Anda di halaman 1dari 10

JOURNAL READING

Antibiotic Treatment of Acute Gastroenteritis in Children

Diajukan guna melengkapi tugas Kepaniteraan Senior


Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:
Sanjaya Santoso
Cynthia Nathania S
Fajar Gemilang Purna Yudha
Nathalia Tiara Mulia Kartika
Nazila Tsalisati Hadaita

Penguji :
dr. Farid Agung Rahmadi, Msi.Med, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
Dapatkah Sinar Matahari Menggantikan Fototerapi pada Pengobatan
Neonatus Ikterik?

Abstrak

Latar Belakang: Sinar matahari dapat digunakan secara efisien untuk pengobatan
ikterik neonatal. Sinar matahari, yang meliputi sebagian besar spektrum cahaya
termasuk rentang penyerapan bilirubin, sangat berlimpah di Timur Tengah.
Keuntungan tersebut mendorong penelitian ini untuk menyelidiki efisiensi sinar
matahari dalam mengisomerasi bilirubin. Penelitian ini dapat mengenalkan
sumber fototerapi yang praktis untuk tatalaksana bayi hiperbilirubin di tempat
yang belum tersedia peralatan fototerapi.

Metode : Efisiensi sinar matahari dihitung dengan perbandingan unit fototerapi.


Larutan bilirubin encer dipaparkan pada sinar matahari secara berkala sepanjang
tahun dan pengurangan konsentrasi bilirubin dipantau menggunakan
spektrofotometri. Larutan bilirubin juga dipaparkan pada unit fototerapi yang
intensitasnya disesuaikan dengan cahaya matahari ( 17 cm dari sumber fototerapi).

Hasil : Data menunjukkan pada saat intensitas cahaya sebanding, unit fototerapi
sama efektifnya dengan sinar matahari. Namun, untuk perawatan ikterik neonatal,
unit fototerapi biasanya dioperasikan pada jarak 50 cm ( dimana intensitasnya 6
kali lebih rendah dibandingkan sinar matahari). Saat jarak ini diujikan, hanya 16
% bilirubin yang mengalami isomerasi pada 5 menit awal pemaparan. Sebaliknya,
sekitar 65 % bilirubin dapat di isomerasi saat unit fototerapi diletakkan pada jarak
17 cm dan ketika larutan bilirubin dipaparkan pada sinar matahari dengan jangka
waktu yang sama.Perubahan musim dan waktu pada intensitas cahaya matahari
mempengaruhi konsentrasi bilirubin secara signifikan.

Kesimpulan : Data menunjukkan bahwa sinar matahari hampir 6,5 kali lebih
efektif dibandingkan unit fotometri ketika dioperasikan pada geometri lingkungan
setelah mempertimbangkan efisiensi isomerisasi dan area pemaparan. Terlebih
lagi sinar matahari tetap lebih efektif saat musim dingin, ketika intensitasnya
rendah. Jadi, sinar matahari dapat dianggap sebagai sumber fototerapi alternatif
untuk penatalaksanaan ikterik neonatal, khususnya di daerah di mana unit
fototerapi konvensional tidak tersedia.

Pendahuluan

Bilirubin merupakan turunan tereduksi langsung atau biliverdin terbuka.


Dalam sirkulasi biasanya bilirubin tidak terkonjugasi, larut dalam lemak.Saat
konsentrasi dalam darah bayi neonates melebihi kapasitas hati bilirubin tak
terkonjugasi dirubah menjadi bilirubin terkonjugasi, bilirubin terkonjugasi larut
dalam air (mis. Akan diekskresikan dala air seni),permeabilitas sawar darah-otak
meningkat dan bilirubin diendapkan pada sel-sel otak (kernicterus) (1,2). Endapan
seperti itu dapat menyebabkan bayi dengan hiperbilirubinemia (ikterus neonatal)
lebih rentan untuk terkena kerusakan Susunan Saraf Pusat (3-5). Saat ini terapi
ikterik pada bayi dirancang untuk menjaga kadar bilirubin yang tidak terkonjugasi
dibawah 10 -15% (6).

Blue Light (450-500 nm) telah berhasil digunakan pada bayi hiperbilirubin
untuk mengurangi konsentrasi bilirubin plasma ke tingkat yang aman dengan
meningkatkan fotooksidasi bilirubin (6-9). Turunan bilirubin terfotooksidasi
kurang lipofilik akibatnya lebih mudah diekskresikan sebagai isomer bilirubin
tanpa memerlukan proses konjugasi, sehingga mengurangi konsentrasi bilirubin
dalam darah pasien. Saat ini, sumber cahaya buatan digunakan untuk fototerapi
pada bayi yang mengalami hiperbilirubin. Sumbernya, lampu halogen fototerapi
165 -180 W, memancarkan cahaya yang spektrumnya dekat dengan cahaya
matahari, tetapi hampir tanpa UVB ( UV yang dipancarkan seluruhnya kurang
dari 320 nm pada jarak 50 cm adalah 1.76X108 W/cm-2).Efisiensi unit ini bagus
dan menjadi populer di sebagian besar bangsal anak. Sinar matahari adalah
sumber cahaya alami dengan spektrum yang luas. Tersedia hampir sepanjang
tahun, khususnya di Timur Tengah, dan mencakup kisaran panjang gelombang
isomerasi bilirubin. Sejauh ini, sejumlah penelitian telah dilakukan untuk
mengetahui efisiensi sinar matahari dalam mengurangi bilirubin tetapi penelitian
ini lebih fokus dalam mempelajari sifat produk sampingan fotooksidasi (7-9).

Meskipun unit fototerapi telah berhasil digunakan untuk pengobatan


ikterik neonatal, tetapi membutuhkan waku paparan yang relatif lama. Oleh
karena itu banyak usaha dilakukan untuk mencari cara perawatan yang lebih
praktis. Senyawa kimia telah diuji kemungkinan efek fotosensitasinya untuk
meningkatkan proses isomerasi bilirubin, sehingga mengurangi waktu perawatan
(1,7,9). Hiperbilirubinemia juga telah diobati dengan obat tradisional china (14),
akupuntur (15), bilirubin oksidase (16,17), metallophorphyrins (18). Namun,
hasilnya tidak terlalu baik karena terdapat sitotoksisitas pada beberapa agen kimia
dalam konsentrasi yang berbeda. Fototerapi, tampaknya merupakan pengobatan
yang efektif dan aman terlepas dari sedikit efek samping dari radiasi ultraviolet
(10, 12).

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari efisiensi sinar


matahari dalam isomerasi bilirubin pada hari yang berbeda dalam setahun dan
untuk membandingkan efisiensi sinar matahari dengan unit fototerapi yang
banyak beroperasi di bangsal anak. Berdasarkan hasil penelitian ini, sinar
matahari disarankan sebagai sumber cahaya alternatif untuk merawat bayi dengan
hiperbilirubin.

Metode

Bahan kimia

Larutan bilirubin (Fluka Chemika-Biochemika, Buchs, Swizerland)


dibuat dengan melarutkan 5 mg bilirubin ke dalam 10 ml larutan natrium
hidroksida 0,05 M tanpa adanya cahaya (hanya lampu merah kecil). Larutan ini
digunakan sebagai persediaan dimana selanjutnya pengenceran akan disiapkan.
Wadah gelas coklat digunakan untuk menyimpan larutan bilirubin dan larutan
baru disiapkan setiap kali percobaan dilakukan.

Paparan sinar matahari


Intensitas cahaya sinar matahari (pada Al-Khod, Kesultanan Oman) dan
Internationa Halogen Phototherapy Unit (Ohmeda, Columbia, Asia) terus dipantau
menggunakan Research Radiometer IL700 (International light, Newburyport,
MA, USA) sehingga intensitas cahaya dari kedua sumber tetap sama. Untuk
mendapatkan kadar paparan yang cukup dan seimbang dengan sinar matahari,
sampel bilirubin diletakkan 17 cm dari pembukaan unit fototerapi. Jarak ini
sekitar 3 kali lebih dekat (luas efektif sinar 50 cm2) dari jarak 50 cm yang lazim
dilakukan ( luas efektif sinar 530 cm2) digunakan untuk fototerapi bayi
hiperbilirubinemia. Pemilihan jarak ini mendekati intensitas rata-rata sinar
matahari pada saat jam 12.00 pada hari-hari tertentu dari 4 musim. Intensitas unit
fototerapi pada jarak 50 cm (1.03X102 W/cm-2) sekitar 6 kali lebih rendah
disbanding jarak 17 cm (6.08X102 W/cm-2) diukur dari titik tengah pancaran.
Larutan bilirubin ditempatkan pada kuvet kuarsa. Kuvet dipaparkan pada
geometri yang tetap, baik sinar matahari atau ke unit fototerapi di bagian tengah
dari pancaranya sehingga cahaya jatuh hampir tegak lurus dengan permukaan
kuvet. Salah satu sampel larutan bilirubin disimpan ke dalam lemari selama
periode penelitian digunakan sebagai sampel kontrol. Konsentrasi bilirubin diukur
dengan spektrofotometer menggunakan UVPC Personal Spectroscopy (Shimatzo
Corporation, Tokyo, Jepang). Paparan dilakukan pada suhu 37oC dengan
merendam sebagian kuvet dalam air sehingga sisi yang menghadap cahaya benar
benar keluar dari air. Ketika cahaya matahari digunakan untuk periode paparan
yang lama (45 menit atau lebih) terjadi peningkatan temperature sedikit ( lebih
dari 39,9oC).
Untuk mengevaluasi perubahan jam dan iklim pada intensitas cahaya
matahari dalam efisiensi fotoisomerasi bilirubin, larutan bilirubin dipaparkan
selama 5 menit dalam waktu yang berbeda (09:00 – 16:00) di hari awal bulan
Januari, April, Juli dan Oktober.

Hasil dan Diskusi


Bilirubin menyerap cahaya di rentang Panjang gelombang 450-500 nm. Rentang
Panjang gelombang ini ada hampir pada semua sumber cahaya, termasuk cahaya
matahari. Kemampuan cahaya untuk mengisomerisasi bilirubin tergantung pada
intensitasnya. Sehingga, seorang terapis selalu mencari sumber cahaya terbaik
yang mempunyai efek samping paling sedikit dan membutuhkan waktu yang
paling minimal. Banyak model penelitian yang menunjukkan keberhasilan, namun
dibutuhkan suatu sumber cahaya yang ideal, dikarenakan sumber cahaya yang
digunakan sekarang ini relatif membutuhkan waktu kerja yang relatif cukup lama
dan mempunyai potensi untuk menimbulkan radiasi . Sebagai contoh, suatu
penelitian di Universitas Sultan Qaboos dengan subjek bayi dengan hiperbilirubin
dilakukan terapi fototerapi dengan durasi 12 jam; namun durasi ini dapat
bertambah menjadi beberapa hari tergantung derajat beratnya penyakit. Cahaya
matahari merupakan sumber cahaya yang selalu tersedia dan karena cahaya
matahari mempunyai spektrum panjang gelombang yang luas, termasuk yang
diperlukan untuk isomerisasi bilirubin, sehingga dapat dipertimbangkan sebagai
salah satu cara untuk tatalaksana pada bayi dengan hiperbilirubin, khususnya di
daerah pedalaman dimana sarana fototerapi tidak tersedia. Meskipun terpapar
cahaya matahari secara langsung memiliki resiko untuk terpapar sinar UV juga,
efek samping itu dapat dihindari dengan menggunakan benda-benda yang dapat
menghalangi sinar UVB, seperti kaca. Hal ini dibuktikan dengan cara penggunaan
cuvet kaca untuk menampung bilirubin selama penelitian menampilkan hasil yang
sama dengan penggunaan cuvet quartz.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efisiensi dari cahaya
matahari untuk mengisomerisasi bilirubin dengan fototerapi menggunakan larutan
aqua bercampur bilirubin. Penggunaan larutan ini tidak memiliki hubungan secara
langsung pada hiperbilirubin pada manusia, namun hanya sebagai alat untuk
mengukur efisiensi dari cahaya matahari dan fototerapi. Karena fototerapi
menunjukkan hasil yang baik pada terapi anak dengan hiperbilirubin, seharusnya
cahaya matahari dapat dipertimbangkan pula.
Kemampuan cahaya matahari
dalam mengurangi konsentrasi
bilirubin dibandingkan dengan
fototerapi yang biasa digunakan pada
bangsal anak. Gambar 1
menunjukkan absorbsi bilirubin
setelah terekspos cahaya matahari
(bulan oktober) pada rentang interval
yang berbeda. Cahaya matahari
dapat mengurangi konsentrasi
bilirubin secara signifikan (65%)
dalam 5 menit pertama, selanjutnya
penurunan bilirubin yang lebih
sedikit (85%) setelah 30 menit.
Penambahan waktu eksposure di
waktu selanjutnya hanya memberikan perubahan kecil. Didapatkan 2 panjang
gelombang yang mencapai puncak absorbansi, yaitu 291 dan 325 nm. Kedua
puncak ini bertambah seiring bertambahnya waktu eksposure. Hampir sama
dengan cahaya matahari, fototerapi juga mengurangi 64% konsentrasi bilirubin
selama 5 menit pertama, diikuti penurunan 84% selama 30 menit pertama.
Penambahan waktu eksposure juga hanya memberikan perubahan yang sedikit,
Namun cahaya matahari lebih efektif diabanding fototerapi bila waktu eksposure
ditambah. Tidak ada penjelasan secara spesifik mengenai hal ini, namun hal ini
bisa terjadi karena perbedaan karakteristik fisik dari kedua cahaya, misalnya
distribusi energi dari kedua cahaya
tidak sama, selain itu cahaya
matahari merupakan cahaya panas
sedangkan fototerapi menggunakan
cahaya dingin. Hal ini menyebabkan
adanya efek peningkatan suhu yang
mungkin dapat mempengaruhi
proses fotolitik. Selain itu intensitas
cahaya matahari terus berubah,
sehingga memperngaruhi
homogenitas dari eksposure.
Untuk menunjukkan
penurunan drastis dari konsentrasi
bilirubin, prosentase penurunan diplotkan dengan waktu eksposure untuk masing-
masing sumber cahaya (Gambar 2). Didapatkan tidak ada perbedaan dalam laju
isomerisasi bilirubin. Beberapa menit pertama menunjukkan penurunan secara
drastis, namun penambahan waktu eksposure tidak dapat menurunkan sampai
nilai 0. Hal ini dimungkinkan karena pembentukan produk fotolitik yang
menyebabkan menutupi cahaya, sehingga menghalangi cahaya untuk
mempenetrasi lebih dalam.
Selanjutnya dibandingkan efisiensi cahaya matahari dengan fototerapi,
larutan bilirubin diekspose selama 5 menit menggunakan fototerapi sejauh 50 cm
(intensitas cahaya 6x lebih sedikit disbanding cahaya matahari). Spektrum
absorbsi ditunjukan pada gambar 1. Hanya 16% dari bilirubin terisomerisasi dan
rata-rata dibutuhkan waktu 20 menit untuk menurunkan konsentrasi bilirubin
setara pada penggunaan cahaya matahari
yang menurunkan sebanyak 35%.
Gambar 3 menunjukkan variasi dari
musim dan intensitas cahaya matahari.
Intensitas cahaya matahari meningkat
selama siang hari, puncaknya pada pukul
12.00 dan 13.00, lalu intensitas cahaya
matahari akan menurun. Efek dari
perbedaan intensitas ini diuji dengan
pemberian ekspose cahaya matahari pada
larutan bilirubin selama 5 menit pada
pukul 07.00 sampai 16.00 pada awal
Januari, April, Juli dan Oktober. Data
ditunjukkan pada gambar 4 sebagai
prosentase penurunan konsentrasi
bilirubin. Didapatkan hasil efisiensi cahaya
matahari meningkat pada jam 12-00 sampai 13.00 dan kemudian menurun.
Maksimal penurunan konsentrasi bilirubin adalah 56%, 77%, 72% dan 66% pada
bulan Januari, April, Juli dan Oktober secara berturut”.
Berdasarkan data yang didapat, disimpulkan bahwa cahaya matahari sama
efisiennya dalam mengisomerisasi bilirubin pada intensitas yang sama. Namun
fototerapi yang digunakan untuk terapi saat ini biasanya digunakan pada jarak
50cm sehinga memiliki intensitas yang lebih rendah. Saat menggunakan cahaya
matahari, waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi bilirubin lebih
singkat. Cahaya matahari lebih efisien dibandingkan dengan fototerapi dalam hal
luas permukaan yang disinari dan efisiensi isomerisasi. Sekitar 40% (880 cm2)
terkena sinar dari cahaya matahari, sedangkan pada penggunaan fototerapi dengan
jarak 50 cm hanya 530cm2, sehingga waktu eksposure harus ditambahkan untuk
menghasilkan efek yang sama pada penggunaan fototerapi. Namun di sisi lain
cahaya matahari memiliki efek biologis yaitu memiliki sejumlah radiasi
ultraviolet, namun hal ini tidak terlalu menjadi masalah karena waktu eksposure
dengan cahaya matahari relatif sangat singkat. Oleh karena itu, cahaya matahari
dapat menjadi alternatif sumber cahaya untuk mengobati jaundice pada neonatus
ketika fototerapi tidak tersedia. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengevaluasi efektifitas cahaya matahari dalam mengurangi konsentrasi bilirubin
pada anak dengan hiperbilirubin agar dapat diaplikasikan.
CRITICAL APPRAISAL
A. Population

Populasi pada penelitian ini adalah larutan bilirubin yang cara


pembuatanya dengan melarutkan 5 mg bilirubin ke dalam 10 ml larutan
natrium hidroksida 0,05 M tanpa adanya cahaya (hanya lampu merah
kecil).

B. Intervention or Indicator

Intervensi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan


memaparkan larutan bilirubin dengan cahaya matahari, yang dilakukan
selama 5 menit setiap jam yang dimulai dari jam 09.00 sampai jam 16.00
dan dilakukan pada 4 musim yang berbeda dengan cara dilakukan
penelitian saat awal bulan Januari, April, Juli, dan Oktober. Setelah selesai
dilakukan pemaparan kemudian dilakukan pengukuran dengan alat
spektrofotometer. Hasil pengukuran kemudian dibandingkan dengan hasil
pengukuran larutan bilirubin yang dipaparkan fototerapi dengan jarak 17
cm.
Indikator yang dinilai dalam penelitian ini adalah hasil pembacaan
kadar bilirubin pada spektrofotometer.
C. Comparison
Penelitian ini membandingkan penurunan kadar bilirubin antara
kelompok eksperimen yang menggunakan paparan sinar matahari,
paparan fototerapi dengan jarak 17cm dan kelompok kontrol tanpa
paparan apapun.
D. Outcome
Penelitian ini menunjukkan bahwa cahaya matahari dapat
digunakan sebagai alternative sumber cahaya untuk mengobati jaundice
pada neonatus, karena cahaya matahari sama efektifnya dalam
mengisomerisasi bilirubin pada intensitas yang sama dengan fototerapi.
Selain itu, waktu yang dibutuhkan relative lebih singkat dibandingkan
dengan fototerapi yang digunakan saat ini, dan faktor risiko untuk radiasi
UV tidak menjadi masalah karena waktu yang dibutuhkan untuk
terekspose cahaya matahari relatif singkat.

E. Valid
Data yang didapat cukup akurat dan melalui banyak pertimbangan,
seperti intensitas cahaya yang disamakan, perbedaan waktu penyinaran,
perbedaan musim yang dapat menjadi bias juga sudah diteliti.

F. Important
Kejadian jaundice pada neonates cukup tinggi, sehingga penelitian
ini sangat penting dikarenakan tidak semua daerah memiliki fasilitas
fototerapi, sedangkan cahaya matahari dapat diperoleh semua lapisan
masyarakat dan dimanapun tempatnya, sehingga dapat dipertimbangkan
sebagai salah satu alternatif.

G. Applicable
Diperlukan penelitian tambahan untuk pengaplikasian pada subjek
manusia untuk menilai efektifitas cahaya matahari dalam mengobati
neonatus dengan jaundice.

Anda mungkin juga menyukai