Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa pemulihan dari sembilan bulan kehamilan dan proses kelahiran


disebut dengan masa nifas (post partum). Masa nifas berlangsung selama kira-
kira 6 minggu dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum kehamilan. Perubahan fisiologis
maupun psikologis yang dialami oleh ibu postpartum, salah satunya adalah
kontraksi uterus. Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna setelah
persalinan bayi, yang merupakan respon segera untuk mengurangi jumlah
volume intra uterus atau biasa disebut dengan involusi uterus (Maryunani,
2009).
Pada ibu akan terjadi nyeri yang ditimbulkan oleh kontraksi pada saat
bayi akan keluar, kontraksi yang sangat hebat mengakibatkan nyeri yang sangat
hebat. Kontraksi uterus ini terjadi secara fisiologis dan menyebabkan nyeri yang
dapat mengganggu kenyamanan ibu di masa setelah melahirkan /postpartum.
Rasa sakit (after pain) seperti mulas- mulas disebabkan karena kontraksi uterus
yang berlangsung 2–4 hari post 1 value partum, sehingga ibu perlu mendapatkan
pengertian mengenai nyeri yang dirasakan (Maryunani, 2009).
Nyeri adalah sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual, potensial,
atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian saat terjadi kerusakan
(International Association for Study of Pain, 1979).Nyeri yang diakibatkan oleh
kontraksi uterus memerlukan berbagai penanganan untuk meminimalkan rasa
nyeri yang dirasakan oleh ibu sehingga kenyamanan ibu dapat kembali. Peran
seorang bidan pada kondisi tersebut adalah membantu meredakan nyeri ibu
postpartum dengan memberikan intervensi dalam meredakan nyeri
(Andarmoyo, 2013).
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh Tina Sinta Parulian
di RS Sariningsih Bandung dengan responden 20 ibu postpartum rata-rata
mengalami nyeri kontraksi uterus pada skala 3-7 sebelum dilakukan teknik
effleurage massage, dan kurang dari setengahnya (45%) ibu postpartum
mengalami nyeri kontraksi uterus dengan rata-rata skala nyeri 3, setelah
dilakukan teknik effleurage massage nyeri kontraksi uterus pada rentang sekala
nyeri pada 1-5.
Strategi penatalaksanaan nyeri adalah suatu tindakan untuk
mengurangi rasa nyeri, diantaranya dapat dilakukan dengan terapi farmakologis
maupun non-farmakologis Terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan antara
lain dengan memberikan terapi pemijatan pada ibu yang disebut dengan teknik
effleurage massage. (Andarmoyo, 2013).
Effleurage adalah bentuk masase dengan menggunakan telapak tangan
yang memberi tekanan lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah sirkular
secara berulang (Reeder, 2011). Teknik ini bertujuan untuk meningkatkan
sirkulasi darah, memberi tekanan dan menghangatkan otot abdomen serta
meningkatkan relaksasi fisik dan mental. Effleurage merupakan teknik massage
yang aman, mudah untuk dilakukan, tidak memerlukan banyak alat, tidak
memerlukan biaya, tidak memiliki efek samping dan dapat dilakukan sendiri
atau dengan bantuan orang lain (Ekowati, etc, 2011).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh teknik effleurage massage untuk mengurangi nyeri
kontraksi uterus
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui manfaat teknik effleurage massase
b. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri kontraksi uterus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teknik Effeleurage
1. Pengertian Teknik Effleurage
Effleurage adalah teknik pemijatan berupa usapan lembut, lambat dan
panjang atau tidak putus-putus. Teknik ini menimbulkan efek relaksasi.
Dalam persalinan, effleurage dilakukan dengan menggunakan ujung jari
yang ditekan lembut dan ringan. Lakukan usapan dengan ringan dan tanpa
tekanan kuat, tetapi usahakan ujung jari tidak lepas dar permukaan kulit
(Maemunah, 2009).
2. Manfaat Teknik Effleurage
Teknik effleurage artinya menekan degan lembut memijat atau melutut
dengan tangan untuk melancarkan peredara darah. Dengan teknik memijat
dan tenang berirama, bertekanan lembut kearah distal atau kearah bawah
( cassar, mp.1999). suatu rangsangan pada kulit abdomen dengan
melakukan usapan menggunakan ujung-ujung jari telapak tangan dengan
arah gerakan membentuk pola geraka seperti kupu-kupu abdomen seiring
degan pernafasan abdomen (potter dan perry 2006). Kedua tekik tersebut
bertujuan untuk meingkatkan sirkulasi darah, member tekanan,
menghangatkan otot abdomen dan meningkatkan relaksasi fisik (jurnal
occupational and environment medicine, 2008)
3. Prosedur Teknik Effleurage
1. Atur posisi tidur ibu dengan posisi tidur terlentag rileks dengan
menggunakan satu atau dua bantal, kaki diregangkan 10 cm dengan kedua
lutut refleksi membentuk 45 derajat.
2. Pada waktu timbul kontraksi
a) Letakkan kedua ujung-ujung jari diatas simfisisis pubis
b) Bersama inspirasi pelan, usapkan kedua ujung-ujung jari tangan
dengan tekanan yang ringan, tegas dan konstan kesamping
c) Setelah sampai fundus uteri seiring dengan ekspirasi pelan-pelan
usapkan kedua ujung-ujung jari tangan tersebuut menuju perut
bagian bawah diatas simfisis pubis melalui umbilikus
d) Lakukan berulang- ulang ( Yuliatun, 2008).

B. Konsep Nyeri Persalinan


1. Defenisi nyeri persalinan

Nyeri adalah fenomena yang kompleks dan bersifat pribadi (Rukiyah,


2009). Nyeri adalah suatu fear-tension pain syndrome, yaitu sensasi yang
timbul akibat kontraksi otot rahim bagian bawah, yang dipersepsi ibu bersalin
sebagai nyeri (Yanti, 2009). Nyeri persalinan merupakan bagian dri proses
yang normal (Maryani, 2010). Nyeri adalah suatu pengalaman secara
emosional dan berhubungan dengan perasaan yang tidak enak yang
dihubungkan dengan kerusakan jaringan secara nyata atau potensial (Judha,
2012). Nyeri persalinan sebagai kontraksi miometrium merupakan proses
fisiologis dengan intensitas yang berbeda pada masing-masing individu
(Andarmoyo, 2013). Nyeri adalah fenomena multifaktorial, yang subjektif
personal, dan kompleks yang dipengaruhi oleh faktor psikologis, biologis,
sosial budaya, dan ekonomi ( Fraser, 2011).

2. Penyebab nyeri persalinan kala I


Persalinan dibagi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi
pembukaan 10 cm. partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lender yang bersemu darah (blood show) lender yang bersemu
darah ini berasal dari lender kanalis serivikalis karena serviks mulai membuka
atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh- pembuluh kapiler
yang beraada disekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-
pergeseran ketik serviks itu membuka.
Proses membukanya serviks dibagii dalam 2 fase yaitu fase laten
berlangsung selama 8 jam, pembukaan ini sangat lambat dan berlangsung
sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm. Fase aktif terdiri dari 3
fase lagi yaitu fase akselarasi terjadi dalam waktu 2 jam pembukaan 3-4 cm,
fase dilatasi maksimal terjadi dalam waktu 2 jam dari 4-9 cm, dan fase
deselarasi dalam waktu 2 jam dimulai darimpembukaan 9 sampai lengkap
(Sarwono, 2006).
3. Fisiologis nyeri Persalinan

Beberapa sistem tubuh terpengaruh oleh nyeri persalinan berkaitan dengan


peningkatan frekuensi napas. Hal ini menyebabkan penurunan kadar PaCO2
yang desertai dengan peningkatan pH. Kemudian, janin juga terpengaruh, dan
selanjutnya terjadi penurunan PaCO2 janin. Hal ini dapat diketahui dengan
adanya deselerasi akhir pada kardiotokograf. Keseimbangan asam-basa sistem
juga dapat berubah karena hiperventilasi dan latihan pernapasan. Alkalosis
kemudian dapat memengaruhi difusi
oksigen ke plasenta sehingga terjadi hipoksia janin. Curah jantung meningkat
selama kala satu dan kala dua persalinan.peningkatan ini dapat mencapai 20%
dan 50%. Hal ini terjadi akibat kembalinya darah uterus ke sirkulasi maternal
yang berjumlah sekitar 250-300 ml pada setiap kontraksi, nyeri, kekhawatiran,
dan ketakutan dapat menyebabkan respons simpatis sehingga curah jantung
dapat menjadi lebih besar. Kedua sistem tersebut dipengaruhi oleh pelepasan
katekolamin. Adrenalin (efinefrin) yang terdiri atas 80% katekolamin,
memiliki efek mengurangi aliran darah uterus yang pada gilirannya akan
menyebabkan penurunan aktifitas uterus (Fraser, 2011).

Fase aktif adalah periode waktu dari awal kemajuan pembukaan hingga
pembukaan menjadi komplet dan mencakup fase transisi, pembukaan umunya
dimulai dari tiga sampai empat sentimeter (atau pada akhir fase laten) hingga
10 sentimeter (atau akhir kala I persalinan). penurunan bagian presentasi janin
yang progresif terjadi selama akhir fase aktif dan selama kala dua persalinan
( Varney, 2008).

4. Mekanisme Nyeri Persalinan

Menurut Muhuman (1996) mekanisme persalinan dimulai membukanya


mulut rahim pada kala pembukaan, misalnya perengangan otot polos
merupakan rangsangan yang cukup menimbulkan nyeri, terdapat hubungan
erat antara besar pembukaan mulut rahim dengan intensitas nyeri (makin
membuka makin nyeri), dan diantara timbulnya rasa nyeri dengan timbulnya
kontraksi rahim (rasa nyeri terasa ± 15-30 detik setelah mulainya kontraksi).
Kontraksi dan peregangan rahim rangsangan nyeri disebabkan oleh
tertekannya ujung saraf sewaktu rahim berkontraksi dan teregangnya bagian
bawah. Kontraksi mulut rahim teori ini kurang dapat terima, oleh karena
jaringan mulut rahim hanya sedikit mengandung jaringan otot. Peregangan
jalan lahir bagian bawah perengan jalan lahir oleh kepala janin pada akhir kala
pembukaan dan selam kala I pengeluaran menimbulkan rasa nyeri paling
hebat dalam proses persalinan (Andarmoyo, 2013).

5. Karakteristik Nyeri Pada Kala I


a. Fase Laten
Memiliki integritas ego senang dan cemas. Nyeri kontraksi dalam skala
ringan dan lamanya kontraksi masing-masing 5-30 menit berkisar 10-30
detik.
b. Fase aktif
Aktifitasnya masih dapat menunjukkan bukti kelelahan. Integritas ego dapat
lebih serius dan terhanyut pada proses persalinan dan ketakutan tentang
kemampuan pengendalian pernafasan atau melakukan teknik relaksasi.
Nyeri kontraksi dalam skala sedang tiap 3,5 – 5 menit berakhir 30-40 menit.
Dalam fase ini terjadi dilatasi serviks 4-8 cm
c. Fase transisi
Memiliki integritas ego yaitu perilaku peka, sulit mempertahankan kontrol,
memerlukan pengingat tentang pernafasan, mungkin amnestik, dapat
menyatakan “saya tidak tahan lagi”
Nyeri kontraksi dalam skala berat. Kontraksi selama 2-3 menit, dan berakhir
45-60 detik. Adanya ketidaknyamanan hebat pada area abdomen, dapat
menjadi gelisah, menggeliat-liat karena nyeri, bahkan tremor kaki dapat
terjadi. Fase ini terjadi dilatasi serviks 8-10 cm (Unimus, 2013).

6. Klasifikasi Nyeri
A. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi
1) Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau
intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas
yang bervariasi (ringan sampai berat ) dan berlangsung untuk waktu
singkat nyeri akut akan berhenti dengan sendirinya (self- limiting) dan
akhirnya menghilang dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan
pulih pada area yang terjadi kerusakan. Nyeri akut durasi singkat
memiliki imset yang tiba-tiba, dan terlokalisasi. Nyeri akut terkadang
disertai oleh aktivitas sistem saraf simpatis yang akan memperlihatkan
gejala-gejala seperti peningkatan respirasi, peningkatan tekanan darah,
peningkatan denyut jantung, diaphoresis, dan dilatasi pupil. Secara
verbal yang mengalami nyeri akan melaporkan adanya ketidak
nyamanan berkaitan dengan nyeri yang dirasakannya. Nyeri akut akut
biasanya juga akan memperlihatkan respons emosi dan perilaku seperti
menangis, mengerang kesakitan, mengerutkan wajahm atau
menyeringai (Andarmoyo, 2013).
2) Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjanng suatu periode waktu. Nyeri kronik berlangsung lama,
intensitas yang bervariasi, dan biasanya berlangsung lebih dari enam
bulan. Nyeri kronik dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan
dengan tepat dan sering sulit untuk diobatin karena biasanya nyeri ini
tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Nyeri kronik nonmalignan yang timbul akibat cedera
jaringan yang tidak progresif atau yang menyembuh nyeri ini biasanya
nyeri pinggang bawah, dan nyeri yang didasari atas kondisi kronis. Nyeri yang
mengalami nyeri kronik seringkali mengalami periode remisi gejala hilang
sebagai atau keseluruhandan eksaserbasi atau keparah meningkat sifat nyeri
kronik, yang tidak dapat dipredisikan ini, membuat frustasi dan sering kali
mengarah pada depresi psikologis (Brunner & Suddarth, 2002).
B. Nyeri berdasarkan lokasi
1) Nyeri supervisial yaitu yang timbul akibat stimulasi terhadap kulit
seperti laselarasi. Nyeri ini memiliki durasi yang pendek dan sensasi
yang tajam.
2) Nyeri somatic yaitu nyeri yang trejadi pada otot dan tulang bersifat
tumpul dengan adanya peregangan dan isskemia.
3) Nyeri viseral yaitu nyeri yang disebabkan oleh kerusakan organ
internal. Nyeri yang timbul memiliki durasi yang lama dan sensasi yang
tumpul.
4) Nyeri sebar yaitu sensasi yeri yang meluas dari daerah asal ke bagian
tubuh tertentu.
5) Nyeri fantom yaitu nyeri khusus yang dialami klien yang mengalami
amputasi.
6) Nyeri alih yaitu nyeri yang timbbul akibat adanya yeri visceral yang
menjalar ke organ lain, sehingga dirasakan beberapa nyeri pada
beberapa tempat atau lokasi (Anas 2007).
C. Nyeri berdasarkan organ
1) Nyeri organik yaitu nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan organ,
penyebabnya umumnya akibat cedera atau pembedahan.
2) Nyeri neurgenik yaitu yeri akibat gangguan neuron misalnya pda
neuralgia.
3) Nyeri psikogenik yaitu nyeri akibat faktor psikologis daripada
gangguan organ (Anas, 2007)
7. Faktor- Faktor Yang Memengaruhi Nyeri Persalinan
a. Pengalaman dan pengetahuan tentang nyeri
Pengalaman sebelumnya seperti persalinan terdahulu akan membantu
mengatasi nyeri, karena ibu telah memiliki intensitas terhadap nyeri, inu
primipara dan multipara kemungkinan akan merespon secara berbeda
terhadap nyeri walupun menghadapi kondisi yang sama, yaitu persalinan,
hal ini disebabkan ibu multipara telah memiliki pengalaman pada
persalinan (Andarmoyo, 2013) Pengalam melahirkan sebelum juga dapat
mempengaruhi respon ibu terhadap nyeri. Bagi ibu yang mempunyai
pengalaman yang menyakitkan dan sulit pada persalinan sebelumnya
perasaan cemas dan takut pada pengalaman lalu akan mempengaruhi
sensitifitasnya rasa nyeri ( Bobak, 2005).
b. Usia muda cenderung dikaitakan dengan kondisi psikologi yang masih labil,
yang memicu terjadinya kecemasan hingga nyeri yang dirasakan menjadi
lebih berat. Usia juga dipakai sebagai salah salah satu faktor dalam
menentukan toleransi terhadap nyeri. Toleransi akan meningkat seiring
bertambahnya usia terhadap nyeri, toleransi akan meningkat seiring
bertambahnya usia dan pemahaman terhadap nyeri (Mander, 2004).
c. Emosi (cemas dan takut)
Stres atau rasa takut ternyata secara fisiologi dapatmenyebabkan
kontraksi uterusmenjadi terasa semakin nyeri dan sakit dirasakan (
Sondakh, 2013).
d. Persiapan persalinan

Persiapan persalinan tidak menjamin persalinan alkan berlangsung


tanpa nyeri, persiapan persalinan diperlukan untuk mengurangi perasaan
cemas dan takut akan nyeri persalinan sehingga ibu dapat memilih
berbagai teknik atau metode latihan agar ibu dapat mengatrasi
ketakutannya ( Mander, 2004).
Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala sebagai
berikut :
1. Skala numerik ( Numerical Rating Scales, NRS )
Skala ini merupakan skala yang paling efektif untuk mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan sesudah dilakukan intervensi. Pada skala numerik ini,
klien menggunakan skala 0-10 untuk penilaian nyerinya.
Gambar 2.1 Skala NRS ( Potter & Perry, 2010 )

Pada penilaian skala nyeri ini dikelompokkan menjadi 3 kelompok


yaitu, pada skala nyeri 1-3 dikategorikan sebagai nyeri ringan (masih bisa
ditahan, aktivitas tak terganggu). Pada skala 4-6 dikategorikan sebagai nyeri
sedang (mengganggu aktivitas fisik). Pada skala 7-10 dikategorikan sebagai
nyeri berat (tidak dapat melakukan aktivitas secara mandiri).
2. Skala Deskriptif (Verbal Descriptor Scale, VDS)
Nyeri diukur dengan menggunakan kata pendeskripsi yang terdapat
pada sebuah garis yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis.
Pendeskripsi ini dirangking dari tidak terasa nyeri sampei nyeri yang tidak
tertahankan.

Gambar 2.2 Skala VDS ( Potter & Perry, 2010 )

Cara pengukuran derajat nyeri ini menggunakan enam skala penilaian,


yaitu nilai 1= tidak nyeri, nilai 2= nyeri ringan, nilai 3= nyeri sedang, nilai
4= nyeri hebat, nilai 5= nyeri sangat hebat, dan nilai 6= nyeri paling hebat
atau sudah tidak terkontrol.
3. Skala Oucher
Oucher merupakan alat pengukur intensitas nyeri untuk anak-anak.
Pada skala Oucher terdapat dua skala yang terpisah yaitu pada sisi kiri
terdapat skala dengan nilai 0-10 untuk menilai skala nyeri pada anak yang
lebih besar dan pada sisi sebelah kanan terdapat skala fotografik enam-
gambar untuk meilai skala nyeri pada anak yang lebih kecil. Foto wajah
seorang anak (dengan peningkatan rasa tidak nyaman) dirancang sebagai
petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami
makna dan tingkat keparahan nyeri. Skala tersebut dapat digunakan untuk
anak yang berusia 3 tahun.

4. Skala wajah
Selain skala Oucher, nyeri juga dapat diukur dengan menggunakan
skala wajah. Skala tersebut terdiri dari enam wajah dengan profil kartun
yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa
nyeri) kemudian secara bertahap meningkat menjadi wajah kurang bahagia,
wajah yang sangat sedih sampai wajah yang sangat ketakutan.

Gambar 2.4 Skala Wajah ( Potter & Perry, 2010 )


Penilaian skala nyeri ini dinilai dari kiri ke kanan. Wajah pertama menggambarkan
ekspresi senang karena tidak merasa sakit sama sekali. Wajah kedua
menggambarkan sakit hanya sedikit. Wajah ketiga menggambarkan ekspresi
sedikit lebih sakit. Wajah keempat menggambarkan ekspresi jauh lebih sakit.
Wajah kelima menggambarkan ekspresi jauh lebih sakit sekali. Dan wajah keenam
menggambarkan sangat sakit luar biasa sampai-sampai menangis.
BAB III
METODE PENULISAN

A. Rancangan Solusi yang Ditawarkan

Dalam mengatasi permasalahan diatas maka akan dilakukan study kasus

pada klien Ny. S, dimana klien diberikan teknik massase effleurage kemudian

akan dinilai perubahan skala nyeri dan respon klien terhadap pemberian teknik

massase effleurage

B. Terget dan Luaran

Target ditujukan pada klien yang mengalami nyeri akut. Tidak terdapat

gangguan otot dan jaringan muskuloskeletal, peningkatan tekanan intrakranial,

dan penyakit arteri koronaria yang berat (Hamarno, 2010)

Luaran yang diharapkan dari penerapan EBNP (Evidence Based Nursing

Practice) berupa teknik effleurage pada pasien yang mengalami nyeri adalah

adanya penurunan intensitas nyeri berdasarkan skala penilaian intensitas nyeri

numeric dan tidak menunjukkan ekspresi nyeri.

C. Prosedur Pelaksanaan

NO TINDAKAN TEKNIK EFFLEURAGE YA TIDAK


MASSAGE

1 Mencuci tanggan

2 Melakukan usapan pada kedua telapak


tangan
3 Gerakkan kedua tangan melingkari
abdomen
4 Dimulai dari abdomen bagian bawah
diatas simpisis pubis
5 Arahkan tangan kesamping perut
6 Kemudian ke fundus uteri kemudian
turun ke umbilicus dan kembali perut
bagian bawah diatas simpisis bentuk pola
gerakan seperti “kupu-kupu”
7 Ulangi gerakan selama 3-5 menit dan
berikan lotion atau miyak/baby oil jika
dibutuhkan
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Berdasarkan pengelolaan pasien dengan menerapkan teknik effleurage dalam ini

dapat digambarkan hasil sebagai berikut :

te Teknik Effleurage

Sebelum Sesudah

9 8

8 8

Dari hasil penerapan tindakan keperawatan pengelolaan pasien nyeri

persalinan kala I dengan nyeri menggunakan teknik effleurage diatas, didapatkan

bahwa terapi yang dilakukan ini berpengaruh terhadap penurunan skala nyeri yang

dirasakan oleh Ny. S. Ny. S mampu mengontrol nyeri yang dirasakan, wajah

tampak lebih rileks dan tidak menunjukkan gerakan tubuh berlebihan ketika

kontraksi terjadi.

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil penerapan pengaruh massage effleurage terhadap penurunan

intensitas nyeri persalinan kala I. Hal ini sesuai sebagaimana dinyatakan oleh peneliti

sebelumnya bahwa sumber nyeri persalinan adalah iskemia jaringan, peregangan segmen

bawah rahim, penipisan dan pembukaan serviks. Semakin besar dilatasi pembukaan

serviks semakin meningkat pula intensitas nyeri, faktor-faktor inilah yang perlu dikontrol

untuk mencegah atau mengurangi nyeri persalinan. Ibu yang berkonsentrasi menikmati

massage effleurage membuat ibu menjadi relaks dan tenang sehingga oksitosin akan

mengalir, oksitosin sangat berpengaruh dalam kontraksi uterus, oksitosin yang mengalir
lancar dalam tubuh ibu saat ibu menjelang persalinan membuat kontraksi ibu menjadi

adekuat, kontraksi rahim yang adekuat berbanding lurus dengan pembukaan serviks.

Semakin adekuat kontraksi rahim, semakin cepat pembukaan dan penipisan serviks.

Teori Simkin,P, (2008) yang menyatakan bahwa faktor psikis dalam menghadapi

persalinan merupakan faktor yang sangat penting mempengaruhi lancar tidaknya proses

kelahiran. Menurut Maramis (2005) kecemasan tingkat sedang memungkinkan seseorang

untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. Sehingga

seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih

terarah. Sehingga ibu dapat memusatkan perhatian untuk berkonsentrasi dalam

mendapatkan dan merasakan massage effleurage sesuai yang diarahkan oleh peneliti.

Sesuai dengan riset yang menunjukkan bahwa massage effleurage dapat mempengaruhi

psikologis ibu inpartu dalam hal ini massage effleurage dapat membuat rileks,

mengurangi ketegangan otot, dan menekan produksi hormon stress. Begitu ibu menjadi

relaks dan tenang, otaknya akan kembali ke mode primitif dan oksitosin akan mengalir,

sehingga akan segera dibanjiri dengan endorphin yang menghilangkan nyeri (Chapman,

2006).

Massage effleurage dapat menurunkan skala nyeri pada persalinan kala I fase aktif. Hasil

ini sesuai dengan teori Tamsuri (2007), yang menyebutkan bahwa massage merupakan

salah satu metode untuk mengurangi nyeri persalinan non farmakologis. Massage

merupakan metode yang memberikan rasa lega pada banyak wanita selama tahap pertama

persalinan (Walsh, 2007). Merupakan manipulasi yang dilakukan pada jaringan lunak

yang bertujuan untuk mengatasi masalah fisik, fungsional atau terkadang psikologi.

Massage dilakukan dengan penekanan terhadap jaringan lunak baik secara terstruktur

ataupun tidak, gerakan-gerakan atau getaran, dilakukan menggunakan bantuan media

ataupun tidak (Tamsuri, 2007).

Massage dapat menenangkan dan merilekskan ketegangan yang muncul saat hamil dan

melahirkan. Pijatan pada leher, bahu, punggung, kaki, dan tangan dapat membuat

nyaman. Usapan pelan pada perut juga akan terasa nyaman saat kontraksi. Rencana untuk

menggunakan pijatan atau sentuhan yang disukai dalam persalinan dapat dipilih
sebagai berikut : sentuhan pelan dengan ketukan yang berirama, usapan keras, pijatan

untuk melemaskan otot-otot yang kaku, dan pijatan keras atau gosokan di punggung

(Simkin, 2007).
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh intensitas

nyeri sebelum dan sesudah diberikan teknik effleurage dalam terhadap intensitas

nyeri persalinan kala I.

B. Saran

Diharapkan bidan berperan aktif dalam memberikan penggunaan metode teknik

effleurage saat persalinan guna menurunkan tingkat nyeri persalinan sehingga

dapat meningkatkan pelayanan terhadap pasien. Bagi institusi pendidikan,

penelitian diharapkan dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan

kebidanan terutama dalam penanganan nyeri persalinan. Bagi ibu bersalin,

diharapkan ibu bersalin kala I dapat menjadikan teknik effleurage sebagai upaya

untuk menurunkan nyeri persalinan yang dirasakan karena teknik effleurage

terbukti memiliki pengaruh dalam menurunkan nyeri persalinan


DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E. R., DKK (2008). Asuhan Kebidanan Nifas. , Jogjakarta : Nuha Medika.

Judha, M. (2012). Teori Pengukuran Nyeri dan Nyeri Persalinan. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Maryunani, A. (2010). Nyeri dalam Persalinan. Jakarta: Trans Info Media.

Muslihatun, W. N., DKK (2009). Buku Dokumentasi Kebidanan, Jogjakarta : Fitramaya,

Sunarsih. (2011). Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta : Salemba Medika

Tina, S.P. (2014). Pengaruh Teknik Effleurage Massage Terhadap Perubahan Nyeri Pada Ibu
Postpartum Di Rumah Sakit Sariningsih Bandung

Anda mungkin juga menyukai