Anda di halaman 1dari 33

1

KEPERAWATAN KRITIS
TENTANG ACUTE RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

Dosen Pembimbing:
Ns. Lisavina Juwita S.Kep, M.Kep
Oleh Kelompok : 4

Boby. M Salsabila Arta


Indah Dianatus Sholeha Viony Aurora
Novia Rama Zalni Widya Caludia
Nugi Saputra Winda Elvia Gusri
Resma Masda Syahri Yonardo Efendy

UNIVERSITAS FORT DE KOCK BUKITTINGGI


TAHUN AJARAN 2019/2020
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberi rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah tentang “ Acute
Respiratory Distress Syndrome” ini dapat terselesaikan. Makalah ini diajukan
guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis . Saya mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini
dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan
bermanfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Bukittinggi , 24 Oktober 2019

Penyusun
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................2


DAFTAR ISI ......................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG ..............................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH .........................................................................4
1.3 TUJUAN ..................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................5
2.1 DEFINISI .................................................................................................5
2.2 ETIOLOGI ...............................................................................................6
2.3 TANDA DAN GEJALA ..........................................................................10
2.4 PATOFISIOLOGI ....................................................................................15
2.5 KLASIFIKASI .........................................................................................15
2.6 KOMPLIKASI .........................................................................................18
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG .............................................................20
2.8 PENATALAKSANAAN .........................................................................21
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................22
3.1 PENGKAJIAN ........................................................................................24
3.2 DIAGNOSA .............................................................................................26
3.3 MASALAH KEPERAWATAN ...............................................................26
3.4 INTERVENSI DAN RASIONAL............................................................28
BAB IV ANALISA JURNAL ...........................................................................30
BAB V PENUTUP……………………………………………………………..32
4.1 KESIMPULAN ........................................................................................32
4.2 SARAN ....................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA
4

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan dalam globalisasi
khususnya di bidang kesehatan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam
mencegah berbagai penyakit salah satunya ARDS yaitu merupkan Gangguan
paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat,
hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru akibat kondisi atau
kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Sindrom gagal pernafasan merupakan gagal pernafasan mendadak yang timbul
pada penderita tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya. Sindrom Gawat
Nafas Dewasa (ARDS) juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik
merupakan sindroma klinis yang ditandai penurunan progresif kandungan oksigen
arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius. Dalam sumber lain ARDS
merupakan kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas
berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada
berbagai penyebab pulmonal atau nonpulmonal. Beberapa factor pretipitasi
meliputi tenggelam, emboli lemak, sepsis, aspirasi, pankretitis, emboli paru,
perdarahan dan trauma berbagai bentuk. Dua kelompok yang tampak menjadi
resiko besar untuk sindrom adalah yang mengalami sindrom sepsis dan yang
mengalami aspirasi sejumlah besar cairan gaster dengan pH rendah. Kebanyakan
kasus sepsis yang menyebabkan ARDS dan kegagalan organ multiple karena
infeksi oleh basil aerobic gram negative. Kejadian pretipitasi biasanya terjadi 1
sampai 96 jam sebelum timbul ARDS.
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967. Ini
meliputi peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal, menyebabkan
edema pulmonal nonkardiak. ARDS didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi
pulmonal yang berhubungan dengan masalah besar tentang oksigenasi meskipun
5

diberi suplemen oksigen dan pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) kurang
dari 18 mmHg.
ARDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple dan
mungkin menjadi bagian dari gagal organ multiple. Prevalensi ARDS
diperkirakan tidak kurang dari 150.000 kasus pertahun. Sampai adanya
mekanisme laporan pendukung efektif berdasarkan definisi konsisten, insiden
yang benar tentang ARDS masih belum diketahui. Laju mortalitas tergantung
pada etiologi dan sangat berfariasi. ARDS adalah penyebab utama laju mortalitas
di antara pasien trauma dan sepsis, pada laju kematian menyeluruh kurang lebih
50% – 70%. Perbedaan sindrom klinis tentang berbagai etiologi tampak sebagai
manifestasi patogenesis umum tanpa menghiraukan factor penyebab.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan Acut Respiratory Distress syndrome?
2. Bagaimana memahami konsep dari ARDS?
3. Bagaimana ASKEP dari ARDS?
1.3 TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i dapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan
serta untuk pegangan dalam memberikan bimbingan dan asuhan
keperawatan pada klien dengan ARDS serta Untuk memenuhi tugas mata
kuliah keperawatan gawat darurat.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan dan tentang ARDS
b. Agar mahasiswa memahami konsep dari ARDS
c. Agar mahasiswa mampu membuat Asuhan Keperawatan pada penderita
ARDS
d. Agar mahasiswa mampu mengaplikasikan nya di dalam kehidupan.
6

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan


Fungsi utama pernapasan adalah untuk memperoleh O2 agar dapat
digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dihasilkan oleh sel.
Selain itu, sistem pernapasan melakukan fungsi non respirasi yaitu memelihara
keseimbangan air dan panas tubuh, keseimbangan asam dan basa, meningkatkan
aliran balik napas, mempertahankan tubuh dari invasi bahan asing, ekspresi emosi
(tertawa, menangis, mengeluh).
Fisiologi pernapasan mencakup 3 proses utama yaitu:
1. Ventilasi
Pergerakan udara antara alveoli dan atmosfer. Proses ventilasi meliputi
pergerakan diafragma, perubahan tekanana transpulmonar, kompliens
paru, dan tahanan jalan napas. Pada saat inspirasi, udara dari atmosfer
masuk ke rongga thorax sehingga membuat rongga thorax/dada
mengembang. Selama inspirasi, tekanan intra-alveolus lebih kecil daripada
tekanan atmosfer. Dan pada saat ekspirasi udara keluar dari rongga thorax
sehingga mengakibatkan rongga thorax turun/menguncup. Selama
ekspirasi, tekanan intra-alveolus lebih besar daripada tekanan atmosfer.
Sedangkan selama siklus pernapasan, tekanan intrapleura lebih rendah dari
tekanan intra-alveolus atau negatif.
2. Difusi
Pergerakan CO2 dan O2 antara alveoli dan kapiler.
3. Transportasi
a. Pergerakan O2 dari alveoli ke sel-sel
b. Pergerakan CO2 dari sel-sel ke alveoli
7

Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru.


Saluran pernapasan berawal dari
1. saluran hidung (nasal)
2. tenggorokan(faring)
3. laring àtrakea
4. bronkus à bronkiolus
5. alveolus.
Alveolus adalah kantung udara berdinding tipis, dapat mengembang,
berbentuk seperti anggur yang terdapat di ujung percabangan saluran pernapasan.
Dinding alveolus terdiri dari satu lapisan sel alveolus tipe 1 yang gepeng dan sel
alveolus tipe 2. Sel alveolus tipe 2 mengeluarkan surfaktan paru, suatu kompleks
fosfolipoprotein yang mempermudah pengembangan ekspansi paru. Di dalam
lumen kantung udara juga terdapat makrofag alveolus untuk pertahanan tubuh.
Dinding alveolus terdapatpori-pori Kohn ukuran kecil yang
memungkinkan aliran udara antara alveolus-alveolus yang berdekatan, suatu
proses yang dikenal sebagai ventilasi kolateral. Terdapat kantung pleura yang
memisahkan paru dari dinding dada. Permukaan pleura ini mengeluarkan cairan
intrapleura encer, yang membasahi permukaan pleura sewaktu kedua permukaan
saling bergeser satu sama lain saat gerakan bernapas. Sehingga jika terjadi
peradangan pada kantung pleura (pleuritis) maka akan menimbulkan rasa nyeri
dan auskultasi napas friction rub.

Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi adalah sistem saraf


pusat, spinal cord, sistem kardiovaskuler dan darah, thorax dan pleura, system
neuromuscular, dan jalan napas bagian atas.
8

2.2 Definisi
Gagal nafas akut /ARDS adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk
mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida
(PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkan oleh masalah ventilasi difusi atau
perfusi (Susan Martin T, 1997) .Gagal nafas akut/ARDS adalah kegagalan sistem
pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam
jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung
“Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas akut/ARDS terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap
karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen
dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan
tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan
karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth,
2001). Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ARDS ( Gagal nafas Akut
) merupakan ketidakmampuan atau kegagalan sitem pernapasan oksigen dalam
darah sehingga pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru - paru
tidak dapat memelihara laju konsumsi oksigen dan pembentukan karbondioksida
dalam sel –sel tubuh.sehingga tegangan oksigen berkurang dan akan peningkatan
karbondioksida akan menjadi lebih besar.

2.3 Etiologi
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat
pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang
otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat
pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus
ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf
seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan
9

neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangat mempengaruhi


ventilasi.

3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks


Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan
ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang
mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat
menyebabkan gagal nafas.

4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan
perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan
nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan
fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas.
Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas.
Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.

5. Penyakit akut paru


Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau
pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru
dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal
nafas.

2.4 Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut
adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural
maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas
kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis
10

kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien


mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya.
Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital,
frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan
yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi
tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal
10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak
adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang
mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla).
Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak,
ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan
menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal.
Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat
karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau
dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit
paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut. Ada 3 fase dalam patogenesis
ARDS:
1. Fase eksudatif.
Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium,
inflamasi, dan eksudasicairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.
2. Fase Proliferatif.
Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi
fibroblast, sel tipeII, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding
alveolus dan perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi
seluler/membran hialin. Fase proliferatif merupakan fase menentukan
yaitu cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap, adaresiko terjadi
lung rupture (pneumothorax).
11

3. Fase Fibrotik/Recovery.
Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling
dan fibrosis.Fungsi paru berangsurangsur membaik dalam waktu 6 – 12
bulan, dan sangat bervariasiantar individu, tergantung keparahan
cederanya.
Perubahan patofisiologi berikut ini mengakibatkan sindrom klinis yang
dikenal sebagaiARDS (Philip etal, 1995):
a. Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement cascade menjadi
aktif yangselanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler.
b. Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan protein bocor
kedalam ruanginterstisiel antar kapiler dan alveoli dan pada akhirnya
kedalam ruang alveolar.
c. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka
area permukaan untuk pertukaran oksigen dan CO2 menurun sehingga
mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi- perfusi dan hipoksemia.
d. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga
mengakibatkanhipokapnea dan alkalosis respiratorik.
e. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-
sel yang tidak menghasilkan surfaktan ,dengan demikian meningkatkan
tekanan pembukaan alveolar.ARDS biasanya terjadi pada individu yang
sudah pernah mengalami trauma fisik,meskipun dapat juga terjadi pada
individu yang terlihat sangat sehat segera sebelum awitan,misalnya awitan
mendadak seperti infeksi akut. Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-
24 jam dari waktu cedera paru sampai berkembang menjadi gejala. Durasi
sindrom dapat dapat beragam dari beberapa hari sampai beberapa minggu.
Pasien yang tampak sehat akan pulih dari ARDS. Sedangkan secara
mendadak relaps kedalam penyakit pulmonary akut akibat
serangansekunder seperti pneumotorak atau infeksi berat (Yasmin Asih.
Hal 125). Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung
penambahan volume darah sampai 3 kalinormalnya, namun pada tekanan
12

tertentu, cairan bocor keluar masuk ke jaringan interstisiel danterjadi


edema paru. ( Jan Tambayog 2000, hal 109).
2.5 Epidemiologi
ARDS (juga disebut syok paru) akibat cedera paru dimana sebelumnya
paru sehat,sindrom ini mempengaruhi kurang lebih 150.000 sampai 200.000
pasien tiap tahun, dengan lajumortalitas 65% untuk semua pasien yang mengalami
ARDS. Faktor resiko menonjol adalahsepsis. Kondisi pencetus lain termasuk
trauma mayor, KID, tranfusi darah, aspirasi tenggelam,inhalasi asap atau kimia,
gangguan metabolik toksik, pankreatitis, eklamsia, dan kelebihan dosisobat.
Perawatan akut secara khusus menangani perawatan kritis dengan intubasi dan
ventilasimekanik (Doenges 1999 hal 217).
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh
total, denganatau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang. Pada penderita yang
menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk
jaringan parut di paru-parunya. Jaringan paruttertentu membaik beberapa bulan
setelah ventilator dilepas.

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala klinis utama pada kasus ARDS :
1. Peningkatan jumlah pernapasan
2. Klien mengeluh sulit bernapas, retraksi dan sianosis
3. Pada Auskultasi mungkin terdapat suara napas tambahan
4. Penurunan kesadaran mental
5. Takikardi, takipnea
6. Dispnea dengan kesulitan bernafas
7. Terdapat retraksi interkosta
8. Sianosis
9. Hipoksemia
10. Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
11. Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop
13

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan fungsi ventilasi
1) Frekuensi pernafasan per menit
2) Volume tidal
3) Ventilasi semenit
4) Kapasitas vital paksa
5) Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik
6) Daya inspirasi maksimum
7) Rasio ruang mati/volume tidal
8) PaCO2, mmHg.
2. Pemeriksaan status oksigen
3. Pemeriksaan status asam-basa
4. Arteri gas darah (AGD) menunjukkan penyimpangan dari nilai normal pada
PaO2, PaCO2, dan pH dari pasien normal; atau PaO2 kurang dari 50 mmHg,
PaCO2 lebih dari 50 mmHg, dan pH < 7,35.
5. Oksimetri nadi untuk mendeteksi penurunan SaO2
6. Pemantauan CO2 tidal akhir (kapnografi) menunjukkan peningkatan
7. Hitung darah lengkap, serum elektrolit, urinalisis dan kultur (darah, sputum)
untuk menentukan penyebab utama dari kondisi pasien.
8. Sinar-X dada dapat menunjukkan penyakit yang mendasarinya.
9. EKG, mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan,
disritmia.
10. Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
1) Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 ) 2. Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal
karena hiperventilasi
2) Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
3) Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
4) Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
11. Pemeriksaan Rontgent Dada :
1) Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
14

2) Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli


12. Tes Fungsi paru :
1) Pe ↓ komplain paru dan volume paru
2) Pirau kanan-kiri meningkat

2.8 Penatalaksanaan Medis


Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki masalah ancama kehidupan
dengan segera, antara lain :
1. Terapi Oksigen
Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik yang penting dan secara
potensial mempunyai efek samping toksik. Pasien tanpa riwayat penyakit
paru-paru tampak toleran dengan oksigen 100% selama 24-72 jam tanpa
abnormalitas fisiologi yang signifikan.
2. Ventilasi Mekanik
Aspek penting perawatan ARDS adalah ventilasi mekanis. Terapi
modalitas ini bertujuan untuk memmberikan dukungan ventilasi sampai
integritas membrane alveolakapiler kembali membaik. Dua tujuan
tambahan adalah :
a. Memelihara ventilasi adekuat dan oksigenisasi selama periode
kritis hipoksemia berat.
b. Mengatasi factor etiologi yang mengawali penyebab distress
pernapasan.
3. Positif End Expiratory Breathing (PEEB)
Ventilasi dan oksigen adekuat diberikan melaui volume ventilator dengan
tekanan dan kemmampuan aliran yang tinggi, di mana PEEB dapat
ditambahkan. PEEB di pertahankan dalam alveoli melalui siklus
pernapasan untuk mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.
a. Memastikan volume cairan yang adekuat
Dukungan nutrisi yang adekuat sangatlah penting dalam mengobati
pasien ARDS, sebab pasien dengan ARDS membutuhkan 35
sampai 45 kkal/kg sehari untuk memmenuhi kebutuhan normal.
15

4. Terapi Farmakologi

Penggunaan kortikosteroid dalam pengobatan ARDS adalah


controversial, pada kenyataanya banyak yang percaya bahwa penggunaan
kortikosteroid dapat memperberat penyimpangan dalam fungsi paru dan
terjadinya superinfeksi. Akhirnya kotrikosteroid tidak lagi di gunakan.
Pilihan terapi farmakologis pada manajemen ards masih sangat
terbatas. penggunaan surfaktan dalam manajemen ards pada anak-
anak memang bermanfaat, namun penggunaanya pada orang dewasa
masih kontroversi. Studi review yang dilakukan cochrane tidak
menemukan manfaat penggunaan surfaktan pada ards dewasa.
Penggunaan kortikosteroid juga masih kontroversi.. kortikosteroid
seperti methiprednisolon diberikan dengan dosis 1mg/kg.bb/hari
selama 14 hari lalu ditapering off. penggunaan kortikosteroid dapat
menurunkan kebutuhan penggunaan ventilator dalam hitungan hari,
walaupun penggunaan kortikosteroid tidak terbukti menurunkan angka
mortalitas. pemberian nitrit okside inhalasi (ino) dan
prostasiklin (pgi2) mungkin dapat menurunkan shunt pulmoner dan
afterload ventrikel kanan dengan menurunkan impedansi arteri
pulmoner. 40-70% ards mengalami perbaikan oksigenasi dengan ino.
penambahan almitrin intravena mempunyai dampak aditif pada
perbaikan oksigenasi. sementara pemberian pgi2 dengan dosis
sampai 50 ng/kg.bb/menit ternyata memperbaiki oksigenasi sama
efektifnya dengan ino pada pasien ards.
5. Pemeliharaan Jalan Napas
Selan endotrakheal di sediakan tidak hanya sebagai jalan napas, tetapi juga
berarti melindungi jalan napas, memberikan dukungan ventilasi kontinu
dan memberikan kosentrasi oksigen terus-menerus. Pemeliharaan jalan
napas meliputi : mengetahui waktu penghisapan, tehnik penghisapan, dan
pemonitoran konstan terhadap jalan napas bagian atas.
16

6. Pencegahan Infeksi
Perhatian penting terhadap sekresi pada saluran pernapasan bagian atas
dan bawah serta pencegahan infeksi melalui tehnik penghisapan yang telah
di lakukan di rumah sakit.
7. Dukungan nutrisi
Malnutrisi relative merupakan masalah umum pada pasien dengan
masaalah kritis. Nutrisi parenteral total atau pemberian makanan melalui
selang dapat memperbaiki malnutrisi dan memmungkinkan pasien untuk
menghindari gagal napas sehubungan dengan nutrisi buruk pada otot
inspirasi.
2.9 Faktor resiko untuk sindrom gawat nafas akut (ARDS)
1. Cidera paru tidak langsung
a. Syok dengan berbagai etiologic.
b. Sepsis
c. Hipotermia
d. Hipertermia
e. Overdosis obat
f. Koagulasi intravaskuler diseminata (dissemated intravascular
coagulation, DIC)
g. Tranfusi multipel
h. Bypass jantung-paru
i. Eklamsia
j. Luka bakar
k. Pankreastitis
l. Trauma nontoraks berat
2. Cidera paru langsung
a. Infeksi paru
b. Inhalasi toksik
c. Aspirasi (cairan lambung, hamper tenggelam)
d. Pneumonia
17

Kriteria Sindrom Respons Inflamasi Sistemik (Systemic Inflammatory


Response Syndrome, SIRS) SIRS ditandai dengan dua atau lebih hal
berikut ini:
a. Suhu lebih dari 380C atau kurang dari 360C
b. Frekuensi jantung lebih dari 90 kali/menit
c. Frekuensi pernapasan lebih dari 20 kali/menit atau tekanan
karbondioksida arteri (PaCO2) kurang dari 32mmHg
d. Hitung sel darah putih lebih dari 12.000 sel/mm3 atau kurang dari
4000 sel/mm3 atau lebih dari 10% bentuk imatur (pita)
2.10 Pengobatan
1. Tergantung klien dan proses penyakitnya
2. Pemberian inotropik agent (dopamine) fungsinya untuk meningkatkan
curah jantung dan tekanan darah
3. Antibiotik untuk mengatasi infeksi
4. Kortikosteroid mengurangi respon inflamasi dan mempertahankan
stabilitas membran paru
2.11 Komplikasi
Infeksi paru dan abdomen merupakan komplikasi yang sering di jumpai.
Adanya edema paru, hipoksia alveoli , penurunan surfaktan akan
menurunkan daya tahan paru terhadap infeksi. Komlikasi yang sering
terjadi adanya penurunan curah jantung, pneumotoraks dan
pnemomedistium. Hasil positif pada pasien yang sembuh dari ARDS
paling mungkin kemampuan tim kesehatan untuk melindungi paru dari
kerusakan lebih lanjut selama periode pemberian dukungan hidup,
pencegahan toksisitas O2 dan perhatian pada penurunan sepsis.
18

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ARDS

3.1. Pengkajian
1. Identitas pasien
Kaji nama, umur, jenis kelamin , status perkawinan, agama dan
suku.
2. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta bantuan
pelayanan kesehatan adalah adanya gejala neurologis yaitu :
a. Distres pernafasan akut ; takipnea, dispnea , pernafsan
menggunakan otot aksesoris pernafasan dan sianosis sentral.
b. Batuk kering dan demam yang terjadi lebih dari beberapa jam
sampai seharian.
3. Riwayat Keluhan Utama
P : Nyeri
Q : Terus menurus
R : seluruh persendian, dada, dan perut
S : 4 (0-5)
T : saat beraktivitas
4. Riwayat kesehatan sekarang
Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki riwayat penyakit
yang sama ketika kline masuk rumah sakit.
5. Riwayat kesehatan dahulu
Kaji apakah kline pernah menderita riwayat penyakit yang
sama sebelumnya
6. Riwayat pemakaian obat-obatan
19

Pengkajian primer
1. Airway : Mengenali adanya sumbatan jalan napas
a. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
c. Jalan napas adanya sputum, secret, lendir, darah, dan benda asing,
d. Jalan napas bersih atau tidak
2. Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
b. Frekuensi pernapasan : cepat
c. Sesak napas atau tidak
d. Kedalaman Pernapasan
e. Retraksi atau tarikan dinding dada atau tidak
f. Reflek batuk ada atau tidak
g. Penggunaan otot Bantu pernapasan
h. Penggunaan alat Bantu pernapasan ada atau tidak
i. Irama pernapasan : teratur atau tidak
j. Bunyi napas Normal atau tidak
3. Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
d. Papiledema
e. Penurunan haluaran urine
4. Disability
a. Keadaan umum : GCS, kesadaran, nyeri atau tidak
b. adanya trauma atau tidak pada thorax
c. Riwayat penyakit dahulu / sekarang
d. Riwayat pengobatan
20

e. Obat-obatan / Drugs

Pemeriksaan fisik
1. Mata
a. Konjungtiva pucat (karena anemia)
b. Konjungtiva sianosis (karena hipoksia)
c. Konjungtiva terdapat pethechia (karena emboli lemak atau
endokarditis)
2. Kulit
a. Sianosis perifer (vasokontriksi dan menurunnya aliran darah perifer)
b. Sianosis secara umum (hipoksemia)
c. Penurunan turgor (dehidrasi)
d. Edema
e. Edema periorbital
3. Jari dan kuku
a. Sianosis
b. Clubbing finger
4. Mulut dan bibir
a. Membrane mukosa sianosis
b. Bernafas dengan mengerutkan mulut
5. Hidung
a. Pernapasan dengan cuping hidung
6. Vena leher : Adanya distensi/bendungan
7. Dada
a. Retraksi otot bantu pernafasan (karena peningkatan aktivitas
pernafasan, dispnea, atau obstruksi jalan pernafasan)
b. Pergerakan tidak simetris antara dada kiri dengan kanan
c. Tactil fremitus, thrill, (getaran pada dada karena udara/suara melewati
saluran /rongga pernafasan)
d. Suara nafas normal (vesikuler, bronchovesikuler, bronchial)
21

e. Suara nafas tidak normal (crekler/reles, ronchi, wheezing, friction rub,


/pleural friction)
f. Bunyi perkusi (resonan, hiperresonan, dullness)
8. Pola pernafasan
a. Pernafasan normal (eupnea)
b. Pernafasan cepat (tacypnea)
c. Pernafasan lambat (bradypnea)

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya fungsi


jalan napas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi jalan
napas.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoventilasi alveoli,
penumpukan cairan di alveoli, hilangnya surfaktan pada permukaan
alveoli
3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pertukaran gas tidak
adekuat, peningkatan secret, penurunan kemampuan untuk oksigenasi,
kelelahan.
4. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan sekcret
22

3.3 Intervensi Keperawatan

N Diagnosa Noc Nic Aktivitas keperawatan


o keperawat
an
1 Bersihan Setelah dilakukan tindakan 1. Pastikan Pastikan kebutuhan
jalan napas keperawatam selama 3X24 kebutuhan oral/suction
tidak jam jalan nafas pasien oral/suction 1. Auskultasi
efektif b.d. bersih/jelas. suara napas
penumpuk Kriteria Hasil : sebelum dan
an sekret. Suara nafas bersih,tidak sesudah suction
ada suara snoring atau 2. Berikan oksigen
suara tambahan yang lain menggunakan
Irama nafas regular nasal kanul
frekuensi nafas dalam 3. Monitor status
rentang normal. napas dan
oksigen
4. Buka jalan
napas gunakan
tekhnik chin lift
5. Posisikan
pasien untuk
memaksimalkan
ventilasikeluark
an secret
dengan cara
suction
6. Monitor
respirasi dan
23

status oksigen

2 Pola napas Setelah dilakukan tindakan 1. Airway Airway Management


tidak keperawatan 3x 24 jam management 1. Buka jalan
efektif b.d. pasien dapat 2. Respiratory nafas, gunakan
hipoventila mempertahankan pola Monitoring teknik chin lift
si alveoli pernapasan yang efektif atau jaw thrust
Kriteria Hasil : bila perlu
Pasien menunjukkan 2. Posisikan
1. Frekuensi, irama pasien untuk
dan kedalaman memaksimalkan
pernapasan normal ventilasi
2. Adanya penurunan 3. Auskultasi
dispneu suara nafas,
3. Gas-gas darah catat adanya
dalam batas normal suara tambahan
4. Atur intake
untuk cairan
mengoptimalka
n keseimbangan
5. Monitor
respirasi dan
status O2.
Respiratory
Monitoring
Monitoring rata-
rata,kedalaman, irama
dan usaha respirasi.

1. Catat gerakan
dada, amati
24

kesimetrisan,
penggunaan
otot tambahan,
retraksi otot
supraclavicular
dan intercostals
2. Monitor suara
nafas seperti
dengkur
3. Auskultasi
suara nafas,
catat area
penurunan/tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
4. Auskultasi
suara paru
setelah tindakan
untuk
mengetahui
hasilnya.

3 Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda Monitor tanda tanda


pertukaran keperawatan 3x24 jam tanda vital vital
gas b.d diharapkan 2. Pengaturan 1. Monitor TD,
peningkata 1. Frekuensi posisi nadi,suhu, dan
n secret pernapasan 3. Manajemen status
diprtahankan pada jalan nafas pernafasan
3 ditingkatkan ke 5 4. Teapi oksigen 2. Monitor suara
2. Irama pernapasan paru-paru
25

diprtahankan pada 3. Monitor


3 ditingkatkan ke 5 kecepatan,iram
3. Keseimbangan a,kedalaman,da
ventilasi dan n kesulitan
perfusi bernafas
dipertahankan pada 4. Monitor suara
3 ditingkatkan ke 5 tambahan
seperti ngorok
atau mengi
5. Monitor pola
nafas
Pengaturan posisi
1. Posisikan
pasien untuk
mengurangi
dispnea(posisi
semi fowler)
2. Monitor status
oksigenasi(
sebelum dan
sesudah
perubahan
posisi)
Manajemen jalan
napas
1. Posisikan
pasien untuk
memaksimalka
n ventilasi
2. Monitor status
pernapasan dan
26

oksigenasi
Terapi oksigen
1. Siapkan
peralatan
oksigen dan
berikan melalui
sistem
humidifier
2. Berikan
oksigen
tambahan
seperti yang
diperintahkan
3. Monitor aliran
oksigen
4. Gangggua Setelah dilakukan tindakan 1. Airway 1.Kaji pola nafas
n ventilasi keperawatan 3x24 jam management
pasien
spontan diharapkan 2. Respiratory
2.Berikan bantuan
b.d 1. Irama pernapasan Monitoring
kelelahan diprtahankan pada ventilasi melalui
otot nafas 3 ditingkatkan ke 5
ventilator
2. Keseimbangan
3.Monitor set
ventilasi dan
perfusi ventilator secara
dipertahankan pada
rutin
3 ditingkatkan ke 5
4.Monitor

efektivitas

ventilator pada

pasien
27

5.Posisikan pasien

pada posisi yang

nyaman

6.Lakukan suction

secara rutin

Respiratory

monitoring

1.Monitor

frekuensi, ritme,

kedalaman

pernafasan

2.Catat pergerakan

dada,

kesimetrisan,

penggunaan otot

nafas tambahan,

retraksi otot

intercosta

3.Monitorpernafasa
28

n hidung

4.Monitor pola

nafas : bradipneu,

takipneu,

hipoventilasi

5.Palpasi ekspansi

paru

6.Auskultasi suara

pernafasan

7.Monitor

kemampuan

pasien batuk

efektif

8. Monitor hasil

rontgen
29

BAB IV
ANALISA JURNAL

Posisi lateral kiri elevasi kepala 30 derajat terhadap nilai tekanan parsial

oksigen (po2) pada pasien dengan ventilasi mekanik

Problem: pengaruh posisi lateral kiri dengan elevasi kepala 30 derajat terhadap

nilai tekanan parsial oksigen (pO2) pada pasien dengan ventilasi mekanik di ruang

intensif RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Intervention: Jenis penelitian adalah Pra Eksperimen dengan one group pretes

posttest design. Sampel sejumlah 15 orang yang diambil dengan metode

purposive sampling. Nilai tekanan parsial oksigen (pO2) diperoleh melalui

pemeriksaan analisa gas darah. Pengumpulan data dilakukan di ruang intensif

RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal tanggal 8 Mei sampai 5 Juni 2013.

Data univariat disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, sedangkan data bivariat

menggunakan uji T berpasangan.

Comparison: Hasil penelitian menunjukkan rerata tekanan parsial oksigen (pO2)

pretest (sebelum intervensi) sebesar 177 mmHg (SD ± 30,848), dimana nilai

tertinggi pO2 sebesar 228 mmHg dan nilai terendah pO2 adalah 119 mmHg. Hasil

ini diperoleh melalui pemeriksaan analisa gas darah yang diambil pada posisi

pasien terlentang (supine) dengan elevasi kepala 30 derajat, yang ditujukan untuk

mencegah aspirasi dan pneumonia. Data posttest menunjukkan nilai tekanan

parsial oksigen (pO2) setelah dilakukan intervensi berada pada rentang 132–269

mmHg, dengan SD ± 33,909. Hasil uji T berpasangan diperoleh nilai p=0,040


30

(p<0,05), artinya ada perbedaan yang bermakna antara nilai pO2 sebelum dan

sesudah dilakukan posisi lateral kiri dengan elevasi kepala 30 derajat pada pasien

dengan ventilasi mekanik.

Outcome: derajat dapat meningkatkan tekanan parsial oksigen (pO2) pada pasien

yang terpasang

ventilasi mekanik. Namun, kondisi penyulit seperti tumor otak dan perdarahan

dapat menurunkan tekanan parsial oksigen (pO2) meskipun telah diberi posisi

lateral kiri dan elevasi kepala 30 derajat.

Pengaruh open suction terhadap tidal volume pada pasien yang


menggunakan ventilator di ruang icu rsud dr. Soedarso pontianak

Problem : Pasien yang terpasang ventilasi mekanik dan endotrachealtube (ETT)


menghambat mekanisme batuk alami untuk membantu pasien dalam
mengeluarkan sekret perlu di lakukan tindakan suction mempengaruhi tidal
volume maka dalam penelitian ini peneliti melihat open suction terhadap tidal
volume.
Intervention: Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif. Desain
penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen
(quasi exsperiment) dengan rancangan penelitian “pre and post test without
control”.
Comparison: Penelitian ini di lakukan pada pasien-pasien ICU yang terpasang
ventilator di ruang ICU RSUD dr.Soedarso di mana ada 12 pasien yang memerlukan
bantuan nafas menggunakan ventilasi mekanik Pada pasien-pasien ICU RSUD dr.
Soedarso di mana yang terpasang ventilator mengalami penurunan kesadaran, tirah
baring yang lama tanpa ada gerak dengan pemasangan ETT yang lama kurangnya
reflek batuk pasien sehimgga mengakibatkan terjadinya akumulasi sekret yang
banyak sehingga pasien mengalami gangguan dalam sistem pernafasan yaitu terjadi
31

sesak nafas yang mengakibatkan pasien kekurangan oksigen sehingga tidal volume
pasien menurun, perlu di lakukan tindakan suction untuk mengeluarkan lendir
tindakan suction di berikan pada pasien yang mengalami sekret yang banyak,
tindakan suction waktunya berbeda beda tergantung jumlah lendir yang di alami oleh
pasien, pada pasien dengan SOL mengalami kesadaran yang menurun sehingga perlu
di lakukan tindakan suction lebih sering.
Di mana menurut penelitian Wiyoto (2010), apabila tindakan suction tidak di
lakukan pada pasien dengan gangguan bersihan jalan nafas maka pasien tersebut akan
mengalami kekurangan suplai O2 (hipoksemia), dan apabila suplai O2 tidak terpenuhi
dalam waktu 4 menit maka dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen.
Outcome: Terdapat pengaruh perubahan tidal volume pasien yang di lakukan
tindakan suction sebelum dan sesudah tindakan yaitu terjadinya penurunan pada
tidal volume pasien Sebelum tindakan tidal volume 382 sedangkan sesudah
tindakan 286 Lama waktu kembali tidal volume normal sekitar 16 detik, lama
waktu tidal volume normal tergantung kapasitas paru seseorang dan keadaan baik
buruknya kondisi paru masing-masing indivdu.
32

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
ARDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan
disebabkanterhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block)
yang disebabkan olehkarena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid
protein baik interseluler maupunintra alveolar. Penyebabnya bisa penyakit
apapun, yang secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru seperti:
Pneumoni virus, bakteri, fungal; contusio paru, aspirasicairan lambung, inhalasi
asap berlebih, inhalasi toksin, menghisap O2 konsentrasi tinggidalam waktu lama,
Sepsis, Shock, Luka bakar hebat, Tenggelam,dsb. Gejala biasanyamuncul dalam
waktu 24-48 jam setelah terjadinya penyakit atau cedera. SGPA(sindromgawat
pernafasan akut) seringkali terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya,
sepertihati atau ginjal.

B. Saran
a. Menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan ARDS.
b. Apabila gejala ARDS mulai muncul sesegera mungkin bawalah ke rumah
sakit terdekatuntuk mendapat pertolongan lebih lanjut agar tidak terjadi
komplikasi pada hati dan ginjal.
33

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito,Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.EGC. Jakarta.

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.

Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik.Ed.VI. Vol.I. EGC.


Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai