Anda di halaman 1dari 15

Jurnal Psikologi

Volume 43, Nomor 1, 2016: 52 – 65

Harga Diri Seksual, Kompulsivitas Seksual, dan Perilaku


Seks Berisiko pada Orang dengan HIV/AIDS
Wahyu Rahardjo1
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma, Depok, Jawa Barat

Irfan Irwansyah Hutagalung


Save Us Foundation, Tangerang, Banten

Abstract. The aim of this study was to measure the role of sexual self-esteem, the general and the
specific one which describe the sexual competence, and sexual compulsivity to risky sexual
behavior. The participants of this research are 84 men and women with HIV/AIDS. This is a
quantitative research using path analysis. The result shows that the empirical model has goodness
of fit which is mean fit with the data collected. This finding shows the role of sexual self-esteem
and sexual compulsivity to risky sexual behavior. Another finding is fact that sexual self-esteem
that describe in sexual competence has more significant influence on risky sexual behavior.
Keywords: sexual self-esteem, sexual kompulsivity, risky sexual behavior

Abstrak. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur pengaruh harga diri seksual, baik
yang sifatnya umum maupun yang spesifik mengenai kompetensi seksual, dan juga kompulsivitas
seksual terhadap perilaku seks berisiko seperti hubungan seks usia dini, jumlah pasangan seks,
dan seks dengan orang asing yang dilakukan oleh orang dengan HIV/AIDS. Partisipan penelitian
ini berjumlah 84 orang pria dan wanita dengan HIV/AIDS. Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitaif dengan menggunakan analisis jalur. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa model
empiris yang didapatkan memiliki goodness of fit atau cocok dengan data. Artinya, harga diri
seksual dan kompulsivitas seksual memiliki peran terhadap dilakukannya perilaku seks berisiko
pada orang dengan HIV/AIDS. Temuan lainnya adalah bahwa harga diri seksual dalam hal
kompetensi seksual memiliki peran lebih banyak dalam memengaruhi individu melakukan
perilaku seks berisiko.
Kata kunci: harga diri seksual, kompulsivitas seksual, perilaku seks berisiko

Penyebaran1 HIV/AIDS menjadi masa- hingga sekarang (Kebijakan AIDS Indone-


lah yang kini dihadapi oleh dunia, dan sia, 2015). Keadaan ini tentu memaksa
tidak hanya menjadi permasalahan milik pemerintah dan banyak institusi yang
beberapa negara saja. Di Indonesia, berkepentingan bekerja keras untuk mene-
peningkatan jumlah individu yang kan laju pertumbuhan pengidap HIV/
terpapar HIV/AIDS (lebih sering disebut AIDS di Indonesia.
sebagai ODHA) juga tergolong mence- Sosialisasi dan pendampingan terha-
ngangkan dan memprihatinkan. Indonesia dap orang dengan HIV/AIDS sangat
disebut sebagai negara yang mengalami diperlukan bukan hanya untuk menguat-
peningkatan jumlah orang dengan HIV/ an sisi psikologis mereka tetapi juga
AIDS tertinggi di ASEAN sejak 2001 pembinaan agar keterlibatan terhadap
perilaku seks berisiko bisa ditekan sehing-
1Korespondensi mengenai isi artikel ini dapat
dilakukan melalui: wahyu_rahardjo@yahoo.com ga mengurangi kemungkinan penyebaran

52 JURNAL PSIKOLOGI
HARGA DIRI SEKSUAL, KOMPULSIVITAS SEKSUAL

virus tersebut. Sementara itu, perilaku menjadi kian permisif, terutama dalam
seks berisiko sendiri pada dasarnya melakukan perilaku seks berisiko sehingga
dilakukan oleh banyak kelompok, bukan memunculkan efek domino seperti perma-
hanya mereka yang sudah terinfeksi salahan kesehatan psikososial dan pening-
HIV/AIDS saja. Hal ini terjadi karena katan kasus paparan HIV/AIDS (Parsons,
banyak yang memandang rendah perilaku Grov, & Golub, 2012). Kompulsivitas
seks aman (Lewis, Litt, Cronce, Blayne, & seksual sendiri, di dalam memengaruhi
Gilmore, 2014). Pada titik ini, tentu perilaku seks berisiko bukan hanya terjadi
menjadi penting artinya untuk memahami pada pria yang dipandang permisif dalam
perilaku seks berisiko yang mungkin seksualitas, namun juga pada wanita
masih dilakukan oleh banyak orang (Stupiansky, Reece, Middlestat, Finn, &
dengan HIV/AIDS. Sherwood-Laughlin, 2009).
Perilaku seks berisiko adalah aktivitas
seksual yang dilakukan dengan konse- Kompulsivitas Seksual
ksuensi bukan hanya kehamilan yang Kompulsivitas seksual pada dasarnya
tidak diinginkan tetapi juga terpapar merupakan permasalahan klinis individu.
HIV/AIDS. Beberapa aktivitas seks yang Kompulsivitas seksual merupakan keada-
tergolong ke dalam perilaku seks berisiko an di mana individu mengalami perma-
adalah hubungan seks usia dini, banyak- salahan dalam mengendalikan pikiran,
nya pasangan seks yang dimiliki, inkonsis- perasaan, dan perilaku seksualnya
tensi penggunaan kondom, dan hubungan (Berberovic, 2013). Pada titik ini, kendali
seks dengan orang asing atau orang yang diri dikatakan memiliki peran yang krusial
belum diketahui secara pasti status dalam konsep kompulsivitas seksual
kesehatan seksualnya (Rahardjo, 2013). (Giugliano, 2008; Kalichman & Cain, 2004).
Beberapa hal dianggap memengaruhi Secara lebih lanjut juga ditekankan oleh
individu dalam melakukan perilaku seks Berberovic (2013) bahwa berkurangnya
berisiko, di mana dua di antaranya adalah kendali atas perilaku seks yang dilakukan
harga diri seksual dan kompulsivitas mengakibatkan individu terus terlibat
seksual. Harga diri secara umum telah dalam perilaku tersebut meskipun menge-
lama dianggap memengaruhi perilaku tahui konsekuensi negatifnya.
seks berisiko. Secara spesifik, harga diri Konsekuensi dari kompulsivitas
seksual merupakan penilaian positif indi- seksual yang dirasakan tentu bukan hanya
vidu tentang seksualitas yang dimiliki fisik seperti terinfensi penyakit menular
individu (Snell, 1998). Harga diri seksual seksual karena permisivitas seksual yang
berkaitan dengan kepuasan seks (McCabe dilakukan, tetapi juga pada aspek sosial
& Taleporos, 2003), hal ini kerap mem- dan emosi, dan bahkan spiritual serta
bawa individu untuk terdorong lebih eks- keuangan (McBride, Reece, & Sanders,
presif dalam melakukan aktivitas seksual. 2008). Temuan Reece dan Dodge (2004)
Di sisi lain, kompulsivitas seksual di memperlihatkan bahwa permisivitas sek-
dalam beberapa penelitian empiris telah sual yang muncul karena kompulsivitas
terbukti berpengaruh secara langsung seksual tersebut membuat individu terin-
terhadap perilaku seks berisiko (Shuper, tervensi kehidupan sosialnya, termasuk
Joharchi, & Rehm, 2014; Smolenski, Ross, penurunan tanggung jawab dan berku-
Risser, & Rosser, 2009). Kompulsivitas rangnya aktivitas keseharian.
seksual dianggap menyebabkan individu

JURNAL PSIKOLOGI 53
RAHARDJO & HUTAGALUNG

Harga Diri Seksual Perilaku Seks Berisiko


Harga diri seksual adalah pandangan Perilaku seks berisiko merupakan
positif individu tentang bagaimana diri- aktivitas seksual yang dilakukan oleh
nya dapat melakukan dan menikmati individu dengan risiko terpapar HIV/
aktivitas seksual tertentu (Brassard, AIDS. Sederhananya, risiko perilaku seks
Dupuy, Bergeron, & Shaver, 2015). ini bukan hanya sekedar kehamilan yang
Adapun Mayers, Heller, dan Heller (2003) tidak diinginkan, melainkan juga terin-
melihat harga diri seksual sebagai produk feksi penyakit menular seksual, termasuk
masa lalu yang dimanifestasikan pada terpapar HIV/AIDS.
masa kini dan berpengaruh terhadap Rahardjo (2013) menyatakan bahwa
pencarian informasi terkait seksualitas dan pada dasarnya, perilaku seks berisiko
memandu bagaimana individu ingin dapat dilihat pada empat aktivitas yang
berperilaku secara seksual. Secara lebih berbeda. Pertama adalah hubungan seks
lanjut Brassard et al. (2015) menyatakan usia dini. Hubungan seks usia dini dite-
bahwa konstruk harga diri seksual secara ngarai memberikan dasar penting bagi
empiris memiliki korelasi dengan banyak terbentuknya perilaku-perilaku seks beri-
variabel terkait seksualitas seperti relasi siko berikutnya yang mungkin dilakukan
seks, dan kepuasan seks. Namun, individu di masa yang akan datang
kemungkinan hal ini dapat terjadi ketika (Binggeli, 2005). Individu yang sudah
konstruk harga diri seksual dipandang melakukan hubungan seks semenjak usia
sebagai sesuatu yang lebih umum dan dini dianggap lebih mudah untuk terlibat
kurang spesifik. Harga diri seksual secara dalam aktivitas seks berisiko lainnya.
umum merupakan konstruk yang dibawa
Aktivitas seks berisiko berikutnya
oleh Snell (1998) di dalam beberapa
adalah jumlah pasangan seks. Kepemi-
penelitian seksnya.
likan pasangan seks dalam jumlah banyak
Di sisi lain, harga diri sendiri ditemu- merupakan hal yang lazim dijumpai baik
kan oleh banyak penelitian seks yang lebih pada pria maupun wanita, apa pun
spesifik seperti perilaku seks berisiko orientasi seksnya (Binson et al., 2001; He et
sebagai salah satu variabel penyebabnya al., 2006). Kemudian yang ketiga adalah
(Boden & Horwood, 2006; Robinson, hubungan seks dengan orang asing atau
Holmbeck, & Paikoff, 2007). Bahkan dalam dengan siapa individu paling sering
kasus yang lebih spesifik juga ditemukan terlibat aktivitas seks berisiko. Ini adalah
bahwa harga diri seksual berkaitan bentuk seks kasual di mana individu bisa
dengan perilaku seks berisiko yang dila- berhubungan seks dengan orang yang
kukan (van Bruggen, Runtz, & Kadlec, baru ditemui, atau teman yang sudah
2006). Hal ini mungkin terjadi karena dikenal namun tidak diketahui secara
konstruk harga diri seksual yang lebih pasti status kesehatan seksnya, apakah
menitikberatkan pada kompetensi seksual. teman tersebut HIV positif atau HIV
Artinya pengaruh yang muncul bisa jadi negatif (Grello, Welsh, & Harper, 2006).
bersifat positif ketika individu merasa
Berdasarkan penjelasan yang telah
berharga karena memiliki kompetensi
disebutkan sebelumnya maka hipotesis
seksual maka menjadi semakin permisif
penelitian ini adalah terdapat peran harga
dalam berbagai aktivitas seksual (Snell,
diri seksual dan juga kompulsivitas sek-
Fisher, & Schuh, 1992).
sual terhadap perilaku seks berisiko pada
orang dengan HIV/AIDS.

54 JURNAL PSIKOLOGI
HARGA DIRI SEKSUAL, KOMPULSIVITAS SEKSUAL

Metode 1998). Skala harga diri seksual yang


digunakan di dalam penelitian ini disusun
Variabel-variabel yang digunakan di berdasarkan sintesis cukilan skala milik
dalam penelitian ini adalah harga diri Snell, Fisher, dan Schuh (1992) yang
seksual sebagai variabel eksogen, kom- menitikberatkan terhadap persepsi akan
pulsivitas seksual sebagai variabel media- kompetensi seksualitas (contoh aitem,
tor, dan perilaku seks berisiko sebagai “Kemampuan seks saya lebih baik dari
variabel endogen. Perilaku seks berisiko kebanyakan orang”), dan skala milik Snell
dipaparkan menjadi tiga variabel yang (1998) yang melihat harga diri seksual
terpisah sebagai konsekuensi dari sifat secara lebih umum (contoh aitem, “Saya
multidimensi yang melekat, yaitu memiliki kebanggaan diri mengenai cara
hubungan seks usia dini, jumlah pasangan saya memenuhi kebutuhan seks saya”).
seks, dan seks dengan orang asing. Skala ini memiliki aitem sejumlah 10 butir
Penelitian ini melibatkan 84 orang dengan reliabilitas sebesar 0.784.
partisipan ODHA atau orang dengan Kompulsivitas seksual. Kompulsivitas
HIV/AIDS yang tinggal di kota Salatiga, seksual merupakan suatu kebutuhan yang
Jepara, Yogyakarta, dan Jakarta. Seluruh sifatnya mendesak dalam menampilkan
partisipan penelitian adalah individu perilaku seksual tertentu yang sifatnya
lajang yang belum menikah. Partisipan mendalam dan repetitif (Kalichman &
ditemui saat pertemuan internal baik Rompa, 1995). Skala kompulsivitas seksual
dalam suasana formal maupun informal yang digunakan dalam penelitian ini
yang diikuti oleh salah satu peneliti menggunakan skala milik Kalichman
sebagai pegiat kesehatan komunitas HIV/ (2011). Salah satu contoh aitemnya adalah
AIDS. Pertimbangan ini diambil karena “Gairah saya terhadap seks sudah meng-
perilaku seks berisiko pada individu ganggu kegiatan sehari-hari saya”. Pilihan
lajang biasanya lebih permisif serta jawaban untuk skala ini terentang 1-5
pertimbangan tambahan bahwa individu mulai dari Sangat Sesuai hingga Sangat
yang sudah menikah biasanya hanya atau Tidak Sesuai. Skala ini memiliki aitem
lebih banyak berhubungan seks dengan sejumlah 10 butir dengan reliabilitas
suami atau istrinya. sebesar 0.954.
Dari jumlah tersebut, 55 orang di Perilaku seks berisiko. Perilaku seks
antaranya adalah pria, dan 39 sisanya berisiko adalah keterlibatan individu
merupakan partisipan wanita. Mayoritas dalam aktivitas seksual yang memung-
partisipan mengaku memiliki orientasi kinkan dirinya terpapar penyakit seksual
seksual sebagai heteroseksual (n = 44; seperti HIV/AIDS (Guin, 2005). Perilaku
52.38%), diikuti oleh gay (n = 21; 25%), seks berisiko di dalam penelitian ini
biseksual (n = 15; 17.85%), dan lesbian (n = dilihat dari tiga hal, yaitu (1) hubungan
4; 4.76%). Usia partisipan terentang antara seks usia dini, (2) jumlah pasangan seks,
22 hingga 51 tahun (M = 32.64; SD = 5.86). dan (3) hubungan seks dengan orang asing
Harga diri seksual. Harga diri seksual atau orang yang tidak diketahui secara
adalah kecenderungan umum bagi indivi- pasti status kesehatan seksualnya.
du untuk melakukan evaluasi secara Hubungan seks usia dini diketahui dari
positif terhadap kapasitas dirinya dalam kolom isian singkat melalui pertanyaan
melakukan dan mengalami perilaku “Anda melakukan hubungan seksual
seksual tertentu secara memuaskan (Snell, pertama kali usia ….. tahun”. Demikian

JURNAL PSIKOLOGI 55
RAHARDJO & HUTAGALUNG

pula jumlah pasangan seks diketahui Hasil


melalui kolom isian singkat melalui
pertanyaan “Di dalam kurun waktu 6 Secara keseluruhan dapat diketahui
bulan terakhir, Anda melakukan hubu- bahwa harga diri seksual partisipan, baik
ngan seks vaginal/anal dengan …… persepsi secara umum maupun yang
orang”. Sementara itu, hubungan seks terkait dengan kompetensi seksual tergo-
dengan orang asing diketahui dengan long sedang. Begitu pula dengan rerata
“Dengan siapa Anda paling sering berhu- empirik kompulsivitas seksual partisipan
bungan seks dalam kurun waktu 6 bulan yang juga tergolong sedang. Adapun usia
terakhir?” dan pilihannya jawabannya hubungan seks pertama kali keseluruhan
adalah kekasih, teman, dan pekerja seks partisipan adalah 18.39 tahun. Sementara
komersial. itu, jumlah pasangan seks yang dimiliki
dalam kurun waktu 6 bulan terakhir
Pertimbangan kurun waktu enam
sekitar 2.69 atau hampir sebanyak 3 orang.
bulan terakhir adalah merupakan rentang
waktu paling ideal dalam mencakup Data deskriptif lain juga menunjukkan
variasi jumlah pasangan seks dan pertim- bahwa mayoritas partisipan melakukan
bangan memori dari partisipan mengenai hubungan seks pertama kali dengan
jumlah pasangan seksnya. Jika menggu- teman (n = 44; 52.38%), diikuti oleh
nakan kriteria tiga bulan dianggap terlalu kekasih (n = 34; 40.47%), pekerja seks
sebentar dan 12 bulan dianggap terlalu komersil (n = 4; 4.76%), dan famili (2.38%).
lama. Beberapa penelitian mengenai Untuk pemakaian kondom, mayoritas
perilaku seks berisiko sebelumnya meng- tergolong tidak konsisten dalam menggu-
gunakan kriteria enam bulan sebagai salah nakan kondom setiap berhubungan seks
satu kriteria inklusinya (Cooperman, (n = 56; 66.66%), dan sisanya tergolong
Arnsten, & Klein, 2007; Neilands, Steward, konsisten (n = 28; 33.33%). Status konsis-
& Choi, 2008; Rahardjo, 2013; Rahardjo, tensi penggunaan kondom adalah parti-
Saputra, & Hapsari, 2015). sipan yang memiliki keterangan yang
sama akan jumlah hubungan seks yang
Di dalam penelitian ini, teknik analisis
dilakukan selama kurun waktu 6 bulan
data yang dilakukan yang paling utama
terakhir dan jumlah pemakaian kondom
adalah dengan menggunakan analisis jalur
setiap melakukan hubungan seks tersebut.
dan uji perbedaan untuk beberapa
kategori lainnya.

Tabel 1
Rerata Empirik untuk Semua Variabel

Skor Skor Rerata Standar Deviasi


Kategori
Minimum Maksimum Empirik Empirik
Harga diri seksual: 7 23 16.99 3.79 Sedang
Persepsi umum
Harga diri seksual: 9 24 14.15 3.90 Sedang
kompetensi seksual
Kompulsivitas seksual 11 50 32.75 8.12 Sedang
Usia hubungan seks 12 28 18.39 2.60 -
pertama kali
Jumlah pasangan seks 1 10 2.69 1.98 -

56 JURNAL PSIKOLOGI
HARGA DIRI SEKSUAL, KOMPULSIVITAS SEKSUAL

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat hidup, dan pelarian dari masalah hidup.
bahwa rangsangan pasangan seks adalah Berdasarkan Tabel 2 juga dapat dilihat
alasan yang paling banyak disebut sebagai bahwa kebutuhan menyalurkan gairah
hal yang menyebabkan individu mela- seks menjadi alasan yang paling sering
kukan hubungan seks pertama kali. disebut mengapa individu tetap mela-
Alasan-alasan lain yang mengikuti adalah kukan perilaku seks berisiko.
ketidakmampuan menahan gairah seks, Berdasarkan Tabel 3 tampak bahwa
rasa ingin tahu terhadap seksualitas, hal yang paling sering disebut oleh parti-
kemauan sendiri, ajakan dan pengaruh sipan mengenai alasan mengapa pernah
teman, pengaruh alcohol, pengaruh obat- tidak menggunakan kondom saat berhu-
obatan terlarang, dan cinta. Sementara itu bungan seks adalah karena kondom
jika dilihat alasan mengapa tetap melaku- dianggap mengurangi kenikmatan saat
kan perilaku seks berisiko dalam keadaan berhubungan seks. Alasan-alasan lainnya
sudah tahu bahwa dirinya terpapar adalah karena malas menggunakan,
HIV/AIDS, maka hal yang paling banyak dianggap mengganggu proses hubungan
disebut adalah untuk menyalurkan gairah seks yang sedang dilakukan, pasangan
seks, diikuti oleh sebagai ekspresi cinta seks tidak menghendaki pemakaian kon-
dan kasih sayang, rangsangan pasangan dom, persepsi agar lebih menyatu dengan
seks, prinsip bahwa seks merupakan pasangan, dan persepsi supaya pasangan
sesuatu yang harus dinikmati, pengaruh tidak kehilangan kepercayaan terhadap
teman, eksperimen seksualitas, gaya individu.

Tabel 2
Paparan Alasan Partisipan Pertama Kali Berhubungan Seks dan Mengapa Tetap Melakukan
Perilaku Seks Berisiko Hingga Saat Ini
Disebut Alasan Tetap Melakukan Perilaku Disebut
Alasan Pertama Kali
Sebanyak (n)/ Seks Berisiko Sebanyak (n)
Berhubungan Seks
Persentase Hingga Saat Ini / Persentase
Rangsangan pasangan seks 26 / 30.95% Menyalurkan gairah seks 40 / 47.61%
Tidak bisa menahan gairah seks 25 / 29.76% Ekspresi cinta dan kasih sayang 20 / 23.80%
Rasa ingin tahu 12 / 14.28% Rangsangan pasangan seks 12 / 14.28%
Kemauan sendiri 7 / 8.33% Prinsip bahwa seks harus dinikmati 4 / 4.76%
Ajakan dan pengaruh teman 6 / 7.14 % Pengaruh teman 2 / 2.38%
Pengaruh alkohol 5 / 5.95% Eksperimen seksualitas 2 / 2.38%
Pengaruh obat-obatan terlarang 2 / 2.38% Gaya hidup 2 / 2.38%
Cinta 1 / 1.19% Pelarian masalah 2 / 2.38%

Tabel 3
Alasan Mengapa Pernah Tidak Menggunakan Kondom Saat Berhubungan Seks
Alasan Disebut Sebanyak (n) Persentase
Mengurangi kenikmatan saat berhubungan seks 35 41.66%
Malas menggunakan 19 22.61%
Mengganggu proses hubungan seks yang sedang 14 16.66%
dilakukan
Pasangan seks tidak menghendaki 10 11.90%
Supaya lebih menyatu dengan pasangan 5 5.95%
Supaya pasangan tidak kehilangan kepercayaan 1 1.19%

JURNAL PSIKOLOGI 57
RAHARDJO & HUTAGALUNG

Adapun analisis jalur memperlihatkan dan seks dengan orang asing, dan harga
bahwa model yang dibangun fit dengan diri spesifik mengenai kompetensi seksual
data. Chi-Square yang diperoleh oleh terhadap kompulsivitas seksual dan usia
model analisis jalur ini adalah sebesar hubungan seks pertama kali.
7.545 dan probabilitas sebesar 0.056 (p > Sementara itu, beberapa pengaruh
.05). Artinya, harga diri seksual secara yang signifikan adalah (1) harga diri sek-
umum maupun yang berkaitan dengan sual secara umum kepada kompulsivitas
kompetensi seksual, beserta kompulsivitas seksual dan jumlah pasangan seks yang
seksual berpengaruh terhadap usia hu- dimiliki dalam kurun waktu enam bulan
bungan seks pertama kali, jumlah terakhir, (2) harga diri seksual dalam hal
pasangan seks dalam kurun waktu enam kompetensi seksual terhadap jumlah
bulan terakhir, dan seks dengan orang pasangan seks dan seks dengan orang
asing. Penjelasan yang lebih jelas dapat asing, dan (3) kompulsivitas seksual
dilihat pada Gambar 1. terhadap usia hubungan seks pertama
Ketika dipaparkan mengenai penga- kali, jumlah pasangan seks dalam kurun
ruh masing-masing variabel maka dapat waktu enam bulan terakhir, dan seks
terlihat bahwa tidak semua garis dalam dengan orang asing. Guna mendapatkan
model memperlihatkan pengaruh yang penjelasan yang lebih kongkrit dapat
signifikan. Beberapa yang tidak signifikan dilihat paparan data pada Tabel 4 dan
adalah pengaruh harga diri secara umum Tabel 5.
terhadap usia hubungan seks pertama kali

Gambar 1. Model Analisis Jalur

58 JURNAL PSIKOLOGI
HARGA DIRI SEKSUAL, KOMPULSIVITAS SEKSUAL

Tabel 4
Deskripsi Bobot Regresi Antar Variabel terutama untuk Signifikansi

Estimate S.E. C.R. P Label


KS <--- HDSa -.516 .224 -2.299 .021
KS <--- HDSb .298 .218 1.371 .170
usiaMLpertama <--- HDSa -.027 .075 -.357 .721
jumpaseks <--- HDSa -.090 .027 -3.314 ***
paseks <--- HDSa -.015 .010 -1.460 .144
usiaMLpertama <--- KS -.128 .035 -3.602 ***
jumpaseks <--- KS .055 .013 4.261 ***
paseks <--- KS .010 .005 1.994 .046
paseks <--- HDSb .093 .010 9.537 ***
jumpaseks <--- HDSb .384 .026 14.882 ***
usiaMLpertama <--- HDSb .035 .071 .499 .618

Tabel 5
Bobot Regresi Terstandardisasi Antar Variabel

Estimate
KS <--- HDSa -.242
KS <--- HDSb .144
usiaMLpertama <--- HDSa -.037
jumpaseks <--- HDSa -.178
paseks <--- HDSa -.109
usiaMLpertama <--- KS -.383
jumpaseks <--- KS .232
paseks <--- KS .151
paseks <--- HDSb .700
jumpaseks <--- HDSb .785
usiaMLpertama <--- HDSb .051

Hasil penelitian juga memperlihatkan pertama kali tersebut dilakukan pada usia
ada perbedaan kompulsivitas seksual sekolah menengah atas. Hal ini cukup
berdasarkan jenis kelamin (t = 6.223; p < senada dengan temuan penelitian-
.00) di mana partisipan pria memiliki skor penelitian sebelum di Indonesia yang
kompulsivitas seksual lebih tinggi (M = merujuk pada angka 16-18 tahun
36.07; SD = 7.02) dibandingkan partisipan (Rahardjo, 2009; 2011; 2011a; Rahardjo &
wanita (M = 26.45; SD = 6.15). Salve, 2014). Sebagai temuan, angka ini
berfluktuasi dari satu penelitian ke
penelitian lainnya, hanya saja masih
Diskusi
berada dalam ruang lingkup usia sekolah
Rerata usia hubungan seks pertama dan mahasiswa tingkat awal. Hal ini jelas
kali yang berada di angka 18.39 tahun menandakan bahwa bagi pelaku perilaku
mengindikasikan bahwa hubungan seks seks aktif, sudah menjadi kelaziman ketika

JURNAL PSIKOLOGI 59
RAHARDJO & HUTAGALUNG

usia hubungan seks pertama kali terjadi di merusak suasana hati individu serta ritme
masa di mana terdapat puncak kema- hubungan seks karena tuntutan jeda
tangan seks dan kuatnya peran teman pemakaian (Fernandez-Esquer et al., 2004).
sebaya. Secara lebih lanjut, model analisis
Alasan berhubungan seks pertama jalur pada penelitian ini memperlihatkan
kali karena rangsangan pasangan seks bahwa harga diri seksual, baik secara
sebagai jawaban yang paling sering mun- umum dan khusus dalam hal kompetensi
cul menarik untuk dicermati. Temuan ini seksual, beserta kompulsivitas seksual
sedikit berbeda dengan penelitian dapat memengaruhi perilaku seks berisiko
sebelumnya yang menyatakan bahwa yang dilakukan orang dengan HIV/AIDS
keinginan untuk menyalurkan gairah seks, dalam hal hubungan seks usia dini, jumlah
kemauan sendiri, dan rasa ingin tahu pasangan seks dalam kurun waktu enam
adalah beberapa alasan yang paling sering bulan terakhir, dan hubungan seks dengan
disebut (Rahardjo, 2008; 2013). Hal ini orang asing.
mungkin terjadi jika individu memiliki Jika dilihat pengaruh pada setiap
pasangan seks yang juga memiliki gairah variabel maka dapat dilihat beberapa hasil
seks yang juga tinggi sehinggi menjadi yang menarik. Harga diri seksual secara
pemicu terjadinya hubungan seks pertama umum yang melihat pada bagaimana
kali. individu mempersepsikan keberhargaan
Sementara itu munculnya pernyataan seksualitasnya, bagaimana persepsi dalam
mengenai kebutuhan penyaluran gairah menangani permasalahan seksualitas,
seks sebagai jawaban yang paling banyak memiliki pengaruh yang negatif terhadap
disebut atas pertanyaan mengapa parti- kompulsivitas seksual. Hal ini berarti, jika
sipan masih melakukan perilaku seks individu memandang dirinya secara utuh
berisiko juga menarik untuk dicermati. berharga dalam hal seksualitas maka
Hal ini semakin menguatkan peran dapat mengurangi kompulsivitas seksual
kompulsivitas seksual di mana individu yang dirasakan.
memiliki kebutuhan yang besar untuk Hal yang relatif sama juga ditemui
melakukan hubungan seks secara rutin pada pengaruh negatif harga diri seksual
dan repetitif karena kurangnya kendali secara umum terhadap jumlah pasangan
diri (Barberovic, 2013). seks yang dimiliki dalam kurun waktu
Hasil penelitian ini mengenai alasan enam bulan terakhir. Artinya, ketika
mengapa individu pernah tidak menggu- individu memandang dirinya sebagai
nakan kondom saat berhubungan seks sosok yang berharga secara seksualitas
senada dengan temuan Rahardjo (2013) maka cenderung lebih mudah menahan
yang juga mengungkapkan bahwa kon- diri untuk melampiaskan dorongan seks
dom masih dianggap sebagai sesuatu yang yang dirasakan melalui perilaku berganti-
mengurangi kenikmatan seks sehingga ganti pasangan seks. Temuan yang nyaris
banyak individu menjadi malas menggu- senada diungkapkan oleh Schick,
nakannya. Alasan ini merupakan alasan Calabrese, Rima, dan Zucker (2010) yang
yang sangat lazim disebutkan oleh banyak menyatakan bahwa harga diri seksual
pelaku perilaku seks berisiko (Simbayi et secara umum dapat meningkatkan moti-
al., 2004). Sikap malas menggunakan kon- vasi untuk melakukan seks aman. Artinya,
dom terutama ditengah proses hubungan jika seseorang menganggap dirinya
seks terjadi karena hal itu dianggap dapat berharga secara seksual maka cenderung

60 JURNAL PSIKOLOGI
HARGA DIRI SEKSUAL, KOMPULSIVITAS SEKSUAL

berusaha untuk tidak terlalu jauh terlibat seks usia dini, banyaknya pasangan seks
dalam perilaku seks berisiko. yang dimiliki dalam kurun waktu enam
Sementara itu, harga diri seksual yang bulan terakhir, dan kecenderungan mela-
berkaitan dengan kompetensi seksual kukan hubungan seks dengan orang asing.
memiliki pengaruh secara langsung Studi Schnarrs et al. (2010) menjelaskan
terhadap perilaku seks berisiko. Artinya bahwa kompulsivitas seksual berpengaruh
semakin merasa hebat individu terhadap positif terhadap banyaknya pasangan seks
kemampuan seksualnya maka akan yang dimiliki baik pada pria maupun
semakin banyak jumlah pasangan seks wanita. Ketidakmampuan mengendalikan
yang dimiliki dan semakin tinggi risiko dorongan seks menyebabkan individu
keterlibatan individu untuk berhubungan berusaha melampiaskan melalui aktivitas
seks dengan orang asing atau orang yang seksual tertentu yang sifatnya eksesif,
tidak diketahui secara pasti status seperti kepemilikan pasangan seks dalam
kesehatan seksualnya. jumlah yang banyak, terutama dengan
orang yang tidak diketahui secara pasti
Permasalahan pada harga diri seksual
status kesehatan seksnya, tidak konsisten
dapat menyebabkan kemampuan individu
menggunakan kondom, hingga penggu-
dalam mengalami suatu pengalaman yang
naan obat-obatan terlarang saat berhu-
memuaskan menjadi terbatas (Mayers,
bungan seks (Woolf-King et al., 2013).
Heller, & Heller, 2003). Hal ini mendorong
individu untuk berusaha lebih keras agar Pria memang terbukti memiliki kom-
kebutuhan seksualitasnya menjadi ter- pulsivitas seksual lebih kuat dibandingkan
puaskan dengan aktivitas seksual yang wanita (Dodge, Reece, Cole, & Sandfort,
sifatnya repetitif dan berisiko seperti 2004). Hal ini bisa terjadi salah satunya
banyaknya pasangan seks yang juga ber- dikarenakan peran hormon testosteron
pengaruh terhadap banyaknya hubungan pada pria yang memang sangat meme-
seks yang dilakukan dalam kurun waktu ngaruhi dorongan seks atau libido pria
enam bulan terakhir dengan penggunaan (Aluja & Garcia, 2005). Tingginya
kondom yang tidak konsisten. dorongan seks inilah yang kemudian
terkait dengan kompulsivitas seksual
Harga diri seksual memengaruhi
sehingga sebagai konsekuensinya maka
skrip seksual dalam benak individu
individu harus menyalurkannya melalui
sehingga memandang beberapa aktivitas
aktivitas seksual tertentu secara berulang
seksual sebagai sesuatu yang sifatnya
kali (Parsons et al., 2008; Torres & Gore-
normatif dan juga permisif (Kvalem,
Felton, 2007).
Traeen, Lewin, & Stulhofer, 2014).
Individu yang memiliki harga diri yang
rendah akan merasa hebat secara seksual Kesimpulan
jika bisa memiliki pasangan seks dalam
Ada beberapa kesimpulan yang dapat
jumlah banyak. Individu yang merasa
dilihat dari penelitian ini. Pertama, harga
memiliki kemampuan seks yang hebat
diri seksual dan kompulsivitas seksual
juga memiliki kecenderungan untuk
memiliki pengaruh bagi orang dengan
berhubungan seks dengan banyak orang
HIV/AIDS untuk melakukan perilaku seks
sebagai penegasan mengenai keberhar-
berisiko seperti hubungan seks usia dini,
gaan seksual yang dimiliki.
banyaknya pasangan seks yang dimiliki
Di sisi lain, kompulsivitas seksual dalam kurun waktu enam bulan terkhir,
memiliki pengaruh terhadap hubungan

JURNAL PSIKOLOGI 61
RAHARDJO & HUTAGALUNG

dan hubungan seks dengan orang asing. Berberovic, D. (2013). Sexual compulsivity
Kedua, harga diri seksual yang terkait comorbidity with depression, anxiety
dengan kompetensi seksual individu and substance use in students from
memainkan peranan yang lebih penting Serbia and Bosnia and Herzegovina.
bagi individu untuk terlibat dalam peri- Europe’s Journal of Psychology, 9, 517-
laku seks berisiko. Ketiga, kompulsivitas 530. http://dx.doi.org/10.5964/
seksual, meskipun masih berada dalam ejop.v9i3.595
taraf sedang, juga memainkan peranan Binggeli, A. L. (2005). How risky behaviors,
penting hingga individu melakukan protective factors and selected theory of
perilaku seks berisiko. planned behavior constructs influence age
of sexual debut among high school stu-
Saran dents in the city of San Bernardino,
Terdapat beberapa saran terkait California. (Dissertation, unpublished).
dengan hasil penelitian ini. Pertama, San Bernardino: Loma Linda Univer-
penting artinya mempertimbangkan kebe- sity.
radaan variabel kepribadian sebagai salah Binson, D., Woods, W. J., Pollack, L., Paul,
satu aspek internal yang mungkin J., Stall, R., & Catania, J. A. (2001).
memengaruhi individu hingga terlibat Differential HIV risk in bathhouses
dalam perilaku seks berisiko. Kedua, and public cruising areas. American
penelitian selanjutnya dapat Journal of Public Health, 91, 1482-1486.
mempertimbangkan penerimaan diri dan Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.
adaptasi individu sebagai orang dengan nih.gov/pubmed/ 11527785
HIV/AIDS dengan status kesehatan Boden, J. M., & Horwood, L. J. (2006). Self-
seksnya tersebut sebagai salah satu faktor esteem, risky sexual behavior, and
yang mungkin juga memengaruhi pregnancy in New Zealand birth
perilaku seks berisiko yang dilakukan. cohort. Archive Sexual Behavior, 35(5),
Ketiga, memperluas jangkauan kota asal 549-560. Diunduh dari: http://www.
partisipan yang juga dapat menambah ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17053998
jumlah partisipan sehingga hasil yang Brassard, A., Dupuy, E., Bergeron, S., &
didapat menjadi lebih komprehensif, dan Shaver, P. R. (2015). Attachment
keempat, penambahan materi sosialisasi insecurities and women’s sexual
pendampingan serta tritmen khusus function and satisfaction: The
terhadap komunitas orang dengan mediating roles of sexual self-esteem,
HIV/AIDS berkaitan dengan peran faktor sexual anxiety, and sexual
internal yang kuat seperti harga diri assertiveness. Journal of Sex Research,
seksual dan kompulsivitas seksual terha- 52, 110-119. http://dx.doi.org/10.1080/
dap dilakukannya perilaku seks berisiko. 00224499.2013.838744.
Cooperman, N. A., Arnsten, J. H., & Klein,
Kepustakaan R. S. (2007). Current sexual activity
and risky sexual behavior in older
Aluja, A., & Garcia, L. F. (2005). Sensation men with or at risk for HIV infection.
seeking, sexual curiosity, and testos- AIDS Education and Prevention, 19, 321-
terone in inmates. Neuropsychobiology, 333. Diunduh dari: http://www.ncbi.
51, 28-33. Diunduh dari: http://www. nlm.nih.gov/pubmed/ 17685845
ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15627810

62 JURNAL PSIKOLOGI
HARGA DIRI SEKSUAL, KOMPULSIVITAS SEKSUAL

Dodge, B., Reece, M., Cole, S. L., & Kalichman, S., & Rompa, D. (1995). Sexual
Sandfort, T. G. M. (2004). Sexual sensation seeking and sexual compul-
compulsivity among heterosexual sivity scales: Reliability, validity, and
college students. Journal of Sex predicting HIV risk behavior. Journal of
Research, 41, 343-350. Diunduh dari: Personality Assessment, 65, 586-601.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.
/15765274 nih.gov/pubmed/ 8609589
Fernandez-Esquer, M. E., Atkinson, J., Kalichman, S., & Cain, D. (2004). The
Diamond, P., Useche, B., & Mendiola, relationship between indicators of
R. (2004). Condom use self-efficacy sexual compulsivity and high risk
among U.S.- and foreign-born Latinos sexual practices among men and
in Texas. Journal of Sex Research, 41(4), women receiving services from a
390-399. Diunduh dari: http:// sexually transmitted infection clinic.
www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ Journal of Sex Research, 41, 235-241.
15765279 Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm.
Giugliano, J. R. (2008). Sexual impulsivity, nih.gov/pubmed/15497052
compulsivity or dependence: An Kebijakan AIDS Indonesia. (2015). Outlook
investigative inquiry. Sexual Addiction 2015: Kebijakan penanggulangan HIV &
& Compulsivity, 15, 139-157. http:// AIDS di Indonesia. http://www.
dx.doi.org/ 10.1080/10720160802035600 kebijakanaidsindonesia.net/id/beranda
Grello, C. M., Welsh, D. P., & Harper, M. S. /49-general/1062-outlook-2015-
(2006). No strings attached: The nature kebijakan-penanggulangan-hiv-aids-
of casual sex in college students. The di-indonesia. tanggal 2 November
Journal of Sex Research, 43, 255-267. 2015.
Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm. Kvalem, I. L., Traeen, B., Lewin, B., &
nih.gov/pubmed/17599248 Stulhofer, A. (2014). Self-perceived
Guin, A. H. (2005). Sexual risk behavior in effects of internet pornography use,
college students: Does the parent-college genital appearance satisfaction, and
student relationship impact students’ sexual self-esteem among young
condom use? (Dissertation, Scandinavian adults. Cyberpsychology:
unpublished). Raleigh: North Carolina Journal of Psychosocial Research on
State University. Cyberspace, 8, 5-22. http://dx.doi.org/
He, N., Detels, R., Chen, Z., Jiang, Q., Zhu, 10.5817/CP2014-4-4
J., Dai, Y., Wu, M., Zhong, X., Fu, C., & Lewis, M. A., Litt, D. M., Cronce, J. M.,
Gui, D. (2006). Sexual behavior among Blayney, J. A., & Gilmore, A. K. (2014).
employed male rural migrants in Underestimating protection and
Shanghai, China. AIDS Education and overestimating risk: Examining
Prevention, 18(2), 176-186. Diunduh descriptive normative perceptions and
dari: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ their association with drinking and
pubmed/16649962 sexual behaviors. Journal of Sex
Kalichman, S. (2011). Sexual compulsivity Research, 51, 86-96. http://dx.doi.org/
scale. Dalam Fisher, T.D., Davis, C.M., 10.1080/00224499.2012.710664
Karber, W. L., dan Davis, S. L. (Eds.), Mayers, K. S., Heller, D. K., & Heller, J. A.
Handbook of sexuality-related measures (2003). Damaged sexual self-esteem: A
(third edition). New York: Routledge.

JURNAL PSIKOLOGI 63
RAHARDJO & HUTAGALUNG

kind of disability. Sexuality and Adolescence, 36, 453-464. http://


Disability, 21, 269-276. dx.doi.org/10.1007/s10964-006-9116-8
McBride, K. R., Reece, M., & Sanders, S. A. Rahardjo, W. (2008). Perilaku seks prani-
(2008). Using the Sexual Compulsivity kah pada mahasiswa pria: Kaitannya
Scale to predict outcomes of sexual dengan sikap terhadap tipe cinta eros
behavior in young adults. Sexual dan ludus, dan fantasi erotis. Indi-
Compulsivity & Addiction, 15, 97-115. genous: Jurnal Ilmiah Psikologi, 10, 3-18.
http://dx.doi.org/10.1080/107201608020 Rahardjo, W. (2009). Sikap terhadap tipe
35816 cinta eros dan ludus, fantasi erotis, dan
McCabe, M. P., & Taleporos, G. (2003). perilaku seks pranikah pada maha-
Sexual esteem, sexual satisfaction, and siswa pria yang sudah pernah
sexual behavior among people with berhubungan seks. Jurnal Psikologi
physical disability. Archives of Sexual Indonesia, 6, 97-106.
Behavior, 32, 359-369. Diunduh dari: Rahardjo, W. (2011). Kecenderungan tipe
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed cinta eros dan ludus dan orientasi
/12856897 sosioseksual global pada pria hetero-
Neilands, T. B., Steward, W. T., & Choi, K. seksual lajang. Jurnal Ilmiah Psikologi, 4,
H. (2008). Assessment of stigma 125-136.
towards homosexuality in China: A Rahardjo, W. (2011a). Risky sexual behavior
study of men who have sex with men. in heterosexual and gay men: Its relation
Archives of Sexual Behavior, 37, 838-844. to the attitude of condom use.
Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm. Unpublished proceeding. Padjadjaran
nih.gov/pubmed/18274889 International Conference of Psychology
(PICP) di Hilton Hotel, Bandung, Jawa
Parsons, J. T., Kelly, B. C., Bimbi, D. S.,
Barat, 23-26 October 2011.
DiMaria, L., Weinberg, M. L., &
Rahardjo, W. (2013). Model perilaku seks
Morgenstern, J. (2008). Explanations
berisiko pada pria. (Disertasi, tidak
for the origins of sexual compulsivity
dipublikasikan). Yogyakarta: Fakultas
among gay and bisexual men. Archives
Psikologi Universitas Gadjah Mada.
of Sexual Behavior, 37, 817-826.
Rahardjo, W., & Salve, H.R. (2014).
Diunduh dari: http://www.ncbi.
Hubungan orang tua – anak, kelekatan
nlm.nih. gov/pubmed/17882541
teman sebaya, dan usia melakukan
Parsons, J. T., Grov, C., & Golub, S. A. hubungan seks pertama kali pada
(2012). Sexual compulsivity, co- mahasiswa. Makalah. Seminar Nasional
occuring psychosocial health Ketahanan Nasional sebagai Aset
problems, and HIV risk among gay Bangsa di Fakultas Psikologi Universitas
and bisexual men: Further evidence of Merdeka Malang, Jawa Timur, 21 Juni
a syndemic. American Journal of Public 2014.
Health, 102, 156-162. http://dx.doi.org/ Rahardjo, W., Saputra, M., & Hapsari, I.
10.2105/AJPH.2011.300284 (2015). Harga diri, sexting dan jumlah
Robinson, M. L., Holmbeck, G. N., & pasangan seks yang dimiliki oleh pria
Paikoff, R. (2007). Self-esteem lajang pelaku perilaku seks berisiko.
enhancing reasons for having sex and Jurnal Psikologi, 42, 101-114. Diunduh
the sexual behaviors of African dari: http://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/
American adolescents. Journal of Youth view/7172

64 JURNAL PSIKOLOGI
HARGA DIRI SEKSUAL, KOMPULSIVITAS SEKSUAL

Reece, M., & Dodge, B. (2004). Exploring Snell, W. E., Jr. (1998). The Multidimen-
indicators of sexual compulsivity sional Sexual Self-Concept Ques-
among men who cruise for sex on tionnaire. Dalam C.M. Davis, W.L.
campus. Sexual Addiction & Compul- Yarber, R. Baurerman, G. Schreer, dan
sivity, 11, 87-113. http://dx.doi.org/ S.L. Davis (Eds.), Sexuality-related
0.1080/10720160490521222 measures: A compendium (2nd ed.).
Schick, V. R., Calabrese, S. K., Rima, B. N., Thousand Oaks: Sage.
& Zucker, A. N. (2010). Genital Snell, W. E. Jr., Fisher, T. D., & Schuh, T.
appearance dissatisfaction: Implica- (1992). Reliability and validity of the
tions for women’s genital image self- Sexuality Scale: A measure of sexual-
conciousness, sexual esteem, sexual esteem, sexual-depression, and sexual-
satisfaction, and sexual risk. Psychology preoccupation. Journal of Sex Research,
of Women Quarterly, 34, 394-404. 29, 261-275. Diunduh dari: https://
http://dx.doi.org/10.1111/j.1471- www.jstor.org/stable/ 3812632?seq=
6402.2010.01584.x 1#page_scan_tab_contents
Schnarrs, P. W., Rosenberger, J. G., Stupiansky, N. W., Reece, M., Middlestat, S.
Satinsky, S., Brinegar, E., Stowers, J., E., Finn, P., & Sherwood-Laughlin, C.
Dodge, B., & Reece, M. (2010). Sexual (2009). The role of sexual compulsivity
compulsivity, the internet, and sexual in casual sexual partnerships among
behaviors among men in a rural area college women. Sexual Addiction &
of the United States. AIDS Patient Care Compulsivity, 16, 241-252.
and STDs, 9, 563-569. Diunduh dari: http://dx.doi.org/10.1080/1072016090320
2760
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed
/20731609 Torres, H. L., & Gore-Felton, C. (2007).
Compulsivity, substance use, and
Shuper, P. A., Joharchi, N., & Rehm, J.
loneliness: The loneliness and sexual
(2014). Personality as predictor of
risk model (LSRM). Sexual Addiction &
unprotected sexual behavior among
Compulsivity, 14, 63-75. Diunduh dari:
people living with HIV/AIDS: A http://www.tandfonline.com/doi/abs/10.
systematic review. AIDS Behavior, 18, 1080/10720160601150147#.V1uIeI9OKP8
398-410. http://dx.doi.org/10.1007/
van Bruggen, L. K., Runtz, M. G., & Kadlec,
s10461-013-0554-5 H. (2006). Sexual revictimization: The
Simbayi, L. C., Kalichman, S.C., Jooste, S., role of sexual self-esteem and
Cherry, C., Mfecane, S., & Cain, D. dysfunctional sexual behaviors. Child
(2004). Risk-factors for HIV-AIDS Maltreatment, 11, 131-145. http://
among youth in Cape Town, South dx.doi.org/10.1177/1077559505285780
Africa. AIDS and Behavior, 9, 53-61. Woolf-King, S. E., Rice, T. M., Truong, H. H.
Diunduh dari: http://www.ncbi.nlm. M., Woods, W. J., Jerome, R. C., &
nih.gov/pubmed/15812613 Carrico, A. W. (2013). Substance use and
Smolenski, D. J., Ross, M. W., Risser, J. M. HIV risk behavior among men who have
H., & Rosser, B. R. S. (2009). Sexual sex with men: The role of sexual
compulsivity and high-risk sex among compulsivity. Journal of Urban Health:
Latino men: The role of internalized Bulletin of the New York Academy of
homonegativity and gay organiza- Medicine, 90, 948-952. http://
dx.doi.org/0.1007/s11524-013-9820-0.
tions. AIDS Care, 21, 42-49. http://
dx.doi.org/10.1080/ 09540120802068803

JURNAL PSIKOLOGI 65
Jurnal Psikologi
Volume 43, Nomor 1, 2016: 52 – 65

52 JURNAL PSIKOLOGI

Anda mungkin juga menyukai