Anda di halaman 1dari 22

Persamaan Schrödinger 1

BAGIAN 1 TEORI

Bab1 FUNGSI GELOMBANG


FUNGSI GELOMBANG

1.1 Persamaan Schrödinger

Tinjau sebuah partikel dengan massa m, yang dibatasi bergerak sepanjang sumbu-x, yang
mengalami gaya tertentu F(x,t) (Gambar 1.1). Dalam mekanika klasik programnya adalah
menentukan kedudukan partikel itu pada suatu saat: x(t). Setelah mengetahuinya, kita akan
dapat mengira kecepatan (v = dx/dt), momentum (p=mv), energi kinetik (T=(1/2)mv2), atau
variabel dinamika lain yang menjadi perhatian. Dan bagaimanakah kita menentukan x(t)?
Kita mempergunakan Hukum Newton kedua: F = ma. (Untuk sistem yang konservatif –
satu-satunya yang akan kita tinjau, dan, kebetulan, merupakan satu-satunya macam yang
terdapat pada level mikroskopis – gaya dapat dinyatakan sebagai turunan dari sebuah fungsi
energi potensial,1F = V/x, dan hukum Newton menjadi md2x/dt2 = V/x). Hal ini,
beserta kondisi awal yang tepat (biasanya kedudukan dan kecepatan pada t = 0),
menentukan x(t).
Mekanika kuantum mendekati permasalahan yang sama secara amat berbeda. Dalam
hal ini kita mencari fungsi gelombangpartikel, (x,t), dan kita memperolehnya dengan
mencari solusi persamaan Schrödinger:

 2  2
i   V . [1.1]
t 2m x 2

Gambar 1.1: Sebuah “partikel’ dibatasi bergerak dalam satu dimensi di bawah pengaruh sebuah gaya
tertentu.

Di sini i adalah akar dari 1, dan ħ adalah konstanta Planck – atau lebih tepat konstanta
Planck asli (h) dibagi 2:

1
Gaya magnetik merupakan pengecualian, namun marilah kita tidak merisaukan hal itu dulu. Satu
hal lagi, dalam buku ini kita akan menganggap bahwa geraknya non-relativistik (v<<c)
2 Bab1 FUNGSI GELOMBANG

h
  1,054572  10 34 Js . [1.2]
2

Persamaan Schrödinger memiliki peran yang secara logis analog dengan Hukum Newton
dua: Diberikan kondisi awal yang tepat (biasanya (x,0)), persamaan Schrödinger
menentukan (x,t) untuk seluruh saat ke depan, sebagaimana, dalam mekanika klasik,
hukum Newton menentukan x(t) untuk seluruh waktu mendatang.2

1.2 Interpretasi Statistik

Akan tetapi, apakah “fungsi gelombang” itu?, apa yang dapat dilakukannya setelah anda
memperolehnya? Lagipula partikel itu, sejatinya, terlokalisasi pada sebuah titik, sedangkan
fungsi gelombang (seperti yang tersirat dari namanya) tersebar dalam ruang (merupakan
fungsi x, pada saat t tertentu). Bagaimana mungkin wujud seperti itu merepresentasikan
keadaan sebuah partikel? Jawabanya diberikan oleh interpretasi statistik Born atas fungsi
gelombang itu, yang menyatakan bahwa |(x,t)|2 memberikan kebolehjadian (probabilitas)
menemukan partikel di titik x, pada saat t – atau tepatnya,3

b
probabilit as menemukan partikel 
 ( x, t ) 
2
 [1.3]
a antara a dan b, pada saat t. 

Probabilitas merupakan luas daerah di bawah kurva |(x,t)|2. Untuk fungsi gelombang pada
Gambar 1.2, anda akan paling berpeluang menemukan partikel di sekitar titik A, yang nilai
||2-nya paling besar, dan relatif tidakberpeluang menemukannya dekat titik B.

Gambar 1.2: Contoh fungsi gelombang. Daerah yang berarsir merepresentasikan kebolehjadian
menemukan partikel di antara a dan b. Partikel paling berpeluang ditemukan di A dan tidak
berpeluang ditemukan di B.

Interpretasi statistik tersebut memperkenalkan semacam ketidaktentuanke dalam


mekanika kuantum, sebab sekalipun mengetahui segala hal yang dipaparkan oleh teori
tentang partikel yang dimaksud (yakni: fungsi gelombangnya), tetap saja anda tidak dapat

2
Untuk ulasanyang menyenangkan dari tangan pertama tentang asal mula persamaan Schrödinger
silakan lihat artikel oleh Felix Bloch dalam Physics Today, Desember 1976.
3
Fungsi gelombang itu sendiri kompleks, tetapi ||2 = *  (dengan * merupakan konyugat
kompleks dari ) bersifat real dan nonnegatif – sebagaimana, tentu saja, seharusnya sebuah
kebolehjadian.
Interpretasi Statistik 3

memprediksi secara pasti hasil sebuah percobaan sederhana untuk mengukur posisinya –
yang dapat diberikan oleh mekanika kuantum hanyalah informasi statistik tentang hasil yang
mungkin. Ketidaktentuan ini telah menjadi ganjalan besar baik bagi fisikawan maupun filsuf,
dan wajar bila dipertanyakan apakah hal ini merupakan kenyataan alam, atau suatu cacat
yang ada dalam teori ini.
Andaikan saya benar-benar mengukur kedudukan partikel tersebut, dan saya
menemukan bahwa ia ada di titik C.4Pertanyaan: Di manakah partikel itu sebelum saya
melakukan pengukuran? Ada tiga jawaban yang mungkin atas pertanyaan ini, dan masing-
masing dimaksudkan untuk memberikan ciri tiga mazhab utama berkenaan dengan
ketidaktentuan quantum.
1.Sikap realis: Partikel itu ada di C. Ini memang tampak seperti jawaban yang masuk
akal, dan merupakan hal yang disokong oleh Einstein. Namun perlu dicatat bahwa jika hal
ini benar maka mekanika kuantum merupakan teori yang tak lengkap, karena partikel itu
memang sejak sebelumnya berada di C, namun mekanika kuantum tidak
mampumengatakannya kepada kita. Bagi realis, ketidaktentuan bukanlah kenyataan alam
melainkan cerminan ketidaktahuan kita. Sebagaimana yang dikatakan oleh d’Espagnat,
“kedudukan partikel itu tidak pernah tak tentu, tetapi hanya tidak diketahui oleh pelaku
eksperimen.”5 Nyatalah bahwa belum menceritakan seutuhnya – beberapa informasi
tambahan (yang dikenal dengan sebut variabel tersembunyi) diperlukan untuk memberikan
gambaran lengkap partikel tersebut.
2.Sikap ortodoks: Partikel itu sebenarnya tidak ada di mana pun. Perbuatanmengukur
lah yang memaksa partikel untuk “mengambil posisi” (walaupun bagaimana dan mengapa ia
memutuskan untuk di C tidak berani kita tanyakan). Jordan mengatakannya secara paling
tegas: “Pengamatan bukan sekadar mengusik apa yang akan diukur, iamenghasilkannya...
Kita memaksa (partikel itu) menempati posisi tertentu.”6Pandangan ini (apa yang disebut
sebagai Interpretasi Copenhagen)dikaitkan dengan Bohr dan para pengikutnya.Di antara para
fisikawan pandangan ini merupakan aliran yang paling banyak diterima. Namun, perlu
dicatat bahwa jika hal ini benar maka ada satu hal yang aneh dalam perbuatan mengukur –
sesuatu yang dengan perdebatan lebih dari setengah abad hanya sedikit mendapat
penerangan.
3.Sikap agnostik: Menolak menjawab. Hal ini tidak sekonyol kedengarannya --lagipula
apa pentingnya dengan pernyataan-pernyataan tentang keadaan partikel sebelum
pengukuran, bila satu-satunya jalan untuk mengetahui apakah anda benar adalah dengan
melakukan pengukuran, yang dalam hal ini apa yang diperoleh bukan lagi “sebelum
pengukuran?” Merupakan hal yang bersifat metafisika (dalam arti jelek) untuk
mempermasalahkan sesuatu yang, karena sifat alaminya, tidak bisa diuji. Pauli mengatakan:
“Orang tidak semestinya lagi memeras otak tentang masalah apakah sesuatu yang sama
sekali tidak bisa diketahuinya ada atau tidak, persis seperti pertanyaan kuno tentang berapa
malaikat yang bisa duduk di ujung sebuah jarum.7Selama puluhan tahun inilah yang menjadi
sikap “pelarian” sebagian besar fisikawan: mereka akan mencoba menjual kepada anda
jawaban ortodoks, namun bila anda membandel mereka akan lari ke jawaban agnostik, dan
mengakhiri pembicaraan.

4
Tentu saja, tidak ada alat ukur yang presisinya sempurna: yang saya maksud adalah partikel itu
ditemukan di sekitar C, dalam batas toleransi alat.
5
Bernard d’Espagnat, “The Quantum Theory and Reality” (Scientific American, Novembe 1979, hlm.
165).
6
Dikutip dalam artikel yang sangat bagus oleh N. David Mermin, “Is the moon there when nobody
looks?” (Physics Today, April 1985, hlm. 38)
7
Dikutip oleh Mermin (catatan kaki 6) hlm. 40
4 Bab1 FUNGSI GELOMBANG

Hingga baru-baru ini, ketiga sikap itu (realis, ortodoks, dan agnostik) mempunyai
penganutnya sendiri-sendiri. Namun pada tahun 1964 John Bell mencengangkan masyarakat
fisika dengan menunjukkan bahwa ada perbedaan yang teramati apakah sebuah partikel
memiliki posisi tertentu yang persis (walaupun tidak diketahui) sebelum pengukuran atau
tidak. Penemuan Bell secara efektif menyingkirkan agnostisisme sebagai pilihan yang dapat
diambil, dan menjadikannya sebagai pertanyaan eksperimental apakah 1 atau 2 yang
merupakan pilihan yang benar. Saya akan kembali pada cerita ini di akhir buku, saat anda
sudah dalam posisi lebih baik untuk mengapresisasi argumen Bell; untuk saat ini cukup
dikatakan bahwa eksperimen secara meyakinkan telah membenarkan tafsiran
8
ortodoks: Sebuah partikel tidak memiliki kedudukan yang jelas sebelum pengukuran, tak
lebih dari riak-riak air di atas kolam; proses pengukuran lah yang memaksakan satu angka
tertentu, dan karenanya boleh dikatakan menciptakan hasil tertentu, yang hanya dibatasi oleh
pembobotan statistik yang diberikan oleh fungsi gelombangnya.
Bagiamana jika saya melakukan pengukuran kedua, segera sesudah yang pertama?
Apakah saya akan memperoleh C, atau kah pengukuran selalu menghasilkan angka yang
sama sekali berbeda setiap kali dilakukan? Terhadap pertanyaan ini setiap orang setuju:
Suatu pengukuran berulang (terhadap partikel yang sama) harus menghasilka nilai yang
sama. Tentu saja, sulit untuk membuktikan bahwa partikel tersebut betul-betul dijumpai di C
pada kali pertama, jika hal ini tidak bisa diyakinkan dengan pengukuran berulang yang
dilakukan segera sesudahnya. Bagaimanakan tafsiran ortodoks menjelaskan kenyataan
bahwa pengukuran kedua mesti menghasilkan nilai C? Rupanya pengukuran pertama

Gambar 1.3: Runtuhnya fungsi gelombang; grafik ||2 segera setelah sebuah pengukuran menemukan
sebuah partikel di C.

mengubah secara radikal fungsi gelombangya sehingga sekarang memuncak tajam di C


(Gambar 1.3). Kita mengatakannya fungsi gelombang runtuh, akibat pengukuran, menjadi
sebuah onak di titik C (bentuk ini akan segera menyebar lagi, sesuai dengan persamaan
Schrödinger, sehingga pengukuran kedua harus dilakukan secepatnya). Oleh karena itu, ada
dua macam proses fisis yang sama sekali berbeda; yang “biasa”, yang di dalamnya fungsi
gelombang berevolusi secara leluasa menurut persamaan Schrödinger, dan “pengukuran”,
yang di dalamnya  runtuh9 secara mendadak dan diskontinu.

8
Pernyataan ini agak terlalu keras: Masih ada sedikit lubang teoritis dan eksperimental, yang akan
saya bahas sebagian dalam Kata Penutup. Ada teori variabel tersembunyi nonlokal (terutama oleh
David Bohm), dan formulasi lainnya (seperti interpretasi dunia jamak) yang tidak cocok dimasukkan
ke dalam ketiga kategori saya. Akan tetapi, menurut saya cukup bijaksana, setidaknya dari sudut
pandang pedagogi, untuk mengambil platform yang jelas dan koheren pada tahap ini, dan memikirkan
pandangan alternatif belakangan.
9
Peran pengukuran di dalam mekanika kuantum sangat kritis dan janggal sehingga anda bisa saja
bertanya-tanya apakah persisnya yang merupakan pengukuran itu. Apakah ada kaitannya dengan
PROBABILITAS 5

1.3 PROBABILITAS

1.3.1 Variabel Diskret

Karena interpretasi statistik, probabilitas memainkan peran penting dalam mekanika


kuantum. Oleh karena itu, sekarang saya melenceng ke pembahasan tentang teori
probabilitas. Pembahasan ini terutama berkenaan dengan soal pengenalan beberapa notasi
dan peristilahan, dan saya akan melakukannya dalam konteks contoh yang sederhana.
Bayangkanlah sebuah ruangan yang memuat empat belas orang, yang usia mereka
sebagai berikut:

seorang berusia 14,


seorang berusia 15,
tiga orang berusia 16,
dua orang berusia 22,
dua orang berusia 24,
lima orang berusia 25.

Jika kita memisalkan N(j) merepresentasikan jumlah orang yang berusia j, maka

N(14) = 1,
N(15) = 1,
N(16) = 3,
N(22) = 2,
N(24) = 2,
N(25) = 5,

Sedangkan N(17), misalnya, nol. Jumlah total orang di dalam ruangan adalah


N   N ( j) [1.4]
j 0

(Dalam contoh tersebut, tentu saja N =14.) Gambar 1.4 merupakan histogram datanya.
Berikut ini adalah beberapa pertanyaan yang mungkin diajukan tentang distribusi ini.
Pertanyaan 1. Jika anda memilih satu orang secara acak dari kelompok ini,
berapakah probabilitas usia orang ini 15? Jawab: Satu di antara 14, karena ada 14 pilihan
yang mungkin, yang kemungkinannya sama, yang di antara itu hanya satu yang memiliki
usia yang dimaksud. Jika P(j) adalah probabilitas memperoleh usia j, maka P(14) = 1/14,
P(15) = 1/14, P(16) = 3/14, dan seterusnya. Secara umum,

interaksi antara sistem mikroskopis (kuantum) dan alat pengukuran makroskopis (klasik)
(sebagaimana yang ditekankan oleh Bohr), atau kah sesuatu yang ditandai dengan ditinggalkannya
“rekam” permanen (sebagaimana yang diklaim oleh Heisenberg) , ataukah hal yang melibatkan suatu
“pengamat” hidup (seperti yang diusulkan oleh Wigner)? Saya akan kembali ke masalah yang pelik
ini dalam Kata Penutup: sementara ini marilah kita memandang secara naif: pengukuran merupakan
hal yang dilakukan oleh seorang ilmuwan di laboratorium, dengan mistar, stopwatch, pencacah
Geiger, dan sebagainya.
6 Bab1 FUNGSI GELOMBANG

N ( j)
P( j )  [1.5]
N

GAMBAR 1.4: Histogram yang menunjukkan jumlah orang, N(j), dengan usia j, untuk distribusi
dalam Subbab 1.3.1..

Perhatikanlah bahwa probabilitas untuk memperoleh antara 14 atau 15adalah jumlah


probabilitas individual (dalam hal ini, 1/7). Terutama, jumlah seluruh probabilitas adalah 1 –
anda pasti akan memperoleh sebuah usia:

 P( j)  1.
j 0
[1.6]

Pertanyaan 2: Berapakah usia yang paling mungkin? Jawab: jelas 25; lima orang
memiliki usia yang sama, sedangkan usia yang lainnya paling banyak tiga. Secara umum, j
yang paling mungkin adalah j yang P(j)-nya maksimum.
Pertanyaan 3: Berapakah usia median?Jawab: 23, karena 7 orang lebih muda dari
23, dan 7 orang lebih tua. (Secara umum, median ialah nilai j yang probabilitasnya untuk
memperoleh hasil yang lebih besar sama dengan probabilitas untuk memperoleh hasil yang
lebih kecil.)
Pertanyaan 4: Berapakah usia rerata(mean)? Jawab:
(14)  (15)  3(16)  2(22)  2(24)  5(25) 294
  21.
14 14
Secara umum, nilai rerata j (yang akan kita tulis sebagai  j  ) adalah:

 jN ( j )  
 j 
N
 jP( j ).
j 0
[1.7]

Perhatikanlah bahwa tidak perlu ada orang dengan usia rerata maupun usia median – dalam
contoh ini tidak ada orang yang kebetulan berusia 21 atau 23. Dalam mekanika kuantum
nilai rerata biasanya merupakan besaran yang menjadi perhatian; dalam konteks itu nilai
tersebut telah disebut nilai harap. Ini merupakan istilah yang menyesatkan karena
menyiratkan bahwa ini merupakan hasil yang paling mungkin akan diperoleh jika anda
melakukan satu kali pengukuran (seharusnya itumerupakan nilai yang paling mungkin,
bukan nilai rerata) – tetapi tampaknya kita sudah terlanjur.
PROBABILITAS 7

Pertanyaan 5: Berapakah rerata dari kuadrat usia? Jawab: Anda dapat memperoleh
14 = 196, dengan probabilitas 1/14, atau 152 = 225, dengan probabilitas 1/14, atau 162 =
2

256, dengan probabilitas 3/14, dan seterusnya. Oleh karena itu, reratanya adalah


 j 2    j 2 P( j ). [1.8]
j 0

Secara umum, nilai rerata sebuah fungsidari j diberikan oleh


 f ( j )   f ( j ) P( j ). [1.9]
j 0

GAMBAR 1.5: Dua histogram dengan median yang sama, rerata yang sama, dan nilai paling mungkin
yang sama, namun standar deviasinya berbeda.

(Persamaan 1.6, 1.7, dan 1.8, boleh dibilang, merupakan kasus khusus dari rumus ini.) Awas:
Rerata kuadrat  j 2  , secara umum, tidak sama, dengan kuadrat rerata  j  2 . Sebagai contoh,
ruangan itu berisi hanya dua bayi, yang berusia 1 dan 3 tahun, maka  x 2  =5, tetapi x 2 = 4.
Ada perbedaan mencolok dua histogram pada Gambar 1.5. sekalipun keduanya
memiliki median sama, rerata sama, nilai paling mungkin yang sama, dan jumlah unsur
sama: Yang pertama memuncak tajam di sekitar nilai rerata, sementara yang kedua lebar dan
datar. (Yang pertama boleh jadi merepresentasikan profil mahasiswa di kelas kota besar,
yang kedua mungkin sebuah sekolah di pelosok dengan hanya satu ruangan.) Kita
memerlukan ukuran numerik seberapa besar “sebaran” sebuah distribusi terhada rerata. Cara
yang paling jelas adalah dengan mencari seberapa jauh setiap data menyimpang dari rerata,

j  j   j  , [1.10]

dan menghitung rerata j. Masalahanya adalah, tentu saja, anda akan memperoleh nol,
karena sifat rerata, jbernilai negatif sama seringnya dengan nilai positif:

 j    j   j P( j )   jP( j )   j  P( j )


[1.11]
  j   j  0.
8 Bab1 FUNGSI GELOMBANG

(Catat bahwa  j  konstan – nilainya tidak berubah bila anda beralih dari satu anggota
sampel ke anggota sampel yang lain – sehingga dapat keluar dari jumlahan.) Agar terhindar
dari masalah yang mengganggu ini anda bisa saja memutuskan untuk merata-ratakan nilai
mutlakj. Akan tetapi, nilai mutlak itu sulit ditangani; alih-alih, kita menghindari masalah
tanda dengan menguadratkan sebelum merata-ratakan:

 2  (j ) 2  . [1.12]

Besaran ini dikenal sebagai variansi distribusi;  itu sendiri (akar kuadrat dari rerata kuadrat
simpangan dari rerata – glek!) disebut deviasi standar. Besaran yang disebut terakhir ini
merupakan ukuran lazim sebaran di sekitar  j  .
Ada teorema kecil yang berguna berkenaan variansi:

 2  (j ) 2    (j ) 2 P( j )    j   j 2 P( j )
  ( j 2  2 j  j    j  2 ) P( j )
.
  j 2 P( j )  2 j   j 2   j  2  P( j )
 j 2  2 j j    j 2   j 2    j 2 .

Dengan mengakarkan, standar deviasi itu sendiri dapat ditulis sebagai

   j 2    j 2 , [1.13]

Pada prakteknya, ini merupakan cara yang jauh lebih cepat untuk memperoleh : Cukup
hitung  j 2  dan  j  2 , kurangkan dan akarkan. Sepintas lalu, saya sudah memperingatkan
anda bahwa  j 2  secara umum tidak sama dengan  j  2 . Karena 2 jelas bukan negatif (dari
definisi dalam Persamaan 1.10. Persamaan 1.12 menyiratkan bahwa

 j 2    j 2 , [1.14]

Dan kedua nilai itu sama hanya jika  =0, yang dengan kata lain, untuk distribusi yang tidak
ada sebarannya sama sekali (setiap anggota memiliki nilai yang sama).

1.3.2 Variabel Kontinu

Sejauh ini, saya telah berasumsi bahwa kita berurusan dengan variabel diskret—yakni,
variabel yang hanya dapat memiliki nilai tertentu yang tersendiri (dalam contoh, j harus
merupakan bilangan bulat, karena saya menyatakan usia hanya dalam tahun). Akan tetapi,
variabel itu cukup sederhana untuk digeneralisir ke variabel kontinu. Jika saya memilih
sembarang orang di jalan, probabilitas bahwa usianya persis 16 tahun, 4 jam, 27 menit,
3,333... detik adalah nol. Satu-satunya hal yang logis untuk dibahas adalah probabilitas
bahwa usianya ada di dalam sebuah interval—katakanlah antara 16 dan 17. Jika intervalnya
cukup pendek, probabilitas in sebanding dengan panjang interval. Sebagai contoh, peluang
bahwa usianya ada di antara 16 dan 16 tambah dua hari dapat dianggap dua kali probabilitas
bahwa usianya ada di antara 16 dan 16 tambah satu hari. (Kecuali, mungkin, ada suatu
ledakan bayi yang luar biasa 16 tahun yang lalu, tepat pada hari itu—yang dalam kasus itu,
PROBABILITAS 9

kita cuma telah memilih interval yang terlalu panjang agar aturan itu berlaku. Jika ledakan
bayi itu berlangsung selama 6 jam, kita ambil saja interval satu detik atau kurang, untuk
amannya. Secara teknis, yang kita maksud adalah interval infinitesimal.) Maka,

Probabilit as bahwa satu individu (yang dipilih 


    ( x)dx. [1.14]
secara acak) berada di antara x dan x  dx 

Faktor probabilitas, (x), secara leluasa sering disebut “probabilitas untuk memperoleh x”,
namun ini merupakan bahasa yang serampangan; istilah yang lebih baik adalah rapat
probabilitas. Probabilitas x berada di antara a dan b (sebuah interval berhingga)diberikan
oleh integral (x):

b
Pab    ( x)dx,
a [1.15]

dan aturan-aturan yang kita deduksi untuk distribusi diskret diterjemahkan sebagai berikut:


1   ( x)dx,

[1.16]


 x   x ( x)dx, [1.17]



 f ( x)   f ( x)  ( x)dx,

[1.18]

 2  (x) 2   x 2    x 2 . [1.19]

Contoh 1.1 Andaikan saya menjatuhkan sebuah batu dari tebing dengan tinggi h. Sewaktu
batu itu jatuh, saya menjepretkan sejuta foto, dengan interval acak. Pada setiap gambar saya
mengukur seberapa jauh batu itu telah jatuh. Pertanyaan: Berapakah rerata semua jarak
tersebut? Maksudnya, berapakah rataan waktu untuk jarak yang ditempuh? 10

Penyelesaian: Batu itu berawal dari diam, bertambah laju sewaktu jatuh; batu tersebut lebih
lama di dekat puncak, sehingga jarak reratanya pasti kurang dari h/2. Dengan mengabaikan
gesekan udara, jarak x pada saat t adalah

1 2
x gt .
2

10
Seorang ahli statistik akan memprotes bahwa saya telah mencampuradukkan rerata sampel
berhingga (dalam hal ini sejuta) dengan rerata “sejati” (terhadap seluruh daerah kontinu). Hal ini bisa
menjadi masalah mengganggu bagi eksperimentalis, terutama bila ukuran sampelnya kecil, tetapi di
sini saya hanya meninjau, tentu saja, rerata sejati, yang terhadapnya rerata sampel dianggap
merupakan pendekatan yang baik.
10 Bab1 FUNGSI GELOMBANG

Kecepatannya adalah dx/dt = gt , dan waktu melayang totalnya adalah T  2h / g .

GAMBAR 1.6: Rapat probabilitas dalam Contoh 1.1:  ( x)  1 / 2h / g .

Probabilitas lampu kilat kamera menyala dalam interval dt adalah dt/T. Maka, probabilitas
foto menunjukkan jarak tempuh dalam rentang tersebut dx adalah

dt dx g 1
  dx.
T gt 2h 2 hx

Jelaslah bahwa rapat probabilitasnya (Persamaan 1.14) adalah

1
 ( x)  , (0  x  h)
2 hx

(di luar rentang ini, tentu saja rapat probabilitasnya nol).


Kita dapat memeriksa hasil ini dengan menggunakan Persamaan 1.16:

 
h
1 1
0 2 hx dx  2 h 2 x
h
1/ 2
 1.
0

Jarak rerata (Persamaan 1.17) adalah

h
1  2 3/ 2 
h
1 h
 x   x dx   x   ,
0 2 hx 2 h 3 0 3

yang nilainya agak kurang dari h/2, seperti yang sudah diperikirakan.
Gambar 1.6 menunjukkan grafik (x). Perhatikanlah bahwa rapat probabilitas dapat
bernilai tak hingga, meskipun probabilitas itu sendiri (integral dari ) tentu saja harus
berhingga (memang, kurang atau sama dengan 1).
NORMALISASI 11

Soal 1.1 Untuk distribusi umur pada Subbab 1.3.1:


(a) Hitung  j 2  dan  j  2 .
(b) Tentukan j untuk setiap j, dan gunakan Persamaan 1.11 untuk menghitung deviasi
standar.
(c) Gunakan hasil anda dalam (a) dan (b) untuk memeriksa Persamaan 1.12
Soal 1.2
(a) Carilah deviasi standar untuk distribusi pada Contoh 1.1.
(b) Berapakah probabilitas sebuah foto, yang dipilih secara acak, akan menunjukkan
jarak x lebih besar dari satu deviasi standar dari rerata?
Soal 1.3 Tinjau distribusi gauss

 ( x)  Ae ( xa ) ,
2

dengan A, a,dan  merupakan konstanta real positif. (Lihatlah referensi untuk integral-
integral yang diperlukan)
(a) Gunakan Persamaan 1.16 untuk menentukan A.
(b) Carilah  x 2  , x 2 , dan .
(c) Sketsalah grafik (x).

1.4 NORMALISASI

Sekarang kita kembali ke interpretasi statistik fungsi gelombang (Persamaan 1.3), yang
menyebutkan bahwa |(x,t)|2 adalah probabilitas untuk menemukan partikel di titik x, pada
saat t. Selanjutnya (Persamaan 1.16) integral dari |(x,t)|2 harus bernilai 1 (partikel harus
terletak di suatu tempat):

  ( x, t ) dx  1.
2
[1.20]


Tanpa ini, interpretasi statistik akan mustahil.


Akan tetapi, ketentuan ini seyogianya mengusik anda: Bukankah fungsi gelombang
seharusnya ditentukan oleh persamaan Schrödinger—kita tidak bisa mengenakan
persyaratan tambahan terhadap  tanpa memeriksa bahwa keduanya persyaratan tersebut
konsisten. Dengan melihat sekilas Persamaan 1.1 terungkap bahwa jika (x,t) merupakan
solusi, maka A(x,t) juga, dengan A merupakan tetapan (kompleks). Maka, yang harus kita
lakukan adalah mengambil faktor pengali yang tidak tertentu ini agar memastikan bahwa
Persamaan 1.20 terpenuhi. Proses ini disebut menormalisasi fungsi gelombang. Untuk
beberapa solusi persamaan Schrödinger integralnya tak berhingga; pada kasus itu tak ada
faktor pengali yang dapat menjadikannya 1. Hal yang sama berlaku bagi solusi trivial  = 0.
Solusi yang tak-ternormalkan(non-normalizable) seperti itu tak dapat merepresentasikan
12 Bab1 FUNGSI GELOMBANG

sebuah partikel, dan harus disingkirkan. Secara fisis keadaan yang dapat terealisasi berkaitan
dengan solusi persamaan Schrödinger yang dapatterintegrsi-kuadrat (square integrable).11
Tetapi tunggu dulu! Andaikan saya telah menormalisasi fungsi gelombang itu pada
t = 0. Bagaimana saya bisa tahu bahwa fungsi gelombang tersebut akan terus ternormalisasi,
seiring berjalannya waktu dan berevolusinya ? (Anda tidak bisa terus merenormalisasi
fungsi gelombang, karena kalau begitu A menjadi fungsi t, dan anda tidak lagi memiliki
solusi persamaan Schrödinger.) Untungnya, persamaan Schrödinger memiliki sifat luar biasa
yang membuatnya secara otomatis menjaga normalisasi fungsi gelombang—tanpa sifat
penting ini persamaan Schrödinger tidak akan sejalan dengan interpretasi statistik, dan
seluruh teori ini akan luluh lantak.
Ini merupakah hal penting, jadi kita perlu sejenak untuk pembuktian yang saksama.
Pertama-tama,

 
d 

dt 
|  ( x, t ) |2 dx   |  ( x, t ) |2 dx.

t
[1.21]

(Perhatikan bahwa integral-nya merupakan fungsi dari t saja, maka saya menggunakan
turunan total (d/dt) pada pernyataan yang pertama, tetap integran-nya merupakan fungsi dari
x maupun t, sehingga turunan parsial lah (/t) yang ditulis pada pernyataan kedua.
Berdasarkan aturan perkalian,

    
|  |2  (    )     .
t t t t [1.22]

Nah, persamaan Schrödinger menyatakan bahwa

 i  2  i
  V. [1.23]
t 2m x 2 

dan oleh karenanya juga (dengan menuliskan konyugat kompleks dari persamaan 1.23)

  i  2   i
  V  , [1.24]
t 2m x 2

maka

 i    2   2      i      
|  |2             .
x 2  x  2m  x 
[1.25]
t 2m  x 2 x

Integral pada Persamaan 1.21 sekarang dapat dievaluasi secara eksplisit:

11
Jelaslah (x,t) harus menjadi nol lebih cepat daripada 1/ | x | , bila |x | . Sementara itu,
normalisasi hanya menetapkan modulusA; fase-nyatetap tidak tertentu. Akan tetapi, sebagaimana yang
akan kita lihat nanti, memang fase tidak ada membawa arti fisis.
MOMENTUM 13



d i      
dt 
|  ( x , t ) | 2
      . [1.26]
2m  x x  

Tapi (x,t) harus bernilai nol bila x menuju (±) tak hingga—kalau tidak fungsi gelombang
tidak akan dapat dinormalisasi.12 Ikutannya adalah


d

dt 
|  ( x, t ) |2  0, [1.27]

dan karenanya integral bernilai konstan (tidak bergantung pada waktu); jika ternormalisasi
pada t = 0,  akan tetap ternormalisasi pada seluruh waktu ke depan. Terbukti.

Soal 1.4 Pada t = 0 sebuah partikel direpresentasikan dengan fungsi gelombang

 x
A a , jika 0  x  a,

 (b  x)
 ( x,0)   A , jika a  x  b,
 (b  a)
0, lainnya ,

dengan A, a, dan b merupakan tetapan.


(a) Normalisasi  (yakni carilah A dinyatakan dengan a dan b).
(b) Sketsalah (x,0) sebagai fungsi x.
(c) Di manakah partikel paling mungkin ditemukan pada t = 0?
(d) Berapakah kebolehjadian menemukan partikel di sebelah kiri a? Periksalah hasil
anda pada kasus terbatas b=a dan b=2a.
*Soal 1.5 Tinjaulah fungsi gelombang

( x, t )  Ae|x|e it| ,

dengan A, , dan  merupakan konstanta real positif. (Kita akan melihat pada Bab 2
potensial (V) seperti apa yang sebenarnya menghasilkan fungsi gelombang serupa ini.)
(a) Normalisasi ,
(b) Tentukan nilai harap dari x dan x2.
(c) Carilah deviasi standar x. Sketsalah grafik ||2 sebagai fungsi dari x dan tandailah
titik-titik ( x   ) dan ( x   ), untuk melukiskan kesan bahwa 
merepresentasikan “sebaran” x. Berapakah kebolehjadian partikel akan dijumpai di
luar rentang ini?

1.5 MOMENTUM

Untuk partikel dengan keadaan , nilai harap x adalah

12
Seorang matematikawan yang handal akan memberi anda contoh sanggahan yang ekstrim, tetapi
hal itu tidak muncul dalam fisika; bagi kita fungsi gelombang selalu menuju nol di tak hingga.
14 Bab1 FUNGSI GELOMBANG


 x   x |  ( x, t ) | dx.
2
[1.28]


Tepatnya, apa artinya ini? Secara tegas, ini tidak berarti bahwa jika anda mengukur posisi

x||
2
sebuah partikel berulang-ulang, dx adalah rerata hasil yang akan anda peroleh.
Sebaliknya: Pengukuran pertama (yang hasilnya tak tentu) akan meluluhkan fungsi
gelombang menjadi puncak tajam pada nilai yang sejatinya akan diperoleh, dan pengukuran
berturutan (jika dilakukan secepatnya) cuma akan mengulang nilai yang sama. Yang benar,
x merupakan rerata pengukuran-pengukuran yang dilakukan atas partikel-partikel yang
semuanya ada pada keadaan , yang berarti bahwa anda harus mencari cara untuk
mengembalikan sebuah partikel ke keadaannya semula setelah setiap pengukuran, atau anda
harus menyiapkan sebuah ensambel partikel-partikel, yang masing-masing ada pada
keadaan , dan mengukur posisi semuanya: x merupakan rerata dari hasil-hasil ini. (Saya
suka menggambarkan sederetan botol di atas rak, yang masing-masing berisi sebuah partikel
pada keadaan  (relatif terhadap bagian tengah botol). Satu orang mahasiswa pascasarjana
yang berbekal penggaris ditugaskan di masing-masing botol, dan dengan sebuah aba-aba
mereka semua mengukur posisi partikel masing-masing. Kita lalu membuat histogram hasil
yang diperoleh, yang sepatutnya akan cocok dengan ||2, dan menghitung reratanya, yang
sepatutnya akan sama dengan x. (Tentu saja, karena kita hanya akan menggunakan sampel
yang berhingga, kita tidak berharap akan kesesuaian yang sempurna, tetapi semakin banyak
botol yang kita gunakan, mestinya akan semakin dekat.)) Ringkasnya, nilai harap adalah
rerata pengukuran berulang terhadap sebuah ensambel system-sistem yang dipersiapkan
secara identik, bukan rerata dari pengukuran berulang atas satu sistem yang sama.
Lalu, seiring berlalunya waktu, x akan berubah (karena kebergantungan 
terhadap waktu), dan kita mungkin tertarik untuk mengetahui seberapa cepat partikel
bergerak. Merujuk pada Persamaan 1.25 dan 1.28, kita melihat bahwa13

d  x  i       
  x |  | dx 
2m  x 
2
x   dx. [1.29]
dt t x x 

Tulisan di atas dapat disederhanakan dengan menggunakan integrasi parsial14

d  x i      
2m  
     dx. [1.30]
dt x x 

13
Agar tidak menjadi terlalu sesak, saya akan menyingkirkan batas integrasi
14
Aturan perkalian menyatakan
d dg df
( fg )  f  g.
dx dx dx
Dari itu berikutnya adalah
b b
dg df
a dx dx  a dx gdx  fg a .
b
f

Maka, dalam tanda integral, anda dapat mencopot turunan satu faktor dalam perkalian dan
menempelkannya pada faktor yang lain—hal itu akan menimbulkan tanda negatif, dan anda juga akan
mendapatkan suku batas.
MOMENTUM 15

(Saya menggunakan kenyataan bahwa /x = 1, dan membuang suku batas, dengan alasan
bahwa  menuju nol pada (±) tak hingga.) Dengan melakukan integrasi parsial yang lain,
terhadap suku kedua, kita dapat menyimpulkan:

d  x i 
    dx. [1.31]
dt m x

Apa yang dapat kita perbuat terhadap hasil ini? Perlu dicatat bahwa kita sedang
membicarakan “kecepatan” nilai harap x, yang bukan hal yang sama dengan kecepatan
partikel. Yang telah kita saksikan sejauh ini tidak ada yang memungkinkan kita menghitung
kecepatan partikel. Bahkan belum jelas apa makna kecepatan dalam mekanika kuantum: Jika
partikel tidak mempunyai posisi yang pasti (sebelum pengukuran), tidak juga memiliki
kecepatan yang terdefinisi secara baik. Apa yang sewajarnya dapat kita harapkan hanyalah
probabilitas untuk memperoleh sebuah nilai. Kita akan melihat dalam Bab 3 bagaimana
membentuk rapat probabilitas untuk kecepatan, bila  diketahui; untuk maksud sekarang
cukup lah kita mempostulatkan bahwa nilai harap kecepatan sama dengan turunan nilai
harap posisi terhadap waktu:

d  x
v . [1.32]
dt

Persamaan 1.31 oleh karenanya menyatakan bagaimana menghitung v secara langsung dari
.
Sebenarnya, hal yang lazim adalah bekerja dengan momentum (p=mv), bukan
kecepatan:

d  x   
p m  i     dx. [1.33]
dt  x 

Biar saya tuliskan ungkapan untuk x dan p secara lebih menyiratkan kesimpulan:

x     ( x)dx. [1.34]

  
p     dx. [1.35]
 i x 

Dalam mekanika kuantum, kita menyebut operator15 x “merepresentasikan” posisi, dan


operator (ħ/i)(/x) “merepresentasikan” momentum; untuk menghitung nilai harap kita
“apit” operator bersesuaian dengan * dan , dan integralkan.
Cukup menarik, tetapi bagaimana dengan besaran-besaran lainnya? Nyatanya,
semua variabel dinamika klasik dapat dinyatakan dengan posisi dan momentum. Energi
kinetik, contohnya, adalah

15
Operator ialah sebuah perintah untuk melakukan sesuatu terhadap fungsi yang mengikutinya.
Operator posisi menyuruh anda untuk mengalikan dengan x; operator momentum menyuruh anda
untuk mendiferensiasi terhadap x (dan mengalikan hasilnya dengan i ħ). Dalam buku ini semua
operator akan berbentuk derivatif (d/dt, d2/dt2, 2/xy, dll.) atau pengali (2, i, x2, dll.) atau kombinasi
di antara semua ini.
16 Bab1 FUNGSI GELOMBANG

1 2 p
T mv  ,
2 2m

dan momentum sudut adalah

L  ρ  mv  r  p

(yang belakangan, tentu, tidak ada pada gerak dalam satu dimensi). Untuk menghitung nilai
harap besaran apapun, Q(x,p), kita tinggal mengganti setiap p dengan (ħ/i)(/x), sisipkan
operator hasil di antara * dan , dan integralkan:

 h  
Q( x, p)    Q x, dx. [1.36]
 i x 

Sebagai contoh, nilai harap energi kinetik adalah

2   
2

2m 
T     dx.
x 2 [1.37]

Persamaan 1.36 merupakan resep untuk menghitung nilai harap besaran dinamis
apapun, bagi partikel pada keadaan ; persamaan ini mencakup Persamaan 1.34 dan 1.35
sebagai kasus khusus. Dalam subbab ini saya telah berupaya menjadikan agar Persamaan
1.36 tampak dapat dipahami, berdasarkan interpretasi statistik Born, namun sejatinya
persamaan tersebut merepresentasikan suatu cara yang secara radikal sama sekali baru untuk
melakukan sesuatu (dibandingkan dengan mekanika klasik) sehingga ada baiknya bila
berlatih sedikit untuk menggunakannya sebelum kita kembali (dalam Bab 3) meletakannya
pada landasan teoritis yang lebih kokoh. Sementar itu, jika anda lebih suka menganggapnya
sebagai sebuah aksioma, bagi saya bukan masalah.

Soal 1.6 Mengapa anda tidak bisa melakukan integrasi parsial secara langsung terhadap
pernyataan yang berada di tengah dalam Persamaan 1.29—memindahkan turunan terhadap
waktu agar bekerja terhadap x, ingat bahwa x/t = 0, dan menyimpulkan bahwa dx/dt =0?

*Soal 1.7 Hitunglah dp/dt. Jawab:

d  p V
  . [1.38]
dt x

Persamaan 1.32 (atau bagian pertama 1.33) dan 1.38 merupakan contoh-contoh Hukum
Ehrenfest, yang menyatakan bahwa nilai harap memenuhi hukum-hukum klasik.

Soal 1.8 Misalkan anda menambah nilai konstan V0 terhadap energi potensial (yang saya
maksud konstan adalah tidak bergantung x maupun t). Dalam mekanika klasik hal ini tidak
mengubah apapun, tetapi bagaimana dengan mekanika kuantum? Tunjukkanlah bahwa
PRINSIP KETIDAKPASTIAN 17

fungsi belombangnya memperoleh faktor fasa bergantung waktu: exp(iV0t/ħ). Apa akibat
hal ini terhadap nilai harap sebuah varibel dinamik?

1.6 PRINSIP KETIDAKPASTIAN

Bayangkan anda memegang ujun sebuah tali yang sangat panjang, dan anda membuat
gelombang dengan mengayunkannya ke atas ke bawah secara berirama (Gambar 1.7). Jika
seseorang bertanya kepada anda “Persisnya di manakah gelombang itu?” mungkin anda
berpikir bahwa dia agak kurang waras: gelombang tidak secara persis ada dimanapun—ia
menyebar sejauh 50 kaki atau sekitar itu. Di lain pihak, jika ia menanyakan berapa panjang
gelombangnya, anda dapat memberikan jawaban yang pantas: kelihatannya sekitar 6 kaki.
Sebaliknya, jika anda memberikan sentakan mendadak (Gambar 1.8) anda akan
mendapatkan jendulan sempit yang menjalar sepanjang tali. Kali ini pertanyaan pertama (Di
mana persisnya gelombang itu?) merupakan pertanyaan yang patut, dan yang kedua (Berapa
panjang gelombangnya?) tampak ganjil—bentuk ini bahkan secara samar pun tidak
periodik, jadi bagaimana anda dapat mengaitkan panjang gelombang dengannya? Tentu saja
anda menarik kasus yang berada di tengah-tengah, gelombangnya agak terlokalisasi dan
penjang gelombangya agak terdefinisi, tapi ada barter yang tak terhindarkan di sini: semakin
persis posisi sebuah gelombang semakin tidak persis panjang gelombangya, dan
sebaliknya.16 Teorema dalam analisis Fourier akan membuatnya lebih kokoh, namun untuk
sementara ini saya hanya akan menaruh perhatian pada argumen kualitatif.

GAMBAR 1.7 : Sebuah gelombang dengan panjang gelombangi yang (cukup) tertentu, tetapi posisi
nya sulit ditentukan.

GAMBAR 1.8; Sebuah gelombang dengan posisi yang (cukup) tertentu, tetapi panjang gelombang
nya sulit ditentukan.

16
Itulah sebabnya seorang pemain picollo harus tepat pada nada yang dikehendaki, sedangkan
seorang pemain bas ganda boleh sambil mengenakan sarung tangan berkebun. Untuk picollo, nada ke
enampuluh empat mengandung banyak siklus penuh, dan frekuensinya (sekarang kita menggunakan
ranah waktu, bukan ruang) terdefinisi baik, sedangkan untuk bass, pada nada yang nada yang jauh
lebih rendah, nada keenam belas, nada ke enampuluh empat mengandung hanya beberapa siklus, yang
dapat anda dengar hanyalah semacam suara “Uumm” tanpa nada yang begitu jelas.
18 Bab1 FUNGSI GELOMBANG

Hal ini, tentu saja, berlaku pada sembarang fenomena gelombang, dan sebab itu
khususnya untuk fungsi gelombang mekanika kuantum. Nah, panjang gelombang dari 
terkait dengan momentum partikel melalui rumus de Broglie:17

h 2
p  . [1.39]
 

Jadi, penyebaran panjang gelombang berarti penyebaran momentum, dan pengamatan umum
kita sekarang mengatakan bahwa semakin posisi ditentukan secara pasti semakin kurang
pasti momentumnya. Secara kuantitatif,


 x p  , [1.40]
2

dengan x adalah deviasi standard dalam x, dan P adalax deviasi standar p. Ini disebut
adalah prinsip ketidakpastian Heisenberg yang terkenal. (Kita akan membuktikannya pada
Bab 3, tapi saya ingin menyinggungnya segera, agar anda dapat dapat mencobanya pada
contoh dalam Bab 2.)
Harap dipahami arti prinsip ketidakpastian: Seperti pengukuran kedudukan,
pengukuran momentum memberikan hasil yang tepat—“sebaran” di sini merujuk pada
kenyataan bahwa pengukuran terhadap sistem-sistem identik tidak memberikan hasil yang
sama. Bisa saja, bila mau, anda membuat sebuah keadaan sedemikian rupa sehingga
pengukuran kedudukan secara berulang akan saling berdekatan (dengan membuat  sebagai
“onak” terlokalisasi), tetapi anda harus membayar ganjaranannya: Pengukuran momentum
sistem ini akan terserak lebar. Atau anda dapat menyiapkan sebuah keadaan dengan
momentum yang dapat direproduksi (dengan membuat  sebagai gelombang sinusoidal
panjang), tetapi dalam hal itu, pengukuran kedudukan akan terserak lebar. Dan, tentu saja,
jika sedang tidak dalam suasana hati yang baik anda dapat membuat sebuah keadaan yang
baik kedudukan maupun momentumnya tidak jelas: Persamaan 1.40 merupakan
ketidaksamaan, dan tidak ada batasan bisa seberapa besar x dan p—buat saja  sebagai
garis panjang beriak dengan banyak jendulan dan lubang dan tidak memiliki struktur yang
periodik.

*Soal 1.9 Sebuah partikel dengan massa m berada pada keadaan

( x, t )  Ae a( mx /  )it ,


2
[1.38]

dengan A dan a konstanta real positif.


(a) Carilah A
(b) Fungsi energi potensial V(x) seperti apa yang membuat  memenuhi persamaan
Schrödinger?
(c) Hitunglah harga harap x, x2, p, dan p2.

17
Pada gilirannya saya akan membuktikan hal ini. Banyak penulis yang menganggap rumus
deBroglie sebagai sebuah axioma, yang dari itu mereka lalu menurunkan keterkaitan momentum
dengan operator (ħ/i)(/ x). Sekalipun merupakan pendekatan yang secara konseptual lebih rapi, ini
melibatkan komplikasi matematis yang mengalihkan perhatian sehingga lebih baik saya simpan untuk
kali lain.
PRINSIP KETIDAKPASTIAN 19

(d) Carilah x dan p. Apakah perkalian antara keduanya konsisten dengan prinsip
ketidakpastian?

SOAL-SOAL LANJUTAN UNTUK BAB 1

Soal 1.10 Tinjau 25 digit pertama dalam jabaran desimal  (3, 1, 4, 1, 5, 9, …).
(a) Jika anda memilih sebuah angka secara acak, dari himpunan ini, berapakah
kebolehjadian memperoleh masing-masing angka dari 10 digit?
(b) Berapakah digit yang paling mungkin? Berapakah digit median? Berapakah nilai
reratanya?
(c) Carilah deviasi standar distribusi ini.

Soal 1.11 Jarum sebuah speedometer rusak berayun secara bebas, dan memantul sempurna
pada patok di kedua ujung, sehingga jika anda menjentiknya, jarum tersebut dapat berhenti
di mana saja di antara 0 dan  dengan kemungkinan yang sama.
(a) Berapakah rapat probabilitas ()? Petunjuk: () d adalah probabilitas jarum
berhenti di antara  dan  + d. Buatlah grafik () sebagai fungsi , dari /2
sampai 3/2. (Tentu saja, sebagian dari interval ini tidak disertakan, sehingga 
bernilai nol di sana.) Pastikan bahwa probabilitas totalnya 1.
(b) Hitunglah , 2, dan , untuk distribusi ini.
(c) Hitunglah sin , cos , dan cos2.

Soal 1.12 Kita meninjau alat yang sama dengan pada soal sebelumnya, tetapi kali ini kita
tertarik pada koordinatx ujung jarum—yakni, “bayangan” atau “proyeksi” jarum pada garis
horizontal.
(a) Berapakah rapat probabilitas (x)? Gambarlah grafik (x) sebagai fungsi x, dari 2r
sampai +2r, dengan r adalah panjang jarum. Pastikanlah bahwa probabilitas totalnya
1. Petunjuk: (x) dx adalah probabilitas proyeksinya terletak di antara x dan x + dx.
Anda mengetahui (dari Soal 1.11) probabilitas  dalam sebuah rentang;
pertanyaannya adalah, interval dx berapa yang bersesuaian dengan interval d?
(b) Hitunglah x, x2, dan , untuk distribusi ini. Jelaskanlah bagaimana anda dapat
memperoleh hasil-hasil ini dari bagian (c) soal 1.11.

Soal 1.13 Jarum Buffon. Sebuah jarum dengan panjang l dijatuhkan secara acak ke atas
sebuah kertas yang bergaris sejajar dengan jarak pisah l. Berapakah probabilitas jarum
tersebut bersilangan dengan sebuah garis? Petunjuk: Rujuklah soal 1.12.

Soal 1.14 Anggaplah Pab(t) sebagai probabilitas menemukan sebuah partikel dalam rentang
(a < x < b), pada saat t.
(a) Tunjukkanlah bahwa
20 Bab1 FUNGSI GELOMBANG

dPab
 J (a, t )  J (b, t ),
dt

dengan

i     
J ( x, t )      .
2m  x x 

Apakah satuan J(x,t)? Komentar J disebut arus probabilitas, karena menyatakan


laju “mengalir”nya probabilitas melewati sebuah titik x. Jika Pab(t) naik, maka lebih
besar probabilitas mengalir ke dalam daerah dari satu ujung daripada yang keluar
dari ujung yang lain.
(b) Hitunglah arus probabilitas untuk fungsi gelombang pada Soal 1.9 (Rasanya ini
bukanlah contoh yang cukup bernas; kita akan menjumpai lagi yang lebih
substansial pada gilirannya)

Soal 1.15 Andaikan anda ingin menggambarkan sebuah partikel tak stabil, yang secara
spontan terdisintegrasi dengan “umur” . Dalam hal itu probabilitas total untuk menemukan
partikel di suatu tempat tidak seharusnya konstan, namun harus menurun dengan
(katakanlah) laju eksponensial:


P(t )   |  ( x, t ) |2 dx  e t / .


Cara kasar untuk memperoleh hasil ini sebagai berikut. Dalam Persamaan 1.24 diam-diam
kita beranggapan bahwa V (energi potensial) real. Hal itu tentu masuk akal, tetapi membawa
pada “kekekalan probabilitas” yang dikeramatkan dalam Persamaan 1.27. Bagaimana jika
kita memberikan bagian imajiner terhadap V:

V  V0  i ,

dengan V0 potensial sejati dan  sebuah konstanta real positif?


(a) Tunjukkanlah bahwa (sebagai ganti Persamaan 1.27) kini kita memperoleh

dP 2
 P.
dt 

(b) Carilah solusi P(t), dan umur partikel dinyatakan dalam .

Soal 1.16 Tunjukkan bahwa


d

dt 
1 2 dx  0
SOAL-SOAL LANJUTAN UNTUK BAB 1 21

untuk dua solusi (ternormalisasi) persamaan Schrödinger, 1 dan 2.

Soal 1.17 Sebuah partikel direpresentasikan (pada t=0) dengan fungsi gelombang

 A(a 2  x 2 ), jika  a  x  a,
( x,0)  
0, lainnya .

(a) Tentukanlah konstanta normalisasi A.


(b) Berapakah nilai harap x (pada saat t = 0)?
(c) Berapakah nilai harap p (pada saat t = 0)? (Perlu dicatat bahwa anda tidak dapat
memperolehnya dari p = m dx/dt. Mengapa tidak?
(d) Carilah nilai harap x2.
(e) Carilah nilai harap p2.
(f) Carilah ketidakpastian x (x).
(g) Carilah ketidakpastian p (p).
(h) Periksalah apakah hasil-hasil anda konsisten dengan prinsip ketidakpastian.

Soal 1.18 Secara umum, mekanika kuantum bersifat relevan bila panjang gelombang de
Broglie dalam persoalan (h/p) lebih besar daripada ukuran karakteristik sistem (d). Dalam
kesetimbangan termal pada suhu (Kelvin) T, energi kinetik rata-rata partikel adalah

p2 3
 k BT
2m 2

(dengan kB adalah konstanta Boltzmann), maka kisaran panjang gelombang de Broglie


adalah

h
 . [1.41]
3mkBT

Maksud soal ini adalah untuk mengantisipasi sistem mana yang harus diperlakukan secara
mekanika kuantum, dan yang mana yang boleh digambarkan secara klasik.
(a) Zat Padat. Jarak antarkisi pada zat padat adalah sekitar d = 0,2 nm. Carilah suhu yang
di bawah nilai ini elektron bebas18 dalam zat padat bersifat mekanika kuantum. Di
bawah suhu berapakah inti-inti atom dalam zat padat bersifat mekanika kuantum?
(Gunakan Natrium sebagai kasus). Hikmah: elektron-elektron bebas di dalam zat
padat selalu bersifat mekanika kuantum; inti hampir tidak pernah bersifat mekanika
kuantum. Hal yang sama berlaku pada zat cair (yang jarak spasi antaratomnya kurang
lebih sama), dengan pengecualian untuk helium di bawah 4 K.
(b) Gas. Pada suhu berapakah atom-atom gas ideal bersifat mekanika kuantum? Petunjuk:
Gunakan hukum gas ideal (PV = NkBT) untuk menurunkan jarak spasi antaratom.

18
Di dalam zat padat elektron dalam terikat dengan inti tertentu, dan bagi elektron-elektron itu ukuran
yang relevan adalah jari-jari atom. Akan tetapi, elektron terluar tidak terikat, dan bagi elektron-
elektron ini jarak yang relevan adalah jarak spasi antarkisi. Soal ini berkenaan dengan elektron-
elektron luar.
22 Bab1 FUNGSI GELOMBANG

Jawab: T < (1/kB) (h2/3m)3/5 P2/5. Jelas (agar gas menunjukkan prilaku kuantum) kita
perlu m agar bernilai sekecil mungkin, dan P sebesar mungkin. Masukkan nilai untuk
helium pada tekanan atmosfer. Apakah hidrogen di luar angkasa (yang di sana spasi
antaratomnya sekitar 1 cm dan suhunya 3 K) bersifat mekanika kuantum?

Anda mungkin juga menyukai