Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN KASUS

DEMAM BERDARAH DENGUE

Oleh:

Vincent Tandiono 150100010


Agnesia Alyssa 150100176

Pembimbing:

dr. Rizky Adriansyah, M.Ked(Ped), Sp.A(K)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dibacakan tanggal :

Nilai :

PIMPINAN SIDANG

dr. Rizky Adriansyah, M.Ked (Ped), Sp.A(K)

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Demam Berdarah Dengue”.

Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen


pembimbing yang telah meluangkan waktunya dan memberikan banyak masukan
dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 2 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................... 1
1.2 TUJUAN ....................................................................................................... 2
1.3 METODE ...................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
2.1 Definisi .......................................................................................................... 3
2.2 Etiologi .......................................................................................................... 3
2.3 Klasifikasi ...................................................................................................... 4
2.5 Patogenesis dan Patofisiologi Demam Berdarah Dengue ............................. 6
2.6 Manifestasi klinis ........................................................................................ 10
2.7 Diagnosis ..................................................................................................... 12
2.8 Diagnosis Banding ...................................................................................... 13
2.9 Penatalaksanaan ........................................................................................... 14
2.10 Komplikasi ................................................................................................ 18
2.11 Pencegahan ................................................................................................ 20
BAB III STATUS ORANG SAKIT ..................................................................... 22
BAB IV FOLLOW UP ......................................................................................... 27
BAB V DISKUSI KASUS .................................................................................... 32
BAB VI KESIMPULAN ...................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 38

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Deman Berdarah Dengue (DBD) adalah infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan dari nyamuk Aedes spp, nyamuk yang paling cepat
berkembang biak di dunia dan telah menyebabkan hampir 390 juta orang
terinfeksi setiap tahunnya.1 Demam Berdarah Dengue bukan merupakan penyakit
yang baru. Gambaran penyakit dan gejala DBD telah terdokumentasi sejak masa
Dinasti Chin di China pada tahun 265 hingga 420, namun reemergensi penyakit
ini kembali terjadi beberapa dekade terakhir.2
Penyakit DBD merupakan penyakit menular yang pada umumnya menyerang
anak berusia kurang dari 15 tahun tetapi juga bisa menyerang orang dewasa.
Beberapa spesies nyamuk yang menularkan virus dengue yaitu Aedes aegypti dan
Aedes albopictus sebagai vector primer, serta Aedes polynesiensis, Aedes
scutellaris serta Aedes niveus sebagai vector sekunder. Penularan virus dengue
dapat terjadi secara transseksual dari nyamuk jantan ke nyamuk betina melalui
perkawinan serta transovarial dari induk nyamuk ke keturunannya.3
Penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia yang jumlah penderitanya semakin meningkat dan penyebarannya
semakin luas.3 Menurut data WHO, terdapat 3,34 juta kasus DBD di seluruh dunia
yang terlapor pada tahun 2016. Hal ini menunjukkan peningkatan dari 2,2 juta
kasus terlapor pada tahun 2010.4 Indonesia dilaporkan sebagai negara ke-2 dengan
kasus DBD terbesar diantara 30 negara wilayah endemis.3 Kejadian Luar Biasa
(KLB) DBD di Indonesia sering terjadi terutama di kota dengan penduduk yang
banyak, lingkungan yang padat dan arus urbanisasi yang tinggi.5
Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan perencanaan yang tepat
untuk mengatasi penyebaran penyakit DBD. Pemberantasan vektor virus dengue
merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengendalikan penyebaran DBD.

1
2

Metode yang sering dilakukan yaitu pengendalian jumlah nyamuk dengan


pengendalian lingkungan, biologis, maupun kimiawi.6

1.2 TUJUAN
Untuk menguraikan teori-teori mengenai Demam Berdarah Dengue, mulai dari
definisi hingga diagnosis, serta tatalaksana. Penyusunan laporan kasus ini
sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan
Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.

1.3 METODE
Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih
memahami mengenai, Demam Berdarah Dengue terutama tentang penegakan
diagnosis dan tatalaksananya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis berupa demam yang tinggi secara tiba-tiba,
nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Gejala khas pada Demam Berdarah
Dengue yang membedakannya dengan Demam Dengue yaitu terjadi perembesan
plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥20%) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh. 7,8

2.2 ETIOLOGI
Penyebab penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan
virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat
menyebabkan penyakit demam berdarah yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-
4. Gejala DBD muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari
empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda.
Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru
akan mengakibatkan manifestasi klinis yang lebih parah saat terinfeksi untuk
kedua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue
selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu
kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk.9

3
4

Virus dengue dapat masuk ke tubuh manusia melalui gigitan vektor


pembawanya, yaitu nyamuk dari genus Aedes seperti Aedes aegypti betina dan
Aedes albopictus. Aedes aegypti adalah spesies yang paling banyak ditemukan
menjadi vektor penyakit ini. Nyamuk dapat membawa virus dengue setelah
menghisap darah orang yang telah terinfeksi virus tersebut. Sesudah masa
inkubasi virus di dalam nyamuk selama 8-10 hari, nyamuk yang terinfeksi dapat
mentransmisikan virus dengue tersebut ke manusia sehat yang digigitnya.10
Nyamuk betina juga dapat menyebarkan virus dengue yang dibawanya ke
keturunannya melalui telur (transovarial). Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa monyet juga dapat terjangkit oleh virus dengue, serta dapat pula berperan
sebagai sumber infeksi bagi monyet lainnya bila digigit oleh vektor nyamuk.
Tingkat risiko terjangkit penyakit demam berdarah meningkat pada seseorang
yang memiliki antibodi terhadap virus dengue akibat infeksi pertama. Selain itu,
risiko demam berdarah juga lebih tinggi pada wanita, seseorang yang berusia
kurang dari 12 tahun, atau seseorang yang berasal dari ras Kaukasia.10

2.3 KLASIFIKASI
Berdasarkan tingkat keparahan, DBD diklasifikasikan menjadi 4 Stadium:5,11,
 Stadium I: Terdapat demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, nyeri otot,
nyeri di belakang mata, nyeri sendi disertai dengan uji torniquet positif.
Trombosit <100.000/mm3 dan hematokrit meningkat ≥20% dari nilai awal.
 Stadium II: Demam dan disertai perdarahan spontan (mimisan, perdarahan
gusi, menorrhagia pada anak perempuan). Trombosit <100.000/mm3 dan
hematokrit meningkat ≥20% dari nilai awal.
 Stadium III: Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi
yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg)/ hipotensi disertai
ekstremitas dingin, dan anak gelisah. Trombosit <100.000/mm3 dan
hematokrit meningkat ≥20% dari nilai awal.
 Stadium IV: demam, perdarahan spontan disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala renjatan hebat (nadi tak teraba dan
5

tekanan darah tak terukur) (profound shock). Trombosit <100.000/mm3 dan


hematokrit meningkat ≥20% dari nilai awal.
DBD stadium III dan IV dapat juga dikategorikan sebagai Dengue Shock
Syndrome (DSS).

2.4 Faktor Risiko


Penyakit DBD dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, mobilitas penduduk,
kepadatan penduduk, adanya kontainer buatan ataupun alami di tempat
pembuangan akhir sampah (TPA) ataupun di tempat sampah lainnya, penyuluhan
dan perilaku masyarakat, antara lain : pengetahuan, sikap, kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk (PSN), fogging, abatisasi, dan pelaksanaan 3M.1,9
Faktor risiko yang dapat memperberat kondisi demam berdarah dengue
menurut penelitian yang telah dilakukan Hsin-Yi Wei et al. di Taiwan pada tahun
2014 adalah usia, Diabetes mellitus (DM), dan kebocoran plasma. Usia yang
dimaksudkan disini adalah usia lanjut, dimana para lansia tidak memiliki imunitas
terhadap keempat serotype DENV (Dengue Virus). Hal ini dikarenakan di Taiwan
bukan merupakan daerah endemik demam berdarah, sehingga tidak ada riwayat
KLB (kejadian luar biasa) untuk demam berdarah. Oleh karena itu dikhawatirkan
para lansia dapat mengalami infeksi DENV sekunder.1

Dua faktor risiko lainnya yang berhubungan dengan kematian pada kasus
DHF: DM dan adanya kebocoran plasma berat saat pasien baru masuk rumah
sakit. Terdapat hipotesis imunologis, dimana sitokin berlebih, yang berperan pada
DM, mempengaruhi endothelium sehingga kebocoran plasma lebih mudah terjadi,
yang dapat menimbulkan manifestasi dengue berat.1

Infeksi DENV sekunder sudah lama dianggap sebagai faktor risiko mayor
untuk DHF dan risiko kematiannya, faktor lainnya, termasuk timbulnya 2 jenis
infeksi DENV, jarak waktu terjadinya infeksi, dan karakteristik host manusia,
seperti usia, faktor-faktor komorbid, dapat juga mempengaruhi respon pasien
terhadap penyakit.7
6

2.5 PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI DEMAM BERDARAH


DENGUE
A. Patogenesis
Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk betina yang dalam
tubuhnya terdapat virus dengue. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama
untuk penularan penyakit dengue. Nyamuk lain yang lebih jarang adalah Aedes
albopictus dan yang sangat jarang adalah Aedes polynesiensis dan Aedes scutellaris.
Nyamuk betina dapat terinfeksi virus dengue sewaktu dia menghisap darah dari
pasien dengue fase demam pada saat darahnya banyak mengandung virus
(viremia), yaitu 2 hari sebelum sampai 5 hari sesudah demam timbul. Nyamuk
bersifat infektif dalam 8-12 hari sesudah menghisap darah (masa inkubasi
ekstrinsik) dan bisa tetap infektif selama hidupnya. Selama masa ini, virus
berkembang biak pada saluran pencernaan dan akhirnya bisa sampai di kelenjar
ludah.8
Pada saat nyamuk tersebut menggigit orang lain (yang sehat), dia akan
mengeluarkan cairan ludahnya ke dalam luka gigitan sehingga orang tersebut
akan tertular virus dengue. Masa inkubasi penyakit ini 3-14 hari (paling sering
4-7 hari) dan setelah itu akan mulai timbul gejala-gejala penyakit.11
Pathogenesis demam berdarah dengue tidak sepenuhnya dipahami, tetapi
studi epidemiologi biasanya mengaitkan sindrom ini dengan infeksi heterotipik
kedua.5
Hubungan kuat antara perjalanan penyakit dengue berat sekunder dan observasi
pada komplikasi yang muncul setelah angka viremia menurun drastis,
mengarahkan pada pendapat bahwa pathogenesis dengue berat adalah karena
reaksi imunitas. Halstead pada tahun 1970 mengusulkan teori “antibody-
dependent immune enhancement theory” (ADE) berdasarkan penelitian in vitro
pada primate. Hal ini telah terbukti pada berbagai penelitian di beberapa Negara.7
Sebagai tambahan, terdapat serotype tertentu yang memiliki hubungan
dengan beratnya penyakit yang terjadi. Beberapa penelitian mneyatakan dengue
berat umumnya terjadi pada infeksi sekunder DENV2. Pada infeksi kedua
dengan serotype berbeda, antibody yang sudah terbentuk sebelumnya tidak
7

berhasil mentralisir virus dan malah meningkatkan replikasi virus di sel


mononuclear. Hal ini menghasilkan viral load yang lebih tinggi dan berhubungan
dengan tingkat keparahan penyakit. Faktor lainnya yang dapat berkontribusi
dalam pathogenesis dengue berat seperti jenis virus yang lebih virulen, genetic
host, usia dan komorbiditas.7

B. Patofisiologi

Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD adalah:5,6

 Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berperan dalam


proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan
sitoksisitas yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue
berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag.
Hipotesis ini disebut antibody dependent enhancement (ADE).
 Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam
respon imun selular terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu
TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL2 dan limfokin. Sedangkan
TH2 memproduksi IL4, IL5, IL6, dan IL10.
 Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi
antibody. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag.
 Aktivasi komplemen oleh komplek imun juga menyebabkan terbentuknya
C3a dan C5a.

Keseluruhan kaskade imunopatogenesis ini akan mempengaruhi sel-sel endtel


pembuluh darah sehingga terjadi kebocoran plasma dan menimbulkan gejala
demam berdarah dengue.7 Redistribusi cairan internal yang disebabkan kebocoran
plasma, bersama dengan defisit yang disebabkan oleh puasa, haus, dan muntah,
menghasilkan hemokonsentrasi, hipovolemia, peningkatan kerja jantung, hipoksia
jaringan, asidosis metabolik, dan hiponatremia.5
8

DHF terjadi jika seseorang terinfeksi dengue virus lagi dengan tipe yang
berbeda. Reinfeksi menyebabkan reaksi amnestic antibody sehingga
mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.7

Pendapat para ahli dan menyatakan bahwa infeksi virus dengue meyebabkan
aktivasi makrofag yang memfagositosis virus, namun virus bereplikasi di
makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus menyebabkan aktivasi T-helper
dan T-sitoktosis sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon
gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator
inflamasi seperti TNF, IL1, PAF (platelet activating factor), IL6 dan histamin
yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran
plasma. Pada awal fase akut infeksi dengue sekunder, ada aktivasi cepat sistem
komplemen. Tak lama sebelum atau selama syok, kadar reseptor nekrosis tumor,
interferon-γ, dan interleukin-2 dalam darah meningkat. Proaktivator C1q, C3, C4,
C5-C8, dan C3 mengalami depresi, dan laju katabolik C3 meningkat.
Nonstruktural protein 1 (NS1) virus yang terdapat dalam sirkulasi adalah toksin
virus yang mengaktifkan sel myeloid untuk melepaskan sitokin dengan menempel
pada reseptor 4. Hal ini juga berkontribusi terhadap peningkatan permeabilitas
pembuluh darah dengan mengaktifkan komplemen, berinteraksi dengan dan
merusak sel endotel, dan ditambah dengan faktor pembekuan darah. dan
trombosit. Mekanisme perdarahan pada demam berdarah dengue tidak diketahui,
tetapi sedikit derajat koagulopati intravaskular diseminata, kerusakan hati, dan
trombositopenia dapat beroperasi secara sinergis. 5, 7

Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui maknisme: 1) supresi


sumsum tulang, 2) destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Kadar
trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoesis sebagai
mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Koagulopati terjadi
sebagai akibat interaksi virus dengan endotel dan mengakibatkan disfungsi
endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV.11, 12
9

Biasanya tidak ada lesi patologis yang ditemukan sebagai penyebab kematian
pada kasus demam berdarah dengue. Dalam kasus yang jarang terjadi, kematian
oleh karena demam berdarah dengue mungkin disebabkan oleh perdarahan
saluran cerna atau intrakranial. Perdarahan minimal hingga sedang terlihat di
saluran pencernaan bagian atas, dan perdarahan petekie sering terjadi pada septum
interventrikular jantung, pada perikardium, dan pada permukaan subserosal dari
visera mayor. Perdarahan fokal kadang-kadang terlihat di paru-paru, hati, adrenal,
dan ruang subaraknoid. Hati biasanya membesar, seringkali dengan perubahan
lemak. Kuning, berair, dan kadang-kadang efusi berwarna darah hadir di rongga
serosa di sekitar 75% pasien di otopsi.5

Gambar 2.1 Pathogenesis dan patofisiologi DBD


10

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinisnya bervariasi dan dipengaruhi oleh usia pasien. Pada bayi
dan anak kecil, penyakit ini dapat dibedakan atau ditandai oleh demam selama 1-5
hari, peradangan faring, rinitis, dan batuk ringan. Mayoritas anak-anak yang lebih
tua dan orang dewasa yang terinfeksi mengalami serangan demam mendadak,
dengan suhu meningkat cepat menjadi 39,4-41,1°C (103-106°F), biasanya disertai
dengan nyeri frontal atau retroorbital, terutama ketika tekanan diberikan ke mata.
Kadang-kadang, sakit punggung yang parah mendahului demam (back-break
fever). Ruam sementara, makula, umum yang memucat di bawah tekanan dapat
terlihat selama 24-48 jam pertama demam. Denyut nadi mungkin lambat relatif
terhadap derajat demam. Mialgia dan artralgia terjadi segera setelah timbulnya
demam dan peningkatan keparahan dari waktu ke waktu. Dari hari kedua hingga
keenam demam, mual dan muntah cenderung terjadi, dan limfadenopati
generalisata, hiperestesia kulit atau hiperalgesia, pengecap rasa, dan mungkin
terjadi anoreksia.8

Gambar 2.2. Fase Demam Dengue13

Tanda kebocoran plasma pada infeksi virus dengue karena peningkatan


permeabilitas vaskular terdiri dari:

a. Peningkatan hematokrit ≥20% diatas nilai normal populasi yang sesuai usia
dan jenis kelamin.
11

b. Penurunan hematokrit setelah terapi pengganti cairan sebesar ≥20% dari


baseline hematokrit.
c. Ditemukan efusi pleura atau asites dengan radiografi atau metode imaging
lainnya.
d. Ditemukan hipoproteinemia atau hipoalbuminemia dari pemeriksaan
laboratorium

Perbedaan antara demam berdarah dan demam berdarah dengue sulit


dibedakan pada tahap awal perjalanan penyakit. Fase pertama yang relatif ringan
dengan timbulnya demam, malaise, muntah, sakit kepala, anoreksia, dan batuk
secara tiba-tiba dalam 2-5 hari dan diikuti dengan perburukan klinis pasien.

Pada fase kedua ini, pasien biasanya merasa kedinginan, ekstremitas


berkeringat, badan hangat, wajah memerah, diaforesis, gelisah, mudah marah,
nyeri uluhati, dan penurunan output urin. Seringkali, ada petekie yang tersebar di
dahi dan ekstremitas; ecchymosis spontan mungkin muncul, dan mudah memar
dan berdarah di tempat-tempat pengambilan darah sering terjadi. Ruam makula
atau makulopapular dapat muncul, dan mungkin ada sianosis perifer. Pernafasan
cepat, denyut nadi lemah, cepat, dan bunyi jantung samar. Hati dapat membesar
hingga 4-6cm di bawah batas kosta dan biasanya keras dan agak lunak.

Setelah masa krisis 24 hingga 36 jam, pemulihan cukup cepat pada anak-anak
yang dengan kondisi membaik. Suhu bisa kembali normal, tanda tanda vital
kembali stabil, kebocoran plasma maupun perdarahan kembali direabsorpsi, dan
kondisi klinis anak membaik.5
12

Gambar 2.3 Fase infeksi yang dapat menimbulkan demam berdarah dengue

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium
sebagai berikut:10
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena.
3. Pembesaran hati (hepatomegali).
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
5. Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)
6. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai dasar/
menurut standar umur dan jenis kelamin
7. Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/
peningkatan hematokrit ≥20%.
13

8. Dijumpai hepatomegali sebelum terjadi perembesan plasma


9. Dijumpai tanda perembesan plasma
a. Efusi pleura (foto toraks/ultrasonografi)
b. Hipoalbuminemia
10. Pada kasus syok, hematokrit yang tinggi dan trombositopenia yang jelas,
mendukung diagnosis DSS.
11. Nilai LED rendah (<10mm/jam) saat syok membedakan DSS dari syok sepsis.
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis
demam berdarah dengue adalah pemeriksaan darah lengkap, serologi dan isolasi
virus. Yang signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu
untuk mendiagnosis demam berdarah dengue secara definitif dengan isolasi virus,
identifikasi virus dan serologis. Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk
memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit. Peningkatan nilai
hematokrit yang selalu dijumpai pada demam berdarah dengue merupakan
indikator terjadinya perembesan plasma, Selain hemokonsentrasi juga didapatkan
trombositopenia, dan leukopenia.10
Selain analisa darah rutin, diperlukan juga tes uji serologi pada pasien untuk
menegakkan demam berdarah dengue. Pada hari ke 1-3 demam, dapat dilakukan
pemeriksaan NS1. Setelah itu, dapat dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG anti-
dengue pada pasien. Sesuai namanya, tes ini berguna untuk mengetahui
kandungan IgM dan IgG dalam serum pasien.

2.8 DIAGNOSIS BANDING


Diagnosa banding yang perlu dipertimbangkan dalam penegakan diagnosa
demam berdarah dengue antara lain adalah:14

 Demam tifoid
 Chikungunya
 Malaria
 Leptospirosis
 Idiopatic Trombositopenia Purpura (ITP)
14

2.9 PENATALAKSANAAN
Selama fase demam, pemberian cairan melalui oral dan antipiretik sesuai
kebutuhan disarankan. Namun masih belum ditemukan tatalaksana paling efektif
dalam fase kritis pada penelitian manapun, tatalaksana yang masih dilakukan
adalah manajemen cairan. Sangat penting untuk mengetahui kapan fase kritis
dimulai. Pada kasus dimana telah terjadi perembesan plasma berupa efusi atau
asites menandakan fase kritis telah dimulai minimal beberapa jam sebelumnya.
Peningkatan hematokrit diatas normal dapat menandakan dimulainya fase kritis.
Penurunan trombosit kurang dari 100.000/μL dapat menjadi indicator bahwa
pasien akan memasuki fase kritis dalam 24 jam berikutnya.8

Observasi tanda tanda vital dan pemberian cairan secara tepat sangat penting
dalam strategi terapi pasien. Namun bukti jenis dan jumlah pemberian cairan yang
sebaiknya diberikan masih terbatas. Masih belum terdapat bukti apakah koloid
lebih baik atau lebih buruk dibandingkan kristaloid. Beberapa penelitian tidak
menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan pada pemberian koloid dan
kristaloid. Meskipun begitu, pemberian koloid pada kondisi syok berat
dianjurkan. Jumlah dan kecepatan ideal dalam pemberian cairan juga belum
dibuktikan dalam penelitian. Pedoman terapi merekomendasikan pemberian
cairan secara berhati hati dan menurunkan jumlah cairan yang diberikan jika
pasien telah mengalami pemulihan.8

Tatalaksana DHF sendiri dapat dilakukan berdasarkan UKK Infeksi dan Penyakit
Tropis IDAI:13

a. Penderita tersangka dengue atau demam dengue


Penderita tersangka dengue atau demam dengue dengan keadaan umum
masih baik tanpa warning sign dan masih dapat rawat jalan. Pasien disarankan
untuk istirahat dan meningkatkan asupan cairan seperti susu, jus buah cairan
elektrolit isotonic, oralit dan air tajin. Hindari kelebihan asupan cairan
khususnya pada usia bayi dan anak (balita).
Jika pasien demam, dapat diberikan antipiretik parasetamol dengan ddosis
15

10-15 mg/kgBB tiap dosis pemberian dengan maksimal pemberian dalam 1


hari hingga 5 kali pemberian. Apabila diperlukan dapat dikompres dengan air
hangat suam kuku. Pemeriksaan darah lengkap disarankan apabila penderita
masih demam.
Pasien disarankan segera ke rumah sakit bila terdapat tanda-tanda:
- Tidak ada perbaikan atau terjadi perburukan secara klinis
- Muntah persisten dan asupan cairan tidak adekuat
- Nyeri perut hebat
- Penurunan kesadaran secara mendadak
- Terdapat perdarahan berlebihan (epistaksis, melena, hemoglobinuria,
hematuria, perdarahan pervaginam berlebih)
- Pasien pucat dan ekstrimitas teraba dingin serta lembab
- Penurunan produksi urin atau tidak ada urin dalam 6 jam terakhir
- Terdapat peningkatan hematokrit secara signifikan (dengan dan atau tanpa
penurunan jumlah trombosit)

b. Penderita DBD dan demam dengue yang dirawat


Pemberian cairan melalui infus harus segera dimulai pada pasien dengan
asupan cairan oral yang kurang, peningkatan nilai hematokrit, terdapat
warning sign khususnya tanda syok. Jumlah cairan disesuaikan dengan
kebutuhan rumatan dan kehilangan cairan, tidak boleh kurang ataupun lebih.
Hal yang perlu diperhatikan selama pasien dirawat:
- Keadaan umum, nafsu makan, mual muntah, perdarahan, warning signs.
- Perfusi jaringan perifer
- Tanda tanda vital
- Pemeriksaan berkala nilai hematokrit sesuai keadaan pasien dan
peningkatan nilai hematokrit. Pada demam dengue 12-24 jam, DBD setiap
6-12 jam, dan pada SSD atau perdarahan berat setiap 2-4 jam.
- Memperhatikan dan mencatat urine output, pada kondisi nonsyok 8-12
jam, pada kondisi syok 1-2 jam.
16

c. Pemberian cairan pada Sindroma Syok Dengue (SSD)


Sindroma Syok Dengue (SSD) merupakan syok hipovolemik yang
disebabkan perembesan plasma akibat peningkatan permeabilitas vaskular
secara sistemik. Jika terjadi hipotensi, harus dipertimbangkan terjadinya
perdarahan berat tersembunyi yang dapat mengakibatkan syok selain karena
perembesan plasma. Terapi cairan dimulai dari kristaloid 10mL/kgBB/jam dan
selanjutkan diturunkan secara bertahap sesuai keadaan klinis dan nilai
hematokrit.

Gambar 2.4 Alur pemberian cairan pada DBD derajat 1&215


17

Gambar 2.4 Alur pemberian cairan pada SSD15


18

Kriteria pasien dipulangkan


Pasien dapat dipulangkan dari rawat inap apabila:16
1. Tidak demam dalam 24 jam tanpa antipiretik
2. Nafsu makan membaik
3. Gejala klinis berkurang
4. Hematokrit stabil
5. Tiga hari setelah shock teratasi
6. Trombosit >50.000/mm3
7. Tidak dijumpai distress pernapasan akibat efusi pleura ataupun asidosis

2.10 KOMPLIKASI
A. Shock
Patogenesis utama yang menyebabkan kematian pada hampir seluruh pasien
DBD adalah shock karena kebocoran plasma. Penanganan yang tepat dan sedini
mungkin terhadap pasien pre-shock dan shock merupakan faktor penting yang
menentukan hasil pengobatan. Oleh karena itu penilaian yang akurat terhadap
risiko shock merupakan kunci penting menuju tatalaksana yang adekuat,
mencegah syok, dan perdarahan. Namun dengan manifestasi klinis yang sangat
bervariasi, patogenesis yang kompleks, dan perbedaan serotipe virus pada daerah
yang berbeda, membuat kita sulit memprediksi perjalanan penyakit DBD apalagi
dalam menilai apakah pasien akan menjadi syok atau syok berulang. Perlunya
antisipasi dini terhadap syok telah menggugah keingintahuan peneliti untuk
8
mencari faktor prognosis terjadinya syok pada anak.
B. Ensefalopati dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak
disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau
perdarahan, dapat menjadi penyebab ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD
bersifat sementara, kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh
darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskuler yang
19

menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah otak.
Dikatakan juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati
akut.5
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau
somnolen, dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD.
Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk
memastikan adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok
telah teratasi maka perlu dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan
bila kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati- hati bila
jumlah trombosit <50.000/μl). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan
kadar transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah
menurun, alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia (Bila mungkin
periksa kadar amoniak darah).5
C. Renal Failure
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah
teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1
ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik sedangkan
volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok
berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan jumlah urine
dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.5

D. Edem Paru
Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit
sesuai dengan panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema
paru karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi
plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan yang diberikan berlebih
20

(Kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit


tanpa memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distres pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata dan ditunjang dengan gambaran oedema paru
pada foto rontgen.5

2.11 PENCEGAHAN
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk
Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan
Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah
dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut: 12
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum,
dan lain- lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas
kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-
kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan
lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air
hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan
bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah
lainnya
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan
semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap disitu
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik
nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air
cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan
21

sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE. Setelah
17
dibubuhkan ABATE maka:

 Selama 3 bulan bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh


jentik Aedes aegypti
 Selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan
dibersihkan/diganti airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam
dinding tempat penampungan air tersebut
 Air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak
membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum.

2.12 PROGNOSIS
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan
diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya
baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat
ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi
dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada
orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa
prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada orang dewasa umumnya lebih
ringan daripada anak-anak. Pada kasus-kasus DHF yang disertai komplikasi sepeti
DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk.5
BAB III

STATUS ORANG SAKIT

ANAMNESIS PRIBADI

Nama : Marianty Magdalena Simarmata


Umur : 9 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Katholik
Alamat : Jl. SM Raja No. 211 Hutatoruan X Kec. Tarutung

ANAMNESIS PENYAKIT

Keluhan Utama : Demam


Telaah :
 Pasien M, perempuan berusia 9 tahun 10 bulan, datang ke IGD RS HAM
pada tanggal 17 Agustus 2019 dengan keluhan demam yang dialami
pasien sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Demam
dirasakan terjadi terus-menerus sepanjang hari dan menurun dengan obat
penurun panas berupa Paracetamol, namun tidak mencapai suhu normal.
Suhu tertinggi yang diukur adalah 39,5℃ dan terendah 38℃. Demam tidak
disertai dengan menggigil. Keringat dingin juga tidak dijumpai.
 Keluhan nyeri perut dijumpai pada pasien di seluruh bagian perut.
Keluhan dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan mual
yang tidak disertai dengan muntah. Keluhan sakit sendi-sendi dialami 2
hari terakhir. Keluhan sakit kepala juga dialami pasien dalam 2 hari
terakhir.
 Pasien mengeluhkan muncul bintik-bintik kemerahan pada bagian dada
dan kedua ekstremitas sejak 3 hari yang lalu. Bintik-bintik kemerahan

22
23

dirasakan tidak timbul dan semakin bertambah banyak. Keluhan


perdarahan spontan seperti gusi berdarah, mimisan, BAK kemerahan dan
BAB berwarna hitam tidak dijumpai.
 Penurunan nafsu makan juga dijumpai. Pasien cenderung tidak mau
makan dan minum karena mual yang dialaminya. BAB dan BAK dalam
batas normal.
 Riwayat kejang tidak dijumpai pada pasien.
 RIwayat bepergian ke daerah endemis selama 1 bulan terakhir tidak
dijumpai.
 Riwayat jajan sembarangan disangkal oleh pasien.
 Riwayat keluarga mengeluhkan hal yang sama tidak dijumpai.
 Riwayat lingkungan mengeluhkanhal yang sama dijumpai yaitu teman
sekelas pasien di sekolah.
 Riwayat Kehamilan: Pasien merupakan anak tunggal. Usia ibu saat hamil
adalah 27 tahun. Saat hamil ibu tidak pernah menderita penyakit dan
mengkonsumsi obat-obatan. Bayi lahir pada usia 38 minggu.
 Riwayat Kelahiran: Pasien lahir secara per vaginam di rumah sakit dengan
BB: 3.200 gram dan PB: 55 cm. Saat lahir, bayi segera menangis dan
riwayat biru tidak dijumpai. Riwayat imunisasi lengkap.
RPT :-

RPO : Paracetamol
Pemeriksaan fisik

Keadaan umum Keadaan penyakit


Sens : Compos Mentis Pancaran wajah : lemah
BB : 30 kg Sikap paksa : (-)
TB : 140 cm Refleks fisiologis : (+)
BB/U : 103% Refleks patologis : (-)
TB/U : 105% Anemia (-), Ikterus (-), Dispnu (-)
BB/TB : 85% Sianosis (-), Edema (-), Purpura (-)
TD : 100/70 mmHg Turgor kulit : Cepat
HR : 90 kali/menit
RR : 20 kali/menit
Suhu : 38,4 oC

Status Lokalisata

Kepala :
Mata : konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+),
mata cekung (-)
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-), trakea letak medial
Dada : Inspeksi : simetris fusiformis, tanpa retraksi. Ptechie (+)
pada thorax anterior dan posterior
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : suara pernapasan : vesikuler
suara tambahan : -
suara jantung : reguler, desah (-)

24
25

Abdomen : soepel, peristaltik usus (+) normal, nyeri tekan (+)


Hepar, Lien dan Renal tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, tekanan nadi cukup, turgor kembali
cepat, ptechie (+) pada ekstremitas atas dan bawah
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

Hasil Laboratorium

Darah Hasil Nilai rujukan Satuan


lengkap
Hb 14,9 14-17 g/dL
Eritrosit 5,27 4,4-5,9 Juta/μL
Leukosit 2,2 4,5-13 103/ μL
Hematokrit 43,6 31-43 %
Trombosit 13 150-440 103/μL

Hitung jenis

Neutrofil 39,9 50,00-70,00 %


Limfosit 47,9 20,00-40,00 %
Monosit 9,8 2,00-8,00 %
Eosinofil 1,5 1,00-6,00 %
Basofil 0,9 0,00-1,00 %

Imunoserologi

IgM Dengue + -
IgG Dengue + -
Diagnosis banding

1. Demam Berdarah Dengue


2. Demam Malaria
3. Demam Chikungunya
4. Demam Thyphoid

Diagnosis kerja

Demam Berdarah Dengue

Tatalaksana

o Tirah Baring
o Inj. Ranitidine 50mg/12 jam
o IVFD RL 7cc/kgBB/jam =210cc/jam (mikro) selama 4 jam
o Paracetamol 3x500 mg

Rencana penjajakan

 Cek darah lengkap setiap 24 jam


 Pemantauan tanda vital
 Balance cairan setiap 6 jam

26
27

BAB IV

FOLLOW UP
FOLLOW UP TANGGAL 18 AGUSTUS 2019
S Demam dijumpai, nyeri perut masih dijumapai, ptechiae (+)
O Sens: CM, TD: 110/70 mmHg, HR: 92 kali/menit, RR: 20 kali/menit,
Temp: 38,2oC
Kepala :
Mata : konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya
(+/+)
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-), trakea letak medial
Dada : Inspeksi : simetris fusiformis, tanpa retraksi, ptechie
(+) pada thorax anterior dan posterior.
Palpasi : stem fremitus Kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : suara pernapasan : vesikuler
suara tambahan : -
Abdomen : soepel, normoperistaltik, nyeri tekan (+)
Hepar, Lien dan Renal tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, tekanan nadi cukup, ptechie
(+) pada ekstremitas atas dan bawah
A Demam Berdarah Dengue
P Tirah baring
Diet MB
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
IVFD Ringer Laktat dengan kecepatan 7 cc/kgBB/jam = 210 cc/jam
Paracetamol 3x500 mg
Hasil pemeriksaan laboratorium
 Hemoglobin: 14,2 g/dL
 Trombosit : 23x103 /μL
 Hematokrit : 47%
 Leukosit : 3,3 x 103 /μL
 Neutrofil : 41,6%
 Limfosit : 46,8%
 Monosit : 9,2%
 Basofil: 1%
 Eosinofil: 1,4%

28
29

FOLLOW UP TANGGAL 19 AGUSTUS 2019


S Demam tidak dijumpai, nyeri perut tidak dijumpai, ptechiae berkurang
O Sens: CM, TD: 100/70 mmHg, HR: 88 kali/menit, RR: 20 kali/menit,
Temp: 36,7oC
Kepala :
Mata : konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya
(+/+)
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-), trakea letak medial
Dada : Inspeksi : simetris fusiformis, tanpa retraksi, ptechie
berkurang pada thorax anterior dan posterior.
Palpasi : stem fremitus Kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : suara pernapasan : vesikuler
suara tambahan : -
Abdomen : soepel, normoperistaltik, nyeri tekan (-)
Hepar, Lien dan Renal tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, tekanan nadi cukup, ptechie
berkurang pada ekstremitas atas dan bawah
A Demam Berdarah Dengue
P Tirah baring
Diet MB
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
IVFD Ringer Laktat dengan kecepatan 3 cc/kgBB/jam = 90 cc/jam
30

Hasil pemeriksaan laboratorium


 Hemoglobin: 14,5 g/dL
 Trombosit : 36x103 /μL
 Hematokrit : 40%
 Leukosit : 6,4 x 103 /μL
 Neutrofil : 40,6%
 Limfosit : 48%
 Monosit : 9%
 Basofil: 0,8%
 Eosinofil: 1,6%

FOLLOW UP TANGGAL 20 AGUSTUS 2019


S Demam tidak dijumpai, nyeri perut tidak dijumpai, ptechie (-)
O Sens: CM, TD: 100/70 mmHg, HR: 90 kali/menit, RR: 20 kali/menit,
Temp: 36,4oC
Kepala :
Mata : konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya
(+/+)
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-), trakea letak medial
Dada : Inspeksi : simetris fusiformis, tanpa retraksi, ptechie
(-) pada thorax anterior dan posterior.
Palpasi : stem fremitus Kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : suara pernapasan : vesikuler
suara tambahan : -
Abdomen : soepel, normoperistaltik
Hepar, Lien dan Renal tidak teraba
31

Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, tekanan nadi cukup, ptechie
(-) pada ekstremitas atas dan bawah
A Demam Berdarah Dengue
P Tirah baring
Diet MB
Pasien PBJ
Hasil pemeriksaan laboratorium
 Hemoglobin: 14,4 g/dL
 Trombosit : 53x103 /μL
 Hematokrit : 39%
 Leukosit : 6,2 x 103 /μL
 Neutrofil : 38,4%
 Limfosit : 50,2%
 Monosit : 10,2%
 Basofil : 0,7%
 Eosinofil : 0,5%
BAB V

DISKUSI KASUS
TEORI PASIEN
Definisi Pasien datang dengan keluhan
DHF (dengue haemorrhagic fever) demam, 3 hari SMRS, terus menerus,
adalah penyakit infeksi yang menurun tidak mencapai normal
disebabkan oleh virus dengue dengan dengan PCT. Suhu tertinggi 39,5oC,
manifestasi klinis demam, nyeri otot menggigil (-), berkeringat (-).
dan/atau nyeri sendi yang disertai Nyeri kepala (+), penurunan nafsu
lekopenia, ruam, limfadenopati, makan (+), mual (+), muntah (-),
trombositopenia dan diathesis nyeri abdomen (+), ptechiae (+) di
hemoragik. Pada DHF terjadi ektremitas superior & inferior dan
perembesan plasma yang ditandai oleh badan.
hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan
di rongga tubuh.
Diagnosis Manifestasi klinis
Manifestasi klinis  Demam tinggi (>380 C)
 Demam tinggi (390 – 400 C)  Mual dan muntah
 Nyeri kepala  Nyeri kepala
 Nyeri sendi atau otot  Nyeri perut
 Nyeri retro-orbital  Nyeri sendi
 Mual dan muntah  Bintik-bintik merah di tubuh
 Tanda-tanda pendarahan
spontan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik  Ptechiae (+) di dada anterior
Pada pemeriksaan fisik dan posterior, ekstremitas
didapatkan dalam batas normal, atas dan bawah
kadang disertai tanda-tanda
pendarahan spontan : ptechiae,
mimisan, pendarahan gusi, dll
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium
 Hb normal atau meningkat  Trombositopenia
 Ht normal atau meningkat  Peningkatan hematokrit
 Leukosit normal atau menurun  IgM dan IgG anti dengue
 Trombositopenia (<150.000) positif
 Leukopenia (<5000)
 SGOT/SGPT dapat meningkat
 IgM dan IgG meningkat
terhadap dengue
 NS1 (+) pada hari 1-8

32
33

Tatalaksana
Penanganan DBD dan Demam
Dengue yang dirawat
Pemberian cairan melalui infus harus Aktivitas : Tirah baring
segera dimulai pada pasien dengan
asupan cairan oral yang kurang, Diet : MB
peningkatan nilai hematokrit, terdapat
warning sign khususnya tanda syok. Tindakan suportif : -
Jumlah cairan disesuaikan dengan
kebutuhan rumatan dan kehilangan Medikamentosa:
cairan, tidak boleh kurang ataupun  Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
lebih.  IVFD Ringer Laktat 7 cc/kgBB/jam
Hal yang perlu diperhatikan dilanjutkan dengan pengurangan
selama pasien dirawat: terapi IV menjadi 5cc/kgBB/jam →
- Keadaan umum, nafsu makan, mual 3cc/kgBB/jam → 1,5cc/kgBB/jam
muntah, perdarahan, warning signs.  Paracetamol 3x500 mg
 Perfusi jaringan perifer
 Tanda tanda vital
 Pemeriksaan berkala nilai
hematokrit sesuai keadaan pasien
dan peningkatan nilai hematokrit.
Pada demam dengue 12-24 jam,
DBD setiap 6-12 jam, dan pada
SSD atau perdarahan berat setiap 2-
4 jam.
 Memperhatikan dan mencatat urine
output, pada kondisi nonsyok 8-12
jam, pada kondisi syok 1-2 jam.
34

Resusitasi cairan:
 Jika pasien masih dapat minum, beri
minum banyak 1-2L/hari atau 1 sdm tiap 5
menit. Jenis minuman yang dianjurkan: air
minum, teh manis, sirup, jus buah, susu,
oralit. Bila terdapat demam, beri
paracetamol.
 Cairan awal berupa kristaloid diberikan 7-
10cc/kgBB/jam. Pemberian cairan dapat
dikurangi atau ditambah sesuai tanda vital,
nilai Ht dan trombosit. Jika terdapat
perbaikan cairan dapat dikurangi menjadi
7cc/kgBB/jam → 5cc/kgBB/jam →
3cc/kgBB/jam → 1,5cc/kgBB/jam, atau
lanjutkan terapi maintenance menurut
Holliday-Segar.
 Jika kondisi memburuk, terapi IV dapat
ditambah secara bertahap 10-
15cc/kgBB/jam. Jika masih belum ada
perbaikan dengan Ht terus meningkat,
kristaloid dapat diganti menjadi koloid 20-
30cc/kgBB/jam. Jika Ht menurun dapat
dilakukan transfusi whole blood
10cc/kgBB.
37

BAB VI

KESIMPULAN

Seorang perempuan, MMS, berusia 9 tahun 10 bulan datang ke rumah sakit


denga keluhan demam, mual, dan nyeri perut. Setelah dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pasien kemudian didiagnosis
dengan Demam Berdarah Dengue. Pasien dirawat tirah baring di ruangan rawat
inap RSUP HAM Medan, kemudian ditatalaksana dengan Injeksi Ranitidine
50mg/12 jam, IVFD Ringer Laktat 7cc/kgBB/jam dan dikurangi secara bertahap
sesuai kondisi pasien tersebut dan paracetamol 3x500 mg.
38

DAFTAR PUSTAKA

1. Candra A, 2010. ‘Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis,


dan Faktor Risiko Penularan’, Aspirator, Vol. 2, No. 2, pp. 110-119.
2. Shakoor MT, Ayub S, Ayub Z. 2012, Dengue fever: Pakistan’s worst
nightmare. WHO South-East Asia journal of public health.
3. Ernawati, Cicilia, N. B., Siska, E. M., 2018, ‘Gambaran Praktik
Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Wilayah Endemik
DBD’, Ejournal UMM, vol. 9, no 1.
4. WHO, 2019, ‘Dengue and Severe Dengue’ WHO Fact Sheet. Diakses
tanggal 5 Juni 2019 di: https://www.who.int/en/news-room/fact-
sheets/detail/dengue-and-severe-dengue
5. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls, 2004. Diagnosis dan Tata
Laksana Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of
Pediatrics Problem. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72
6. Kristina, Isminah, Wulandari L. 2004. Demam Berdarah Dengue. Litbang
Depkes. Jakarta.
7. Soegijanto Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue. Edisi kedua.
Surabaya : Airlangga University Press.
8. World Health Organization, Special Programme for Research, Training in
Tropical Diseases, World Health Organization. Department of Control of
Neglected Tropical Diseases, World Health Organization. Epidemic,
Pandemic Alert. Dengue: guidelines for diagnosis, treatment, prevention
and control. World Health Organization; 2009.
9. Fathi, Keman S., Wahyuni C. U., 2005, Peran Faktor Lingkungan Dan
Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue Di Kota Mataram,
Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No.1, Juli 2005 : 1 – 10.
10. Wei HY, Shu PY, Hung MN, 2016. ‘Characteristics and Risk Factors for
Fatality in Patients with Dengue Hemorrhagic Fever, Taiwan, 2014’, Am.
J. Trop. Med. Hyg, 95(2), pp 322-327. doi:10.4269/ajtmh.15-0905
11. Rudy, K., Didik, B., Tri, W., et al Situasi Penyakit Demam Berdarah Di
Indonesia Tahun 2017. Info Datin Pusat Data Dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI:2017.
12. World Health Organization. DENGUE Guidelines for diagnosis,
treatment, prevention and control. New Edition 2009.
13. IDAI, 2019, Memahami demam berdarah dengue, Available at:
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/memahami-demam-
berdarah-dengue# (Diakses 2 September 2019)
39

14. Rajapakse S, Rodrigo C, Raja pakse A, 2012. ‘Treatment of dengue fever’,


Infect Drug Resist, 5:103-112.
15. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009. “Pedoman Pelayanan Medis Infeksi
Virus Dengue”, pp. 141-149.
16. WHO, Regional Office for South East Asia, 2011, ‘Comprehensive
Guidelines for Prevention and Control of Dengue and Dengue
Haemorrhagic Fever: Revised and expanded edition’. SEARO Technical
Publication Series No. 60. India
17. Halstead SB, 2019, ‘Dengue Fever, Dengue Hemorrhagic Fever, and
Severe Dengue’ in Nelson Textbook of Pediatrics, 6th edn, eds. Kliegmen
RM, St Geme JW, Shah SS, et al., Elsevier, United States of America, pp
1760-1764

Anda mungkin juga menyukai