Anda di halaman 1dari 14

Pembuatan Panel Peredam Suara Berlapis

Komposit Serat Alam Majemuk


Dania Hasna Ningtyas1), Fitria Hidayanti, S.Si., M.Si.2), Ir. Hari Hadi Santoso, M. Si.3)

Program Studi Teknik Fisika, Fakultas Teknik dan Sains, Universitas Nasional
Jalan Sawo Manila, Pasar Minggu, Jakarta 12520
dania.hasna.n@mail.ugm.ac.id1), fitriahidayanti@gmail.com2), harihadi66@yahoo.com3)

Abstrak— Serat alam pada umumnya memiliki kemampuan bebatuan dan gabus. Kedua bahan tersebut sangat rentan
menyerap suara untuk mengendalikan kebisingan khususnya terhadap terhadap erosi, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Selain
bunyi mesin tekstil, maka dalam penelitian ini dibuat dinding masalah kesehatan ,material ini juga dikenal cukup mahal. Hal
komposit peredam suara berpenguat serat sabut kelapa, serat ampas inilah yang menjadi masalah utama peneliti untuk beralih dari
tebu, dan serat pelapah pisang dengan matriks lem fox (PVAc). Serat
alam umunya memiliki kandungan lignoselulosa yang berbeda-beda
bahan baku sintesis ke bahan baku organik. Perlakuan
berdasarkan pada jenis serat, sifat fisik serat, dan morfologi serat. pemilihan material berkomposit serat alam akan menjadi
Oleh karena itu serat alam perlu diberi perlakuan NaOH sebelum parameter utama yang ditunjukkan dari index nilai sound
digunakan sebagai bahan komposit, agar ikatan antara serat dan transmission loss sebagai acuan nilai, jaminan, dan mutu dari
matriks akan menjadi lebih kuat. Kualitas bahan peredam akan keberhasilan pembuatan material akustik.
ditunjukkan dari nilai sound transmission loss (STL). Dari enam (6)
sampel hasil pengukuran secara simulasi yang terpilih adalah sampel
E, dengan susunan serat sabut kelapa, serat ampas tebu, dan serat II. TINJAUAN PUSTAKA
pelepah pisang. Perbedaan hasil pengukuran simulasi dan eksperimen
A. Bunyi dan Gelombang Bunyi
tidak jauh berbeda. Perbedaan mencolok pada daerah frekuensi 1000
Hz, dimana STL yang didapat secara eksperimental memiliki hasil
Kata akustik berasal dari bahasa Yunani (akoustikós), artinya
yang cukup baik sebesar 32,18 dB dibandingkan dengan hasil segala sesuatu yang bersangkutan dengan pendengaran pada
simulasi yang hanya sebesar 23,13 dB. Maka dari itu susunan suatu kondisi ruang yang dapat mempengaruhi mutu bunyi
material yang digunakan dalam sound test box pada penelitian ini dan suara. Akustika adalah ilmu yang mempelajari hal - hal
sangat baik. Sehingga hasil simulasi dengan pendekatan metode yang berkaitan dengan bunyi, berkenaan dengan indera
transfer matriks untuk menghitung sound transmission loss cukup pendengaran serta keadaan ruangan yang mempengaruhi
mendekati dengan hasil data secara eksperimen. bunyi. Secara fisis, bunyi adalah penyimpangan tekanan,
Kata Kunci— Komposit, Perlakuan NaOH, Program Simulasi pergeseran partikel dalam medium elastis seperti udara.
Matlab, Serat Alam, STL. Namun secara fisiologis, bunyi adalah sensasi pendengaran
yang disebabkan penyimpangan tekanan udara oleh benda
yang bergetar. Bunyi serupa dengan suara. Dalam bahasa
I. PENDAHULUAN inggris bunyi disebut sound, sedangkan suara disebut voice.
Dari sudut bahasa, bunyi tidak sama dengan suara. Bunyi
Sebuah bangunan pada dasarnya diciptakan untuk memenuhi merupakan getaran yang dihasilkan oleh benda mati
kebutuhan manusia dalam beraktifitas sehari-hari. Di negara sedangkan suara merupakan getaran yang dihasilkan oleh
maju dan berkembang, sebanyak hampir mendekati 90% getaran (bunyi) yang keluar dari mulut atau dihasilkan oleh
waktu beraktivitas dihabiskan di dalam ruangan. Kenyamanan, makhluk hidup. Namun dari sudut fisika, bunyi dan suara
keamanan, dan keselamatan menjadi aspek persyaratan teknis adalah sama, keduanya sama-sama merupakan getaran atau
dan penilaian sebuah ruang bangunan agar dapat berfungsi gelombang mekanik. Gelombang getaran mekanis dalam
secara optimal. Salah satu aspek yang paling berpengaruh udara atau benda padat yang masih dapat terdengar oleh
adalah aspek kenyamanan. Aspek kenyamanan terbagi telinga normal manusia yang berada pada rentang frekuensi 20
menjadi 4 yaitu kenyamanan ruang, kenyamanan visual, – 20000 Hz. Ada beberapa syarat yang harus dipatuhi agar
kenyamanan akustik, dan kenyamanan termal. Dari berbagai bunyi dapat terdengar (Gabriel, 2001), yaitu ada benda yang
aspek kenyamanan tersebut, kenyamnan akustik kian menjadi bergetar, ada medium perambatan, dan ada penerima bunyi.
aspek yang menjadi masalah utama dewasa ini yang kerap Perambatan gelombang bunyi yang mengenai objek akan
menganggu aktivitas sosial. Kebisingan mengakibatkan mengalami pemantulan, penyerapan, penerusan bunyi, dan
efektivitas penggunaan ruangan menurun. Untuk mengatasi difraksi bunyi (pada bidang batas dengan celahnya, di ruang
permasalahan ini diperlukan pemilihan material yang yang berlubang) yang karakteristiknya tergantung pada
berfungsi baik sebagai peredam suara. Glasswool dan objeknya. Dibawah ini adalah gambar 2.1. dari sifat bunyi
rockwool yang berbahan baku sintesis, sudah menjadi material yang mengenai bidang (Mediastika, 2005).
umum untuk meredam suara. Glasswool disusun dari material
kaca dan gabus sementara rockwool tersusun atas material

1
Amplitudo gelombang suara yang berubah terhadap waktu
dalam skala waktu yang sangat besar, untuk
mengkarakterisasinya menggunakan skala logaritma (Dupere,
2017). Metode tersebut biasanya disebut dengan sound
pressure level (SPL) atau dalam Bahasa Indonesia disebut
tekanan suara. Skala logaritmik pada dasarnya merupakan
perbandingan dua tekanan suara Prms dan Po, yang disebut bell
tetapi hal tersebut masih terlalu kecil, kemudian satuan
sepuluh kalinya menggunakan persamaan 2.2 sebagai berikut:
𝑃𝑟𝑚𝑠 2 𝑃
𝑟𝑚𝑠
𝑆𝑃𝐿 = 10 log 10 ( ) = 20 log (2×10 −5 ) (2.2)
𝑃0 2
Gambar 2.1. Sifat bunyi yang mengenai bidang Dimana tekanan yang terukur Prms adalah nilai rms (root mean
(Doelle, 1985) square pressure) tingkat tekanan bunyi yang berhubungan
langsung dengan energi bunyi yang terkandung, kemudian
Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal yang tingkat tekanan bunyi referensi (P0) pada ambang batas
terjadi karena perapatan dan perenggangan dalam medium pendengaran rata-rata orang dewasa normal sebesar (2 x 10-5
gas, cair, atau padat. Gelombang itu dihasilkan ketika sebuah N/m2 = 20 μPa atau 1 Pa = 1 N/m2). SPL dinyatakan dalam
benda yang digetarkan dan menyebabkan gangguan kerapatan 1
satuan desibel, yang disingkat dB. Desibel adalah bel.
medium. Ketika kompresi atau perambatan gelombang 10
mencapai gendang telinga, maka dapat menimbulkan sensasi Berikut adalah tabel 2.1. yang berisi mengenai tipikal suara
bunyi, dengan syarat frekuensi gelombang berkisar 20 Hz - yang paling umum didengar terhadap nilai Prms dan SPL.
20.000 Hz (gelombang audiosonik). Tabel 2.1. Tipikal tekanan suara secara umum (Dupere, 2017)
Untuk mendiskripsikan suatu gelombang suara, hal
yang harus menjadi patokan utama adalah amplitudonya. 𝐩𝐫𝐦𝐬
Sumber atau Keadaan SPL (dB)
Ketika karakteristik pada suatu gelombang suara berubah tiap (Nm )
waktu, maka amplitudonya juga akan berubah setiap waktu Suara minimal yang
dan karena gelombang suara berosilasi sehingga rata-ratanya dapat didengar oleh 2 x 10-5 0
(mean) adalah nol, maka tidak dapat dijadikan patokan untuk Manusia
mendiskripsikan gelombang suara dengan menggunakan mean Aktivitas kota
amplitudonya. Sehingga salah satu cara untuk mengukurnya 6 x 10-3 50
(siang)
dengan menggunakan metode root mean squared pressure Aktivitas kota
(prms) yang memiliki satuan kg/msdi, yang mana 6 x 10-2 70
(malam)
perhitungannya dengan menguadratkan nilai amplitudo (p) Aktivitas
sinyal tersebut untuk menghilangkan komponen negatif pada 6 x 10-1 90
jalan raya
setiap satu gelombangnya, lalu menghitung nilai rata-rata Konser
(mean) sinyal tersebut, dan terakhir mengakarkan nilai mean 6 110
(musik rock)
tersebut (Dupere, 2017). Penjelasan pernyataan tersebut dapat Kebisingan maksimal
dituliskan dalam persamaan 2.1 dan dapat digambarkan pada 10 115
industri
gambar 2.2. Kebisingan yang
𝑃𝑟𝑚𝑠 = √(𝑃2 )𝑎𝑣𝑒𝑟𝑎𝑔𝑒 (2.1) 60 130
menyakitkan telinga

Intensitas (intensity) didefinisikan sebagai laju rata - rata


terhadap waktu (W/m2) pada saat energi P dengan satuannya
watt (W) diangkat oleh gelombang per satuan luas (m2),
menyeberangi permukaan tegak lurus terhadap arah
perambatan. Hal tersebut menyatakan intensitas I adalah daya
rata-rata persatuan luas yang dinyatakan dalam persamaan 2.3.
𝑃
𝐼=𝐴 (2.3)

Telinga manusia dapat mendeteksi bunyi dengan intensitas


rendah (10-12 W/m2) sampai pada intensitas tinggi (1 W/m2).
Adapun Tingkat Intensitas (dalam beberapa bacaan disebutkan
Intensity Level (IL) dinyatakan dengan skala logaritma yang
Gambar 2.2. Gelombang sederhana untuk mendiskripsikan dinyatakan dengan persamaan 2.4 sebagai berikut.
karakteristik gelombang suara. 𝐼
𝐼𝐿 = 10 𝑙𝑜𝑔 𝐼 (2.4)
Sumber: Introduction to Signal Levels (Discovery of 0

Sounds in the Sea, 2020) Yang mana I merupakan intensitas bunyi (W/m2) sementara I0
adalah intensitas bunyi yang dipilih sebesar 10-12 W/m2 yang
2
masih dapat didengar manusia pada frekuensi 1000 Hz.
Tingkat intensitas bunyi dinyatakan dalam desibel, yang
1
disingkat dB. Desibel adalah 10 bel, sebuah satuan yang
digunakan untuk menghormati Alexander Graham Bell
(penemu telepon). Satuan bel terlalu besar untuk digunakan
dalam kebanyakan keperluan dan desibel adalah satuan tingkat
bunyi yang biasa digunakan (Young & Freedman, 2003: 66).
Tabel 2.2. Tipikal tingkat intensitas bunyi secara umum
IL I
Sumber atau Keadaan
(dB) (W/m2)
Ambang rasa sakit 120 1
Pengering 95 3,2 x 10-3
Kereta api yang
90 1 x 10-3
ditinggikan
Lalu lintas yang ramai 70 1 x 10-5 Gambar 2.3. Kontur diagram pembobotan tekanan suara
Pembicaraan yang biasa 65 1 x 10-6 bobot A, B, C, dan D.
Sumber: Wikipedia-Weighting (Wikipedia, 2019)
Mobil yang bunyinya
50 1 x 10-7
tidak berisik
B. Peredam Suara
Radio mobil yang
40 1 x 10-8 Peredam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari
bunyinya tidak keras
kata redam yang berarti tidak jelas atau kurang kedengaran,
Pembisik rata-rata 20 1 x 10-10 sedangkan kata peredam memiliki arti alat untuk meredam.
Desir dedaunan 10 1 x 10-11 Sehingga peredam suara adalah alat untuk meredamkan suara
Ambang pendengar pada agar suara yang tidak diinginkan tidak kedengaran atau tidak
0 1 x 10-12
1000 Hz jelas. Prinsip dasar kinerja dinding peredam suara berawal dari
perambatan gelombang suara melalui sebuah dinding,
Dalam akusik hubungan antara tingkat intensitas bunyi
gelombang suara yang masuk ke dalam dinding (I) akan
(IL) dengan tekanan bunyi (SPL) dinyatakan pada persamaan
mengalami kehilangan energinya setelah melewati dinding
2.5 sebagai berikut:
tersebut (T) dan energi yang hilang tersebut adalah gelombang
𝐼𝐿 = 𝑆𝑃𝐿 − 0,1 𝑑𝐵 (2.5) suara yang terefleksi dari dinding (R). Penjelasan tersebut
dapat digambarkan pada gambar 2.4. sebagai berikut:
Pengukuran tekanan bunyi jauh lebih mudah dari pada
mengukur intensitas bunyi. Oleh karena itu pada umumnya
medan bunyi diterangkan dengan tingkat tekanan bunyi yaitu
sama dengan tingkat intensitas bunyi untuk gelombang bidang
pada ruang bebas.
Umumnya satuan bunyi menggunakan tingkat tekanan
bunyi bobot A (dB(A)) yaitu tekanan bunyi yang sesuai
dengan karakteristik telinga manusia normal. Telinga manusia
sangat sensitif terhadap suara dengan rentang frekuensi 1000
Hz sampai 4000 Hz dibandingkan dengan suara yang memiliki
frekuensi lebih rendah dari 1000 Hz atau lebih tinggi dari
4000 Hz (Engineering ToolBox, 2003). Selain dB(A), terdapat
pula pembobotan tekanan suara lainnya seperti dB(B) dan
dB(C) untuk mengukur suara dengan frekuensi yang lebih Gambar 2.4. Perambatan suara melalui dinding.
rendah dibandingkan dengan dB(A), serta dB(D) yang Sumber: Aero-acoustics MACE 40442 – 1D Waves
diaplikasikan khusus untuk mengkarakterisasi kebisingan yang (Dupere, 2017)
diakibatkan oleh pesawat terbang (Dupere, 2017). Berikut Dalam perambatannya gelombang bunyi dapat dibatasi dengan
adalah gambar 2.3 dari kontur grafik yang menunjukan menggunakan suatu material yang memiliki sifat kedap suara
pengukuran tekanan suara dengan pembobotan A, B, C, dan D sehingga energi yang ditransmisikan akan mampu dikurangi /
terhadap frekuensi suara: dihambat oleh material tersebut. Selama ini material dinding
peredam suara masih terbuat dari bahan sintesis yang
harganya cukup mahal. Oleh sebab itu diperlukan bahan
alternatif untuk peredam suara yang murah, ringan dan ramah
lingkungan. Salah satunya adalah pemanfaatan material
berkomposit serat alam.

3
C. Komposit Serat Alam a) Continuous Fiber Composite
Komposit sendiri adalah suatu jenis bahan baru hasil Continuous atau uni-directional, mempunyai
rekayasa yang terdiri dari satu atau lebih material penyusun susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina
dengan sifat fisik maupun kimia yang berbeda, yang mana diantara matriksnya. Jenis komposit ini paling
susunan komposit akhirnya akan tetap terpisah dan dapat banyak digunakan. Kekurangan tipe ini adalah
dibedakan pada skala makroskopis maupun mikroskopis. lemahnya kekuatan antar lapisan. Hal ini
Material penyusun komposit terbagi menjadi 2 (dua) yaitu dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi
penguat (reinforcement) dan pengikat (matriks). Adanya dua oleh matriksnya.
penyusun komposit atau lebih menimbulkan beberapa daerah b) Woven Fiber Composite (bi-directional)
(lihat gambar 2.5.) dan berikut istilah penyebutannya: Komposit ini tidak mudah terpengaruh pemisahan
1. Matriks: penyusun dengan fraksi volume terbesar antar lapisan karena susunan seratnya juga
2. Penguat: penahan beban utama mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat
3. Interphase: pelekat antara dua penyusun memanjangnya yang tidak begitu lurus
4. Interface: permukaan phase yang berbatasan dengan phasa mengakibatkan kekuatan dan kekakuan tidak sebaik
lain tipe continuous fiber.
c) Discontinuous Fiber Composite (chopped fiber
composite)
Komposit dengan tipe serat pendek masih
dibedakan lagi menjadi:
1) Aligned discontinuous fiber: Jenis komposit dengan
potongan serat pendek yang terputus, tersusun
secara vertikal.
2) Off-axis aligned discontinuous fiber: Jenis komposit
dengan potongan serat pendek yang terputus,
tersusun secara diagonal.
3) Randomly oriented discontinuous fiber: Jenis
komposit dengan serat pendek yang tersebar secara
acak diantara matriksnya.
Gambar 2.5. Bagian-bagian komposit (Mitchel, 2010)
Komposit berdasarkan bahan penguat (filler) terbagi menjadi 3
(tiga) jenis, diantaranya komposit partikel, komposit fiber, dan
komposit struktur.Dalam penelitian, jenis komposit yang
digunakan adalah jenis komposit serat (randomly oriented
discontinous fiber). Komposit serat merupakan jenis komposit
yang menggunakan penguat berupa serat atau fiber sebagai
penanggung beban utama. Serat yang digunakan memiliki
kekuatan dan kekakuan lebih baik dibanding matriks bahan
pengikatnya seperti pada gambar 2.8. serat yang digunakan Gambar 2.9. Tipe Discontinuous Fiber Composite
bisa berupa serat sintetis (fiberglass, carbon fibers, & (chopped fiber composites)
plywood) dan juga serat organik (bahan-bahan yang ada di d) Hybrid fiber composite
alam serat batang pohon, daun tumbuhan). Penyusunan serat Hybrid fiber composite merupakan komposit
pada jenis komposit ini bisa disusun secara acak, searah gabungan antara tipe serat lurus dengan serat
maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam acak.
bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman.
: D. Pengukuran Bunyi
Konsep dari penyerapan bunyi merujuk pada kehilangan
energi yang terjadi saat sebuah gelombang bunyi yang
menabrak dan dipantulkan dari suatu permukaan benda.
Kehilangan energi tersebut dapat digunakan untuk menentukan
nilai STL dari suatu bahan. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai STL adalah massa jenis suatu bahan,
porositas, luas permukaan bahan, dan kekakuan bahan. Untuk
massa jenis bahan akan berbanding terbalik terhadap nilai STL.
Jadi, semakin besar massa jenis bahan akan menyebabkan nilai
STL yang ada semakin kecil. Sedangkan untuk porositas akan
berbanding lurus terhadap nilai STL. Semakin besar nilai
porositas maka akan menghasilkan STL yang semakin besar.
Gambar 2.8. Tipe serat pada komposit Hal ini dikarenakan porositas merupakan presentasi ruang

4
kosong pada suatu bahan yang dapat dilewati oleh materi. band membutuhkan teknologi yang lebih baik dibandingkan
Selanjutnya untuk kekakuan bahan berbanding terbalik dengan teknologi yang dibutuhkan untuk pengukuran dengan
terhadap nilai STL, hal tersebut juga akan berlaku untuk luas metode octave band. Selain itu, narrow band memiliki
permukaan bahan yang juga akan memiliki perbandingan fluktuasi dibandingkan dengan octave band dan tingkat
terbalik terhadap nilai STL. Nilai kehilangan energi tersebut fluktuasinya akan selalu meningkat seiring dengan
dapat dicari pada persamaan 2.6 sebagai berikut. bertambahnya frekuensi, biasanya sering muncul pada
frekuensi tinggi.
STL = SPLSource − SPLTransmitted (2.6)
Dalam penelitian ini, perfoma hasil STL (sound transmission
loss) secara simulasi dihitung persamaan transformasi III. METODE PENELITIAN
matriks menggunakan aplikasi MATLANB. Persamaan
transformasi matriks tersebut, telah dibuat ooleh Tageman A. Diagram Alir Penelitian
pada tahun 2013 silam dan diterjemahkan ke dalam bahasa
koding dan dibublikasikan oleh Grundfelt pada tahun 2019.
Menurut Grundfelt, kodingan MATLAB tersebut telah
didesain untuk menghitung nilai sound transmission loss dari
peredam suara berkonfigurasi dua lapis dan tiga lapis dengan
cepat. Adanya perhitungan terhadap dua lapis dan tiga lapis
bertujuan untuk membandingkan apakah komposisi material
tersebut mendukung perpaduan tiga lapis apabila paduan dua
lapis telah lebih baik. Kemudian untuk menentukan tingkat
frekuensi yang diukur, pengambilan data diambil dengan
menggunakan metode octave band. Menurut NoiseMeters
Inc., metode octave band digunakan untuk memperkirakan
tingkat suara di telinga, dengan mempertimbangkan konten
frekuensi kebisingan atau untuk memperkirakan perkiraan
kinerja perangkat perlindungan pendengaran berdasarkan
redaman dB di setiap oktaf yang disediakan oleh produsen
pelindung pendengaran.

Gambar 2.14. Grafik Pengukuran Octave Band


Sumber: What is sound level meter (ONO SOKKI
Technical Report, 2016)
Metode octave memiliki pengukuran dengan
menggunakan frekuensi tertentu, seperti 63 Hz, 125 Hz, 250
Hz, 500 Hz, dan seterusnya. Pada metode pengukuran Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian
kebisingan lain, selain menggunakan metode octave band, ada
juga metode lainnya yaitu metode narrow band, yang B. Alat dan Bahan
memaparkan suatu sinyal dalam periode waktu yang lebih Alat:
lama dan menempati wilayah yang jauh lebih lokal dalam • Sikat Kawat
domain frekuensi (Gladden, 2011), pengertian menempati • Gunting
wilayah frekuensi yang jauh lebih lokal, ini berhubungan • Digital Caliper
dengan cuplikan frekuensi yang diukur pada metode narrow • Timbangan Digital
band j a u h l e b i h menyeluruh dibandingkan dengan metode
octave band, singkatnya, metode octave band hanya mengukur • Pengaduk (Spatula)
pada frekuensi tertentu dan frekuensi berikutnya adalah dua • Saringan Kelapa
kali lebih besar dari pada frekuensi sebelumya, misalnya 63 Hz • Wajan/Tampah
lalu 125 Hz. Akan tetapi, pengukuran dengan metode narrow • Sound Level Meter (SLM)
5
• Speaker Bluetooth Ampas Serabut Pelepah
D
• Perangkat yang terinstall software “tone generator” Tebu Kelapa Pisang
Bahan: Serabut Ampas Pelepah
E
• Serat Sabut Kelapa Kelapa Tebu Pisang
Pelepah Ampas Serabut
• Serat Pelepah Pisang F
Pisang Tebu Kelapa
• Serat Ampas Tebu
3. Setelah didapat sampel STL yang paling optimal,
• Natrium Hidroxide (NaOH)
selanjutnya siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
• Aquades untuk mendesain sound test box.
• Air 4. Buatlah rancangan sound test box pada susunan
• Lem Fox (lem PVAc) sampel material yang paling optimal hasil simulasi.
• Isolative 5. Setelah sound test box selesai dirancang, letakan sound
test box tersebut kedalam ruangan yang dirancang
C. Prosedur Pembuatan Panel Komposit khusus untuk penelitian akustik.
Dalam pembuatan panel komposit peredam suara. Jenis 6. Setelah desain sound test box telah dibuat dan
komposit yang digunakan adalah komposit berpenguat serat diletakan di ruang akustik, letakan speaker ke dalam
alam (natural fiber) dengan matriksnya berupa Lem PVAc sound test box dengan posisi berada di tengah dan
(lem fox). Susunan komposisi serat pada penelitian ini disusun menghadap ke atas, nyalakan speaker dengan
secara acak diantara matriksnya dengan potongan pendek atau frekuensi tertentu yang dimulai dari 63 Hz, 125 Hz,
disebut juga randomly oriented discontinous fiber. Pembuatan 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz dan 8000
komposit pada penelitian ini menggunakan metode hand lay Hz (SNI 03-6386-2000), biasanya disebut dengan
up yaitu metode pencetakan secara manual dengan metode pengukuran octave band.
menggunakan tangan, yang mana penguat (serat) diletakkan 7. Berikutnya, atur kebisingan speaker menggunakan
dalam cetakan lalu dicampurkan dengan matriksnya (perekat). sound level meter seperti pada gambar 3.6. Nilai yang
Dalam penggunaan serat alam yang akan dijadikan sebagai terbaca dari sound level meter digunakan sebagai
komposit, perlu dilakukan perlakuan NaOH terlebih dahulu, sumber kebisingan pada frekuensi yang digunakan dan
hal ini bertujuan untuk membersihkan sekam (kotoran) yang harus dikoreksi terlebih dahulu dengan data kalibrasi
menempel pada permukaan serat, sehingga permukaan serat sesuai dengan standar yang berlaku.
akan menjadi kasar dan dapat berikatan kuat dengan 8. Kemudian, buatlah jarak 1 - 2 meter (ISO 1978 &
matriksnya. Setelah diberikan perlakuan NaOH, langkah ASTM 1992) dari sound test box (sesuai pada gambar
selanjutnya mencetak serat dengan ukuran 28 x 28 cm pada 3.8) dengan menggunakan sound level meter yang
ketebalan ± 1 cm, lalu mengeringkannya di dalam oven telah terkalibrasi, dianjurkan pengukuran dilakukan
sampai kering. Setelah panel komposit benar-benar kering, selama 10 menit pada pembacaan setiap 5 detik (SNI
angkat dan lepaskan panel dari cetakan, ulangi langkah 7231:2009).
pencetakan dengan variasi ukuran 27 x 27 cm dan 26 x 26 cm.
9. Catat data hasil pengukuran dan bandingkan dengan
hasil simulasi.
D. Langkah - Langkah Pengukuran
10. Ulangi langkah 6 hingga 9 pada frekuensi yang
Berikut ini adalah langkah-langkah pengukuran yang
berikutnya.
digunakan dalam penelitian Tugas Akhir ini:
1. Pastikan perangkat komputer sudah terinstal dengan E. Desain Sound Test Box
aplikasi Matlab.
Dalam pembuatan sound test box, standar ukurannya tidak
2. Masukkan data spesifikasi mekanik (lampiran 7) per ada. Namun yang perlu digaris bawahi, dalam melakukan
material ke dalam data koding, untuk mencari hasil pengukuran kebisingan menggunakan sound test box, alat
simulasi STL yang paling optimal pada masing- yang digunakan harus disesuaikan antara ukuran radio dengan
masing sampel. Berikut ini tabel 3.1 kode sampel A ruangan yang dipakai pada saat pengujian. Jarak pengukuran
sampai sampel F berdasarkan variasi peletakan yang diukur antara material dengan sound level meter sebesar
susunan materialnya. 1-2 meter (ISO 1978 dan ASTM 1992). Berikut ini adalah
Tabel 3.1. Penyampelan Susunan Komposisi Serat penampakan sound test box dengan ukuran keseluruhan yang
Pengkodean Sampel Panel Peredam telah diukur setelah diberikan dinding peredam suara sebesar
Kode Suara 28 x 28 x 28 cm dan ukuran pada ruang kosong yang akan
Sampel dijadikan sebagai tempat peletakan speaker sebesar 26 x 26 x
Filler Matriks
26 cm.
Serabut Pelepah Ampas
A
Kelapa Pisang Tebu
Lem
Ampas Pelepah Serabut
B PVAc
Tebu Pisang Kelapa
(lem fox)
Pelepah Serabut Ampas
C
Pisang Kelapa Tebu

6
Gambar 3.5 Ilustrasi sound test box yang digunakan dalam
penelitian
Gambar 3.2. Desain 3D sound test box yang akan digunakan
dalam penelitian (tampak bawah).

Gambar 3.6 Ilustrasi pengukuran taraf intensitas


kebisingan

Gambar 3.3. Desain 3D sound test box yang akan digunakan


dalam penelitian (tampak atas).

Gambar 3.7 Ilustrasi pengukuran antara sound test box


dengan SLM pada jarak 1-2 meter

Gambar 3.4. Desain 3D sound test box yang akan digunakan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam penelitian (tampak samping). A. Hasil Data Simulasi
Berikut adalah grafik (gambar 4.1), dan tabel data
pengukuran secara detail (tabel 4.1) dari perhitungan sound
transmission loss (STL) untuk seluruh kombinasi susunan
material yang terdiri dari sabut kelapa (10 mm), pelepah
pisang (10 mm), dan ampas tebu (10 mm) yang dirancang
dengan melakukan pengukuran secara simulasi, menggunakan
aplikasi MATLAB berdasarkan metode transfer matriks
(Tageman, 2013):
7
Gambar 4.1. Grafik dari perbandingan performa STL untuk Gambar 4.2. Grafik STL hasil simulasi untuk peredam suara
seluruh sampel dari hasil simulasi. pada sampel A (serabut kelapa, pelepah pisang, ampas tebu)
dan sampel B (ampas tebu, pelepah pisang, serabut kelapa).
Tabel 4.1. Hasil pengukuran nilai sound transmission loss
(STL) menggunakan MATLAB dengan metode perhitungan Pada gambar 4.2 untuk sampel A dan sampel B
Octave Band terdapat garis grafik yang berwarna biru dan merah. Garis
grafik tersebut menandakan bahwa hasil simulasi dapat diukur
Performa STL (Octave Band) Hasil Simulasi secara dua lapis maupun tiga lapis. Pada garis berwarna biru
Frekuensi A B C D E F hanya mengukur nilai STL sampai lapisan kedua, sedangkan
63 Hz 10,89 10,90 10,89 10,90 10,89 10,89 pada garis berwarna merah dapat mengukur nilai STL sampai
125 Hz 13,73 13,73 13,73 13,73 13,74 13,73 lapisan ketiga. Menurut Quirt dalam jurnalnya yang berjudul
250 Hz 17,91 17,87 17,88 17,87 17,98 17,98 “Sound transmission through windows II Double and triple
500 Hz 8,90 8,80 7,59 7,56 21,93 21,97 glazing” pada tahun 1983 silam dan Tadeu dengan jurnalnya
1000 Hz 14,17 12,94 13,32 12,83 23,13 23,84 yang berjudul “Sound transmission through single, double and
2000 Hz 20,90 24,82 24,46 25,46 34,8 34,67 triple glazing: Experimental evaluation” pada tahun 2000
4000 Hz 35,32 38,71 36,22 37,70 49,02 44,59 menyatakan bahwa, penggunaan dua jenis lapisan digunakan
8000 Hz 77,72 76,56 77,40 77,03 89,11 88,36 sebagai pembanding performa STL antara dinding peredam
Dari hasil pengukuran STL secara simulasi suara berstruktur dua lapis dengan struktur tiga lapis. Dari
menggunakan metode transfer matriks berdasarkan grafik 4.1 grafik pada sampel A dan sampel B, terlihat jelas bahwa
dan yang dijabarkan secara rinci pada tabel 4.1, menyatakan dinding berstruktur tiga lapis masih lebih banyak mengungguli
bahwa performa STL yang paling optimal dari enam jenis hasil nilai STL pada setiap frekuensinya, meskipun pada
sampel dinding peredam suara yang dapat dirancang menurut frekuensi 4000 Hz, nilai STL didominasi oleh lapisan
hasil simulasi adalah sampel E dengan susunan material yang berkonfigurasi dua lapis. Menurut Tan dan Yan dalam
terdiri dari serabut kelapa (lapisan pertama), ampas tebu jurnalnya yang berjudul “Multi-layer fibrous structures for
(lapisan kedua), dan pelepah pisang (lapisan ketiga), noise reduction” pada tahun 2017 menyatakan bahwa, untuk
sedangkan sampel yang memiliki nilai STL paling terkecil memperkirakan kombinasi susunan material dengan performa
adalah sampel B dengan susunan material ampas tebu (lapisan yang optimal, dapat menggunakan metode mengurutkan
pertama), pelepah pisang (lapisan kedua), dan serabut kelapa koefisien redam suara mulai dari terendah hingga tertinggi
(lapisan ketiga). Berikut ini gambaran grafik nilai STL secara atau sebaliknya dalam kasus pada sampel A dan B yang
rinci dari setiap sampel dinding peredam suara yang dilakukan terletak pada gambar 4.2 susunan koefisien redamnya masih
secara simulasi. belum berurutan sehingga nilai STL yang didapat belum
optimal.

8
Gambar 4.4. Grafik STL hasil simulasi untuk peredam suara
Gambar 4.3. Grafik STL hasil simulasi untuk peredam suara
pada sampel E (serabut kelapa, ampas tebu, pelepah pisang)
pada sampel C (pelepah pisang, serabut kelapa, ampas tebu)
dan sampel F (serabut kelapa, ampas tebu, pelepah pisang).
dan sampel D (ampas tebu, serabut kelapa, pelepah pisang).
Pada gambar 4.3 yang merupakan hasil simulasi STL Pada gambar 4.4 merupakan sampel E dan sampel F
untuk dinding peredam suara pada sampel C dan sampel D hasil nilai STL pada perhitungan secara simulasi. Dari kedua
dengan material lapisan kedua yaitu serbuk kelapa. Nilai dari grafik diatas urutan lapisan keduanya adalah serat ampas tebu.
STL yang didapat pada kedua grafik identik sama (tidak jauh Nilai dari STL yang didapat pada grafik sampel E dan grafik
berbeda), bila grafik dari dinding tiga lapis dibandingkan sampel F lebih baik daripada grafik sampel sebelumnya,
dengan grafik dinding dua lapis, hasilnya berselang-seling karena nilai STLnya cenderung lebih meningkat performanya.
pada saat frekuensi diatas 1000 Hz. Hal tersebut terjadi karena Susunan material pada kedua grafik tersebut masih terlihat
susunan koefisien redam antar materialnya tidak berurutan. jelas, bahwa material berkonfigurasi tiga lapis masih
Menurut marcado dalam jurnalnya yang berjudul “The mendominasi dibandingkan material berkonfigurasi dua lapis.
Potential of Selected Agricultural Wastes Fibers as Acoustic Jika grafik antara sampel E dan sampel F diperbandingkan,
Absorber..” pada tahun 2018, koefisien absorpsi material serat nilai STL terbesar dihasilkan pada sampel E (rincian data pada
pelepah pisang, serabut kelapa, dan serat ampas tebu masing- tabel 4.1). Akibat hasil tersebut, kombinasi sampel E akan
masing secara berurutan sebesar 0,50, 0,75, dan 0,80 pada dipilih sebagai sampel terpilih hasil simulasi, yang digunakan
frekuensi 800 Hz. Kemudian pada frekuensi 400 Hz nilai untuk merancang susunan material pada sound test box
koefisien absorpsinya sebesar 0,35, 0,78, dan 0,92 untuk serat (prototype) pada pengukuran nilai STL secara eksperimen.
pelepah pisang, serabut kelapa, dan serat ampas tebu. Maka
dari itu, dapat dikatakan bahwa untuk dinding peredam suara B. Hasil Data Eksperimen
dengan susunan material pada gambar 4.3 untuk sampel C dan Berikut ini merupakan data hasil pengukuran dinding peredam
sampel D nilai STLnya masih belum optimal karena urutan suara berkonfigurasi tiga lapis menggunakan material sabut
performa redam suara tiap material tidak berurutan. kelapa, ampas tebu, dan pelepah pisang secara eksperimental
menggunakan alat ukur sound level meter yang telah
terkalibrasi dan diukur dengan tekanan bunyi berbobot A / db
(A) selama 10 (sepuluh) menit dalam 5 (lima) detik untuk
setiap pembacaan pengukuran. Sebelumnya data hasil telah
dikoreksi dengan data hasil kalibrasi. Material yang digunakan
memiliki ketebalan sebesar 30 mm, panjang celah udara antara
lapisan diukur sebesar 0,005 mm untuk celah pertama dan
0,001 mm untuk celah kedua. Metode pengukuran kebisingan
disesuaikan dengan SNI 03-6386-2000 dan Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996 Tentang
Baku Tingkat Kebisingan dengan menggunakan metode
octave band yang mengukur performa STL mulai dari
frekuensi 63 Hz sampai 8000 Hz. Pengambilan data
kebisingan menggunakan metode yang disesuaikan dengan
SNI 7231:2009 yakni pengukuran dengan menggunakan
Sound Level Meter (SLM) yang terkalibrasi selama 10 menit,
pada tiap pembacaan 5 (lima) detik dengan jarak pengukuran
yang diukur antara material dengan sound level meter (SLM)
sebesar 1 sampai 2 meter mengikuti rekomendasi ISO 1978 dan
ASTM 1992.
Berikutnya ini pada gambar 4.5 merupakan grafik
perbandingan sound transmission loss antara hasil
eksperimental yang dilakukan pada penelitian ini dengan hasil

9
simulasi dari susunan sampel terpilih yaitu sampel E yang Berdasarkan gambar 4.6. hasil penelitian Mu, Toyoda,
tersusun dari serat sabut kelapa (lapisan pertama), serat ampas dan Takahashi pada penggunaan dinding peredam suara tiga
tebu (lapisan kedua), dan serat pelepah pisang (lapisan ketiga). lapis berkonfigurasi kaca – kaca– kaca terperforasi (glass –
glass – glass MPP) apabila dibandingkan pada hasil penelitian
Tugas Akhir ini dengan konfigurasi dari komposit serat ampas
tebu - sabut kelapa - pelepah pisang menghasilkan performa
STL yang hampir sama pada frekuensi 63 Hz sampai 125 Hz,
namun performa STL lebih rendah pada kisaran frekuensi 500
Hz sampai 2000 Hz, kemudian performa STL lebih unggul
kembali pada frekuensi diatas 2000 Hz sampai seterusnya.
Selanjutnya adalah hasil penelitian dari Yu Liu pada tahun
2015 silam yang berjudul “Sound transmission through triple-
panel structured lined with poroelastic materials”. Material
dari penelitian ini menggunakan poroelastis untuk membuat
sistem peredam suara berkonfigurasi tiga lapis yang memiliki
ketebalan pada lapisan satu dan tiga sebesar 0,76 mm dan
lapisan kedua sebesar 0,51 mm. Lapisan polyurethane foam
Gambar 4.5. Gambar Grafik Perbandingan STL Simulasi yang diletakan antar tiap lapisan memiliki ketebalan yaitu 13,5
dan STL Eksperimen mm.
Dari gambar 4.5. perbedaan STL yang sangat mencolok
antara simulasi dengan eksperimen terlihat pada daerah
frekuensi 1000 Hz, dimana STL yang didapat secara
eksperimental memiliki hasil yang cukup baik sebesar 32,18
dB dibandingkan dengan hasil simulasi yang sebesar 23,13,
maka dari itu susunan material yang digunakan dalam sound
test box pada penelitian ini sangat baik. Sehingga hasil
simulasi dengan pendekatan metode transfer matriks untuk
menghitung sound transmission loss cukup mendekati dengan
hasil data secara eksperimen.

C. Perbandingan Perfoma STL dengan Penelitian


Gambar 4.7. Hasil penelitian Liu pada tahun 2015
Sebelumnya menggunakan lapisan poroelastis dan
Berikut ini adalah perbandingan performa redam suara polyurethane foam.
hasil penelitian dari peneliti Mu, Toyoda, dan Takahashi pada Sumber: Sound transmission through triple-panel
tahun 2011 silam dengan jurnal penelitiannya berjudul structures lined with poroelastic materials (Liu, 2015).
“Improvement of sound insulation performance of multilayer
windows by using microperforated panel” yang diaplikasikan Berdasarkan gambar 4.7. perbandingan performa STL
khusus pada perumahan. Microperforated panel merupakan yang didapat antara hasil penelitian Liu dengan hasil
panel yang memiliki lubang (hole) submillimeter dengan eksperimen (prototype) yang didapat pada penelitian terlihat
material kaca (glass) dan kaca yang telah diperforasi (glass- memiliki perbedaan hasil STL pada titik-titik frekuensi
MPP). tertentu yaitu pada frekuensi dibawah 500 Hz, STL yang
didapat pada penelitian Liu jauh lebih unggul dibandingkan
yang dibuat secara eksperimen pada penelitian ini. Kemudian
pada frekuensi diatas 500 Hz, performa STL antara penelitian
Liu dengan hasil eksperimen tidak jauh berbeda. Pada
frekuensi 8000 Hz, sistem peredam suara hasil eksperimen
(prototype) memiliki performa yang jauh lebih baik
dibandingkan dengan hasil penelitian Liu.
Penelitian selanjutnya adalah hasil penelitian yang
dilakukan oleh Alvin Liyanto pada tahun 2020 berjudul
“Pembuatan Sistem Peredam Suara Berkonfigurasi Tiga
Lapis” dengan konfigurasi yang tidak menggunakan celah
udara pada kombinasi susunan material yang terdiri dari
. kardus (100 mm), serbuk kayu (60 mm), dan sabut kelapa (50
Gambar 4.6. Hasil penelitian Mu, Toyoda, dan Takahashi. mm). kemudian performa dinding peredam suara ditunjukkan
Sumber: Mu, R. L., Toyoda, M. & Takahashi, D., 2011. berdasarkan hasil eksperimen dan hasil simulasi.
Improvement of sound insulation performance of
multilayer windows by using microperforated panel.
Acoust. Sci. & Tech., 32(2).

10
untuk diaplikasikan pada area industri tertentu dalam
mengurangi kebisingan yang dihasilkan pada berbagai mesin
seperti, pompa, kompresor, dan lainnya yang dapat
mengganggu aktivitas lingkungan sekitar.

B. Saran
Berdasarkan pengalaman yang didapat selama melaksanakan
penelitian ini. Adapun saran yang dapat penulis sampaikan
untuk bisa dikembangkan pada penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Penggunaan serat alam harus dimanfaatkan sesering
mungkin sebagai pengganti material sintesis, selain
bertujuan mengurangi limbah organik, pemanfaatan serat
alam juga memiliki aspek yang ramah lingkungan, biaya
produksi yang rendah, serta jumlahnya pun berlimpah
alias mudah ditemukan di lingkungan sekitar.
Gambar 4.8. Hasil penelitian Alvin tahun 2020 Perbandingan
2. Pada pembuatan panel berkomposit serat alam
STL Simulasi dan Eksperimen
kedepannya, disarankan untuk menggunakan metode
Sumber: Pembuatan Sistim Peredam Suara
mekanik seperti hot press dan tidak lagi menggunakan
Berkonfigurasi Tiga Lapis (Alvin, 2020).
metode manual (hand lay up). Karena akan berpengaruh
Berdasarkan gambar 4.8 STL hasil eksperimen pada terhadap kehomogenitasan hasil cetakan dan perfoma
penelitian yang dilakukan oleh Alvin terlihat mencolok pada STL.
perbedaan hasil STL pada frekuensi dibawah 4000 Hz, yang 3. Pada penelitian berikutnya, disarankan untuk menambah
mana pada penelitian Alvin menghasilkan nilai STL lebih struktur bertekstur di atas lapisan permukaan panel,
tinggi dibandingkan hasil eksperimen pada penelitian ini, seperti yang dilakukan oleh peneliti Mu tahun 2011
kemudian pada frekuensi diatas 4000 Hz sampai 8000 Hz dan menggunakan material kaca yang terpeforasi, yang dapat
seterusnya, hasil perfoma STL dari sistem peredam suara yang meningkatkan perfoma dari nilai STL.
dibuat pada penelitian ini jauh lebih baik dibandingkan dengan 4. Selanjutnya bila alat dari hasil penelitian ini maupun
sistem peredam suara hasil penelitian Alvin. Sasaran sistem penelitian kedepannya akan dijadikan sebagai produk
peredam suara pada penelitian Alvin lebih tepat ditempatkan komersial dan ingin membuat dinding peredam suara
di perumahan seperti studio musik, kamar tidur, dan lain yang lebih tahan terhadap air dan api, disarankan
sebagainya. Sementara sasaran aplikasi pada sistem peredam menggunakan cat yang memiliki spesifikasi yang tahan
suara pada penelitian ini diperuntukan untuk diaplikasikan terhadap air dan api.
pada area industri tertentu untuk mengurangi kebisingan yang
dihasilkan pada berbagai mesin seperti, pompa, kompresor,
dan lainnya yang dapat mengganggu aktivitas lingkungan VI. DAFTAR PUSTAKA
sekitar.
Adina dkk. 2011. Acoustical Materials - Sound Absorbing
V. KESIMPULAN DAN SARAN Materials_Made Of Pine Sawdust. Romania: Technical
University. (VIII), ( 2).
A. Kesimpulan
Pembuatan sistem panel peredam suara serat alam Alvin. L. 2020. Pembuatan Sistem Peredam Suara
majemuk menggunakan material komposit serat sabut kelapa, Berkonfigurasi Tiga Lapis. Jakarta: Universitas Nasional.
serat ampas tebu, dan serat pelepah pisang telah selesai
dikerjakan. Sampel yang menjadi pilihan dari hasil simulasi Amalia, L. S. 2014. Analisis Karakteristik Akustik Komposit
tersebut adalah sampel E dengan susunan serat sabut kelapa, Sabut Kelapa Dengan Matrik Epoxy. Semarang: IAIN
serat ampas tebu, dan serat pelepah pisang. Perbedaan STL Walisongo.
hasil simulasi cukup mendekati dengan hasil eksperimen.
Berikut perbedaan hasil eksperimen dengan hasil simulasi Anamaria dkk. 2014. The Analysis of Factors That Influence
mulai dari frekuensi 63 Hz sampai 8000 Hz secara berurutan The Sound Absorption Coefficient of Porous Materials. Vol.
0,24 dB (63 Hz), 0,08 dB (125 Hz), 0.02 dB (250 Hz), 0,44 9, No. 2.
dB (500 Hz), 9,05 dB (1000 Hz), 0, 96 dB (2000 Hz), 2,09 dB
(4000 Hz), 0.01 dB (8000 Hz). Anam, F. K. 2016. Pengaruh Ukuran Filler Pada Sifat Fisis
Perbedaan STL yang sangat mencolok antara hasil dan Daya Serap Bunyi Material Komposit Batang Jagung.
simulasi dengan eksperimen terdapat pada daerah frekuensi Malang: UIN Maulana Malik Ibrahim.
1000 Hz, dimana STL yang didapat secara eksperimental
memiliki hasil yang cukup baik sebesar 32,18 dB ASTM E2611-09. 2009. Standard Test Method for
dibandingkan dengan hasil simulasi yang hanya sebesar 23,13 Measurement of Normal Incidence Sound Transmission of
dB, maka dari itu susunan material yang digunakan dalam Acoustical Materials Based on the Transfer Matrix Method.
sound test box pada penelitian ini sangat baik. Sasaran aplikasi American Society for Testing and Materials.
pada sistem peredam suara pada penelitian ini diperuntukan

11
ASTM E 1050-98. 1998. Standard Test Method for Fahyuan, H. D., Mutia P., & Ngatijo. 2019. Pengaruh Jenis
Impedance and Absorption of Acoustical Materials Using Serat Alam terhadap Koefisien Absorpsi Bunyi Sebagai
Tube, Two Microphonesand A Digital Frequency Analysis Peredam Kebisingan. Jambi: Universitas Jambi. Vol. 3, No.
System. American Society for Testing and Materials. 1: (18-23).

Berardi, Umberto dan Iannace, G. 2015. Acoustic Fieldman, D. & Hartomo, An.J. 1995. Bahan Polimer
Characterization Of Natural Fibers For Sound Absorption Konstruksi Bangunan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Applications. Toronto: Ryerson University.
Gabriel, J. F. 2001. Fisika Lingkungan. Jakarta: Hipokrates.
Bismarck, A. et al. 2002. Surface Characterization of Flax,
Hemp and Cellulose Fibers; Surface Properties and the Ghassem, M. et al. Enhancement of Coir Fiber Normal
Water Uptake Behavior. 23(5): 872–894. Incidence Sound Absorption Coefiicient. Selangor: Taylor’s
University.
Bree, H. De, Eerden, F.J.M. Van Der & Honschoten, J.W.
Van. 1999. A Novel Technique for Measuring the Reflection Gibson, R.F. 1994. Principles of Composite Material
Coefficient of Sound Absorbing Materials. The Netherlands: Mechanics. New York: McGraw-Hill Inc.
University of Twente.
Groover, M.P. 1996. Composite Material Fundamental of
Bueche, Frederick J dan Eugene Hecht. 2006. Schaum’s Modern Manufacturing Material, Processes, And System.
Outlines of Theory and Problems of College Physics Thenth Fourth Edition.
Edition. Terjemahan oleh Refina Indriasari. Edisi X. Jakarta:
Erlangga. Grundfelt, G., 2020. Transmission loss of double/triple
panels. [Online] Available at:
Cahyono, B. 2009. PISANG Usaha Tani dan Penanganan https://www.mathworks.com/matlabcentral/fileexchange/73
Pasca Panen. Yogyakarta: Kanisius. 388- transmission-loss-of-double-triple-panels [Accessed
27 January 2021].
Delly, J., Aminur & Leo, L. 2016. Analisa Mampu Redam
Komposit Polyester Diperkuat Serat Batang Pisang. H. Yudo, & S. Jatmiko, “Analisa Teknis Kekuatan Mekanis
ENTHALPY - Jurnal Ilmiah Mahasiswa Teknik Mesin. 1(1): Material Komposit Berpenguat Serat Ampas Tebu (baggase)
7–12. Ditinjau Dari Kekuatan Tarik Dan Impak”, Kapal: Jurnal
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kelautan, Vol. 5, No. 2, pp.
Dharmantya, M. W. 2010. Pengaruh Porositas pada Tingkat 95-101.
Redaman Suara Papan Partikel Serbuk Sekam Padi. Teknik
Mesin. Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro: Semarang. Hadi, B. K. 2016. Mekanika Struktur Komposit (1st ed.).
Bandung: Departemen Pendidikan Nasional.
Doelle, L. L. 1993. Akustik Lingkungan. Terjemahan oleh Lea
Prasetyo. Jakarta: Erlangga. Haron, Z. Yahya, K & Taiwo, E. M. 2017. Potential of Using
Natural Fiber for Building Acoustic Absorber. Johor Bahru:
Doelle, L. L. 1985. Akustik Lingkungan. Terjemahan oleh Lea Universiti Teknologi Malaysia.
Prasetyo. Surabaya: Erlangga.
Hidayah, Qonitatul. 2017. Pengujian Kinerja Serapan Bunyi
Dupere, I., 2017. Aero-acoustics MACE 40442 - 1D Waves. pada Bahan Komposit Daun Jati dengan Metode Tabung
Manchester: The University of Manchester. Impedansi. Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan. Vol. 41,
No. 2: (103-110).
Eichhorn, S.J. et al. 2010. Review: Current International
Research Into Cellulose Nanofibres and Nanocomposites. Indrawati, E. 2009. Koefisien Absorpsi Bunyi Bahan Akustik
dari Pelepah Pisang Dengan Kerapatan Yang Berbeda. Vol.
Engineering ToolBox, 2003. Decibel A, B and C. 2, No. 1.
[Online] Available at:
https://www.engineeringtoolbox.com/decibel-d_59.html Indrawati, E. & Tirono, M. 2009. Koefisien Penyerapan
[Accessed 11 Februari 2021]. Bunyi Bahan Akustik Dari Pelepah Pisang Dengan
Kerapatan Yang Berbeda. (2), (1): 31–39.
Enhui, Yang dan Qui, Hua. 2018. Effect of Thickness,
Density, and Cavity Depth On The Sound Absorption ISO 11654. 1997. Acoustical Sound Absorbers for Use in
Properties Of Wool Boards. Vol. 18, No. 2. Building-Rating of Sound Absorbtion.

Eriningsih R., Marlina R., dan Widodo M. 2014. Pembuatan ISO 11654. 1997. Australian Standard TM Acoustical Sound
dan Karakterisasi Peredam Suara dari Bahan Baku Serat Absorbers for Use in Building-Rating of Sound Absorbtion.
Alam. Bandung: Balai Besar Tekstil.

12
Karczmarzyk, S., 2011. Local model of plane acoustic Myong-Jin, K. 2019. Improving Sound Transmission Through
waves propagation in multilayered infinite sandwich Triple-Panel Structure Using Porous Material and Sonic
structures. Arch. Mech., p. 573–598. Crystal. (44), (3), pp. 533-541.

Karuppiah, T. & Ramiah, K. V. S., 2017. Testing Various NoiseMeter Inc., n.d. Hearing Protector Performance -
Synthetic and Natural Fiber Materials for Soundproofing. Octave Band Method.[Online]
Karyono, Tri H. 1999. Kenyamanan Suhu Dalam Arsitektur Available at:
Tropis. https://www.noisemeters.com/help/faq/protector-
octave/#:~:text=The%20Octave%20Band%20method%20esti
Kassim, A. S. M. et al. 2016. Framework Study of Acoustical mates,tonal%20or% 20low%20frequency%20content.
Characteristics of Reinforced Natural Fibers. Johore: [Accessed 27 January 2021].
University Tun Hussein Onn.
Nuawi, M.Z. et al. 2008. Acoustic Properties Of Multi-Layer
Kumar, M. S., Ramakrishna. A., & Pujari. S. 2014. Coir Fibers Sound Absorption Panel. 8 (20): 3709-3714.
Comparison of Jute and Banana Fiber Composites.
Andhrapradesh: Vardhaman College of Engineering. Nurjanah, Siti. 2016. Koefisien Penyerapan Dinding Akustik
dari Komposisi Bahan Pelepah Pisang, Eceng Gondok, dan
Lee, Y. & Joo, C. 2003. Sound Absorption Properties Of Rak Telur. Makassar: UIN Alauddin.
Recycled Polyester Fibrous Assembly Absorbers. AUTEX
Research Journal. 3(2), pp. 78–84. Nur M., Komaruddin E., & Khuriah A. 2006. Disain Peredam
Suara Berbahan Dasar Sabut Kelapa dan Pengukuran
Lewis & Douglas. 1993. Industrial Noise Control Koefisien Penyerapan Bunyi. Semarang: Universitas
Fundamentals and Application. New York: Revised. Diponegoro. Vol. 9, No. 1: (43-53).

Li, Y., Jiang, B., Shen, Y., & Zhang J. 2018. Sound Ojha, S., Acharya, S. K., & Gujjala, R. 2014.
Absorption Characterization of Natural Materials and Characteriization and Wear Behavior of Carbon Black Filled.
Sandwich Structure Composites. Shanghai: Tongji University. Cambridge: Elsevier Academic Press.

Liu, Y., 2014. Sound transmission through triple-panel Oyelade, A. O., Sadiq, O. M. & Fakinlede, O. A., 2019.
structures lined with poroelastic materials. Journal of Sound Sound transmission through triple plates separated by air
and Vibration, Volume 339, pp. 376 - 395. cavities in the low-frequency range. Acta Mech, Volume
230, pp. 965 - 977.
Mahyudin, A dan Nabila, N. 2020. Pengaruh Ketebalan
Pelepah Pisang terhadap Koefisien Absorpsi Bunyi Material Palungan, 2009. Uji Mekanik Komposit Resin Epoksi-Serat
Akustik. Padang: Universitas Andalas. Vol. 9, No. 2. Nanas untuk Helmet Pengaman.

Mamtaz, Hasina. 2016. Acoustic Absorption Of Natural Fiber Pemerintah Indonesia. 2002. Undang-Undang Nomor 28
Composites. Malaysia: Taylor’s University. Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Lembaran RI Tahun
2006 No. 28. Jakarta: Sekretariat Negara.
Miskinis, K., Dikavicius, V. & Burlingis, A., 2016. The
acoustic and thermal characteristics of wooden triple glazed Pemerintah Indonesia. 1996. Undang-Undang Nomor 48
windows. Noise Control Engr. J. 64, pp. 1 - 16. Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan. Lembaran RI
Tahun 1996 No. 48. Jakarta: Sekretariat Negara.
Mediastika. E. C. 2005. Material Akustik Pengendalin
Kualitas Bunyi pada Bangunan. Yogyakarta. Porges, G., 1977. Apllied Acoustics. London.

Meng, H. et al., 2017. Small perforations in corrugated Priambadu, I. G. N. 2016. Analisis Koefisien Absorpsi Bunyi
sandwich panel significantly enhance low frequency sound Pada Komposit Penguat Serat Alam dengan Menggunakan
absorption and transmission loss. Composite Structures, pp. Alat Uji Tabung Impedansi 2 Microphone. Bali: Universitas
1 - 11. Udayana. Vol. 9, No. 1: 105-108.

Mercado, R. D. T., Templo, R. J. D., & Ureta, R. M. 2018. Quirt, J. D., 1983. Sound transmission through windows II.
The Potential of Selected Agricultural Wastes Fibers As Double and triple glazing. The Journal of the Acoustical
Acoustic Absorber And Thermal Insulator Based On Their Society of America, 74(543).
Surface Morphology Via Scanning Electron Microsopy.
Philiphines: Nabusiot National High Scool. pp. 129-147. Rianto, Y., 2011. Pengaruh Komposisi Campuran Filler
Terhadap Kekuatan Bending Komposit Ampas Tebu - Serbuk
Messersmith, J. J., Patra, H. & Jesteadt, W., 2010. The effect Kayu Dalam Matrik Polyester. Pendidikan Teknik Mesin.
of narrow-band noise maskers on increment detection. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas
Acoustical Society of America, 128(5), pp. 2973 - 2987. Maret: Surakarta.
13
Ridhola, F. 2015. Pengukuran Koefisien Absorbsi Material Uris, A. et al., 2006. Sound insulation of double frame
Akustik dari Serat Alam Ampas Tebu Sebagai Pengendali partitions with an internal gypsum board layer. Applied
Kebisingan.Vol. 7, 1: 2. Acoustics, pp. 918 - 925.

Saputra F., Fahmi H., & Pratiwi P. 2017. Pengaruh Orientasi Utlatun, Nisa. 2018. Pembuatan Komposit Material Peredam
Serat Terhadap Peredam Suara Komposit Berpenguat Serat Akustik Berbahan Dasar dari Serat Sabut Kelapa, Pelepah
Pinang. Padang: Institut Teknologi Padang. Vol. 8, No. 2. Pisang, Lidah Mertua, dan Epoxy Resin. Pendidikan Fisika.
Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Negeri Walisongo:
Satwiko, P. 2009. Fisika Bangunan. Yogyakarta: Andi Semarang.
Offset
Biodata
Schwartz, M. M. 1984. Composite Materials Handbook.
United State of America: Mc.Graw-Hill Book Company. Dania Hasna Ningtyas, lahir di Jakarta pada
tanggal 30 Oktober 1996, merupakan putri
Seddeq, S. H. 2009. Factors Influencing Acoustic kedua dari 4 bersaudara. Berasal dari SMA
Performance of Sound Absorptive Materials. (3), (4): 4610- N 105 Jakarta Timur. Memasuki kuliah D3
4617. di Jurusan Metrologi dan Instrumentasi,
Universitas Gadjah Mada tahun 2014. Lalu
Siregar, S. M. 2009. Pemanfaatan Kulit Kerang Dan Resin melanjutkan kuliah S1 di Teknik Fisika tahun 2019. Topik
Epoksi Terhadap Karakteristik Beton Polimer. Magister Ilmu tugas akhir yang diambil adalah pembuatan panel peredam
Fisika. Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara: suara berlapis komposit serat alam majemuk yang telah
Medan. diselesaikan pada tanggal 10 Maret 2021.

Soedojo, P. 1986. Azas-Azas Ilmu Fisika Jilid 1 (Fisika


Mekanis dan Termodinamika). FMIPA ed. Yogyakarta:
Universitas Gajah Mada Press.

Suharyani dan Mutiari, Dhani. 2013. Limbah Pelepah Pisang


Raja Susu Sebagai Alternatif Bahan Dinding Kedap Suara.
Sinektika. Vol. 13, No. 1: 62-68.

Syafrudin. 2004. Pengaruh Konsentrasi Larutan Dan Waktu


Pemasakan Terhadap Rendaman Dan Sifat Fisis Pulp Batang
Batang Pisang Kepok (Musa Spp) Pascapanen. Fakultas
Kehutanan. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Tadeu, A. n. J. & Mateus, D. M., 2001. Sound transmission


through single, double and triple glazing. Experimental
evaluation. Applied Acoustics, Volume 62, pp. 307 - 325.

Tagamen, K., 2013. Modelling of sound transmission through


multilayered elements using the transfer matrix method,
Gothenburg: Chalmers University of Technology.

Takahashi, D. A. 1997. New Method for Predicting the Sound


Absorption of Perforated Absorber System Applied Acoustics.
Vol. 51, No. 1: 71-84.

Tipler, Paul A. 1998. PHYSICS for Scientists and Engineers


(terjemahan oleh Lea Prasetyo dan Rahman W. Adi). Jakarta:
Erlangga.

Ulfa, M., Khoiri, M., & Permata, E. 2007. Rekayasa Sabut


Kelapa Sebagai Papan Partikel Peredam Panas Pada
Interior Perumahan, Program Kreatifitas Mahasiswa.
Malang: Universitas Negeri Malang.

Ulfa, M. 2014. Rekayasa Sabut Kelapa Sebagai Papan


Partikel Peredam Panas Pada Interior Perumahan. Program
Kreatifitas Mahasiswa. Malang: Universitas Negeri Malang.
14

Anda mungkin juga menyukai