Anda di halaman 1dari 15

JOURNAL READING

“Antibiotic treatment of acute gastroenteritis in children”

Pembimbing :
dr. H. Argo Pribadi, Sp.A, M.Kes

Disusun oleh:
Julia Qintan Rahmaningsih
1102015108

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSU DR. DRADJAT PRAWIRANEGARA SERANG
Periode September - November 2019
Pengobatan Antibiotik Gastroenteritis Akut Pada Anak-Anak
Eugenia Bruzzese, Antonietta Giannattasio, Alfredo Guarino
Departemen Ilmu Kedokteran Translasional – Bagian Pediatri, Universitas Naples Federico II, Via
S. Pansini 5, Naples, 80131, Italia

Abstrak
Terapi antibiotik tidak diperlukan untuk diare akut pada anak-anak, karena rehidrasi
adalah pengobatan utama dan gejala klinis umumnya akan hilang tanpa terapi
khusus. Mencari etiologi gastroenteritis biasanya tidak diperlukan, namun dapat
diperlukan apabila terapi antibiotik mulai dipertimbangkan. Pemberian antimikroba
harus dipertimbangkan pada anak-anak yang sakit parah, pada anak-anak yang
memiliki Penyakit kronis atau faktor resiko tertentu yang menyebabkan diare yang
dialaminya harus diberikan antibiotik. Bergantung pada keparahan gejala atau
Berdasarkan pada resiko penyebaran, terapi empiris dapat dimulai sambal
menunggu hasil penyelidikan mikrobiologis. Pilihan antibiotik tergantung pada
agen yang dicurigai, kondisi inang (host), dan epidemiologi lokal. Dalam
kebanyakan kasus, terapi empiris harus dimulai sambil menunggu hasil seperti itu.
Terapi empiris dapat dimulai dengan kotrimoksazol atau metronidazol oral, tetapi
dalam kasus yang parah pengobatan parenteral dengan ceftriaxone atau
ciprofloxacin dapat dipertimbangkan.

Pendahuluan
Gastroenteritis akut (GEA) adalah salah satu dari masalah paling umum pada bayi
dan anak kecil, terutama di negara-negara miskin dan berkembang. Ini disebabkan
oleh agen virus, bakteri, dan parasit, dengan pola berbasis usia, host, dan lokasi.
Etiologi biasanya tidak dicari, dan terapi rehidrasi oral adalah terapi umum untuk
diare. Pengobatan aktif dengan probiotik dan agen anti diare disarankan sebagai
tambahan untuk rehidrasi, karena mengurangi durasi dan intensitas gejala secara
independen. Sebenarnya tidak ada indikasi yang jelas untuk terapi antimikroba;
Namun, antibiotik sering diresepkan sehingga penggunaan antibiotik yang
berlebihan dikaitkan dengan peningkatan tingkat bakteri yang resisten antibiotik,

1
biaya yang tidak perlu, dan insidensi efek samping yang signifikan, dan pedoman
saat ini sangat restriktif dalam merekomendasikan terapi anti mikroba empirik
untuk GEA. Infeksi bakteri dapat dikaitkan dengan adanya gambaran klinis
spesifik, terutama demam, sakit perut, darah dalam tinja, dan ditemukannya
leukosit pada pemeriksaan tinja. Namun, tidak satu pun dari indikator ini yang
dapat diandalkan untuk mendukung etiologi bakteri. Selain itu, banyak anak-anak
dengan enteritis bakteri memiliki kultur tinja negatif dan, sebaliknya sehingga sulit
untuk menentukan agen kausatif pada mikroorganisme tertentu. Penerapan
pendekatan molekuler kuantitatif bahwa empat agen (rotavirus, Cryptosporidium ,
enterotoxigenic Escherichia coli (ETEC) yang memproduksi toksin tahan panas,
dan Shigella ) bertanggung jawab atas sebagian besar kasus diare menular pada
anak-anak Afrika dan Asia yang berusia di bawah 5 tahun. Ini adalah hipotesis logis
bahwa, jika bakteri menyebabkan gastroenteritis, terapi antibiotik seharusnya bisa
efektif dalam mengurangi intensitas dan durasi gejala serta mencegah penyebaran
infeksi. Selain itu, pengobatan antibiotik spesifik dapat mencegah komplikasi serius
seperti sepsis dan diare berkepanjangan pada anak-anak dengan kondisi mendasar
seperti imunosupresi atau kekurangan gizi. Namun, indikasi untuk terapi antibiotik
tidak terstandarisasi, dan uji coba terkontrol secara acak tidak tersedia pada anak-
anak.

Etiologi bakteri gastroenteritis akut di negara berkembang dan maju


Pola etiologi bakteri penyebab diare akut tergantung pada wilayah geografis. Di
negara berkembang, lebih dari setengah juta bayi dan anak kecil meninggal setiap
tahun karena GEA, dan Vibrio cholera masih menyebabkan epidemi, tetapi agen
bakteri yang paling umum adalah Shigella. Di Eropa, patogen bakteri yang paling
umum adalah Campylobacter , Salmonella spp., Enteropathogenic E. coli (EPEC),
dan enteroaggregative E. coli (EAEC), Clostridium difficile (Cd) telah muncul
sebagai penyebab penyakit diare yang didapat masyarakat, tetapi data lokal
melaporkan beban yang relatif rendah 7 - 9 . Di Ekuador, sub-Sahara Afrika, dan
Asia Selatan, Shigella adalah agen utama. Dalam sebuah studi baru-baru ini dari
Cina tengah, patogen terdeteksi pada 20% dari 508 sampel tinja dari pasien dengan

2
diare akut, di bawah usia 5 tahun. Patogen yang paling umum terdeteksi adalah
Salmonella spp. (8%),diare E. coli (5%), Campylobacter jejuni (3%), dan
Aeromonas spp. (2%). Di wilayah berkembang Cina, Shigella adalah agen bakteri
yang paling umum dari AGE 12 . Di India, E. coli adalah agen AGE yang paling
umum (31%) diikuti oleh Shigella (24%). Infeksi dengan dua atau lebih patogen
diamati pada 34% kasus, dengan kejadian dominan pada anak-anak di bawah 2
tahun. Bakteri patogen merupakan 80% dari kasus diare agen penyebab ETEC,
enteroinvasive E. coli (EIEC), dan EAEC terlibat dalam sebagian besar kasus, tetapi
juga Campylobacter , Salmonella , dan Shigella memainkan peran penting.

Rekomendasi saat ini untuk pengobatan gastroenteritis akut


Indikasi berbasis bukti untuk penatalaksanaan anak-anak dengan GEA adalah
bahwa rehidrasi oral dengan larutan hipo-osmolar adalah pengobatan utama dan
harus dimulai sesegera mungkin. Intervensi aktif yang disebut sebagai tambahan
untuk rehidrasi termasuk probiotik spesifik seperti Lactobacillus rhamnosus strain
GG atau Saccharomyces boulardii , atau diosmectite atau racecadotril. Terapi aktif
bertujuan untuk mengurangi intensitas gejala dan durasi penyakit diare secara
independen dari etiologi. Namun, konsep pengobatan aktif gastroenteritis semakin
diupayakan pada anak-anak, dan rekomendasi saat ini menyarankan untuk
menggunakan probiotik dan obat antidiare dan telah tersedia di beberapa wilayah
di dunia, termasuk wilayah Asia-Pasifik. Menurut pedoman untuk manajemen GEA
terapi antibiotik tidak boleh diberikan kepada sebagian besar anak-anak dengan
GEA, kecuali jika ada kondisi khusus. Bahkan dalam kasus gastroenteritis bakteri
terbukti, terapi antibiotik tidak diperlukan secara rutin tetapi harus dipertimbangkan
hanya untuk patogen tertentu atau dalam pengaturan klinis yang ditentukan.
Penggunaan rutin antimikroba untuk diare pada anak-anak tidak direkomendasikan
oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kecuali untuk kasus parah yang dapat
dikenali secara klinis. Hal ini diindikasikan dalam keadaan berikut :
kolera, shigellosis, presentasi disentri campylobacteriosis dan salmo-nellosis non-
tipus ketika pathogen ini menyebabkan diare persisten, dan ketika status kekebalan
tubuh terganggu karena berbagai alasan termasuk malnutrisi berat, penyakit kronis,

3
atau gangguan limfoproliferatif. Perawatan antimikroba juga harus
dipertimbangkan untuk: diare sedang / berat, atau diare yang disertai demam dan
atau tinja berdarah serta diare yang berhubungan dengan infeksi bakteri yang lain
(misalkan pneumonia) yang akan membutuhkan terapi antibiotik lebih spesifik.

Pola peresepan antimikroba untuk gastroenteritis akut di negara berkembang


dan maju
Terapi antibiotik kadang-kadang direkomendasikan untuk mempersingkat durasi
dan keparahan gejala GEA serta mengurangi penularannya. Tantangan yang
muncul dari resiko resistensi antibiotik mempersulit perawatan untuk diare bakteri.
Resistensi antibiotik di antara patogen diare kejadiannya tinggi di negara-negara
berkembang, dimana penggunaan antimikroba kurang dibatasi, dan angka ini pun
ikut meningkat di seluruh dunia. Di negara-negara berkembang, pedoman untuk
diare akut menunjukkan bahwa keberadaan darah dalam tinja harus selalu diperiksa.
Diare yang tidak disertai dengan darah harus dikelola dengan cairan saja (kecuali
jika ada komorbiditas yang mungkin memerlukan pengobatan yang berbeda),
sedangkan disentri (riwayat darah yang terdapat dalam tinja Sejak diare timbul)
harus dikelola dengan antibiotik. Pada anak-anak, tidak ada kriteria yang jelas atau
valid untuk antibiotik Shigella. Umumnya, pasien diare dengan mortalitas yang
cukup besar harus diobati dengan antibiotik harus diberikan terapi empiris dan
kemudian disesuaikan dengan terapi selanjutnya. Dalam sebuah penelitian di 447
anak-anak India menunggu hasil mikrobiologis untuk mengkonfirmasi keputusan
Pengobatan agar dapat sesuai menggunakan obat tertentu. Larutan rehidrasi oral
dan Zinc tetap diresepkan, Panduan untuk pengobatan diare akut pada anak-anak
menyatakan bahwa penggunaan antibiotik tidak diperlukan secara rutin tetapi hanya
untuk patogen tertentu atau didapatkan gejala klinis yang telah ditetapkan menjadi
indikasi pemberian antibiotik.

4
Indikasi terapi antimikroba untuk gastroenteritis
Pada orang dewasa, didapatkan kasus diare berdarah akut yang biasanya disebakan
oleh bakteri dari golongan Campylobacter atau Shigella. Pasien dengan kondisi ini
sudah memerlukan terapi antibiotik empiris.
Sementara pada anak-anak belum ada kriteria pasti yang valid untuk pemberian
antibiotik, hanya saja ada beberapa kriteria yang dapat dipertimbangkan termasuk
diantaranya yaitu gejala klinis, host, kondisi penyerta, dan etiologi. Karena etiologi
dari diare tidak seluruhnya bisa langsung diketahui, maka keputusan terapi
antibiotik pada anak-anak dengan GEA harus Berdasarkan faktor-faktor yang
sekiranya dianggap “mungkin membutuhkan” terapi antibiotik. Umumnya
antibiotik yang dipilih harus bisa dijadikan terapi empiris sambal menunggu hasil
tes mikrpbiologis untuk mengkonfirmasi keputusan pemberian antibiotik yang
spesifik.

Indikasi klinis
Panduan terapi diare akut pada anak tidak memerlukan terapi antibiotik yang rutin,
hanya untuk patogen yang spesifik maupun beberapa gejala klinis yang
memungkinkan. Yang termasuk indikasi klinis untuk terapi antibiotik yaitu fase
toksik dari infeksi atau gejala invasif dari bakteri. Pemberian antibiotik parenteral
harus didasarkan dengan indikasi yang kuat. Apabila hanya demam saja tidak bisa
dijadikan dasar pemberian antibiotik, demam bisa jadi karena adanya dehidrasi atau
infeksi intestinal. Hal ini harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan lab guna
mengetahui marker infeksi yang pasti yaitu C-reactive protein. Gejala kliis disentri
disertai dengan nyeri perut dan feses yang berlendir dan darah biasanya
berhubungan erat dengan infeksi bakteri (Campylobacter, Salmonella, Shigella,
Yersinia). Dalam kondisi ini antibiotik perlu diberikan, terlebih pada daerah yang
mortalitasnya tinggi, negara-negara yang fasilitas kesehatan nya terbatas.
Investigasi mikroba harus selalu dilakukan pada gejala disentri, namun pada
keadaan klinis yang berat terapi empiris dapat dimulai lebih dulu sambal menunggu
hasil pemeriksaan keluar. Pada anak-anak dengan diare persisten disertai dengan
penurunan berat badan perlu dilakukan investigasi mikroba dan diberikan

5
antibiotik empiris sembari menunggu hasil. Diare lama pada anak-anak biasanya
disebabkan oleh proliferasi bakteri di usus halus yang biasa disebut small intestine
bacterial overgrowth (SIBO) dimana suatu kondisi bakteri di usus yang tumbuh
secara berlebihan. Terdapat penelitian menarik yang memapakan bahwa kondisi
SIBO, infeksi pada irritable bowel syndrome (IBD), dan tropical sprue sukses
diterapi dengan antibiotik. Pemeriksaan mikobiologi dapat menjadi dasar
pemberian terapi antibiotik, gambar 1 menunjukan kriteria yang dapat dijadikan
indikasi pemberian antibiotik pada diare akut anak.

6
Terapi antibiotik selalu direkomendasikan pada hasil kultur positif maupun
dicurigai gastroenteritis Shigella. Terapi antibiotik pada shigellosis mempunyai dua
tujuan : meringankan gejala, mensterilkan sumber penyebaran yang mana manusia
menjadi satu-satunya host dari Shigella. Namun, terapi antibiotik pada shigella pun
sudah banyak resisten terhadap ampisilin, trimethoprim-sulfamethoxazole dan
tetrasiklin. Anak dengana infeksi Salmonella non tifoid tidak harus secara rutin
diberikan antibiotik karena tidak efektif meringankan gejala ataupun mencegah
komplikasi. Pada beberapa kondisi penggunaan antibiotik berhubungan dengan
eksresi tinja yang mengandung salmonella berkepanjangan. Antibiotik efektif
meringankan gejala apabila dimulai pada onset awal Penyakit (3 hari onser awal).

Indikasi terkait dengan host


Termasuk ke dalam kriteria ini yaitu umur, penemuan patogen spesifik, gejala
klinik yang kronis, imunosupresi dan malnutrisi.

Umur. GEA pada naonatus harus diterapi dengan antibiotik, termasuk juga pada
anak-anak muda (dibawah 3-6 tahun) walaupun masih belum ada bukti yang kuat
mengenai hal ini. Pada bayi dibawah usia 3 tahun pemberian antibiotik harus
dilakukan. Terapi antibiotik harus dimulai apabila didapatkan keadaan diare yang

7
berat atau gejala klinis yanag mengkhawatirkan selama lebih dari 3 hari dari onset
awal.
Penyakit kronis, Pedoman internasional menyatakan bahwa anak-anak dengan
defisiensi imun, asplenia anatomis atau fungsional, terapi kortikosteroid atau
imunosupresif, kanker, penyakit radang usus (IBD), atau achlorhydria harus
menerima antibiotik ketika dicurigai bakteri gastroenteritis. Meskipun pendekatan
ini tampak logis, data tentang kemanjuran masih kurang, tingkat bukti lemah, dan
tidak ada daftar kondisi kronis spesifik yang memerlukan terapi antibiotik untuk
diare. Agen yang dipilih berhubungan dengan defisiensi imun atau penyakit spesifik
lainnya, dan agen oportunistik bakteri utama adalah Cd. Cd telah mencapai proporsi
epidemi, khususnya di negara-negara industri. Cd adalah agen utama diare yang
disebabkan oleh antibiotik dan diare parah pada anak-anak dengan kondisi kronis
yang mendasari seperti IBD serta penyakit onkologis. Cd juga bertanggung jawab
untuk, kasus GEA pada anak-anak, meskipun peran patogenik adalah terbatas atau
masih dipertanyakan pada anak di bawah usia 36 bulan. Diare antibiotik yang
diinduksi Cd sering sembuh dengan penghentian antibiotik. Namun, strain
hipervirulen dapat menyebabkan gejala yang parah dan harus diperlakukan dengan
metronidazole atau vankomisin. Untuk penyakit sedang atau berat terutama pada
pasien onkologis, pengobatan lini pertama adalah metronidazol oral (30 mg / kg /
hari); vankomisin oral dicadangkan apabila terapi lini pertama resisten atau tidak
dapat diberikan. Pasien dengan IBD berada pada peningkatan risiko infeksi Cd.
Peningkatan insiden infeksi Cd dalam populasi ini telah dilaporkan juga pada pasien
anak. Namun
demikian, ada masalah besar dalam mendefinisikan peran Cd karena lebih sering
menunjukan status asimptomatik. Mekanisme infeksi Cd yang diusulkan
melibatkan perubahan flora usus. Selain itu, secara klinis, eksaserbasi IBD dan
infeksi Cd serupa pada populasi IBD, dengan diare berdarah dan
gejala sistemik, seperti demam, malaise, anoreksia, leukositosis, hipoalbuminemia,
dan leukosit tinja. Antibiotik mungkin berguna, meskipun pada pasien IBD dan
pasien onkologis ada kekurangan

8
bukti untuk memandu pilihan antibiotik. Metronidazole telah dikaitkan dengan
tingkat kegagalan yang tinggi, dan dapat mempertimbangkan vankomisin sebagai
pengobatan lini pertama pada kasus
berat. Namun, semua pedoman internasional merekomendasikan pemeriksaan
mikrobiologis dan untuk memulai metronidazole atau ciprofloxacin pada anak-anak
IBD dengan diare. Sekali lagi, tidak ada studi terkontrol untuk mendukung strategi
ini walaupun masuk akal. Hal ini juga berlaku pada anak-anak dengan kanker,
infeksi usus adalah ancaman utama dan memerlukan pendekatan
diagnostik komprehensif.
Pasien immunocompromised. Sumber utama informasi tentang hubungan antara
kejadian dan tingkat keparahan infeksi gastrointestinal dan defisiensi imun berasal
dari anak-anak dengan AIDS. Pada tahun 2010, sebuah penelitian dari Kenya
menunjukkan bahwa diare lebih umum di antara anak-anak dengan HIV positif
daripada anak-anak yang HIV-negatif (masing-masing 321 banding 183 episode, p
<0,01) dan diare dikaitkan dengan 40 % tingkat kematian. Selain itu, bayi HIV-
positif secara signifikan lebih mungkin mengalami diare persisten daripada bayi
HIV-negatif( p <0,01). Walaupun diare lebih umum di antara anak-anak yang
terinfeksi HIV, patogen bakteri seperti
Campylobacter dan Shigella tidak sering, menunjukkan bahwa patogen lain
(misalnya virus, parasit, diare E. coli ) atau penyebab lain (misalnya malabsorpsi,
enteritis metabolik) mungkin penting dalam populasi ini. Namun, Cryptosporidium
parvum adalah agen klasik diare pada anak dengan defisiensi berat, dan
pendeteksiannya dianggap sebagai ciri khas penyakit parah. HIV itu sendiri dapat
bertindak sebagai patogen enterik melalui produksi efek enterotoksik.

Malnutrisi. Anak-anak dengan malnutrisi akut parah (MAS) yang datang dengan
GEA umumnya dirawat dengan antibiotik spektrum luas, bahkan tanpa adanya
infeksi yang jelas. Alasannya adalah bahwa (a) anak-anak kurang gizi sering
mengalami infeksi bakteri (termasuk bakteremia), (b) diagnosis infeksi pada anak-
anak kurang gizi sulit karena manifestasi klinis (misalnya demam) mungkin tidak
jelas, dan (c) anak-anak kurang gizi memiliki peningkatan risiko pertumbuhan

9
berlebih usus kecil. Namun, sementara pendekatan ini memiliki dasar rasional,
sangat sedikit bukti kemanjurannya. Sebuah studi dari Malawi jelas menunjukkan
pentingnya pemberian antibiotik untuk anak-anak dengan MAS bahkan tanpa gejala
klinis infeksi yang jelas. Anak -anak dengan MAS memenuhi syarat untuk rawat
jalan apabila berusia 6-59 bulan secara acak sampai 7 hari pengobatan dengan
amoksisilin oral, cefdinir, atau plasebo. Tingkat kematian 12 minggu adalah 4,8%
(amoksisilin), 4,1% (cefdinir), dan 7,4% (plasebo), dengan risiko kematian relatif
untuk plasebo dibandingkan dengan amoksisilin 1,55 (95% CI 1,07-2,24) dan untuk
plasebo dibandingkan dengan cefdinir 1,80 (95%). MAS dikaitkan dengan
mortalitas meningkat dari penyakit menular, menunjukkan bahwa anak-anak
dengan MAS yang sangat imunologis terganggu. Namun, mekanisme pasti yang
mendasari hubungan ini tidak jelas. Diare dan malnutrisi sering terjadi pada anak
kecil di negara berkembang, dan malnutrisi dikaitkan dengan peningkatan
keparahan infeksi
umum. Kematian anak-anak yang kekurangan gizi sering merupakan akibat dari
infeksi. Anak-anak dengan GEA secara signifikan lebih cenderung memiliki
kekurangan gizi (OR = 8,57; p <0,001), dan status kekurangan gizi adalah satu-
satunya faktor independen yang terkait dengan infeksi (OR = 8,37; p <0,001
Enteropati lingkungan, yang baru-baru ini didefinisikan ulang sebagai disfungsi
enterik lingkungan, adalah hasil gabungan dari kurang gizi, infeksi berulang, dan
kerusakan terkait lingkunganterjadi pada awal kehidupan, membutuhkan
pendekatan komprehensif dengan obat anti infeksi, tindakan kebersihan, dan
nutrisi. rehabilitasi untuk mencegah kejadian berat berikutnya. Oleh karena itu,
manajemen infeksi harus berbeda pada anak-anak yang kekurangan gizi dan gizi
baik, dan strategi antimikroba yang lebih agresif dibandingkan dengan yang
sebelumnya.

Pilihan agen antimikroba


Dalam 10 tahun terakhir, tes diagnostik molekuler baru dengan panel reaksi rantai
polimerase multipleks (PCR) telah dikembangkan. Mereka lebih cepat daripada tes
tradisional, memiliki sensitivitas yang lebih tinggi, dan memiliki kemungkinan

10
untuk secara bersamaan menguji berbagai agen patogen. Diagnostik molekuler
akan memungkinkan dokter untuk memulai terapi antibiotik yang tepat waktu dan
ditargetkan. Terapi bakteremia), diagnosis infeksi pada anak-anak kurang gizi sulit
karena manifestasi klinis (misalnya demam) mungkin tidak jelas, dan anak-anak
kurang gizi
memiliki peningkatan risiko pertumbuhan berlebih usus kecil. Namun, sementara
pendekatan ini memiliki dasar rasional, sangat sedikit bukti kemanjurannya. Sebuah
studi dari Malawi jelas menunjukkan pentingnya pemberian antibiotik untuk anak-
anak dengan MAS bahkan tanpa gejala klinis infeksi yang jelas. Anak-anak dengan
MAS memenuhi syarat untuk rawat jalan dan berusia 6 bulan secara acak sampai 7
hari pengobatan dengan amoksisilin oral, cefdinir, atau plasebo. Tingkat kematian
12 minggu adalah 4,8% (amoksisilin), 4,1% (cefdinir), dan 7,4% (plasebo), dengan
risiko kematian relatif untuk plasebo dibandingkan dengan amoksisilin 1,55 (95%
CI 1,07-2,24) dan untuk plasebo dibandingkan dengan cefdinir 1,80 (95% CI 1,22-
2,64). MAS dikaitkan dengan antibiotik empiris dini akan tetap menjadi terapi
pilihan untuk pasien yang sangat parah. Keputusan untuk merawat anak dengan
AGE dan pilihan obat antimikroba adalah menantang. Ada pola pathogen yang
relatif luas berdasarkan usia, lokasi, musim, kebijakan vaksin (terhadap rotavirus
dan lainnya). Selain itu, infeksi dengan beberapa patogen, yang umum di antara
anak-anak dengan diare, mempersulit perawatan. Resistensi antimikroba juga harus
dipertimbangkan dalam pilihan antibiotik. Pengetahuan tentang pola resistensi
lokal sangat penting untuk mengurangi jumlah kegagalan. Seleksi antibiotik
didasarkan pada dua pertimbangan utama: kemungkinan memperoleh hasil
mikrobiologis, termasuk pola resistensi, dan tingkat keparahan kondisi klinis. WHO
merekomendasikan untuk mengobati semua episode darah dalam feses dengan
antibiotik dan menggunakan ciprofloxacin sebagai obat lini pertama. Alternatifnya
adalah pivmecillinam, azithromycin, dan ceftriaxone. Rekomendasi ini telah
dikonfirmasi, meskipun dalam beberapa tahun terakhir tingkat resistensi
meningkat. Fluoroquinolone sering digunakan secara empiris pada orang dewasa,
dan cephalosporin digunakan untuk mengobati anak-anak dengan dugaan GEA
bakteri. Fluoroquinolon efektif terhadap berbagai infeksi enteric pada orang

11
dewasa, termasuk shigellosis, salmonellosis, demam tifoid, kolera, dan
Campylobacter infeksi. Seperti semua kuinolon, siprofloksasin menyebabkan efek
artropati pada hewan yang belum dewasa dan penggunaannya terbatas pada anak-
anak. Namun, beberapa penelitian telah mengkonfirmasi keamanan penggunaan
ciprofloxacin pada kelompok usia anak. Karena biaya rendah dan ketersediaan
formulasi oral, ciprofloxacin memainkan peran penting dalam di negara-negara
miskin. Seringkali, dalam kondisi yang parah, terapi empiris dini diperlukan sambil
menunggu hasil penyelidikan. Jika kondisi klinisnya parah, terapi parenteral harus
segera dimulai. Untuk terapi parenteral diare, seftriakson atau siprofloksasin dapat
dipertimbangkan, karena keduanya efektif melawan bakteri Gram-negatif. Pada
anak-anak dengan kondisi kronis, metronidazole memberikan pilihan alternatif,
karena juga efektif terhadap Cd. Metronidazole oral dapat dipertimbangkan untuk
terapi sekuensial setelah pemberian parenteral. Metronidazole oral digunakan untuk
diare berkepanjangan, meskipun ada sedikit bukti kemanjuran antibiotik. SIBO
adalah indikasi lain untuk antibiotik. Mungkin sulit untuk mendiagnosa, sebagai
budaya kuantitatif aspirasi duodenum serta tes napas hidrogen yang tidak standar
atau diandalkan. Cotrimoxazole dan metronidazole adalah obat lini pertama 52 .
Yang terakhir ini efektif untuk agen bakteri, termasuk Cd, serta terhadap Giardia
lamblia berkepanjangan.
Baru-baru ini rifaximin telah digunakan dalam uji klinis (tidak terkontrol) dengan
hasil yang baik Cotrimoxazole masih banyak digunakan dalam terapi antimikroba
diare. Ini telah efektif dalam malnutrisi dan enteropati terkait HIV dan merupakan
obat utama dengan banyak indikasi di negara berkembang.

12
Di negara-negara berpenghasilan tinggi, terapi antibiotik yang tidak ditargetkan
harus dihindari. Namun, azitromisin adalah obat pilihan untuk mengobati
campylobakteriosis dan juga sesuai untuk mengobati shigellosis. Durasi
pengobatan adalah 3-5 hari. Infeksi Salmonella non tifoid sering terjadi di banyak
rangkaian dan endemis pada anak-anak Eropa. Biasanya, mereka menyebabkan
gastroenteritis ringan dan sembuh sendiri. Namun, bakteremia mungkin merupakan
komplikasi terutama pada anak-anak yang mengalami gangguan sistem imun, pada
mereka yang memiliki penyakit sel sabit, dan pada bayi muda dan pada anak-anak
itu terapi antibiotik harus dipertimbangkan. Perawatan oral empiris yang
direkomendasikan untuk salmonella non-tipoid termasuk amoksisilin, azitromisin,
atau kotrimoksazol dan harus dipertimbangkan untuk anak-anak berisiko dalam
kondisi klinis yang relatif baik. Terapi parenteral harus dimulai pada anak dengan
bakteremia atau pada mereka dengan infeksi yang rumit (fokal atau invasif) dan
termasuk sefotaksim atau seftriakson dengan dosis tinggi (seftriakson 100 mg / kg
/ hari). Dalam kasus diare traveler, pengobatan antibiotik efektif dalam mengurangi
durasi dan keparahan diare. Karena tingginya tingkat resistensi terhadap ampisilin
dan trimetoprim sulfametoksazol, saat ini obat yang direkomendasikan termasuk
azitromisin, siprofloksasin, dan rifaximin. Rifaximin dapat dianggap sebagai

13
pilihan pengobatan lini pertama pada orang dewasa dengan diare yang tidak
dikerjakan oleh wisatawan karena kemanjurannya yang baik, tolerabilitas, dan
profil keamanan.

Kesimpulan
Rehidrasi adalah pengobatan utama untuk GEA, dan perawatan aktif diare dengan
probiotik atau diosmektit harus selalu demikian dianggap, independen dari etiologi.
Antibiotik umumnya tidak perlu dan bahkan bisa berbahaya pada anak-anak, tetapi
mereka harus diberikan dalam situasi tertentu. Ada tiga set kriteria yang berbeda
yang harus dipertimbangkan dengan cermat: klinis kondisi, faktor terkait host, dan
pengaturan. Ketika ada indikasi potensial untuk antibiotik, penyelidikan
mikrobiologis harus selalu diperoleh sebelum dimulainya terapi. Terapi antibiotik
empiris harus dimulai segera setelah spesimen koleksi pada bayi dan anak-anak
dalam kondisi parah. Kotrimoksazol dan metronidazole harus dipertimbangkan
untuk terapi oral. Azitromisin dan rifaximin juga dapat digunakan, berdasarkan
pertimbangan lokal atau jika tanda-tanda kolitis diamati. Ceftriaxone,
metronidazole, dan ciprofloxacin dapat dipertimbangkan pada anak-anak dengan
penyakit sistemik dan invasif. Bayi muda, anak-anak dengan kondisi kronis, dan
mereka yang dalam kondisi beracun atau dengan tanda-tanda infeksi sistemik harus
dipertimbangkan berisiko infeksi sistemik, dan terapi antibiotik oral atau parenteral
mungkin ditunjukkan. Jika gejala ringan hadir dan observasi dekat layak, mungkin
lebih baik menunggu hasil mikrobiologis. Terapi antibiotik dalam pengaturan
tertentu juga diindikasikan jika menyebar adalah masalah. Diare Traveler mungkin
memerlukan terapi antibiotik. Pilihan antibiotik spesifik harus didasarkan pada
etiologi dan pola resistensi lokal.
Kesimpulannya, sementara itu penting untuk mengurangi penggunaan yang tidak
perlu antibiotik, ada keadaan di mana obat ini dibutuhkan dan berpotensi
menyelamatkan jiwa. Namun, penggunaannya adalah jauh dari didukung oleh bukti
dan membutuhkan kehati-hatian pertimbangan masalah klinis dan epidemiologis.

14

Anda mungkin juga menyukai