 paket 1 1 2,000,000
Rapat Penyusunan Laporan (4x RAPAT 10 ORG) 55,000 10 OH 4 1 2,200,000
Sub Total 8,700,000
Total Budget 236,631,000
V. PENUTUP
A. SUSUNAN TIM RISET
Penanggung Jawab : Direktur PPLH-PI Universitas Kristen Palangka Raya
Pelaksana
Ketua Tim : Frid Austinus, S.Pi., M.S (Tenaga Ahli Pelaksana)

Sekretaris : Asi Pebrina Cicilia (Tenaga Ahli Perencana)


Bendahara : Tania S. Augusta, S.Pi., M.Si (Tenaga Ahli Perencana)
Anggota : 1. Yusanti Mantuh, S.P., M.Si (Tenaga Ahli Perencana)
2. Youhandy, S.Pi (Tenaga Administrasi)
3. Dr. Infa Minggawati, S.Pi., M.Si (Tenaga Ahli Pelaksana)
4. Leonardo, S.Si (Tenaga Administrasi)
5. Lukas, S.Pi., M.Si (Tenaga Ahli Pengawasan)

B. Nomor Pajak (NPWP) Universitas Kristen Palangka Raya : 07.407.666.5.711.000


C. Nomor Rekening Giro Bank Mandiri An. PPLH-PI Unkrip : 1590001861607

Anda mungkin juga menyukai