Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gizi merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagai negara, baik di negara maju
maupun di negara berkembang. Masalah gizi ini diikuti dengan semakin bertambahnya
jumlah penduduk, sehingga kebutuhan pangan sehari hari tidak dapat terpenuhi. Namun
masalah gizi bukan hanya berdampak pada kesehatan saja, akan tetapi berdapak pula
pada pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dimasa yang akan datang.
Sari (2011) Data prevalensi gizi buruk mengalami penurunan dari 9,7% di tahun 2005
menjadi 4,9% di tahun 2010 dan diharapkan pada tahun 2015, pravelensi gizi buruk
dapat turun menjadi 3,6 %. Walaupun terjadi penurunan gizi buruk di Indonesia, tetapi
masih akan ditemui sekitar 3,7 juta balita yang mengalami masalah gizi. Minarto (2011)
Dalam upaya meningkatkan perbaikan gizi masyarakat di Indonesia dapat dilakukan
melalui beberapa hal. Pertama, perubahan intervensi perilaku, seperti pemberian ASI
eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) secara tepat, memantau berat
badan teratur, dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Kedua, suplementasi gizi
mikro, mencakup asupan vitamin A, tablet Fe. Dan garam beryodium. Ketiga,
tatalaksana gizi kurang/buruk pada ibu dan anak, meliputi pemulihan gizi anak gizi
kurang, pemberian makanan tambahan (PMT) pada ibu hamil. Upaya-upaya tersebut
bertujuan dalam meningkatkan perbaikan status gizi serta upaya perbaikan sumber daya
manusia (Sari, 2011) Munthofiah (2008) yang dikutip dari Soekirman (2001) status gizi
anak merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia (SDM). Sehingga
anak yang memiliki status gizi baik merupakan aset dan investasi sumber daya manusia
(SDM) dimasa mendatang, namun sebaliknya anak yang memiliki
status gizi kurang merupakan permasalahan terhadap sumber daya manusia dimasa
mendatang. Sari (2011) sehingga kualitas sumber daya manusia (SDM) sangat ditentukan
oleh kualitas gizi pada anak. Wirandoko (2007) yang dikutip dari Jellife (1989) untuk
mengetahui status gizi anak dapat dilakukan dengan penilaian status gizi secara langsung
maupun tidak langsung, penilaian status gizi langsung dapat dibagi menjadi empat
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Cara pengukuran status gizi
yang paling

1
sering dilakukan adalah dengan menggunakan pengukuran antropometri (Sanyoto, 2005).
Wirandoko (2007) yang dikutip dari Jahari (2002) menyatakan indeks antropometri yang
sering digunakan adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur
(BB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Wirandoko (2007) yang dikutip
dari Sediaoetama (2004) menyatakan bahwa pada balita usia 2-5 tahun termasuk dalam
kelompok rentan atau rawan gizi. Gizi merupakan faktor penting bagi kesehatan dan
kecerdasan anak
(Widodo, 2009). Jika pada usia ini status gizinya tidak dikelola dengan baik, maka
dikemudian hari kemungkinan akan terjadi gangguan status gizi buruk dan selanjutnya
akan sulit terwujudnya perbaikan kualitas sumber daya manusia dimasa yang akan
datang. Oleh karena itu pada masa balita usia 2-5 tahun harus mendapatkan perhatian
yang lebih dari orang tua terhadap kesehatannya terutama dalam pemberian makanan-
makanan yang bergizi (Soetjiningsih, 2008).
Keadaan gizi balita dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain keadaan
ekonomi, ketidaktahuan menyiapkan makanan tambahan dari bahan bahan yang bergizi
serta kurangnya pengetahuan mengenai kebutuhan bayi dan makanan tambahan yang
bergizi (Soetjiningsih, 2008). Dari beberapa faktor yang ada diatas, faktor ekonomi
merupakan salah satu faktor penyebab sering terjadinya masalah gizi. Akibat dari
masalah gizi tersebut dapat menyebabkan beberapa efek serius pada balita seperti
kegagalan pertumbuhan fisik serta tidak optimalnya perkembangan dan kecerdasan,
bahkan dapat menimbulkan kematian pada balita. Namun, kejadian masalah gizi pada
balita ini dapat dihindari apabila orang tua memiliki pengetahuan yang cukup tentang
cara pemberian makanan dan mengatur makanan balita dengan baik. Kurangnya
pengetahuan orang tua tentang gizi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan gizi pada
balita. Sehingga pengetahuan orang tua tentang gizi merupakan kunci keberhasilan baik
atau buruknya status pada balita (Notoadmodjo, 2007).
Sehingga pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting. Karena
dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat menerima segala informasi dari luar
dengan baik (Soetjiningsih, 1995).

2
1.2 Tujuan
1. Untuk menjelaskan pengertian model promosi gizi
2. Untuk mengetahuikonsep model promosi gizi
3. Untuk mengetahui strategi model promosi gizi
4. Untuk mengetahui media model promosi gizi

1.3 Manfaat
 Mahasiswa mampu mengerti dan mengetahui pengertian model promosi gizi
 Mahasiswa mampu mengerti dan mengetahui konsep model promosi gizi
 Mahasiswa mampu mengerti dan mengetahui strategi model promosi gizi
 Mahasiswa mampu mengerti dan mengetahui media model promosi gizi

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Model promosi gizi

Kesehatan merupakan hasil interaksi berbagai faktor, baik faktor internal (fisik dan
psikis) maupun faktor eksternal (sosial, budaya, lingkungan fisik, politik, ekonomi seta
pendidikan). Hal tersebut dapat menjadi latar belakang dikembangkannya model-model
kesehatan. Model-model promosi kesehatan tersebut di antaranya adalah sebagai berikut :
1. Health Belief Model (HBM), merupakan model kognitif, yang digunakan untuk
meramalkan perilaku peningkatan kesehatan yang digunakan untuk menjelaskan
kegagalan partisipasi masyarakat secara luas dalam program pencegahan atau
deteksi penyakit. Menurut HBM, kemungkinan seseorang melakukan tindakan
pencegahan dipengaruhi oleh keyakinan dan penilaian kesehatan (Maulana, 2009)
yang di pengaruhi oleh :
a. Ancaman yang dirasakan dari sakit atau luka (perceived threat of
injury or
illness). Hal ini berkaitan dengan sejauh mana seseorang berpikir
bahwa penyakit atau kesakitan betul-betul merupakan ancaman bagi
dirinya. Oleh karena itu, jika ancaman yang dirasakan meningkat,
perilaku pencegahan juga akan meningkat.
b. Keuntungan dan kerugian (benefits and costs). Pertimbangkan antara
keuntungan dan kerugian perilaku untuk memutuskan melakukan
tindakan pencegahan atau tidak.
c. Petunjuk berperilaku. Petunjuk berperilaku disebut sebagai keyakinan
terhadap posisi yang menonjol. Hal ini berupa berbagai informasi dari
luar atau nasihat mengenai permasalah kesehatan (misalnya media
massa, kampanye, nasihat orang lain, penyakit dari anggota keluarga
yang lain atau teman).
HBM memiliki fungsi sebagai model pencegahan atau preventif (Stanley &
Maddux; 1986 dalam Community Health Nursing, 2010). 6 komponen dari HBM
ini, yaitu :

4
1. Perceived Susceptibility (kerentanan yang dirasakan). Contohnya
seseorang percaya kalau semua orang berpotensi terkena kanker.
2. Perceived Severity (bahaya/kesakitan yang dirasakan). Contohnya
individu percaya kalau merokok dapat menyebabkan kanker.
3. Perceived Benefits (manfaat yang dirasakan dari tindakan yang
diambil).Contohnya melakukan perilaku sehat seperti medical check
up rutin selain itu kalau tidak merokok, dia tidak akan terkena
kanker.Perceived Barriers (hambatan yang dirasakan akan tindakan
yang diambil).Contohnya kalau tidak merokok tidak enak, mulut terasa
asam.
4. Cues to Action (isyarat untuk melakukan tindakan).Saran dokter atau
rekomendasi menjadi cues to action untuk bertindak dalam konteks
berhenti merokok.
5. Self Efficacy. Merasa percaya diri dengan perilaku sehat yang
dilakukan

2. Theory of Reasoned Action (TRA), digunakan dalam berbagai perilaku


manusia, khususnya berkaitan dengan masalah sosiopsikologis, kemudian
berkembang dan banyak digunakan untuk menentukan faktor-faktor yang
berkaitan dengan perilaku kesehatan. (Maulana, 2009) Teori ini menghubungkan
antara keyakinan (beliefs),sikap (attitude), kehendak (intention), dan perilaku..
TRA Merupakan model untuk meramalkan perilaku preventif dan telah
digunakan dalam berbagai jenis perilaku sehat yang berlainan, seperti pengaturan
penggunaan substanti terterntu (merokok, alcohol, dan narkotik), perilaku makan
dan pengaturan makan, pencegahan AIDS dan penggunaan kondom
dll. (Maulana, 2009)
 Keuntungan TRA. Teori TRA pegangan untuk menganalisis
komponen
perilaku dalam item yang operasional. Fokus sasaran prediksi dan
pengertian perilaku yang dapat diamati secara langsung dan berada
dalam kendali seseorang, artinya perilaku sasaran harus diseleksi dan
diidentifikasi secara jelas.

5
 Kelemahan TRA. Kelemahan TRA adalah tidak mempertimbangkan
pengalaman sebelumnya dengan perilaku dan mengabaikan akibat-
akibat jelas dari variable eksternal terhadap pemenuhan intensi
perilaku.

3. Transteoritikal Model (TTM), adalah kerelaan individu untuk berubah,


yaitu merubah perilaku yang tidak sehat menjadi sehat, dan yang sehat menjadi
lebih sehat lagi. Terbagi menjadi 5 tahap yaitu :

1) Pre-contemplation. Individu tidak mengetahui adanya masalah dan


tidak
memikirkan adanya perubahan.
2) Contemplation.Individu berfikir tentang perubahan di masa yang akan
datang dengan cara memberi dukungan dan motivasi.
3) Decission/ determination. Membuat rencana perubahan namun butuh
bantuan dalam mengembangkan dan mengatur tujuan dan rencana
tindakan.
4) Action. Implementasi dari rencana dan tindakan spesifik dapat dibantu
dengan diberikannya umpan balik dan dukungan sosial.

4. Maintenance. Individu dapat menunjukan tindakan yang ideal dan mampu


mengulangi tindakan yang direkomendasikan secara
berkala.PRECEDE dan PROCEED Model. Model ini dikembangkan untuk
diagnosis mengenai pendidikan mulai dari kebutuhan pendidikan
sampaipengembangan program. PRECEDE merupakan
kependekandari Predisposing, Reinforcing, and Enable Causes in Educational
Diagnosis and Evaluation. Terdapat tujuh tahap dalam merumuskan diagnosis
dalam model ini, yaitu: diagnosis sosial, diagnosis epidemologi, diagnosis
perilaku dan lingkungan, diagnosis pendidikan. Perawat dapat mengembangkan
pernyataan diagnosa yang menggambarkan pendidikan apa yang dibutuhkan oleh
klien (Ivanov & Blue, 2008).

6
PROCEED yang merupakan kependekan dari Policy, Regulatory, and
Organizational Construct for Educational and Enviromental Development digunakan
untuk merencanakan, mengimplementasi, dan mengevaluasi dalam program pendidikan
kesehatan. Model ini terdiri dari empat tahap implementasi, proses, dampak, dan
evaluasi hasil dari proses pendidikan (Ivanov & Blue, 2008).
Fokus model ini adalah mempengaruhi individu, kelompok dan masyarakat untuk
berperilaku sehat dalam diagnosa, pendidikan dan evaluasi. Green & Kreuter (2005)
dalam Saifah (2011) mendefinisikan bahwa terdapat tiga faktor yang dapat digunakan
dalam menginvestigasi perilaku yang berkontribusi terhadap status kesehatan, yaitu :
a. Faktor predisposisi (predisposing factor)
b. Faktor pemungkin (enabling factor)
c. Faktor penguat (reinforcing factor)

2.2 Konsep model promosi gizi

Ada beberapa konsep promosi gizi yang dapat dilibatkan dalam upaya menyebarkan
informasi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat terkait peningkatan kualitas kesehatan
dan menjalani gaya hidup sehat. Aktivitas promosi kesehatan di sekolah dapat menjadi
bagian dari kegiatan menyebarkan informasi dan menumbuhkan kesadaran masyarakat terkait
pesan – pesan tertentu. Salah satu promosi kesehatan yang dapat digulirkan di sekolah adalah
ajakan untuk meningkatkan konsumsi ikan. Terdapat beberapa pesan penting dari gerakan
tersebut yang berkaitan dengan gizi tinggi yang bisa diperoleh dari konsumsi ikan dan tentu
saja rasa yang enak.

Dalam konsep promosi gizi terdapat beberapa kegiatan yang bisa dilakukan baik itu untuk
promosi kesehatan di tempat kerja, promosi kesehatan di sekolah ataupun promosi kesehatan
di masyarakat. Dan berikut adalah kegiatan promosi kesehatan.

 Menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


 Cuci tangan pakai sabun (CTPS)
 Mengkonsumsi makanan sehat seperti buah dan sayur.
 Tidak membuang sampah sembarangan
 Melakukan kerja bakti untuk menciptakan lingkungan sehat
 Menggunakan pelayanan kesehatan.
 Menjalankan gaya hidup sehat bersama anggota keluarga
7
2.3 Strategi model promosi gizi
1. Advokasi
Pada dasarnya promosi kesehatan bertujuan untuk mengenalkan kesehatan
kepada masyarkat, untuk mencapai hal ini perlu adanya pendekatan persuasif, dan
menggunakan cara yang komunikatif serta inovatif yang memerhatikan sasaran promosi
kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terkait
kesehatan(Maulana, 2007).Advokasi merupakan strategi dengan pendekatan pimpinan
dengan tujuan untuk mengembangkan kebijakan publik yang berwawasan kesehatan
(Efendi & Makhfudli, 2009).Advokasi berperan dalam mendukung kegiatan promosi
kesehatan yang dapat memfasilitasi adaptasi perilaku dan lingkungan untuk
memperbaiki kesehatan.Pelaku advokasi kesehatan ialah orang yang peduli terhadap
upaya kesehatan dan memandang perlu adanya mitra untuk mendukung upaya tersebut
(Maulana, 2007).

a. Tahap Advokasi
Komitmen yang didapat dari proses advokasi tentunya tidak berjalan dengan
cepat karena melewati beberapa tahapan. Pertama, mengetahui atau menyadari adanya
masalah.Kedua, tertarik untuk ikut mengatasi masalah.Ketiga, peduli terhadap
pemecahan masalah (dengan mencari alternatif pemecahan masalah).Keempat, sepakat
untuk memecahkan masalah dengan memilih caranya.Kelima, memutuskan tindak
lanjut kesepakatan. Bahan-bahan advokasi pun perlu disiapkan terlebih dahulu dan
matang, diataranya ialah sesuai minat dan sasaran advokasi, memuat rumusan masalah
dan alternatif pemecahan masalah, memuat peran sasaran dalam pemecahan masalah,
berdasarkan fakta dan bukti (evidence-based), dikemas secara menarik dan jelas, serta
sesuai dengan waktu yang tersedia (Depkes, 2011).

b. Proses Pendekatan Advokasi


Proses pendekatan dalam advokasi kesehatan ialah pendekatan persuasive,
dewasa, dan bijak. Menurut UNFPA dan BKKBN (2002) terdapat lima pendekatan
utama yaitu, melibatkan para pemimpin, bekerja sama dengan media massa,
membangun kemitraan, memobilisasi massa, dan membangun kapasitas (Maulana,
2007). Advokasi akan lebih efektif jika dilaksanakan dengan prinsip kemitraan, dengan

8
membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama. Hal tersebut dapat mendukung
proses advokasi karena akan terjadinya proses kerja sama yang didalamnya terdapat
pembagian tugas dan saling mendukung, maka sasaran advokasi akan dapat diarahkan
untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, metode dan media advokasi perlu ditentukan
secara cermat, sehingga dapat terjalin kerjasama yang baik (Depkes, 2011).

c. Hasil yang Diharapkan


Hasil yang diharapkan dengan menggunakan strategi ini berupa kebijakan dan
peraturan-peraturan yang mendukung untuk mempengaruhi terciptanya perilaku hidup
bersih dan sehat serta adanya sumber dukungan dari aspek lain.

2. Social Support dan Enpowerment

Proses belajar akan terlaksana dengan baik jika klien mengalami perubahan
tingkat pengetahuan, kesadaran maupun perilaku. Strategi-strategi yang dibahas
biasanya meliputi belajar-mengajar, pemecahan masalah, penggunaan diri secara
terapeutik, kepedulian, manajemen stres, modifikasi pelaku, membuat kontrak, proses
kelompok dan prinsip-prinsip praktik keperawatan.Terdapat tiga strategi yang dapat
dilakukan untuk melakukan perubahan tersebut pada klien yaitu empiric-rational
change, normative-reeducative, dan power-coersive (Allender, Rector, & Warner,
2014). Selain itu, menurut WHO (1994) dan DepKes RI (2007) terdapat beberapa
strategi dalam promosi kesehatan, yaitu:

a. Bina Suasana (Social Support). Strategi ini dilakukan untuk mencari


dukungan
sosial melalui tokoh masyarakat, baik tokoh masyarakat formal maupun
informal. Tujuan utama kegiatan ini adalah para tokoh masyarakat, dapat
menjadi jembatan antara sektor kesehatan sebagai pelaksana program
kesehatan dengan masyarakat sebagai penerima program kesehatan.
a. Pemberdayaanadalah kegiatan yang melibatkan masyarakat berupa
kegiatan dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam mengenali masalah
kesehatan mereka sendiri serta bersedia untuk memelihara, meningkatkan,
dan melindungi kesehatannya masing-masing (Efendi & Makhfudli,
2009). Tujuan umum dalam gerakan pemberdayaan masyarakat ini adalah

9
masyarakat mampu mengenali, memelihara, melindungi dan
meningkatkan kualitas kesehatannya termasuk apabila mereka sakit,
mereka dapat memperoleh pelayanan kesehatan tanpa mengalami
kesulitan terutama dalam biaya. Sasaran dan pelaku dalam gerakan
pemberdayaan masyarakat ditujukan pada masyarakat langsung sebagai
sasaran primer. Prinsip dalam gerakan pemberdayaan masyarakat ini
berupa menumbuhkembangkan potensi masyarakat, menumbuhkan
kontribusi masyarakat dalam upaya kesehatan, mengembangkan kegiatan
yang melibatkan kebersamaan antar-masyarakat, kerjasama masyarakat,
promosi pendidikan dan pelatihan dengan pemanfaatan potensi setempat,
upaya yang dilakukan secara kemitraan dengan berbagai pihak dan sesuai
dengan keadaan atau budaya setempat. Selain prinsip dalam gerakan
pemberdayaan masyarakat, adapula bentuk dari gerakan pemberdayaan
masyarakat, yaitu community leader, community
organizations, community fund, community material, community
knowledge, community technology, dan community decision
making.Dalam gerakan pemberdayaan masyarakat dibutuhkan peran dari
dinas kesehatan dalam kota maupun kabupaten yang berupa pengkajian
dalam membantu memahami permasalahan kesehatan di wilayah tersebut,
pemberi arah terkait tujuan dan sasaran dari kegiatan yang akan
dilakukan, memberikan bimbingan dan bantuan teknis yang sesuai dengan
keperluan serta memberikan dukungan moral, memberikan dukungan
sumber daya manusia dan memantau perkembangan masalah kesehatan
yang dialami. Indikator keberhasilan terhadap strategi gerakan
pemberdayaan masyarakat terdiri dari indikator input, indikator proses
dan indikator output (Maulana, 2009).

10
2.4. Media model promosi gizi
Media dapat digolongkan menjadi dua, berdasarkan bentuk umum penggunaan
dan berdasarkan cara produksi.
1. Berdasarkan bentuk umum penggunaan.
a. Bahan bacaan : modul, buku , leaflet, buletin, tabloid, dan lain-lain.
 Modul
Modul merupakan suatu alat atau sarana pembelajaran yang di dalamnya berupa
materi, metode, dan evaluasi yang dibuat secara sistematis dan terstruktur sebagai
upaya untuk mencapai tujuan kompetensi yang diharapkan. Modul dirancang
secara khusus dan jelas berdasarkan kecepatan pemahaman masing-masing siswa,
sehingga mendorong siswa untuk belajar sesuai dengan kemampuanya. Menurut
Depdiknas (2008), mendefinisikan modul sebagai alat atau sarana pembelajaran
yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan secara mengevaluasi yang
dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang
diharapkan sesuai dengan kompleksinya. Sedangkan Nasution (2003:205),
mengemukakan modul dapat dirumuskan sebagai: suatu unit yang lengkap yang
berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk
membantu siswa mencapai sejumlah tujuan yang dirumuskan secara khusus dan
jelas. ( Syauqy. 2012)
 Buku
Buku merupakan sebuah media pembelajaran yang mempunyai keuntungan
yang banyak bagi para pemakainya, karena dapat menambah berbagai
pengetahuan dan informasi. Sebagai seorang tenaga kesehatan perlu
melakukan interaksi dengan buku karena dapat berperan sebagai
pentransfer ilmu, dengan demikian para masyarakat dapat memperoleh ilmu
pengetahuan secara langsung dari tenaga kesehatam yang mempromosikan .
tenaga kesehatan juga dapat mengembangkan lagi isi dari buku tersebut.
Buku yang telah dipahami oleh tenaga kesehatan dapat menjadi informasi
yang lebih luas lagi. Dan tenaga kesehatan memberikan informasi yang lebih
luas tadi dengan media buku.

11
 Leaflet
Adalah bahan cetak tertulis berupa lembaran yang dilipat tapi tidak dijahit.
Agar tampak lebih menarik biasanya leaflet didesain secara cermat
dilengkapi ilustrasi dan menggunakan bahasa yang sederhana, singkat, dan
mudah dipahami. Apabila sebagai bahan ajar, leaflet harus memuat materi
yang dapat menggiring siswa untuk menguasai satu atau lebih KD (Murni,
2010:1).
Leaflet sebagai bahan ajar harus disusun secara sistematis, bahasanya
mudah dimengerti dan menarik tentunya. Semua itu bertujuan untuk
menarik minat yang membaca dan meningkatkan motivasi belajar siswa.

 Buletin

Buletin ialah publikasi (oleh organisasi) yang yang mengangkat perkembangan suatu
tema atau penilaian khusus dan diterbitkan atau dipublikasikan secara teratur
(berkala) dalam waktu yang relatif singkat (harian sampai bulanan).

Buletin diarahkan kepada massa yang lebih sempit, yang berhubungan dengan aspek
tertentu saja. tulisan dalam buletin biasanya singkat dan padat (seperti berita) di mana
digunakan bahasa yang formal dan banyak istilah teknis berhubungan dengan aspek
tersebut.

Desain, serta foto-foto atau ilustrasi dalam buletin umumnya formal, pilihan ukuran
penerbitan buletin kebanyakan ialah A4 “210 X 297 mm” atau eksekutif “7¼ x 10½
inci”. Untuk buletin yang terbit secara berkala dalam jangka waktu sedang “1-2
bulan”, umumnya ditertibkan atas jumlah halaman kira-kira tebal “36-120 halaman”
yang mengandung tentang fara umainah.

 Tabloid

Pengertian Tabloid Tabloid adalah kumpulan berita-olahan atau berita


investigatif, artikel, berita atau iklan yang terbit berkala (biasanya tiap minggu),
dan dicetak dalam kertas yang ukurannya lebih kecil daripada plano
(broadsheet).

12
Penerbitan tabloid di Barat (tempat asal lahirnya) dilandasi semangat
sensasional (disebut juga jurnalisme got), karena pemberitaannya yang
sensasional, transparan, mengerahkan narasumber, dan menggemparkan
khalayak pembaca.
Tabloid yang merupakan salah satu dari beberapa jenis media cetak yang ada
pasti memiliki tujuan. Pada umumnya tabloid bertujuan sebagai fasilitator
kepada pembaca yang membutuhkan.
Untuk itulah dalam perannya sebagai media fasilitator, tentu suatu media akan
memiliki efek tersendiri. Efek di sini dapat berupa efek yang direncanakan
media bahkan dapat berupa efek yang tidak terduga.
Efek sebuah media sangat tergantung dengan komponen yang ada pada media
itu sendiri yang menjadi gambaran atas perencanaan efek media. Melalui
agenda setting, media akan menjadi perencanaan media atas efek yang akan
ditimbulkan dari media tersebut.
Namun dalam upaya meraih efek yang telah direncanakan maka sebuah media
cetak perlu memperhatikan dari konten yang ada pada media itu sendiri.
Konten media cetak biasanya terbagi ke dalam beberapa rubrik yang telah
menjadi patokan beredarnya suatu media.

b. Bahan peragaan : poster tunggal, poster seri, flip chart, transparansi, slide, film, dan
lain-lain.

2. Berdasarkan cara produksi


a. Media cetak.
Media cetak yaitu suatu media statis dan mengutamakan pesan-pesan visual. Pada
umumnya terdiri atas gambaran sejumlah kata, gambar, atau foto dalam tata warna.
Contohnya poster, leaflet, brosur, majalah, surat kabar, lembar balik, stiker, dan pamflet.
Fungsi utamanya adalah memberi informasi dan menghibur. Kelebihan yang dimiliki
media cetak antara lain tahan lama, mencakup banyak orang, biaya tidak terlalu tinggi,
tidak perlu energi listrik, dapat dibawa, mempermudah pemahaman, dan meningkatkan
gairah belajar. Kelemahannya tidak dapat menstimulasi efek suara dan efek gerak serta
mudah terlipat.

13
b. Media elektronik.
Media elektronik aitu suatu media bergerak, dinamis, dapat dilihat, didengar, dan
dalam menyampaikan pesannya melalui alat bantu elektronika. Contohnya televisi, radio,
film, kaset, CD, VCD, DVD, slide show, CD interaktif, dan lain-lain. Kelebihan media
elektronik antara lain sudah dikenal masyarakat, melibatkan semua pancaindra, lebih
mudah dipahami, lebih menarik karena ada suara dan gambar, adanya tatap muka,
penyajian dapat dikendalikan, janagkauan relatif lebih besar/luas, serta dapat diulang-
ulang jika digunakan sebagai alat diskusi. Kelemahannya yaitu biaya lebih tinggi, sedikit
rumit, memerlukan energi listrik, diperlukan alat canggih dalam proses produksi, perlu
persiapan matang, peralatan yang selalu berkembang dan berubah, perlu keterampilan
penyimpanan, dan perlu keterampilan dalam pengoprasian.

c. Media luar ruang


Media luar ruang yaitu suatu media yang penyampaian pesannya di luar ruang secara
umum melalui media cetak dan elektronik secara statis. Contohnya papan reklame,
spanduk, pameran, banner, TV layar lebar, dan lain-lain. Kelebihan media luar ruang
diantaranya sebagai informasi umum dan hiburan, melibatkan semua pancaindra,
lebih menarik karena ada suara dan gambar, adanya tatap muka, penyajian dapat
dikendalikan, jangkauan relatif lebih luas. Kelemahannya yaitu biaya lebih tinggi, sedikit
rumit, ada yang memerlukan listrik atau alat canggih, perlu kesiapan yang matang,
peralatan yang selalu berkembang dan berubah, perlu keterampilan penyimpanan.

14
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Promosi kesehatan merupakan revitalisasi pendidikan kesehatan pada masa lalu,di mana
dalam konsep promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran masyarakat dalam
konsep promosi kesehatan bukan hanya proses penyadaran masyarakat dalam hal
pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat dalam bidang kesehatan saja,
melainkan juga upaya bagaimana mampu menjembatani adanya perubahan perilaku
seseorang.
Dalam pelaksanaan penyuluhan kesehatan banyak faktor- faktor yang berperan penting
atas keberhasilan tersebut. Faktor yang mempengaruhi suatu proses pendidikan adalah
metode yang digunakan, materi atau pesannya, pendidik atau petugas yang
melakukannya dan alat- alat bantu atau media yang digunakan untuk menyampaikan
pesan disamping faktor masukannya sendiri. Agar dicapai suatu hasil yang optimal, maka
faktor - faktor tersebut harus bekerja sama secara harmonis.

4.2 Saran
Diharapkan dengan adanya makalah yang membahas salah satu isu kesehatan yang masih
ada di Indonesia ini, masyarakat luas dan khususnya mahasiswa dapat menjadi cerminan
diri untuk melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat serta memiliki dan mampu untuk
meningkatkan status gizi seimbang yang baik bagi dirinya dan masyarakat luas.

15
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/36607694/Konsep_Promosi_Kesehatan
https://retnoiswati.wordpress.com/2018/03/02/model-dan-nilai-promosi-
kesehatan/
https://docplayer.info/49542095-Model-dan-nilai-promosi-kesehatan.html
http://promkes.kemkes.go.id/promosi-kesehatan
http://tarychute.blogspot.com/2012/05/media-dan-metode-dalam-promosi.html
afajridabiologiuir.blogspot.com/2015/11/modul.html

16

Anda mungkin juga menyukai