Anda di halaman 1dari 4

1.

Isu Bakso Berbahan Baku Daging Celeng Bercampur Daging Sapi

Probolinggo (wartabromo.com) – Rumor bakso berbahan baku daging

celeng bercampur daging sapi membuat resah masyarakat. Dinas Peternakan dan

Kesehatan Hewan (Disnak Keswan) Kabupaten Probolinggo pun mengambil

sampel daging di sejumlah pasar tradisional.

Petugas Disnak Keswan mengambil sampel daging di pasar Bucor,

Kecamatan Pakuniran dan pasar Semampir, Kecamatan Kraksaan. Selain petugas

Disnak Keswan, ada juga petugas UPT Laboratorium Keswan Malang dan

koordinator pasar. Di 2 lokasi ini, petugas mengambil 10 sampel daging sapi, 20

sampel daging ayam, 20 sampel bakso, 5 sampel cecek dan 3 sampel produk olahan

daging. Sampel itu diambil dari lapak pedagang daging sapi dan ayam.

“Kami melakukan pengawasan terhadap peredaran bahan pangan asal

hewan yang tidak layak dikonsumsi masyarakat di pasar tradisional. Cara dengan

pengambilan sampel bahan pangan asal hewan,” kata Kasi Kesmavet drh. Nikolas

Nuryulianto mewakili Kepala Disnak Keswan Endang Sri Wahyuni, Selasa

(12/3/2019).

Selain di lapak pedagang daging sapi dan ayam, petugas juga mengambil sampel di

tempat penggilingan daging. Yakni di wilayah Kecamatan Pakuniran. Serta

mengambil sampel daging yang digunakan oleh UKM produk olahan berupa abon

sapi dan ayam serta krupuk kulit ayam di Kecamatan Pajarakan.

Sampel-sampel itu, akan diuji di Laboratorium Keswan Malang. Untuk

mengetahui kandungan formalin, boraks tpc, almonella, collyform dan

staphilococcus. Hasilnya bisa diketahui sebulan mendatang.


“Hasil uji lab ini, akan diberikan kepada para pelaku yang menjual bahan pangan

asal hewan agar bisa dipajang di kios masing-masing. Sehingga konsumen tidak

lagi ragu untuk membeli di tempat tersebut,” terang Niko.

Ia mengatakan intensitas pengawasan dilakukan sesuai dengan UU nomor

18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Serta Peraturan Pemerintah

nomor 95/2012 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Kesejahteraan

Hewan. Tujuannya untuk memberikan rasa aman bagi warga saat mengkonsumsi

daging.

“Kami akan selalu mengadakan pengawasan, pemeriksaan dan pembinaan kepada

para pemilik kios daging di pasar tradisional secara berkala, dengan harapan bahan

pangan asal hewan yang beredar di masyarakat layak untuk dikonsumsi. Tanpa

harus kuatir ada pencampuran daging sapi dengan daging anjing maupun celeng,”

kata Niko.

2. Menyikapi Perdagangan/Peredaran Daging Anjing di Indonesia

Anjing merupakan hewan kesayangan yang tidak layak untuk di jadikan

hewan konsumsi. Walaupun sampai saat ini konsumsi daging anjing oleh kalangan

tertentu masih terjadi di beberapa wilayah di Indonesia seperti di Sumatera Utara,

Maluku, DKI, Solo, Jogjakarta, Sulawesi Utara. Hal ini merupakan tantangan

tersendiri bagi pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk melakukan

pembatasan dalam rangka pengawasan perdagangan/peredaran daging anjing.

Sebagian besar masyarakat sepakat untuk tidak mengkonsumsi daging anjing

karena berbagai alasan seperti penyakit, aspek kehalalan, perasaan (sentiens)

mengingat anjing adalah hewan kesayangan, aspek kesejahteraan hewan, dll.


Disisi lain aspek hak asasi manusia sebagai pedagang daging anjing juga

perlu diperhatikan, seorang pedagang daging anjing yang sudah sekian lama

menjalani pekerjaannya sebagai penjual daging demi menghidupi dirinya dan

keluarganya harus beralih profesi mencari alternative pekerjaan lain. Hal ini

berkaitan dengan hak asasi sebagai manusia dalam hal mendapatkan penghidupan

yang layak sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 “Setiap

warga negara berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan”.

Walaupun demikian ditilik dari peraturan perundang-undangan yang

berlaku bahwa tidak ada aturan yang spesifik mengatur tentang perdagangan

daging anjing di Indonesia. Namun demikian beberapa peraturan perundangan

dapat dijadikan pendekatan dalam upaya memperketat perdagangan daging anjing

di Indonesia. Peraturan perundangan tersebut tersebut yaitu KUHAP pasal 302,

Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 jo Undang-Undang Nomor 41 tahun 2014

tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Undang-undang nomor 18 tahun 2012

tentang Pangan, Peraturan Pemerintah Nomor 95 tahun 2012 tentang Kesehatan

masyarakat Veteriner dan kesejahteraan Hewan, Peraturan Pemerintah Nomor 47

tahun 2014 tentang Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit Hewan, Peraturan

Pemerintah Nomor 82 tentang Karantina Hewan dll. (penjelasannya dapat di akses

dalam tulisan sebelumnya berjudul Konsumsi Daging Satwa Eksotik Dan Daging

Anjing Kontroversi Serta Aspek Hukumnya. Ketentuan pidananya juga dapat

dilihat dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2009 Jo Undang-undang Nomor 41

tahun 2014 pasal 91(b); Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan

Pasal 135, dan KUHP pasal 302.


Perdagangan/peredaran daging anjing menyangkut berbagai aspek

kehidupan yang sangat komplek seperti hukum, sosial budaya, ekonomi, SARA,

penyakit, dan keamanan pangan serta definisi pangan. Mengingat perdagangan

daging anjing menyangkut multi dimensi yang sangat komplek tersebut pemerintah

perlu berhati-hati dalam mengatur perdagangan/peredaran daging anjing di

Indonesia. sebagai contoh dari aspek penyakit daging anjing untuk konsumsi dapat

berpotensi menyebarkan penyakit zoonotik yang berdampak negatif bagi kesehatan

hewan, manusia, dan lingkunganya seperti rabies, trichinelosis, salmonella, dll.

Dalam upaya meningkatkan pengawasan perdagangan daging anjing pemerintah

telah membuat Surat Edaran tentang Peningkatan Terhadap Pengawasan

Peredaran/Perdagangan Daging Anjing. Dengan upaya ini diharapkan pemerintah

dan pemerintah daerah bersama masyarakat dapat lebih bersinergi dalam upaya

memperketat pengawasan perdagangan dan atau peredaran daging anjing(red’18).

Daftar Pustaka

Wartabromo. 2019. Marak Isu Daging Celeng, Disnak Probolinggo Ambil Sampel

Daging. (Diakses 8:29, 7 Oktober 2019).

https://www.wartabromo.com/2019/03/12/marak-isu-daging-celeng-

disnak-probolinggo-ambil-sampel-daging/

Anda mungkin juga menyukai