Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi. Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus
listrik, bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang lebih dalam.
Luka bakar merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya
karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati (eskar) yang tetap
berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama.
Luka bakar inhalasi merupakan faktor yang secara nyata memiliki kolerasi
dengan angka kematian. Pada kebakaran dalam ruangan tertutup atau bilamana
luka bakar mengenai daerah wajah dan leher dapat menimbulkan kerusakan
mukosa jalan napas akibat gas, asap atau uap panas yang terhisap. Trauma
inhalasi disebabkan oleh jenis bahan kimia terbakar (tracheobronchitis) dari saluran
pernapasan. Bila cedera ini terjadi pada pasien dengan luka bakar kulit yang parah, kematian
sangat tinggi antara 48% sampai 86%.
Edema yang terjadi dapat menyebabkan gangguan berupa hambatan jalan napas.
Keracunan asap yang disebabkan oleh termodegradasi material alamiah dan
materi yang diproduksi. Termodegradasi menyebabkan terbentuknya gas toksik
seperti hydrogen sianida, nitrogen oksida, hidrogen klorida, akreolin dan partikel -
partikel tersuspensi. Efek akut dari bahan kimia ini menimbulkan iritasi dan
bronkokonstriksi pada saluran napas. Obstruksi jalan napas akan menjadi lebih hebat
akibat adanya tracheal bronchitis dan edema.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI KULIT

Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,


merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 –
1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak
mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.

Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar
adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ektoderm sedangkan
lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

1) Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari
epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, langerhans dan
merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling
tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 %
dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai
yang terdalam):
a. Stratum Korneum

Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.

b. Stratum Lusidum

Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki
dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.

c. Stratum Granulosum

2
Ditandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan
sitoplasma terisi oleh granula keratohialin yang mengandung protein
kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.

d. Stratum Spinosum

Terdapat berkas-berkas filamen yang dinamakan tonofibril, dianggap


filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk
mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi.
Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan
mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum
basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat
sel Langerhans.

e. Stratum Basale (Stratum Germinativum)

Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam


pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui
setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak,
usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung
melanosit.

Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan


sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan
pengenalan alergen (sel Langerhans).

2) Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang
paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
a. Lapisan papiler

3
Tipis mengandung jaringan ikat longgar.

b. Lapisan retikuler

Tebal terdiri dari jaringan ikat padat.

Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang


dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan
menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari
fetus sampai dewasa.

Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan
serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya
dan tampak mempunyai banyak keriput.

Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga


mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea
dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat
epidermis di dalam dermis.

Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi,


menahan shearing forces dan respon inflamasi.

3) Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit
secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-
beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi
menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar,
isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock
absorber.

4
2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI RESPIRASI

Anatomi pernafasan agar udara bisa mencapai paru-paru adalah hidung, laring,
trakhea, bronkhus dan bronkhiolus. Fungsi masing-masing bagian ini sebagai
berikut:

1) Hidung

Bulu-bulu hidung berguna untuk menyaring udara yang masuk, debu dengan diameter
> 5 mikron akan tertangkap, selaput lendir hidung berguna untuk
menangkap debu dengan diameter lebih besar, kemudian melekat pada
dinding rongga hidung. Anyaman vena (Plexus venosus) berguna untuk
menyamakan kondisi udara yang akan masuk paru dengan kondisi udara
yang ada di dalam paru. Konka (tonjolan dari tulang rawan hidung) untuk
memperluas permukaan, agar proses penyaringan, pelembaban berjalan
dalam suatu bidang yang luas, sehingga proses diatas menjadi lebih efisien.

2) Pharing

Terdapat persimpangan antara saluran napas dan saluran pencernaan. Bila


menelan makanan, glotis dan epiglotis menutup saluran napas untuk mencegah
terjadinya aspirasi. Terdapat pita suara / plika vokalis, bisa menutup dan
membuka saluran napas, serta melebar dan menyempit.

5
3) Trakea

Dikelilingi tulang rawan berbentuk tapal kuda (otot polos dan bergaris)
sehingga bisa mengembang dan menyempit. Trakea bercabang menjadi 2 bronkus
utama.

4) Bronkus

Merupakan percabangan trakea, terdiri dari bronkus kanan dan kiri.


Antara percabangan ini terdapat karina yang memiliki banyak saraf dan
dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus
kiri dan kanan tak simetris. Yang kanan lebih pendek, lebih lebar dan arahnya
hampir vertikal. Yang kiri lebih panjang dan lebih sempit dengan sudut
lebih tajam. Bronkus ini kemudian bercabang menjadi bronkus lobaris,
bronkus segmentasi, bronkus terminalis, asinus yang terdiri dari bronkus
respiratorius yang terkadang mengandung alveoli, duktus alveolaris dan
sakusalveolaris terminalis.

5) Paru
Terdiri dari paru kanan dan kiri, yang kanan terdiri dari 3 lobus, kiri 2 lobus.
Dibungkus oleh selaput yang disebut pleura visceralis sebelah dalam dan
pleura parietalis sebelah luar yang menempel pada rongga dada. Diantara
kedua pleura terdapat kavum interpleura yang berisi cairan. Di dalam
saluran napas selain terdapat lendir, juga bulu-bulu getar / silia yang berguna
untuk menggerakkan lendir dan kotoran ke atas.

6
7
2.3 DEFINISI LUKA BAKAR

Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan
benda-benda yang menghasilkan panas (api secara langsung maupun tidak
langsung, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia, air
panas, dll) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat atau basa kuat).

2.4 EPIDEMIOLOGI

Kurang lebih 2,5 juta orang mengalami luka bakar di Amerika Serikat setiap
tahunnya. Dari kelompok ini, 200.000 pasien memerlukan penanganan rawat jalan
dan 100.000 pasien dirawat di rumah sakit. Sekitar 12.000 meninggal setiap
tahunnya. Anak kecil dan orang tua merupakan populasi yang beresiko tinggi untuk
mengalami luka bakar. Laki-laki dalam usia kerja juga lebih sering menderita luka
bakar. Di rumah sakit anak di Inggris, selama satu tahun terdapat sekitar 50.000 pasien luka
bakar dimana 6400 diantaranya masuk ke perawatan khusus luka bakar.

Antara tahun 1997-2002 terdapat 17.237 anak di bawah usia 5 tahun mendapat
perawatan di gawat darurat di 100 rumah sakit di Amerika. Rumah Sakit Cipto Mangun
Kusumo Jakarta pada tahun 1998 di laporkan 107 kasus luka bakar yang dirawat,
dengan angka kematian 37,38% sedangkan di Rumah Sakit Dr. Sutomo Surabaya
pada tahun 2000 dirawat 106 kasus luka bakar, kematian 26, 41 %. Studi North-West
England menemukan angka rata-rata yang datang ke rumah sakit dengan trauma inhalasi
akibat luka bakar adalah 0,29 per 1000 populasi tiap tahun. Perbandingan antara
laki-laki dan perempuan yaitu 2:1. Referensi lain menyebutkan bahwa kurang lebih
sepertiga (20-35%) pasien luka bakar yang datang ke Pusat Luka Bakar adalah dengan
trauma inhalasi.

2.5 ETIOLOGI LUKA BAKAR

Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung maupun
tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar,
penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:

8
1) Paparan api
a. Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh.
b. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan benda
panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh yang
mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar akibat
rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
2) Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan
berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya
menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit
sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
3) Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang
tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi
inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas
distal di paru.
4) Gas panas
Inhalasi gas panas menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian
atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
5) Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan
luka bakar tambahan.
6) Zat kimia (asam atau basa)

9
7) Radiasi
8) Sengatan sinar matahari (Sunburn)

2.6 KLASIFIKASI LUKA BAKAR

Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan :

1) Dalam /Derajat Luka Bakar (Tingkat kedalaman lapisan kulit yang


terbakar)

a. Luka bakar derajat I (superficial burn)

 Eritema, nyeri, tidak ada bulla

 Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis dan biasanya


sembuh dalam 5-7 hari. Misalnya akibat tersengat matahari. Luka
tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri dan
hipersensitivitas setempat.

b. Luka bakar derajat II (Partial Thickness burn)

 Eritema, bulla, epidermis rusak, bengkak, permukaan basah, berair,


nyeri, sensitive pada udara.

 Luka bakar derajat II mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada


elemen sehat yang tersisa. Elemen epitel tersebut misalnya sel
epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal
rambut. Dengan adanya sisa epitel ini, luka dapat sembuh sendiri.

 Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung (bulla) yang berisi


cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah karena
permeabilitas dindingnya meningkat.

 Luka bakar derajat II dibedakan atas 2 yaitu:

 Derajat II A (dangkal)

10
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dermis.
Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari
terbentuk sikatrik yang minimal.

 Derajat II B (dalam)

Kerusakan mengenai hamper seluruh bagian dermis dan sisa-


sisa jaringan epitel sehat tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi
lebih lama, biasanya > 1 bulan dan disertai parut hipertrofi.

c. Luka bakar derajat III (full-thickness burn)

 Warna kulit bisa terlihat putih pucat atau kehitaman dan kaku, kulit
rusak, tampak jaringan lemak, permukaan kulit kering, tidak ada
bulla, tidak nyeri, edema.

 Luka bakar derajat III meliputi seluruh lapisan kulit dan mungkin
subkutis, atau organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel
hidup yang tersisa yang memungkinkan penyembuhan dari dasar
luka, biasanya diikuti dengan terbentuknya eskar yang merupakan
jaringan nekrosis akibat denaturasi protein jaringan kulit.

11
2) Berdasarkan luas luka bakar (persentase permukaan kulit yang terbakar)

a. Rumus 9 atau Rule of Nine untuk orang dewasa

Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher, dada,
punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas
kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki
kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini
membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang
dewasa.

12
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

b. Metode Lund dan Browder


Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa
tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya
luas permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan
luas permukaan tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan
disesuaikan dengan usia:
 Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai
14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
 Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk tiap
tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai
nilai dewasa.

13
3) Berdasarkan berat luka bakar

Adalah tingkat kerusakan tubuh yang terjadi akibat luka bakar. Ditentukan
oleh derajat, luas, lokasi luka bakar dan umur penderita.

a. Luka bakar ringan

 Luka bakar derajat I yang < 15 % pada dewasa

 Luka bakar derajat II yang < 10 % pada anak

 Luka bakar derajat III yang < 2%

b. Luka bakar sedang

14
 Luka bakar derajat II, 15-25% pada dewasa

 Luka bakar derajat II, 10-20% pada anak

 Luka bakar derajat III, < 10%

c. Luka bakar berat (major burn injury)

 Luka bakar derajat II, > 25% pada dewasa

 Luka bakar derajat II > 20% pada anak

 Luka bakar derajat III > 10%

 Luka bakar pada tangan muka, mata, telinga, kaki & perineum

 Luka bakar inhalasi, sengatan listrik, atau disertai trauma lainnya

2.7 DEFINISI LUKA BAKAR INHALASI

Luka bakar inhalasi adalah luka bakar yang disebabkan oleh terhirupnya gas
yang panas, cairan panas atau produk berbahaya dari proses pembakaran yang
tidak sempurna. Luka bakar ini penyebab kematian terbesar pada pasien luka
bakar.

2.8 ETIOLOGI LUKA BAKAR INHALASI

Kebanyakan luka bakar inhalasi terjadi akibat kerusakan langsung pada


permukaan epitel yang dapat menyebabkan konjungtivitis, thinitis, faringitis,
laryngitis, trakeitis, bronchitis dan alveolitis. Absorbsi sistemik dari toksin juga
terjadi. Susah untuk membedakan apakah insufisiensi pernafasan disebabkan oleh
trauma langsung pada paru atau akibat pengaruh metabolic, hemodinamik dan
komplikasi lanjut dari suatu infeksi permukaan luka bakar.

Trauma inhalasi disebabkan oleh berbagai inhalan. Inhalan dibedakan atas 4


macam yaitu :

15
1) Gas Iritan

Bekerja dengan melapisi mukosa saluran nafas dan menyebabkan reaksi


inflamasi. Amonia, klorin, kloramin lebih larut air sehingga dapat
menyebabkan luka bakar pada saluran nafas atas dan menyebabkan iritasi
pada mata, hidung, dan mulut. Gas iritan lain yaitu sulfur dioksida,
nitrogen dioksida yang kurang larut air sehingga menyebabkan trauma
paru dan distress pernapasan.

2) Gas Asfiksian

Karbon dioksida, gas dari bahan bakar (metana, etana, propane, asetilana),
gas-gas ini mengikat udara dan oksigen sehingga menyebabkan asfiksia.

3) Gas yang bersifat toksik sistemik

Karbon monoksida yang merupakan komponen terbesar dari asap,


hidrogen sianida merupakan komponen asap yang berasal dari api, dan
hydrogen sulfide, gas-gas ini berhubungan dengan pengangkutan oksigen
untuk produksi energy bagi sel. Sedangkan toksin sistemik seperti
hidrokarbon halogen dan aromatik menyebabkan kerusakan lanjut pada
hepar, ginjal, otak, paru-paru dan organ lain.

4) Gas yang menyebabkan alergi

Gas ini apabila terhirup, partikel dan aerosol menyebabkan bronkospasme


dan edema yang menyerupai asma.

2.9 PATOFISIOLOGI LUKA BAKAR INHALASI

Luka bakar inhalasi terjadi melalui kombinasi dari kerusakan epitel jalan nafas
oleh panas dan zat kimia, atau akibat intoksikasi sistemik dari hasil pembakaran
itu sendiri. Hasil dari pembakaran tidak hanya terdiri dari udara saja, tetapi
merupakan campuran dari udara, partikel padat yang terurai di udara (melalui

16
suatu efek iritasi dan sitotoksikasi). Aerosol dari cairan yang bersifat iritasi dan
sitotoksikasi serta gas toksik dimana gabungan tersebut bekerja sistemik.

Partikel padat yang ukurannya lebih dari 10 mikrometer tertahan di hidung


dan nasofaring, partikel yang berukuran 3-10 mikrometer tertahan pada cabang
trakeobronkial, sedangkan partikel berukuran 1-2 mikrometer dapat mencapai
alveoli.

Gas yang larut air bereaksi secara kimiwa pada saluran nafas atas, sedangkan
gas yang kurang larut air pada saluran nafas bawah. Adapun gas yang kurang larut
air masuk melewati barier kapiler dari alveolus dan menghasilkan efek toksik
yang bersifat sistemik. Kerusakan langsung dari sel-sel epitel menyebabkan
kegagalan fungsi dari apparatus mukosiliar dimana akan merangsang terjadinya
suatu reaksi inflamasi akut yang melepaskan makrofag serta aktivitas neutrofil
pada daerag tersebut. Selanjutnya akan dibebaskan oksigen radikal, protease
jaringan, sitokin, dan konstriktor otot polos (tromboksan A2, C3A, C5A).

Kejadian ini menyebabkan peningkatan iskemia pada saluran nafas yang


rusak. Selanjutnya terjadi edema dari dinding saluran nafas dan kegagalan
mikrosirkulasi yang akan meningkatkan resistensi dinding saluran nafas dan
pembuluh darah paru. Komplians paru akan turun akibat terjadinya edema paru
interstitial sehingga terjadi edema pada saluran nafas bagian bawah akibat
sumbatan pada saluran nafas yang dibentuk oleh sel-sel epitel nekrotik, mucus dan
sel-sel darah.

Luka bakar inhalasi diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

1) Luka bakar pada saluran nafas bagian atas (trauma supraglotis)

Luka bakar pada saluran nafas atas dapat menyebabkan ancaman hidup
melalui obstroksi jalan nafas sesaat setelah trauma. Jika proses ini
ditangani secara benar, edema saluran nafas dapat hilang tanpa sekuele
beberapa hari.

2) Trauma pada saluran nafas bawah dan parenkim paru ( trauma subglotis)

17
Luka bakar ini dapat menyebabkan lebih banyak perubahan signifikan
dalam fungsi paru dan lebih sulit ditangani. Trauma subglotis merupakan
trauma kimia yang disebabkan akibat inhalasi hasil-hasil pembakaran yang
bersifat toksik pada luka bakar. Asap memiliki kapasitas membawa panas
yang rendah, sehingga jarang didapatkan trauma termal langsung pada
jalan nafas bagian bawah dan parenkim paru, trauma ini terjadi apabila
seseorang terpapar uap yang sangat panas.

3) Toksisitas sistemik

Toksisitas sistemik akibat inhalasi gas toksik seperti karbon monoksida


dan sianida. Inhalasi dari gas toksik merupakan penyebab utama kematian
cepat akibat api, meskipun biasanya trauma supraglotis, subglotis dan
toksisitas sisemik terjadi bersamaan. Intoksikasi CO terjadi jika afinitas
CO terhadap hemoglobin lebih besar dari pada afinitas oksigen terhadap
hemoglobin, sehingga ikatan CO dan hemoglobin membentuk suatu
karboksihemoglobin dan menyebabkan hipoksia.

2.10 GAMBARAN KLINIS LUKA BAKAR INHALASI

Adapun gejala klinis pada luka bakar inhalasi adalah :

1) Luka bakar mengenai wajah dan atau leher

18
2) Adanya riwayat terkurung dalam kepungan api

3) Perubahan suara

4) Stridor

5) Alis mata dan bulu hidung hangus

6) Adanya timbunan karbon dan tanda-tanda inflamasi akut di dalam


orofaring

7) Sputum yang mengandung arang atau karbon

8) Sesak nafas

9) Ledakan yang menyebabkan trauma bakar pada kepala dan badan

10) Tanda-tanda keracunan karbon monoksida, seperti kulit berwarna merah


muda sampai merah, takikardi, takipnea, nyeri kepala, pusing, mual,
pandangan kabur, halusinasi, kolaps sampai koma.

Bila ditemukan salah satu dari keadaan diatas, sangat mungkin telah terjadi
trauma inhalasi yang memerlukan penanganan dan terapi definitif, termasuk
pembebasan jalan nafas. Trauma inhalasi merupakan indikasi untuk merujuk ke
pusat luka bakar.

2.11 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1) Laboratorium
 Analisa gas darah
Untuk mengukur kadar karboksihemoglobin, keseimbangan asam basa
dan kadar sianida. Sianida dihasilkan dari kebakaran rumah tangga dan
biasanyan terjadi peningkatan kadar laktat plasma.
 Elektrolit
Untuk memonitor abnormalitas elektrolit sebagai hasil dari resusitasi
cairan dalam jumlah besar.
 Darah lengkap

19
Hemokonsentrasi akibat kehilangan caiaran biasanya terjadi sesaat
setelah trauma. Hematrokrit yang menurun secara progresif akibat
pemulihan volume intravascular. Anemia berat biasanya terjadi akibat
hipoksia atau ketidakseimbangan hemodinamik. Peningkatan leukosit
untuk melihat adanya infeksi.

2) Foto thorak
Biasanya normal dalam 3-5 hari, gambarn yang dapat muncul sesudahnya
termasuk atelektasis, edema paru dan ARDS.
3) Bronkoskopi fiberoptik
Keduanya dapat digunakan sebagai alat diagnositik maupun terapeutik.
Pada bronkoskopi biasanya didapatkan gambaran jelaga, eritema, sputum
dengan arang, daerah warna merah muda sampai hitam karena nekrosis,
ulserasi, mukopurulen. Bronkoskopi serial berguna untuk menghilangkan
debris dan sel-sel nekrotik pada kasus-kasus paru atau jika suction dan
ventilasi tekanan positif tidak cukup memadai.

20
2.12 PENATALAKSANAAN

Tujuan penanganan pasien luka bakar adalah :

1) Life saving

2) Pengobatan sistemik

3) Pengobatan lokal

4) Mencegah komplikasi, seperti kontraktur

5) Rehabilitasi cacat fisik yang timbul

Tahap penanganan :

1. Tempat kejadian

a. Stop sumber api

b. Lepas seluruh pakaian (mengurangi panas lanjutan).

c. Live saving ( Primary Survey)

d. Pendinginan

Bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan menghentikan proses


koagulasi, dengan cara :

• Siram/rendam dalam air dingin bersih sebanyak-banyaknya


(temperatur 22-250C / suhu kamar terutama pada 45 menit pertama.

• Pemberian Es menyebabkan kerusakan jaringan meningkat 


hipotermistik & vasokonstriksi.

• Penderita/ korban ditutup dengan kain selimut yang bersih

e. Indikasi perawatan

• Penderita syok / terancam syok

21
Anak (luka bakar > 10%) dan Dewasa luka bakar > 15%

• Luka bakar yang memungkinkan jadi cacat

 wajah, mata, telinga, tangan / kaki, sendi, perineum, terancam


udema laring.

2. Tindakan di IGD (RS )

a. Live saving (Primary Survey)

Diagnosis yang cepat terhadap luka bakar inhalasi adalah penting


untuk penanganan cepat agar terhindar dari gagal nafas yang berakibat
kematian. Pengobatan untuk luka bakar inhalasi adalah bersifat suportif.

 Airway

Jika dicurigai seseorang dengan trauma inhalasi sebelum dikirim


ke pusat luka bakar sebaiknya dilakukan intubasi cepat untuk
melindungi jalan nafas sebelum terjadi pembengkakan wajah dan
faring yang biasanya terjadi 24-48 ham setelah kejadian, dimana jika
terjadi edema maka yang akan diperlukan adalah trakeostomi atau
krikotiroidotomi jika intubasi tidak dapat dilakukan.

 Breathing

Jika didapatkan tanda-tanda insufisiensi pernapasan, susah


bernapas, stridor, batuk, retraksi suara napas bilateral atau tanda-tanda
keracunana gas CO maka dibutuhkan oksigen 100% atau oksigen
tekanan tinggi yang akan menurunkan waktu paruh dari CO dalam
darah. Pelepasan CO sangat lambat, waktu paruhnya 250 menit atau 4
jam bila penderita bernapas dengan udara ruangan, tetapi bila
bernapas dengan oksigen 100% waktu paruhnya menjadi 40 menit.
Penderita keracunan CO diberikan oksigen konsentrasi tinggi melalui
sungkup muka yang memiliki katup (Non-rebreathing mask)

 Circulation

22
Pengukuran tekanan darah dan nadi untuk mengetahui stabilitas
hemodinamik. Untuk mencegah syok hipovolemik diperlukan
resusitasi cairan intravena. Pada pasien dengan luka bakar inhalasi
biasanyan dalam 24 jam pertama digunakan cairan kristaloid 40-75%
lebih banyak dibandingkan pasien yang hanya luka bakar saja.

 Disability

Pasien yang berespon/sadar membantu untuk mengetahui


kemampuan mereka untuk melindungi jalan nafas dan merupakan
indikator yang baik untuk mengukur kesuksesan resusitasi.

 Exposure

Periksa seluruh tubuh untuk mengetahui adanya trauma lain dan


luka bakar. Cuci dengan NaCl kulit yang tidak terbakar untuk
menghindari sisa zat toksik yang bermakna.

b. Resustasi cairan

Yaitu memberikan infus cairan dengan tujuan mengganti cairan:

 Kebutuhan dasar tubuh adalah 2000 cc glucosa / 24 jam

 Cairan yang hilang akibat penguapan , edema dan lain-lain.

 Dasar pemberian yaitu lama kejadian dan luas luka bakar  pakai
formula.

Cara / formula pemberian cairan

 Formula EVANS  % luka bakar X BB X (1 cc NaCl + 1cc


Koloid ) + Dextrose 5% 2000 cc

– Hari I (24 Jam I)  8 Jam I (50%) & 16 Jam berikut (50%


sisa)

23
– Hari II  50% Hari I

– Hari III  50% Hari II

 Formula BAXTER  % luka bakar X BB X 4 cc Ringer Lactat

– Hari I (24 Jam I)  8 Jam I (50%) & 16 Jam berikut (50%


sisa)

– Hari II ( 50%) Dari hari I + Dextrose 5% 2000 cc

 Formula BROOKE  % luka bakar X BB (0,5 cc Koloid + 1,5


cc Ringer Lactat) + Dectrose 5% 2000 cc

Contoh :

BB = 60 kg , Luka bakar 20%.

– Koloid (plasma, plasmafusin dan lain-lain) :

60 x 20 x 1 cc =1200 cc.

– Nacl 0,9 %

60 x 20 x 1cc = 1200 cc

– Glucosa 5% = 2000 cc

– Total = 4400 cc

Hari I

– 8 Jam I  600 cc koloid + 600 cc Na Cl + 1000 cc Dextrose


5% = 2200 cc

– Jumlah tetesan 2200 x 15 tetes dibagi 8 x 60 menit

c. Debridemant luka

24
Debridemant kalau perlu di ruang operasi & narkose

 Derajat II & III

 Cuci/ bersihkan (margarine, pasta gigi dan krim)

 Buang jaringan mati (debris)

 Isap bulae

 Penutupan luka : terbuka atau tertutup

Perawatan Terbuka

 Tanpa ditutup khasa

 Dapat pakai amnion (orisinil atau batan) Hari ke 5 lepas


dengan sendirinya.

– Murah, Mudah didapat

– Dapat mengurangi nyeri karena dingin

– Dapat mencegah penguapan dari luka.

 Luka bakar derajat II  krusta terlepas pada minggu ke 2


dan 3

 Luka bakar derajat III  eschar akan melunak 


escharectomi.

Perawatan Tertutup

 Pakai khasa + antibakteri

 Salep antibiotika (silver sulfatiazine dan gentamicin)

 Khasa dibiarkan beberapa hari atau diganti saban tiap 8-24


jam

d. Pemasangan kateter

25
e. Medikamentosa (Antibiotik, Anti Tetanus, Analgetik )

 Analgetik

Pada luka bakar yang tidak luas bisa diberikan analgetik oral,
misalnya paracetamol atau NSAID. Tetapi pada luka bakar yang
luas pemberian analgetik melalui intravena.

 Kortikosteroid

Digunakan untuk menekan inflamasi dan mengurangi edema.

 Antibiotik

Mengobati infeksi sekunder yang biasanya disebabkan oleh


Staphylococcus Aureus dan Pseudomonas Aeruginosa pada
pasien-pasien dengan kerusakan paru.

 Anti Tetanus

 Amyl dan Sodium Nitrit untuk mengobati keracunan sianida tetapi


harus berhati-hati jika ditemukan tanda-tanda keracunan CO
karena obatini dapat menyebabkan methahemoglobinemia.
Oksigen dan sodium tiosulfat juga dapat sebagai antidotum
sianida, anti dotum yang lain adalah hidroksikobalamin dan
EDTA.

 Bronkodilator untuk pasien-pasien dengan bronkokonstriksi. Pada


kasus-kasus berat bronkodilator digunakan secara intravena.

f. Perawatan lokal lanjutnya:

 Dimandikan dalam air lisol 1-1.5% hari ke 4-5 (keropeng lepas)

26
 Escharectomi

 Nekrotomi

 Skin graft

g. Rehabilitasi sendi

2.13 KOMPLIKASI LUKA BAKAR

1) Syok  jika irreversibel  pasien meninggal.

2) Infeksi /sepsis

3) Pneumonia pneumostatis

4) Kejang  karena gangguan keseimbangan elekrolit

a. Terutama anak-anak

b. Penanganannya sulit  koreksi elektrolit

c. Prognosa buruk.

5) Keloid

27
6) Kontraktur  cegah dari awal dengan cara:

a. Pasang bidai fisiologis

b. Fisioterapi

c. Release kontraktur

2.14 PROGNOSIS
Prognosis tergantung :
1) Berat ringan luka bakar
2) Umur
Prognosis jelek pada umur < 2 tahun dan > 60 tahun. Pada umur < 2 tahun
risiko infeksi tinggi karena imunologis belum berkembang. Sedangkan
pada umur 60 tahun risiko untuk kelainan pembuluh darah jantung, DM
dan obstruksi menahun ti nggi.
3) Lokasi luka bakar

Progonsis buruk pada lokasi sekitar muka, leher dan perineum.

4) Adanya trauma penyerta lainnya

5) Pada trauma inhalasi ringan biasanya self limited dalam 48-72 jam. Berat
ringannya trauma langsung pada parenkim paru tergantung pada luas dan
lamanya paparan serta jenis inhalan yang diproduksi secara bersamaan.

28
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. ANAMNESIS

Keluhan Utama
Seorang laki-laki usia 17 tahun datang ke IGD RSI Siti Rahmah dengan
luka bakar pada wajah dan dada sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit.

3.2. PRIMARY SURVEY


1) Airway :
Stridor (+), snoring (-), gurgling (-).
Bulu hidung terbakar
Kesan : Penyempitan airway
Tindakan : Intubasi

29
Evaluasi setelah intubasi :
Stridor (-)
Kesan : Airway bebas

2) Breathing :
Inspeksi :
 Nafas spontan, RR : 28 x/menit
 Gerakan dinding dada saat bernafas simetris
 Luka bakar di dada
Palpasi : Nyeri tekan pada dada (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikular +/+, wheezing +/+
Kesan : takipnea
Tindakan : O2 3 liter

Evaluasi :
Inspeksi :
 Nafas spontan, RR : 24 x/menit
 Gerakan dinding dada saat bernafas simetris
 Luka bakar di dada
Palpasi : Nyeri tekan pada dada (-)
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikular +/+, wheezing +/+
Kesan : sesak napas berkurang
3) Circulation :
 Tekanan darah 100/70 mmHg
 Saturasi oksigen 94%
 Nadi 96x/menit, regular
 Akral hangat
 CRT < 2 detik

Evaluasi :

30
 Tekanan darah 100/70 mmHg
 Saturasi oksigen 99%
 Nadi 96x/menit, regular
 Akral hangat
 CRT < 2 detik
4) Dissability : GCS : E4 M5 V6 = 15, Kesadaran : CMC
5) Ekposure : luka bakar di wajah, leher, dada dan lengan atas tangan
kanan

3.3. SECONDARY SURVEY


1) Identitas Pasien

Nama : Tn. B
Umur : 17 tahun
Alamat : Siteba
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pelajar

2) Anamnesis
Keluhan Utama:
Luka bakar pada wajah dan dada sejak 3 jam sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


- Luka bakar pada wajah dan dada sejak 3 jam sebelum masuk rumah
sakit.
- 3 jam SMRS, pasien sedang memasang tabung gas di dapur rumahnya.
Tiba-tiba tabung gas meledak dan mengenai wajah dan dada pasien
kemudian di padamkan dengan kain basah. Api segera di padamkan
oleh keluarga pasien dan tidak sampai membakar rumah.
- Terkurung dalam ruangan (-), menghirup asap (-)
- Sesak nafas (+), suara nafas berbunyi
- Sakit kepala (+)
- Mual (-) muntah (-)

31
- Pasien kemudian dibawa ke IGD RSI Siti Rahmah

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat mengalami sakit yang sama sebelumnya disangkal
Riwayat alergi (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat Penyakit keluarga di sangkal

3) Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Sakit sedang


Kesadaran : CMC
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Temperatur : 37,0 °C

Status generalis:

- Kepala
Mata : Konjungtiva Anemis: (-/-) Sklera Ikterik (-/-)
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : bulu hidung terbakar
Mulut : Dalam batas normal
Wajah : luka bakar (+)
- Leher : luka bakar (+)
- Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus kordis teraba satu jari medial LMCS RIC V
Perkusi : Redup
Auskultasi : Bunyi jantung 1 dan 2 murni reguler, Bising (-)
- Paru :

32
Inspeksi :
 Nafas spontan, RR : 20 x/menit
 Gerakan dinding dada saat bernafas simetris
 Luka bakar di dada

Palpasi : Nyeri tekan pada dada (-)


Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikular +/+, wheezing +/+, stridor (-)

- Abdomen
Inspeksi : Tidak ada distensi, tidak ada massa maupun
jaringan parut
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Supel, hepar dan lien tidak teraba
- Ekstremitas : Refilling kapiler baik, akral hangat, luka bakar (+)
di lengan atas tangan kanan

Status Lokalis :
Kepala : 3 ½ %
Luka bakar di wajah, eritema, tampak basah, bulla (+), edema, nyeri
Leher : 1 %
Luka bakar di leher bagian depan, eritema, tampak basah, bulla (+), nyeri
Dada :13%
Luka bakar di dada, eritema, tampak basah, bulla (-), edema, nyeri
Ekstremitas atas tangan kanan : 2%
Luka bakar di lengan atas , eritema, tampak basah, bulla (-), edema, nyeri

Total area luka bakar: 19,5 %

3.4 Diagnosis Kerja


Luka bakar grade II 19,5 % + trauma inhalasi ec api

33
3.5 Pemeriksaan Penunjang
- Analisa gas darah
- Darah lengkap + elektrolit

3.6 Penatalaksanaan
1) Perbaiki keadaan umum
2) Resusitasi cairan
3) Berikan O2 3 liter
4) Berikan analgetik, kortikosteroid, antibiotik dan antitetanus
5) Debridement luka

3.7 Prognosis
Quo ad vitam : dubia
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam

34
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh
dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api secara langsung maupun tidak
langsung, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia, air, dll)
atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat). Ada beberapa etiologi
dari luka bakar. Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar,
yaitu luka bakar derajat I, II, atau III. Terapi pembedahan pada luka bakar terdiri
Eksisi dini dan Skin grafting. Prognosis dan penanganan luka bakar terutama
tergantung pada dalam dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak
awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan
keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Emily B Nazarian. Inhalation Injury, available at www.emedicine.com Januari


20113.
2. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Ventilasi paru. Buku Ajar Fisiologi. 2015.
Jakarta: EGC
3. Herold, L Cerny, Inhalation Injury, available at
www.ynovaburnandreconstructivesurgery.com Januari 2011
4. Rajpura A., Inhalation Injury, available at www.burncenter.com Januari 2011.
5. Williams, Norman S, dkk. Bailey & Loves’s : Short Practice of Surgery. Edisi
26. 2013. London: CRC Press
6. Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. 2005. Jakarta: EGC.

36

Anda mungkin juga menyukai