Oleh:
Pembimbing:
Nilai :
PIMPINAN SIDANG
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Demam Berdarah Dengue”.
Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu
Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.2 TUJUAN
Untuk menguraikan teori-teori mengenai Demam Berdarah Dengue, mulai dari
definisi hingga diagnosis, serta tatalaksana. Penyusunan laporan kasus ini
sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan
Profesi Dokter (P3D) di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
1.3 METODE
Laporan kasus ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih
memahami mengenai, Demam Berdarah Dengue terutama tentang penegakan
diagnosis dan tatalaksananya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis berupa demam yang tinggi secara tiba-tiba,
nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati,
trombositopenia dan diathesis hemoragik. Gejala khas pada Demam Berdarah
Dengue yang membedakannya dengan Demam Dengue yaitu terjadi perembesan
plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit ≥20%) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh. 7,8
2.2 ETIOLOGI
Penyebab penyakit demam berdarah adalah virus dengue, yang merupakan
virus dari famili Flaviviridae. Terdapat 4 jenis virus dengue yang diketahui dapat
menyebabkan penyakit demam berdarah yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-
4. Gejala DBD muncul saat seseorang yang pernah terinfeksi oleh salah satu dari
empat jenis virus dengue mengalami infeksi oleh jenis virus dengue yang berbeda.
Sistem imun yang sudah terbentuk di dalam tubuh setelah infeksi pertama justru
akan mengakibatkan manifestasi klinis yang lebih parah saat terinfeksi untuk
kedua kalinya. Seseorang dapat terinfeksi oleh sedikitnya dua jenis virus dengue
selama masa hidup, namun jenis virus yang sama hanya dapat menginfeksi satu
kali akibat adanya sistem imun tubuh yang terbentuk.9
3
4
2.3 KLASIFIKASI
Berdasarkan tingkat keparahan, DBD diklasifikasikan menjadi 4 Stadium:5,11,
Stadium I: Terdapat demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari, nyeri otot,
nyeri di belakang mata, nyeri sendi disertai dengan uji torniquet positif.
Trombosit <100.000/mm3 dan hematokrit meningkat ≥20% dari nilai awal.
Stadium II: Demam dan disertai perdarahan spontan (mimisan, perdarahan
gusi, menorrhagia pada anak perempuan). Trombosit <100.000/mm3 dan
hematokrit meningkat ≥20% dari nilai awal.
Stadium III: Demam, perdarahan spontan, disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala kegagalan sirkulasi meliputi nadi
yang cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (<20mmHg)/ hipotensi disertai
ekstremitas dingin, dan anak gelisah. Trombosit <100.000/mm3 dan
hematokrit meningkat ≥20% dari nilai awal.
Stadium IV: demam, perdarahan spontan disertai atau tidak disertai
hepatomegali dan ditemukan gejala-gejala renjatan hebat (nadi tak teraba dan
5
Dua faktor risiko lainnya yang berhubungan dengan kematian pada kasus
DHF: DM dan adanya kebocoran plasma berat saat pasien baru masuk rumah
sakit. Terdapat hipotesis imunologis, dimana sitokin berlebih, yang berperan pada
DM, mempengaruhi endothelium sehingga kebocoran plasma lebih mudah terjadi,
yang dapat menimbulkan manifestasi dengue berat.1
Infeksi DENV sekunder sudah lama dianggap sebagai faktor risiko mayor
untuk DHF dan risiko kematiannya, faktor lainnya, termasuk timbulnya 2 jenis
infeksi DENV, jarak waktu terjadinya infeksi, dan karakteristik host manusia,
seperti usia, faktor-faktor komorbid, dapat juga mempengaruhi respon pasien
terhadap penyakit.7
6
B. Patofisiologi
DHF terjadi jika seseorang terinfeksi dengue virus lagi dengan tipe yang
berbeda. Reinfeksi menyebabkan reaksi amnestic antibody sehingga
mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi.7
Pendapat para ahli dan menyatakan bahwa infeksi virus dengue meyebabkan
aktivasi makrofag yang memfagositosis virus, namun virus bereplikasi di
makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus menyebabkan aktivasi T-helper
dan T-sitoktosis sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Interferon
gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator
inflamasi seperti TNF, IL1, PAF (platelet activating factor), IL6 dan histamin
yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran
plasma. Pada awal fase akut infeksi dengue sekunder, ada aktivasi cepat sistem
komplemen. Tak lama sebelum atau selama syok, kadar reseptor nekrosis tumor,
interferon-γ, dan interleukin-2 dalam darah meningkat. Proaktivator C1q, C3, C4,
C5-C8, dan C3 mengalami depresi, dan laju katabolik C3 meningkat.
Nonstruktural protein 1 (NS1) virus yang terdapat dalam sirkulasi adalah toksin
virus yang mengaktifkan sel myeloid untuk melepaskan sitokin dengan menempel
pada reseptor 4. Hal ini juga berkontribusi terhadap peningkatan permeabilitas
pembuluh darah dengan mengaktifkan komplemen, berinteraksi dengan dan
merusak sel endotel, dan ditambah dengan faktor pembekuan darah. dan
trombosit. Mekanisme perdarahan pada demam berdarah dengue tidak diketahui,
tetapi sedikit derajat koagulopati intravaskular diseminata, kerusakan hati, dan
trombositopenia dapat beroperasi secara sinergis. 5, 7
Biasanya tidak ada lesi patologis yang ditemukan sebagai penyebab kematian
pada kasus demam berdarah dengue. Dalam kasus yang jarang terjadi, kematian
oleh karena demam berdarah dengue mungkin disebabkan oleh perdarahan
saluran cerna atau intrakranial. Perdarahan minimal hingga sedang terlihat di
saluran pencernaan bagian atas, dan perdarahan petekie sering terjadi pada septum
interventrikular jantung, pada perikardium, dan pada permukaan subserosal dari
visera mayor. Perdarahan fokal kadang-kadang terlihat di paru-paru, hati, adrenal,
dan ruang subaraknoid. Hati biasanya membesar, seringkali dengan perubahan
lemak. Kuning, berair, dan kadang-kadang efusi berwarna darah hadir di rongga
serosa di sekitar 75% pasien di otopsi.5
a. Peningkatan hematokrit ≥20% diatas nilai normal populasi yang sesuai usia
dan jenis kelamin.
11
Setelah masa krisis 24 hingga 36 jam, pemulihan cukup cepat pada anak-anak
yang dengan kondisi membaik. Suhu bisa kembali normal, tanda tanda vital
kembali stabil, kebocoran plasma maupun perdarahan kembali direabsorpsi, dan
kondisi klinis anak membaik.5
12
Gambar 2.3 Fase infeksi yang dapat menimbulkan demam berdarah dengue
2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis DBD/DSS ditegakkan berdasarkan kriteria klinis dan laboratorium
sebagai berikut:10
1. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus
selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, termasuk uji bendung positif, petekie, purpura,
ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan/melena.
3. Pembesaran hati (hepatomegali).
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (≤20
mmHg), hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak
gelisah.
5. Trombositopenia (≤100.000/mikroliter)
6. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit ≥ 20% dari nilai dasar/
menurut standar umur dan jenis kelamin
7. Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi/
peningkatan hematokrit ≥20%.
13
Demam tifoid
Chikungunya
Malaria
Leptospirosis
Idiopatic Trombositopenia Purpura (ITP)
14
2.9 PENATALAKSANAAN
Selama fase demam, pemberian cairan melalui oral dan antipiretik sesuai
kebutuhan disarankan. Namun masih belum ditemukan tatalaksana paling efektif
dalam fase kritis pada penelitian manapun, tatalaksana yang masih dilakukan
adalah manajemen cairan. Sangat penting untuk mengetahui kapan fase kritis
dimulai. Pada kasus dimana telah terjadi perembesan plasma berupa efusi atau
asites menandakan fase kritis telah dimulai minimal beberapa jam sebelumnya.
Peningkatan hematokrit diatas normal dapat menandakan dimulainya fase kritis.
Penurunan trombosit kurang dari 100.000/μL dapat menjadi indicator bahwa
pasien akan memasuki fase kritis dalam 24 jam berikutnya.8
Observasi tanda tanda vital dan pemberian cairan secara tepat sangat penting
dalam strategi terapi pasien. Namun bukti jenis dan jumlah pemberian cairan yang
sebaiknya diberikan masih terbatas. Masih belum terdapat bukti apakah koloid
lebih baik atau lebih buruk dibandingkan kristaloid. Beberapa penelitian tidak
menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan pada pemberian koloid dan
kristaloid. Meskipun begitu, pemberian koloid pada kondisi syok berat
dianjurkan. Jumlah dan kecepatan ideal dalam pemberian cairan juga belum
dibuktikan dalam penelitian. Pedoman terapi merekomendasikan pemberian
cairan secara berhati hati dan menurunkan jumlah cairan yang diberikan jika
pasien telah mengalami pemulihan.8
Tatalaksana DHF sendiri dapat dilakukan berdasarkan UKK Infeksi dan Penyakit
Tropis IDAI:13
2.10 KOMPLIKASI
A. Shock
Patogenesis utama yang menyebabkan kematian pada hampir seluruh pasien
DBD adalah shock karena kebocoran plasma. Penanganan yang tepat dan sedini
mungkin terhadap pasien pre-shock dan shock merupakan faktor penting yang
menentukan hasil pengobatan. Oleh karena itu penilaian yang akurat terhadap
risiko shock merupakan kunci penting menuju tatalaksana yang adekuat,
mencegah syok, dan perdarahan. Namun dengan manifestasi klinis yang sangat
bervariasi, patogenesis yang kompleks, dan perbedaan serotipe virus pada daerah
yang berbeda, membuat kita sulit memprediksi perjalanan penyakit DBD apalagi
dalam menilai apakah pasien akan menjadi syok atau syok berulang. Perlunya
antisipasi dini terhadap syok telah menggugah keingintahuan peneliti untuk
8
mencari faktor prognosis terjadinya syok pada anak.
B. Ensefalopati dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak
disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau
perdarahan, dapat menjadi penyebab ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD
bersifat sementara, kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh
darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskuler yang
19
menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus sawar darah otak.
Dikatakan juga bahwa keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati
akut.5
Pada ensefalopati dengue, kesadaran pasien menurun menjadi apatis atau
somnolen, dapat disertai atau tidak kejang dan dapat terjadi pada DBD / SSD.
Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, maka untuk
memastikan adanya ensefalopati, syok harus diatasi terlebih dahulu. Apabila syok
telah teratasi maka perlu dinilai kembali kesadarannya. Pungsi lumbal dikerjakan
bila kesadarannya telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hati- hati bila
jumlah trombosit <50.000/μl). Pada ensefalopati dengue dijumpai peningkatan
kadar transaminase (SGOT/SGPT), PT dan PTT memanjang, kadar gula darah
menurun, alkalosis pada analisa gas darah, dan hiponatremia (Bila mungkin
periksa kadar amoniak darah).5
C. Renal Failure
Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari
syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat dijumpai sindrom uremik hemolitik
walaupun jarang. Untuk mencegah gagal ginjal, maka setelah syok diobati dengan
menggantikan volume intravaskuler, penting diperhatikan apakah benar syok telah
teratasi dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan, untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis diusahakan > 1
ml / Kg BB per jam. Oleh karena bila syok belum teratasi dengan baik sedangkan
volume cairan telah dikurangi dapat terjadi syok berulang. Pada keadaan syok
berat sering kali dijimpai akut tubular nekrosis ditandai penurunan jumlah urine
dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin.5
D. Edem Paru
Merupakan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat dari pemberian
cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sakit
sesuai dengan panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan oedema
paru karena perembesan plasma masih terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi
plasma dari ruang ekstravaskuler, apabila cairan yang diberikan berlebih
20
2.11 PENCEGAHAN
Demam berdarah dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk
Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan
Sarang Nyamuk) Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah
dan dapat dilakukan oleh masyarakat, dengan cara sebagai berikut: 12
1. Bersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti : bak mandi / WC, drum,
dan lain- lain) sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas
kembang, tempat minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-
kurangnya seminggu sekali
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan
lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air
hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan
bamboo, tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah
lainnya
4. Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan
semen
5. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap disitu
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan
bubuk ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik
nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali
Takaran penggunaan bubuk ABATE adalah sebagai berikut: Untuk 10 liter air
cukup dengan 1 gram bubuk ABATE. Untuk menakar ABATE digunakan
21
sendok makan. Satu sendok makan peres berisi 10 gram ABATE. Setelah
17
dibubuhkan ABATE maka:
2.12 PROGNOSIS
Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan
diberikan, umur, dan keadaan nutrisi. Prognosis DBD derajat I dan II umumnya
baik. DBD derajat III dan IV bila dapat dideteksi secara cepat maka pasien dapat
ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak terkontrol sekitar 40-50 % tetapi
dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa menjadi 1-2 %. Penelitian pada
orang dewasa di Surabaya, Semarang, dan Jakarta memperlihatkan bahwa
prognosis dan perjalanan penyakit DHF pada orang dewasa umumnya lebih
ringan daripada anak-anak. Pada kasus-kasus DHF yang disertai komplikasi sepeti
DIC dan ensefalopati prognosisnya buruk.5
BAB III
ANAMNESIS PRIBADI
ANAMNESIS PENYAKIT
22
23
RPO : Paracetamol
Pemeriksaan fisik
Status Lokalisata
Kepala :
Mata : konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya (+/+),
mata cekung (-)
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-), trakea letak medial
Dada : Inspeksi : simetris fusiformis, tanpa retraksi. Ptechie (+)
pada thorax anterior dan posterior
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : suara pernapasan : vesikuler
suara tambahan : -
suara jantung : reguler, desah (-)
24
25
Hasil Laboratorium
Hitung jenis
Imunoserologi
IgM Dengue + -
IgG Dengue + -
Diagnosis banding
Diagnosis kerja
Tatalaksana
o Tirah Baring
o Inj. Ranitidine 50mg/12 jam
o IVFD RL 7cc/kgBB/jam =210cc/jam (mikro) selama 4 jam
o Paracetamol 3x500 mg
Rencana penjajakan
26
27
BAB IV
FOLLOW UP
FOLLOW UP TANGGAL 18 AGUSTUS 2019
S Demam dijumpai, nyeri perut masih dijumapai, ptechiae (+)
O Sens: CM, TD: 110/70 mmHg, HR: 92 kali/menit, RR: 20 kali/menit,
Temp: 38,2oC
Kepala :
Mata : konjungtiva palpebra inferior anemis (-/-), sklera
ikterik (-/-), pupil isokor, diameter 3 mm, refleks cahaya
(+/+)
Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : dalam batas normal
Leher : pembesaran KGB (-), trakea letak medial
Dada : Inspeksi : simetris fusiformis, tanpa retraksi, ptechie
(+) pada thorax anterior dan posterior.
Palpasi : stem fremitus Kanan = kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : suara pernapasan : vesikuler
suara tambahan : -
Abdomen : soepel, normoperistaltik, nyeri tekan (+)
Hepar, Lien dan Renal tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, tekanan nadi cukup, ptechie
(+) pada ekstremitas atas dan bawah
A Demam Berdarah Dengue
P Tirah baring
Diet MB
Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
IVFD Ringer Laktat dengan kecepatan 7 cc/kgBB/jam = 210 cc/jam
Paracetamol 3x500 mg
Hasil pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin: 14,2 g/dL
Trombosit : 23x103 /μL
Hematokrit : 47%
Leukosit : 3,3 x 103 /μL
Neutrofil : 41,6%
Limfosit : 46,8%
Monosit : 9,2%
Basofil: 1%
Eosinofil: 1,4%
28
29
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, tekanan nadi cukup, ptechie
(-) pada ekstremitas atas dan bawah
A Demam Berdarah Dengue
P Tirah baring
Diet MB
Pasien PBJ
Hasil pemeriksaan laboratorium
Hemoglobin: 14,4 g/dL
Trombosit : 53x103 /μL
Hematokrit : 39%
Leukosit : 6,2 x 103 /μL
Neutrofil : 38,4%
Limfosit : 50,2%
Monosit : 10,2%
Basofil : 0,7%
Eosinofil : 0,5%
BAB V
DISKUSI KASUS
TEORI PASIEN
Definisi Pasien datang dengan keluhan
DHF (dengue haemorrhagic fever) demam, 3 hari SMRS, terus menerus,
adalah penyakit infeksi yang menurun tidak mencapai normal
disebabkan oleh virus dengue dengan dengan PCT. Suhu tertinggi 39,5oC,
manifestasi klinis demam, nyeri otot menggigil (-), berkeringat (-).
dan/atau nyeri sendi yang disertai Nyeri kepala (+), penurunan nafsu
lekopenia, ruam, limfadenopati, makan (+), mual (+), muntah (-),
trombositopenia dan diathesis nyeri abdomen (+), ptechiae (+) di
hemoragik. Pada DHF terjadi ektremitas superior & inferior dan
perembesan plasma yang ditandai oleh badan.
hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan
di rongga tubuh.
Diagnosis Manifestasi klinis
Manifestasi klinis Demam tinggi (>380 C)
Demam tinggi (390 – 400 C) Mual dan muntah
Nyeri kepala Nyeri kepala
Nyeri sendi atau otot Nyeri perut
Nyeri retro-orbital Nyeri sendi
Mual dan muntah Bintik-bintik merah di tubuh
Tanda-tanda pendarahan
spontan
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik Ptechiae (+) di dada anterior
Pada pemeriksaan fisik dan posterior, ekstremitas
didapatkan dalam batas normal, atas dan bawah
kadang disertai tanda-tanda
pendarahan spontan : ptechiae,
mimisan, pendarahan gusi, dll
Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Laboratorium
Hb normal atau meningkat Trombositopenia
Ht normal atau meningkat Peningkatan hematokrit
Leukosit normal atau menurun IgM dan IgG anti dengue
Trombositopenia (<150.000) positif
Leukopenia (<5000)
SGOT/SGPT dapat meningkat
IgM dan IgG meningkat
terhadap dengue
NS1 (+) pada hari 1-8
32
33
Tatalaksana
Penanganan DBD dan Demam
Dengue yang dirawat
Pemberian cairan melalui infus harus Aktivitas : Tirah baring
segera dimulai pada pasien dengan
asupan cairan oral yang kurang, Diet : MB
peningkatan nilai hematokrit, terdapat
warning sign khususnya tanda syok. Tindakan suportif : -
Jumlah cairan disesuaikan dengan
kebutuhan rumatan dan kehilangan Medikamentosa:
cairan, tidak boleh kurang ataupun Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam
lebih. IVFD Ringer Laktat 7 cc/kgBB/jam
Hal yang perlu diperhatikan dilanjutkan dengan pengurangan
selama pasien dirawat: terapi IV menjadi 5cc/kgBB/jam →
- Keadaan umum, nafsu makan, mual 3cc/kgBB/jam → 1,5cc/kgBB/jam
muntah, perdarahan, warning signs. Paracetamol 3x500 mg
Perfusi jaringan perifer
Tanda tanda vital
Pemeriksaan berkala nilai
hematokrit sesuai keadaan pasien
dan peningkatan nilai hematokrit.
Pada demam dengue 12-24 jam,
DBD setiap 6-12 jam, dan pada
SSD atau perdarahan berat setiap 2-
4 jam.
Memperhatikan dan mencatat urine
output, pada kondisi nonsyok 8-12
jam, pada kondisi syok 1-2 jam.
34
Resusitasi cairan:
Jika pasien masih dapat minum, beri
minum banyak 1-2L/hari atau 1 sdm tiap 5
menit. Jenis minuman yang dianjurkan: air
minum, teh manis, sirup, jus buah, susu,
oralit. Bila terdapat demam, beri
paracetamol.
Cairan awal berupa kristaloid diberikan 7-
10cc/kgBB/jam. Pemberian cairan dapat
dikurangi atau ditambah sesuai tanda vital,
nilai Ht dan trombosit. Jika terdapat
perbaikan cairan dapat dikurangi menjadi
7cc/kgBB/jam → 5cc/kgBB/jam →
3cc/kgBB/jam → 1,5cc/kgBB/jam, atau
lanjutkan terapi maintenance menurut
Holliday-Segar.
Jika kondisi memburuk, terapi IV dapat
ditambah secara bertahap 10-
15cc/kgBB/jam. Jika masih belum ada
perbaikan dengan Ht terus meningkat,
kristaloid dapat diganti menjadi koloid 20-
30cc/kgBB/jam. Jika Ht menurun dapat
dilakukan transfusi whole blood
10cc/kgBB.
37
BAB VI
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA