Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

PNEUMONIA

Pembimbing :

dr. Puji Astuti, Sp.P

Disusun Oleh :

Yogi Adhitya Arganatha

112018074

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 16 SEPTEMBER – 23 NOVEMBER 2019
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Arjuna Utara No.6 Kebun Jeruk – Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Presentasi Kasus: Rabu, 30 Oktober 2019

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG

Nama Mahasiswa: Yogi Adhitya Arganatha Tanda Tangan


NIM: 112018074 ....................
dr. Pembimbing: dr. Puji Astuti, Sp.P .....................

IDENTITAS PASIEN
Nama: Tn. N Jenis Kelamin: Laki-laki
Usia: 54 tahun Suku Bangsa: Jawa
Status Perkawinan: Menikah Agama: Islam
Pekerjaan: Sopir Taksi Pendidikan: SMEA
Alamat : No. RM: 11-28-44
Kav DKI blok 66/7, RT 006/010.
Meruya Utara, Kembangan.

ANAMNESIS
Diambil dari: Auto-anamnesis
Tanggal: 25 Oktober 2019, Jam: 14.30 WIB

2
Keluhan Utama
Sesak nafas
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Cengkareng pada tanggal 23 Oktober 2019 dengan
keluhan sesak nafas. Sesak dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit (SMRS) dan
bertambah berat sejak 1 hari SMRS. Sesak dikatakan berat dan dirasakan sepanjang hari
sehingga pasien sulit untuk beraktivitas. Sesak dikatakan awalnya terasa ringan namun dirasa
terus memberat dan semakin memburuk. Sesak yang dialami pasien dikatakan tidak membaik
dengan perubahan posisi, baik itu dalam keadaan duduk, terlentang, maupun setengah tidur.
Pasien juga mengeluh batuk yang sudah dirasakan sejak 10 hari SMRS. Batuk disertai dahak
bewarna putih dengan volume dahak sekali batuk ± 1 sendok makan. Batuk dikatakan hilang
timbul. Pasien juga mengeluhkan adanya demam. Demam dikatakan muncul sejak 2 hari
SMRS. Demam dikatakan tidak terlalu tinggi dan berlangsung sepanjang hari. Pasien
mengatakan tidak ada mengonsumsi obat untuk meringankan keluhan tersebut. Riwayat batuk
darah, keringat dingin pada malam hari, dan penurunan berat badan disangkal oleh pasien.
Mual dan muntah disangkal oleh pasien, namun nafsu makan pasien dikatakan menurun
semenjak adanya keluhan sesak dan demam. Buang air kecil dan buang air besar pasien dalam
batas normal. Pasien juga mengatakan mempunyai riwayat penyakit jantung, dimana
sebelumnya pada bulan Agustus 2019 pasien datang ke poli jantung untuk dilakukan
pemeriksaan dan didapatkan hasil pemeriksaan Echocardiografi EF 25%.

Riwayat Penyakit Dahulu


(-) Cacar (-) Malaria
(-) Batu ginjal/ Saluran kemih
(-) Cacar air (-) Disentri (-) Hernia
(-) Difteri (-) Hepatitis (-) Prostat
(-) Batuk rejan (-) Tifus abdominalis (-) Wasir
(-) Campak (+) Jantung (-) Diabetes
(-) Influensa (-) Sifilis (-) Alergi
(-) Tonsilitis (-) Gonore (-) Tumor
(-) Kolera (-) Hipertensi
(-) Demam Rematik Akut (-) DM
(-) Perdarahan otak (-) Gagal Ginjal

3
(-) Pneumonia (-) Ulkus duodeni (-) Psikosis
(-) Pleuritis (-) Gastritis (-) Neurosis
(-) Tuberkulosis (-) Batu Empedu
Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit Ya Tidak Hubungan
Alergi +
Asma +
Tuberkulosis +

Artritis +

Rematisme +

Hipertensi +

Jantung +

Ginjal +

DM + Ayah

ANAMNESIS SISTEM
Kulit
( - ) Bisul ( - ) Rambut ( - ) Keringat malam
( - ) Kuku ( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Sianosis

Kepala
( - ) Trauma ( - ) Sakit kepala
( - ) Sinkop ( - ) Pusing
Mata
( - ) Nyeri ( - ) Radang
( - ) Sekret ( - ) Berkunang-kunang
( - ) Kuning / Ikterus ( - ) Ketajaman penglihatan

4
Telinga
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan pendengaran
( - ) Sekret ( - ) Kehilangan pendengaran
( - ) Tinitus

Hidung
( - ) Trauma ( - ) Gejala penyumbatan
( - ) Nyeri ( - ) Gangguan penciuman
( - ) Sekret ( - ) Pilek
( - ) Epistaksis
Mulut
( - ) Bibir ( - ) Lidah
( - ) Gusi ( - ) Gangguan pengecap
( - ) Selaput ( - ) Stomatisis
Tenggorokan
( - ) Nyeri tenggorokan ( - ) Perubahan suara
Leher
( - ) Benjolan ( - ) Nyeri leher
Dada (Jantung / Paru – paru)
( - ) Nyeri dada ( + ) Sesak napas
( - ) Berdebar ( - ) Batuk darah
( - ) Ortopnoe ( + ) Batuk
Abdomen (Lambung/ Usus)
( - ) Rasa kembung ( - ) Wasir
( - ) Mual ( - ) Mencret
( - ) Muntah ( - ) Tinja darah
( - ) Muntah darah ( - ) Tinja berwarna dempul
( - ) Sukar menelan ( - ) Benjolan
( - ) Nyeri perut
( - ) Perut membesar
Saluran kemih / Alat kelamin
( - ) Disuria ( - ) Kencing nanah

5
( - ) Stranguri ( - ) Kolik
( - ) Polliuria ( - ) Oliguria
( - ) Polakisuria ( - ) Anuria
( - ) Hematuria ( - ) Retensi urin
( - ) Kencing batu ( - ) Kencing menetes
( - ) Ngompol (tidak disadari) ( - ) Penyakit prostat

Saraf dan Otot


( - ) Anestesi ( - ) Sukar mengingat
( - ) Parestesi ( - ) Ataksia
( - ) Otot lemah ( - ) Hipo / Hiper-esthesi
( - ) Kejang ( - ) Pingsan
( - ) Afasia ( - ) Kedutan (’tick’)
( - ) Amnesia ( - ) Pusing (Vertigo)
( - ) Mialgia ( - ) Gangguan bicara (Disarti)
Ekstremitas
( - ) Bengkak ( - ) Deformitas
( - ) Nyeri

RIWAYAT HIDUP
Riwayat Kelahiran
Partus normal, cukup bulan, berat badan lahir tidak ingat.
Riwayat Imunisasi
( + ) Hepatitis ( + ) BCG ( + ) Campak ( + ) DPT
( + ) Polio
Riwayat Konsumsi Obat
- ISDN, asam folat, B12
Riwayat Makanan
Frekuensi / hari : 3x makan besar/ hari
Jumlah / hari : Satu piring setiap kali makan
Variasi / hari : Bervariasi
Nafsu makan : Kurang

6
Pendidikan
( ) SD ( + ) SMEA ( ) SLTP ( - ) SLTA ( ) Sekolah Kejuruan
( ) Akademi ( ) Universitas ( ) Kursus ( ) Tidak sekolah

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit sedang, tampak lemah
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 109/64 mmHg
Frekuensi nadi : 89x/menit
Frekuensi napas : 26x/menit
Suhu : 37.3oC
Berat badan : 87 kg
Tinggi badan : 160 cm
IMT : 31,5 (Obesitas)
Keadaan gizi : Obesitas
Sianosis : Tidak
Edema umum : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Habitus : Normal
Mobilitas : Kurang aktif

Aspek Kejiwaan
Tingkah Laku : wajar / gelisah / tenang / hipoaktif / hiperaktif
Alam Perasaan : biasa / sedih / gembira / cemas / takut / marah
Proses Pikir : wajar / cepat / gangguan waham / fobia / obsesi

Kulit
Warna sawo matang, tidak terdapat kesan efloresensi abnormal, pertumbuhan rambut
merata, pigmentasi merata, lembap, turgor baik, varises tidak ada, jaringan parut tidak ada,
oedem tidak ada, ikterus tidak ada.
Kepala
Normocephali, simetris, distribusi rambut merata, berwarna hitam

7
Mata
Eksoftalmus : tidak ada
Kelopak : tidak oedem
Lensa : jernih
Konjungtiva : tidak anemis
Visus : baik
Gerakan mata : tidak ada hambatan
Sklera : tidak ikterik
Lapang penglihatan : normal
Tekanan bola mata : tidak meningkat
Telinga
Tuli : tidak ada
Membran timpani : intak
Liang : lapang
Penyumbatan : tidak ada
Serumen : tidak ada
Pendarahan : tidak ada
Cairan : tidak ada
Hidung
Napas cuping hidung : tidak ada
Septum deviasi : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Mukosa dan konka : tidak ada oedem/ livid/ hiperemis/ pucat
Sekret dan darah : tidak ada
Mulut
Bibir : bentuk normal, tidak ada kelainan, tampak pucat
Lidah : normoglosia, tidak hiperemis, tidak atrofi
Bukal : tidak hiperemis, tidak sianosis
Faring : arkus faring simetris, tidak hiperemis
Tonsil : ukuran T1-T1, tenang, tidak hiperemis
Gigi : teratur, tidak ada caries dentis
Trismus : tidak ada

8
Leher
Bentuk leher normal, tampak lurus ditengah, JVP 5+2 cmH2O, kelenjar tiroid tidak teraba
membesar, kelenjar getah bening leher tidak tampak membesar.
Dada
Bentuk : simetris, datar, tidak ada lesi kulit
Pembuluh darah : tidak melebar

Paru-paru
Pemeriksaan Depan Belakang
Inspeksi Kiri Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis dinamis
Kanan Simetris saat statis dan Simetris saat statis dan
dinamis dinamis
Palpasi Kiri Tidak ada benjolan Tidak ada benjolan
Vocal fremitus meningkat Vocal fremitus meningkat
Kanan Tidak ada benjolan Tidak ada benjolan
Vocal fremitus normal Vocal fremitus normal
Perkusi Kiri Redup Redup

Kanan Sonor Sonor

Auskultasi Kiri Suara napas bronkial Suara napas bronkial


Wheezing (-), rhonki (+) Wheezing (-), rhnki (+)
Kanan Suara napas bronkial Suara napas bronkial
Wheezing (-), rhonki (+) Wheezing (-), rhonki (+)

Jantung
Inpeksi Ictus cordis tidak tampak
Palpasi Ictus cordis tidak teraba
Perkusi Batas kanan jantung ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri jantung ICS 6 line axillaris anterior sinistra
Batas atas jantung ICS 3 linea sternalis sinistra

9
Auskultasi Tidak terdapat murmur dan gallop

Pembuluh Darah
Arteri temporalis : teraba pulsasi
Arteri femoralis : teraba pulsasi
Arteri karotis : teraba pulsasi
Arteri poplitea : teraba pulsasi
Arteri brakialis : teraba pulsasi
Arteri tibialis posterior : teraba pulsasi
Arteri radialis : teraba pulsasi
Arteri dorsalis pedis : teraba pulsasi

Abdomen
Inspeksi Agak kembung, warna kulit tidak ikterik, tidak ada spider nevi, tidak
tampak efloresensi bermakna, tidak tampak dilatasi vena.
Auskultasi Bising usus terdengar, dalam batas normal.
Palpasi Dinding perut supel, tidak ada defans muscular, nyeri tekan negatif,
hepar tidak membesar, Murphy’s sign negatif, lien tidak teraba,
balotemen negatif, undulasi negatif.
Perkusi Timpani pada seluruh kuadran abdomen, nyeri ketok CVA negatif,
shifting dullness negatif.

Anggota Gerak
Lengan Kanan Kiri
Otot Tonus Hipotonus Hipotonus

Massa Normal Normal


Sendi Normal Normal
Gerakan Normal Normal
Kekuatan Normal Normal

Oedem Tidak ada Tidak ada


Petekie/purpura Tidak ada Tidak ada

10
Hematom Tidak ada Tidak ada

Tungkai dan Kaki


Tungkai dan kaki Kanan Kiri
Luka Tidak ada Tidak ada
Varises Tidak ada Tidak ada
Otot Tonus Hipotonus Hipotonus
Massa Normal Normal
Sendi Normal Normal
Gerakan Normal Normal
Kekuatan Normal Normal
Oedem Tidak ada Tidak ada
Petekie/purpura Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Hematom Tidak ada Tidak ada

Refleks
Tipe Kanan Kiri
Refleks tendon + +
Bisep + +
Trisep + +
Patela + +
Achilles + +
Refleks patologis - -

11
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium 24 Oktober 2019

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


HEMATOLOGI
HEMA I
Hemoglobin 11.6 g/dL 13.2 – 17.3
Hematokrit 35 % 40 - 52
Leukosit 14.0 10³/μL 3.8 – 10.6
Trombosit 183 10³/μL 150 – 440
KIMIA KLINIK
Glukosa Sure Step 265 mg/dL < 110
Keton Darah 0.3 mg/dL < 0.6

Ureum 193 mg/dL 21.0 – 43.0


Kreatinin 4.5 mg/dL 0.5 – 1.0
eGFR 14.6 mL/min/1.73 >= 90 : Normal
m² 60 – 89 :Kidney damage
with mildly impaired GFR
30 – 59 : Moderately
impaired GFR
15 – 29 : Severely impaired
GFR
<15 : Established renal
failure

Laboratorium 25 Oktober 2019

Ureum 229 mg/dL 21.0 – 43.0


Kreatinin 5.3 mg/dL 0.5 – 1.0
eGFR 12.1 mL/min/1.73 >= 90 : Normal
m² 60 – 89 :Kidney damage
with mildly impaired GFR

12
30 – 59 : Moderately
impaired GFR
15 – 29 : Severely impaired
GFR
<15 : Established renal
failure
pH 7.37 7.35 – 7.45
Pco2 32 mmHg 35 - 48
Po2 71 mmHg 83 - 108
HCO3 18 Mmol/L 21 - 28
SBC 24 Mmol/L 22.5 – 26.9
SBE -8.5 Mmol/L -1.5 – (+) 3.0
ABE -7.8 Mmol/L (-2) – (3)
So2 93 % 95 - 99
Tco2 38 % Vol

Radiologi

Rontgen Thorax

24 Oktober 2019

13
EKG

24 Oktober 2019

RESUME
Laki-laki 54 tahun datang ke IGD RSUD Cengkareng dengan keluhan sesak nafas.
Sesak dirasakan sejak 1 minggu SMR dan bertambah berat sejak 1 hari SMRS. Sesak dikatakan
berat dan dirasakan sepanjang hari sehingga pasien sulit untuk beraktivitas. Terdapat keluhan
batuk yang hilang timbul sejak 10 hari SMRS, disertai dahak bewarna putih. Pasien juga
mengeluhkan adanya demam yang tidak terlalu tinggi dan berlangsung sepanjang hari. Pasien
mengatakan mempunyai riwayat penyakit jantung, dimana sebelumnya pada bulan Agustus
2019 pasien datang ke poli jantung untuk dilakukan pemeriksaan dan didapatkan hasil
pemeriksaan Echocardiografi EF 25%.
Pada pemeriksaan fisik palpasi didapatkan vokal fremitus meningkat pada kedua lapang
paru, dan pada auskultasi didapatkan suara nafas tambahan yaitu rhonki pada kedua lapang
paru. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis 14.000 uL, glukosa sure step 265
mg/dl, ureum 193 mg/dl, kreatinin 4.5 mg/dl, Po2 71 mmHg, PcO2 32 mmHg, SaO2 93 %.
Dan pada pemeriksaan rontgen thoraks didapatkan gambaran kesuraman homogen di paru kiri.

DIAGNOSIS KERJA
Pneumonia, CHF EF 25 %, CKD.

PENGELOLAAN
Oksigen 5 lpm
Paracetamol 3x1
Asam Folat 3 x 1
ISDN 3 x 5 mg
Concor 1 x 1,25 mg

14
Ceftriaxone Injeksi 2 x 2 gram
Omeprazole Injeksi 2 x 40 mg

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia
Ad functionam : dubia
Ad sanationam : dubia

Follow Up
 26 Oktober 2019

S O A P

Masih sesak dan batuk. KU : Tampak sakit sedang Pneumonia, CHF EF  Oksigen 5 Lpm
BAB dan BAK dbn Kesadaran : Compos Mentis 25 %, CKD.
TTV  Paracetamol 3 x 1
- S : 37,1ºC
 Asam Folat 3 x 1
- P : 25 x/m
- N : 82 x/m  ISDN 3 x 5 mg
- TD : 118/76 mmHg  Concor 1 x 1,25 mg
Mata :
 Ceftriaxone Injeksi
Konjungtiva anemis(-/-)
Sklera ikterik (-/-) 2 x 2 gram
THT: Normotia  Omeprazole Injeksi
Nafas Cuping Hidung (-) darah (-
2 x 40 mg
) sekret (-)
T1-T1 tidak hiperemis
Mulut : mukosa bibir kering,
tidak ada sianosis, lidah tidak
atrofi, tidak ada gusi berdarah.
Leher : Tidak ada pembesaran
KGB
Thorax : simetris kanan & kiri,
tidak ada retraksi
Bunyi nafas bronkial (+/+) ronkhi
(+) dan wheezing (-)
Bunyi jantung I,II reguler tidak
ada murmur dan gallop
Abdomen : tampak membuncit
Ekstremitas: akral hangat

15
Follow Up
 27 Oktober 2019

S O A P

Masih sesak dan batuk. KU : Tampak sakit sedang Pneumonia, CHF EF  Oksigen 5 Lpm
Sudah tidak demam, BAB Kesadaran : Compos Mentis 25 %, CKD.
dan BAK dbn TTV  Asam Folat 3 x 1
- S : 36,6 ºC  ISDN 3 x 5 mg
- P : 26 x/m
 Concor 1 x 1,25 mg
- N : 77 x/m
- TD : 123/82 mmHg  Ceftriaxone Injeksi
Mata : 2 x 2 gram
Konjungtiva anemis(-/-)
 Omeprazole Injeksi
Sklera ikterik (-/-)
THT: Normotia 2 x 40 mg
Nafas Cuping Hidung (-) darah (-
) sekret (-)
T1-T1 tidak hiperemis
Mulut : mukosa bibir kering,
tidak ada sianosis, lidah tidak
atrofi, tidak ada gusi berdarah.
Leher : Tidak ada pembesaran
KGB
Thorax : simetris kanan & kiri,
tidak ada retraksi
Bunyi nafas bronkial (+/+) ronkhi
(+) dan wheezing (-)
Bunyi jantung I,II reguler tidak
ada murmur dan gallop
Abdomen : tampak membuncit,
yang lain dbn
Ekstremitas: akral hangat

16
Follow Up
 28 Oktober 2019

S O A P

Os mengatakan Sesak dan KU : Tampak sakit sedang Pneumonia, CHF EF  Oksigen 3 Lpm
batuk berkurang. BAB dan Kesadaran : Compos Mentis 25 %, CKD.
BAK dbn TTV  Asam Folat 3 x 1
- S : 36,8ºC  ISDN 3 x 5 mg
- P : 22 x/m
 Concor 1 x 1,25 mg
- N : 90 x/m
- TD : 119/78 mmHg  Ceftriaxone Injeksi
Mata : 2 x 2 gram
Konjungtiva anemis(-/-)
 Omeprazole Injeksi
Sklera ikterik (-/-)
THT: Normotia 2 x 40 mg
Nafas Cuping Hidung (-) darah (-
) sekret (-)
T1-T1 tidak hiperemis
Mulut : mukosa bibir kering,
tidak ada sianosis, lidah tidak
atrofi, tidak ada gusi berdarah.
Leher : Tidak ada pembesaran
KGB
Thorax : simetris kanan & kiri,
tidak ada retraksi
Bunyi nafas bronkial (+/+) ronkhi
(+) dan wheezing (-)
Bunyi jantung I,II reguler tidak
ada murmur dan gallop
Abdomen : tampak membuncit,
yang lain dbn
Ekstremitas: akral hangat

17
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Pneumonia

Secara klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan parenkim paru distal
dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pnemunonia
dibedakan menjadi dua yaitu pneumonia kominiti dan pneumonia nosokomial. Pneumonia
komunitas adalah pneumonia yang terjadi akibat infeksi di luar rumah sakit, sedangkan
pneumonia nosokomial adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam atau lebih setelah
dirawat di rumah sakit. Pneumonia dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, klasifikasi
paling sering ialah menggunakan klasifikasi berdasarkan tempat didapatkannya pneumonia
(pneumonia komunitas dan pneumonia nosokomial), tetapi pneumonia juga dapat
diklasifikasikan berdasarkan area paru yang terinfeksi (lobar pneumonia, multilobar
pneumonia, bronchial pneumonia, dan intertisial pneumonia) atau agen kausatif.1

Klasifikasi

Pneumonia-masyarakat (community-acquired pneumonia) adalah pneumonia yang


terjadi akibat infeksi diluar rumah sakit, sedangkan pneumonia nosokomial adalah pneumonia
yang terjadi >48 jam atau lebih setelah dirawat di rumah sakit, baik di ruang rawat umum
ataupun di ICU tetapi tidak sedang menggunakan ventilator. Pneumonia berhubungan dengan
penggunaan ventilator (ventilator-acquired pneumonia/VAP) adalah pneumonia yang terjadi
setelah 48- 72 jam atau lebih setelah intubasi tracheal. Pneumonia yang didapat di pusat
perawatan kesehatan (healthcare-associated pneumonia) adalah pasien yang dirawat oleh
perawatan akut di rumah sakit selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90 hari dari proses infeksi,
tinggal dirumah perawatan (nursing home atau longterm care facility), mendapatkan antibiotik
intravena, kemoterapi, atau perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang
ke klinik rumah sakit atau klinik hemodialisa.1

18
Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme seperti bakteri, virus,


jamur, dan protozoa. Penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan
nosokomial:

a. Yang didapat di masyarakat: Streeptococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia,


Haemophilus influenza, Legionella pneumophila, chlamydia pneumonia, anaerob oral,
adenovirus, influenza tipe A dan B.

b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negative (E. coli, Klebsiella pneumonia),
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, anaerob oral.2

Patogenesis

Proses patogenesis pneumonia terkait dengan tiga faktor yaitu keaadan (imunitas)
pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama
lain. Dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme, keadaan
ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Adanya bakteri di paru merupakan
akibat ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, sehingga
mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat timbulnya sakit. Ada beberapa cara
mikroorganisme mencapai permukaan: 1) Inokulasi langsung; 2) Penyebaran melalui darah; 3)
Inhalasi bahan aerosol, dan 4) Kolonosiasi di permukaan mukosa. Dari keempat cara tersebut,
cara yang terbanyak adalah dengan kolonisasi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas
(hidung, orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi inokulasi
mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian besar infeksi paru.
Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada orang normal waktu tidur (50%) juga
pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). Sekresi
orofaring mengandung konsentrasi bakteri yang sanagt tinggi 108-10/ml, sehingga aspirasi dari
sebagian kecil sekret (0,001 - 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan
terjadi pneumonia.1,3

19
Manifestasi Klinis

Gejala khas dari pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non
produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit
dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada
yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau
penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil
fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura,
ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub.1

Diagnosis

Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan


fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan
jika pada foto toraks terdapat gambaran dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan air
bronchogram, penyebaran bronkogenik dan intertisial serta gambaran kavitas ditambah dengan
gejala di bawah ini:

a. Batuk-batuk produktif atau non produktif

b. Perubahan karakteristik dahak/purulen

c. Suhu tubuh > 38C (aksila) /riwayat demam

d. Pemeriksaan fisis: ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas bronkial dan rhonki

e. Leukositosis.1,4

PORT (Patient Outcome Research Team)

Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas dapat dilakukan dengan


menggunakan sistem skor (tabel 1) menurut hasil penelitian pneumonia Patient Outcome
Research Team (PORT).5,6

20
Tabel 1. PORT Skoring

PSI membagi kelompok CAP menjadi lima kelas berdasarkan risiko mortalitas yang
dimiliki pasien, dimana kelas I-III merupakan pasien dengan mortalitas rendah, kelas IV
merupakan pasien dengan mortalitas sedang dan kelas V merupakan pasien dengan mortalitas
tinggi. PSI juga digunakan untuk menentukan pasien akan diterapi dengan rawat jalan atau
rawat inap, seperti yang tertera pada tabel 2.5,6

Tabel 2. Derajat Risiko CAP

21
Tatalaksana

Pada prinsipnya penatalaksaan utama pneumonia adalah memberikan antibiotik


tertentu terhadap kuman tertentu infeksi pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan untuk
memberikan terapi kausal terhadap kuman penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika
definitif diberikan antibiotik empiris dan terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi
pasien, Terapi antibiotika empiris menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada
klasifikasi pneumonia dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis umumnya
tidak tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan jenis pneumonia (CAP atau HAP)
dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis pasien dan faktor predisposisi sangatlah
penting, karena akan menentukan pilihan antibiotika empirik yang akan diberikan kepada
pasien. Tindakan suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8 kPa (SaO2 >
92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan stabilitas hemodinamik.1,7

Dalam memilih antibiotika yang tepat harus dipertimbangkan faktor sensitivitas bakteri
terhadap antibiotika, keadaan tubuh pasien, dan faktor biaya pengobatan. Pada infeksi
pneumonia (CAP dan HAP) seringkali harus segera diberikan antibiotika sementara sebelum
diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pemilihan ini harus didasarkan pada pengalaman
empiris yang rasional berdasarkan perkiraan etiologi yang paling mungkin serta antibiotika
terbaik untuk infeksi tersebut.1

Terapi pasien rawat jalan

1. Sebelumnya sehat dan tidak menggunakan antibiotik dalam 3 bulan sebelumnya

a. Makrolid

b. Doxicilin

2. Ada komorbid (penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM, alkhol, keganasan, asplenia, obat
immunospresi, antibiotik 3 bulan sebelumnya)

a. Fluoroquinolon respirasi (moxifloxacin, gemifloxacin/ levofloxacin 750 mg)

b. β lactam + makrolid

3. Pada daerah dengan angka infeksi tinggi dan dengan resisitensi tinggi makrolid terhadap
S.pneumoniae, dipertimbangkan antibiotik sesuai poin 2.

22
Rawat inap tidak di ICU

Fluoroquinolon respirasi atau β lactam + makrolid

Rawat inap di ICU

β lactam (cefotaxim, ceftriaxon, atau ampicilin sulbaktam) + azitromisin atau floroquinolon


respirasi

Diperkirakan pseudomonas

- β lactam antipseudomonas (piperasilin-tazobactam, cefepime, imipenem atau merpenem) +


ciprofloxasin atau levofloxacin (750 mg) atau

- β lactam antipseudomonas + aminoglikosid dan azitromisin atau

- β lactam antipseudomonas + aminoglikosid dan floroquinolon antipneumococal (untuk pasien


alergi penisilin ganti β lactam dengan asteronam.7

Prognosis

Secara umum, angka kematian pneumonia oleh pneumokokkus adalah sebesar 5%,
namun dapat meningkat pada lanjut usia dengan kondisi yang buruk. Pneumonia dengan
influenza di Amerika Serikat merupakan penyebab kematian terbesar ke-6 dengan kejadian
sebesar 59%. Sebagian besar pada lanjut usia, yaitu sebesar 89%. Mortalitas pasien PK yang
dirawat di ICU adalah sebesar 20%. Mortalitas yang tinggi ini berkaitan dengan faktor
modifikasi yang ada pada pasien.1

Kesimpulan

Diagnosis pneumonia kominitas didasarkan kepada riwayat penyakit yang lengkap,


pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang. Pada prinsipnya penatalaksaan
utama pneumonia adalah memberikan antibiotik tertentu terhadap kuman tertentu infeksi
pneumonia. Pemberian antibitotik bertujuan untuk memberikan terapi kausal terhadap kuman
penyebab infeksi, akan tetapi sebelum antibiotika definitif diberikan antibiotik empiris dan
terapi suportif perlu diberikan untuk menjaga kondisi pasien.

23
Daftar Pustaka

1. Sudoyo AW, Et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing. 2009.
h.2196-2205.

2. PDPI. 2003. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan di Indonesia.


Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.

3. Wilson LM. Penyakit pernapasan restriktif dalam Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi:
konsep klinis prosses-proses penyakit E/6 Vol.2. Jakarta:EGC. h.796-815.

4. Djojodibroto, R.D. Respirologi : Respiratory Medicine. 2013. Jakarta : ECG.

5. Kim HI, et al. Mortality of Community-Acquired Pneumonia in Korea: Assessed with the
Pneumonia Severity Index and the CURB-65 Score. Journal Of Korea Medicine Science.
2013.p.3.

6. Ebell MH, et al. Community-Acquired Pneumonia: Determining Safe Treatment in the


Outpatient Setting. University Of Georgia; 2019.p.4.

7. Mandell LA, et al. Infectious Diseases Society of America/American Thoracic Society


Consensus Guidelines on the Management of Community-Acquired Pneumonia in Adults.
Mcmaster University Medical School; p.19.

24

Anda mungkin juga menyukai