Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM MANAJEMEN TERNAK UNGGAS

PENETASAN TELUR

Oleh :

Kelompok 5

Kelas F

DEWI SARAH 200110170005


DESTI NUR ANNISA 200110170032
REYNALDI ANANDA BRILIAN 200110170056
ANGGITA RAHMADINI 200110170101
AGUNG MUHAMMAD FIRDAUS 200110170203
AVIRA ZAHRA N 200110170245

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2019 Commented [r1]: 1.Remove space after P.


2. 2019 mentokin ke bagian bawah halaman
3.Jangan ada nomor halaman di cover

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum “Penetasan
Commented [r2]: Ga usah di italic kecuali kata asing
Telur”. Laporan ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Teknologi Pakan.
Commented [r3]: Excuse me?
Pada kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada

dosen dan Asisten dosen Manajemen Ternak Unggas yang telah memberikan

bimbingan dalam pelaksanaan praktikum ini serta semua pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan laporan akhir ini.

Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan agar ke
Commented [r4]: 1.“Laporan ini” diganti dengan
depannya laporan akhir ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga laporan akhir ini laporan “ agar dapat membuat laporan lebih baik lagi di
masa yang akan datang” yah sesuatu kalimat seperti itu
dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. lah
2.“ bagi pembaca dan penulis” diganti dengan “terkhusus
bagi pembaca yang tertarik dengan topik terkait” or
something like that karena ga selamanya laporan ini
diterapkan dalam kehidupan sehari2 semua orang
3.Halaman “ii” format TNR 12 jarak 3 cm dari bawah
Commented [r5]: 1.Kata pengantar laprak terdiri dari
paragraf ucapan terima kasih (puji syukur dan terima
Sumedang, Oktober 2019 kasih dosen boleh sambung atau beda paragraf), paragraf
intisari / inti dari laporan praktikum membahas apa, dan
paragraf penutup
2.Sebutan terima kasih ditunjukkan kepada : dosen,
teknisi, asisten ( PJ kelas) berikut nama lengkap dan
gelarnya

Commented [r6]: Sumedang dan penyusun sejajar


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

BAB Halaman

KATA PENGANTAR ................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................ iii

DAFTAR TABEL ........................................................................ v

DAFTAR LAMPIRAN................................................................ vi

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah................................................................. 2
1.3 Maksud dan Tujuan ................................................................. 2
1.4 Manfaat Praktikum .................................................................. 3
1.5 Waktu dan Tempat................................................................... 3

II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telur Tetas Ayam .................................................................... 4
2.2 Seleksi Telur Tetas .................................................................. 4
2.3 Fumigasi Mesin Tetas .............................................................. 5
2.4 Penetasan ................................................................................. 6
2.5 Daya Tetas Telur...................................................................... 7

III ALAT, BAHAN, DAN METODE


3.1 Cara Kerja dan Fumigasi Mesin Tetas..................................... 8
3.2 Seleksi dan Fumigasi Telur Tetas ............................................ 11
3.3 Penetasan Telur Tetas .............................................................. 13

IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Cara kerja dan Fumigasi .......................................................... 17
4.2 Cara Seleksi Telur.................................................................... 18
4.3 Mekanisme Penetasan.............................................................. 20
4.4 Fertilitas dan Daya Tetas ......................................................... 23

iii
4.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kegagalan dan kebersihan
penetasan ................................................................................ 26

V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan .............................................................................. 26
5.2 Saran ........................................................................................ 27

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 28


Commented [r7]: 1.Remove after P.
LAMPIRAN ........................................................................................ 2.Jarak antar bab atau (kata pengantar, daftar isi dst) 2
spasi, antar subbab 1.5, antar anak subbab 1
3. Subbab 3.1 Alat, 3.2 Bahan. 3.3 Metode ( yaang kalian
tulis itu anak subbab)
4. 4.1 Hasil, 4.2 Pembahasan ( yang kalian tulis anak
subbab)
5.Anak subbab WAJIB DICANTUMKAN pada daftar isi
6. Bila daftar isi lebih dari 1 halaman, halaman
selanjutnya dikasih lagi keterangan ( BAB Halaman)
7. Nomor halaman di ujung sejajar “n” pada halaman
8.Lampiran mana halamannya

iv
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Fumigasi Formaldehide Volume Ruang ................................ 10

2 Hasil Pengamatan Fumigasi Mesin Tetas............................... 15

3 Hasil Pengamatan Seleksi Telur Tetas ................................... 15

4 Hasil Pengamatan Penetasan Telur Tetas ............................... 16

Commented [r8]: 1.Daftar tabel dengan nomor 3 spasi


2. Dari “nomor” ke “1” spasi 2
3. Angka Halaman dan nomor meper ke kanan (mepet ke
“r” pada nomor dan “n” pada halaman)
4.

v
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Dokumentasi Praktikum .................................................................

2 Perhitungan Daya Tetas ..................................................................

3 Distribusi Pembagian Tugas ............................................................ Commented [r9]: Benarkan seperti daftar tabel

vi
1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Unggas adalah ternak kelompok burung yang dimanfaatkan untuk daging

dan/atau telurnya serta jenis burung yang tubuhnya ditutupi oleh bulu. Umumnya

unggas merupakan bagian dari ordo Galliformes (seperti ayam dan kalkun), dan

Anseriformes (seperti bebek). Unggas adalah tipe hewan yang berkembang biak
dengan cara bertelur. Telur yang dihasilkan dapat berupa fertil atau infertil, telur

yang dapat ditetaskan adalah harus fertil atau yang lazim disebut dengan telur tetas.

Telur tetas merupakan telur yang sudah dibuahi oleh sel jantan. Jika tidak dibuahi

oleh sel jantan, telur tersebut disebut telur infertil atau lazim disebut telur konsumsi,

artinya telur tersebut tidak dapat menetas jika ditetaskan, melainkan hanya untuk

dikonsumsi saja.

Telur adalah suatu bentuk tempat penimbunan zat gizi seperti air, protein,

karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan

embrio sampai menetas. Adapun beberapa persyaratan yang mempengaruhi

keberhasilan dalam menetaskan telur unggas, anatara lain: suhu, kelembaban,

kandungan oksigen, kandungan karbon dioksida, aliran udara serta pemutaran telur.

Untuk memperbanyak populasi hewan unggas seperti itik, ayam, dan

burung puyuh dibutuhkan cara penetasan telur yang tepat, yaitu pengeraman telur
tetas yang akan diperbanyak. Pengeraman ini dapat terjadi jika sifat mengerami

telur pada unggas itu telah muncul, misalnya pada ayam buras, sifat mengerami

telur tampak jelas sekali dan sangat sulit untuk menghilangkan sifat mengeram
2

ayam buras ini. Berbeda dengan ayam ras yang sifat mengeramnya dapat diatur atau

dihilangkan dari induknya.

Penetasan pada prinsipnya adalah menyediakan lingkungan yang sesuai

untuk perkembangan embrio unggas. Lama penetasan telur ditempat pengeraman

sangat tergantung dari jenis hewannya. Bila bentuk telur dan ukurannya seragam,

waktu penetasan akan selalu hampir sama. Berbeda dengan ayam, jenis unggas lain

seperti itik dan puyuh tidak mempunyai sifat mengeram. Zaman dulu, untuk

memperbanyak populasinya hanya dengan seleksi alam, baik oleh induknya

maupun oleh lingkungan. Namun saat ini, dengan adanya alat penetas buatan akan

mempermudah perbanyakan populasi unggas. Di Indonesia, sebenarnya mesin tetas

buatan telah ada sebelum zaman kemerdekaan dengan prinsip dan cara
pengoperasian mirip dengan mesin tetas sekarang. Pada akhir tahun 1959-an hingga

saat ini, terus dilakukan pengembangan mesin tetas.

1.2 Identifikasi Masalah

(1) Bagaimana cara kerja dan fumigasi mesin tetas.


(2) Bagaimana cara menseleksi telur.

(3) Sebutkan mekanisme penetasan telur

(4) Bagaimana fertilitas dan daya tetas telur

(5) Apa saja faktor yang mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan pada

penetasan telur

1.3 Maksud dan Tujuan

(1) Mengetahui cara kerja dan fumigasi mesin tetas

(2) Mengetahui cara seleksi telur


3

(3) Memahami mekanisme penetasan telur

(4) Mengetahui fertilitas dan daya tetas telur

(5) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan

pada penetasan telur

1.4 Manfaat Praktikum

Manfaat dari praktikum kali ini untuk mengetahui cara kerja persiapan

penetasan telur mulai dari fumigasi hingga mekanisme penetsan telur, dan juga

untuk mengetahui fertilitas dan daya tetas telur yang baik juga mengetahui factor

apasaja yang menjadi penyebabnya.

1.5 Waktu dan Tempat


Commented [r10]: ????????? waktu praktikum pak
Waktu : Senin, 22 Oktober 2019

Pukul : 12.30 – 14.30 WIB

Tempat : Laboratorium Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan,

Universitas Padjadjaran
4

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telur Tetas Ayam

Telur tetas merupakan telur yang dapat ditetaskan untuk digunakan sebagai

bibit yang baik dalam bidang perunggasan. Oleh karena itu, telur tetas memiliki

peran yang penting dalam alur peternakan unggas juga sebagai awal yang

menentukan kualitas DOC. Telur tetas adalah telur yang dihasilkan oleh induk

ayam yang telah dikawini oleh pejantannya, hal ini memiliki daya tetas yang cukup

tinggi (Sudradjad, 1995).

Telur yang baik berbentuk oval, bentuk telur dipengaruhi oleh faktor

genetis, setiap induk telur berturutan dengan bentuk yang sama, memiliki bentuk

yaitu bulat, panjang, dan lonjong. Namun beberapa induk secara kontinu bertelur

dengan bentuk tidak sempurna, yaitu berbentuk benjol-benjol, ceper, bulat pada

ujungnya dan sebagainya. Ketidaksempurnaan bentuk yang sama akan ditemukan

pada setiap telur yang dihasilkan induk, beberapa diantaranya bersifat genetis dan

yang lainnya karena ketidaknormalan oviduk (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).

2.2 Seleksi Telur Tetas

Selama menjalankan manajemen penetasan diperlukan penyeleksian telur

tetas, karena jika telur tetas yang tidak sesuai dengan kriteria telur yang dapat

ditetaskan/memiliki daya tetas yang tinggi tetap ditetaskan akan merugikan dan

lebih bahayanya akan berdampak ke telur lain yang sesuai kriteria. Telur tetas yang
5

sesuai kriteria dapat ditetaskan/memiliki daya tetas tinggi yaitu, bentuknya oval,

tekstur halus, berukuran sedang, dan cangkang tebal. Bentuk dari telur juga perlu

diperhatikan karena dapat mempengaruhi bobot tetas serta penyerapan suhu pada

telur (bentuk lancip lebih baik bila dibandingkan dengan telur berbentuk tumpul

maupun bulat). Kedua hal tersebut menyebabkan proses metabolisme embrio

didalamnya dapat berjalan dengan baik sehingga bobot tetasnya lebih tinggi (North,

1990). Bentuk dari telur juga akan mempengaruhi bobot tubuh DOC, ukuran besar

telur berpengaruh pada ukuran besar anak ayam yang baru menetas (Gillespie,

1992).

Telur tetas harus berasal dari induk (pembibit) yang sehat dan

produktivitasnya tinggi dengan sex ratio yang baik sesuai dengan rekomendasi

untuk strain atau jenis ayam, umur telur tidak boleh lebih dari satu minggu, bentuk

telur harus normal, sempurna lonjong dan simetris, seragam, berat 35–50 gram

(Suprijatna, 2005).

2.3 Fumigasi Mesin Tetas

Fumigasi mesin tetas merupakan suatu langkah awal yang penting pada

proses penetasan telur untuk mencegah timbulnya penyakit menular melalui

penetasan. Fumigasi juga salah satu faktor yang sangat mempengaruhi daya tetas

telur, oleh karena itu agar proses penetasan berjalan dengan baik perlu perlakuan

fumigasi yang tepat. Daya tetas telur yang mendapat perlakuan fumigasi lebih

tinggi dari pada yang tidak (Siregar, 1975). Namun jika jenis desinfektan atau
6

dosisnya terlalu tinggi akan menyebabkan kematian pada embrio, maka dari itu

perlu dilakukan pencampuran desinfektan yang sesuai kebutuhan. Bahan yang tepat

dipergunakan untuk fumigasi adalah formalin yang dicampur dengan KMnO4,

dengan dosis pemakaian 40 ml formalin + 20 gram KMnO4 digunakan untuk

ruangan bervolume 2,83 m3 (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).

2.4 Penetasan

Penetasan merupakan proses untuk mempertahankan maupun

memperbanyak populasi dalam kegiatan peternakan unggas dalam upaya untuk

menghasilkan DOC yang berkualitas tinggi. Penetasan dapat dilakukan baik secara

alami maupun buatan. Tingkat keberhasilan antara penetasan alami dan penetasan

buatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, jika faktor yang berpengaruh pada daya

tetas telur penetasan buatan kurang diperhatikan tidak memungkinkan daya tetas

pada penetasan buatan yang diharapkan dapat lebih baik. Keberhasilan penetasan

buatan tergantung banyak faktor antara lain telur tetas, mesin tetas dan tata laksana

penetasan (Suprijatna dkk., 2010).

Proses penetasan telur secara alami yaitu telur dierami oleh induknya untuk

ditetaskan dengan melakukan berbagai persiapan dan perlakuan yang nantinya

dibutuhkan oleh telur itu sendiri. Persiapan dan perhatian yang diperlukan untuk

penetasan alami adalah sarang pengeraman. Bentuk sarang pengeraman

mempengaruhi daya tetas telur (Cahyono, 2005).


7

2.5 Daya Tetas Telur

Daya tetas adalah persentase jumlah telur yang menetas dari sejumlah telur

yang fertil yang ditetaskan (Setiadi, 2000). Daya tetas sangat berpengaruh terhadap

kualitas telur tetas, faktor yang mempengaruhi daya tetas adalah dari breeding farm

sendiri dan unit penetasan. Telur yang baik untuk ditetaskan yaitu masa

penyimpanan tidak lebih dari 4 hari. Penyimpanan pada hari ke – 4 tidak begitu

mengurangi daya tetas telur, akan tetapi waktu penyimpanan lebih dari 4 hari maka

daya tetas telur ayam akan turun (Zakaria, 2010).

Pemutaran telur juga termasuk hal yang mempengaruhi daya tetas telur.

Pemutaran sebaiknya dilaksanakan 1 kali setiap jam sehingga dalam sehari terdapat

24 putaran dengan kemiringan 45o. Dengan pemutaran yang lebih sering maka telur

akan lebih cepat menetas (daya tetas) sehingga kandungan air didalamnya tidak

akan banyak hilang yang dapat membuat bobot badan DOC meningkat, dan

sebaliknya pemutaran yang tidak sering akan membuat telur tidak cepat menetas

(daya tetas) dengan baik, sehingga terjadi penguapan yang berlebihan dan kadar air

didalam telur akan berkurang yang dapat membuat bobot badan DOC akan

berkurang (North, 1990).


8

III

ALAT BAHAN DAN PROSEDUR KERJA

Commented [r11]: 3.1Alat, 3.1.1 Cara kerja dan…. 3.1.2


3.1 Cara Kerja dan Fumigasi Mesin Tetas seleksi dan fumigasi mesin tetas.. dsb

3.1.1 Alat

(1) Mesin Tetas, sebagai mesin yang akan difumigasi, digunakan untuk

penetasan telur

(2) Cawan Petridish, sebagai wadah fumigan yang digunakan saat fumigasi
(3) Gelas Ukur, sebagai wadah untuk mengukur volume formalin yang

dibutuhkan

(4) Labu Erlenmeyer, sebagai wadah larutan formalin yang telah diukur

(5) Timbangan O’Haus, sebagai alat ukur untuk menimbang KMnO4 yang

diperlukan

(6) Alat Ukur (meteran), untuk mengukur panjang, lebar, dan tinggi mesin tetas

3.1.2 Bahan

(1) KMnO4, sebagai fumigan yang digunakan

(2) Formalin (H2CO) 40%, sebagai fumigan yang digunakan

3.1.3 Prosedur Kerja

(1) Cara Kerja Mesin Tetas

(a) Pengaturan suhu dilakukan dengan cara sekrup pada thermoreegulator

diatur yang disesuaikan dengan suhu pada thermometer yang terdapat dalam
mesin tetas.

(b) Putaran sekrup searah jarum jam mengakibatkan penurunan suhu,

sedangkan pemutaran sekrup berlawanan arah jarum jam meningkatkan


9

suhu. Sekrup ini berfungsi untuk menahan kawat (besi) dalam pipa besi

yang berhubungan dengan kapsul.

(c) Pemutaran sekrup dilakukan hati-hati karena bila rotasi putaran sekrup

terlalu banyak baik searah ataupun berlawanan dengan jarum jam akan

menyebabkan temperatur dalam mesin tetas terlalu rendah atau terlalu

tinggi.

(d) Mula-mula panas yang disalurkan ke dalam mesin tetas yang berasal dari

kawat nikelin akan mengembangkan kapsul dan mendorong besi (kawat)

dalam setang besi (pipa besi), sehingga tangkai thermoregulator terangkat

ke atas menyebabkan terputusnya aliran listrik dan panas yang dihantarkan

kawat nikelin terputus pula. Bila suhu mesin tetas turun, maka kapsul
mengempis yang mengakibatkan aliran listrik tersambung dan panas

dihantarkan kembali melalui kawat nikelin.

(e) Begitu juga dengan lampu tempel, udara panas yang dialirkan melalui pipa

seng masuk ke dalam ruang mesin tetas, sehingga kapsul mengembang serta

mendorong kawat dalam pipa besi yang mengakibatkan tangkai


thermoregulator terangkat ke atas dan tutup seng terangkat. Dengan

demikian sebagian panas dari lampu tempel dibuang keluar. Bila suhu mesin

tetas turun, maka kapsul mengempis yang mengakibatkan tangkai

thermoregulator turun sehingga tutup seng menutup dan panas dihantarkan

kembali melalui pipa seng ke dalam mesin tetas.


Commented [r12]: Bedakan point fumigasi mesin tetas
(2) Fumigasi Mesin Tetas dan volume… misal salah sati (2), satunya lagi 1) atau (a)

(1) Volume mesin tetas diukur dengan alat ukur (meteran), yaitu panjang, lebar,

dan tinggi dari mesin tetas bagian dalam. Selanjutnya nilai volume yang

didapat dikonversikan pada tabel 3.1.


10

(2) Semua ventilasi atau lubang pada mesin tetas ditutup dengan menggunakan

kertas bekas atau kertas koran.

(3) Dihitung kebutuhan KMnO4 dan formalin 40% sesuai dengan volume mesin

tetas pada konsentrasi 3 kali.

(4) Ditimbang KMnO4 dengan menggunakan neraca o’hauss sesuai dengan

perhitungan yang didapatkan, setelah itu KMnO4 ditempatkan pada cawan

petridish.

(5) Diukur volume formalin 40% dengan menggunakan gelas ukur sesuai

dengan perhitungan yang didapatkan, lalu dimasukkan cairan formalin 40%

pada labu erlenmeyer.

(6) Cawan petridish yang berisi KMnO4 ditempatkan pada tempat penyimpanan
telur tetas dalam mesin tetas, lalu dituangkan larutan formalin 40% yang

terdapat dalam labu erlenmeyer secara hato-hati ke cawan petridish.

(7) Pintu mesin tetas ditutup dengan segera agar gas yang timbul tidak sampai

ke luar dari dalam mesin tetas.

Tabel 1 Fumigasi Formaldehide untuk Volume Ruang 2,83 m3


Konsentrasi KMnO4 (g) Formalin 40% (cc/mL)
1 kali 20 40
2 kali 40 80
3 kali 60 120
4 kali 80 180
5 kali 100 200

3.2 Seleksi dan Fumigasi Telur Tetas

3.2.1 Alat

(1) Mesin Tetas, sebagai mesin yang akan difumigasi, digunakan untuk

penetasan telur.

(2) Cawan Petridish, sebagai wadah fumigan yang digunakan saat fumigasi
11

(3) Gelas Ukur, sebagai wadah untuk mengukur volume formalin yang

dibutuhkan

(4) Labu Erlenmeyer, sebagai wadah larutan formalin yang telah diukur

(5) Timbangan O’Haus, sebagai alat ukur untuk menimbang KMnO4 yang

diperlukan

(6) Alat Ukur (meteran), untuk mengukur panjang, lebar, dan tinggi mesin tetas

3.2.2 Bahan

(1) KMnO4, sebagai fumigan yang digunakan

(2) Formalin 40%, sebagai fumigan yang digunakan.

3.2.3 Prosedur Kerja

(1) Seleksi Telur Tetas


(a) Dilakukan pencucian pada telur-telur yang kotor menggunakan air hangat,

dilap dengan tissue.

(b) Setelah kering, telur dicandling untuk melihat keadaan kerabang, apakah

terdapat retak halus (hair check). Bila terdapat yang retak maupun yang

retak halus pada kerabang telur, telur dipisahkan dan jangan ditetaskan.
(c) Diberi tanda huruf A pada kulit telur bagian atas dan huruf B pada kulit telur

bagian bawah (rotasi 180o), serta diberi penomoran angka secara berurut

pada masing-masing telur yang akan ditetaskan.

(d) Ditimbang bobot telur tetas tersebut, dicatat beratnya sesuai dengan nomor

urut telur.

(e) Diukur panjang dan lebar atau diameter telur dengan menggunakan jangka

sorong untuk menentukan bentuk telur (shape index). Rumus shape index:
Lebar telur
SI = x 100
Panjang telur
12

Bila shape index kurang dari 69 bentuk telur lonjong, shape index antara 69

– 77 bentuk telur normal (ovoid) dan di atas 77 bentuk telur bulat. Setelah

dihitung, bentuk telur dicatat bentuk telur tersebut lonjong, normal, bulat.
Commented [r13]: Alat bahan prosedur fumigasi telur
(2) Fumigasi Telur Tetas ditiadakan karena tidak dilakukan

(a) Fumigasi telur tetas sebaiknya dilakukan pada lemari khusus.

(b) Diukur volume mesin tetas dengan alat ukur (meteran), yaitu panjang, lebar,

dan tinggi dari mesin tetas bagian dalam.

(c) Ditutup semua ventilasi atau lubang pada mesin tetas dengan menggunakan

kertas bekas atau kertas koran.

(d) Dihitung kebutuhan KMnO4 dan formalin 40% sesuai dengan volume mesin

tetas pada konsentrasi 1 – 2 kali selama 10 – 20 menit.


(e) Ditimbang KMnO4 dengan menggunakan neraca o’hauss sesuai dengan

perhitungan yang didapatkan, setelah itu ditempatkan KMnO4 pada cawan

petridish.

(f) Diukur volume formalin 40% dengan menggunakan gelas ukur sesuai

dengan perhitungan yang didapatkan, lalu dimasukkan cairan formalin 40%


pada labu erlenmeyer.

(g) Cawan petridish yang berisi KMnO4 ditempatkan pada tempat penyimpanan

telur tetas dengan mesin tetas, lalu dituangkan larutan formalin 40% yang

terdapat dalam labu erlenmeyer secara hati-hati ke cawan petridish.

(h) Pintu mesin tetas ditutup dengan segera, agar gas yang timbul tidak sampai

ke luar dari dalam mesin tetas.

(i) Cara perhitungan maupun tabel kebutuhan untuk KMnO4 dan formalin

sesuai dengan ketentuan pada mesin tetas.


13

3.3 Penetasan Telur Tetas

3.3.1 Alat

(1) Egg tray, sebagai wadah telur yang akan ditetaskan di dalam mesin tetas.

(2) Mesin tetas, digunakan untuk penetasan telur

(3) Timbangan o’hauss, digunakan untuk menimbang bobot telur tetas

(4) Candler, digunakan untuk candling guna mengetahui telur fertil atau tidak

3.3.2 Bahan

(1) Telur tetas unggas darat (ayam), sebagai telur yang akan ditetaskan.

3.3.3 Prosedur Kerja

(1) Setelah telur diseleksi dan difumigasi, telur disusun secara horizontal pada

rak telur mesin tetas.


(2) Rak telur dimasukkan dan pintu mesin tetas ditutup. Kondisi temperatur

diatur dalam mesin tetas antara 98 – 102oF, dengan cara sekrup diputar pada

bagian thermoregulator.

(3) Hari pertama sampai dengan hari ketiga telur tidak perlu diputar dan baru

diputar pada hari keempat. Pemutaran dilakukan pada hari keempat sampai
dengan berakhirnya periode setter, tepatnya hingga hari ke-18. Pemutaran

telur setiap harinya dilakukan dua kali, yaitu pukul 07.00 – 09.00 dan pukul

14.00 – 16.00.

(4) Dicatat setiap harinya pada lembaran yang telah disediakan, yaitu nama dan

NPM yang bertugas, tanda tangan, kelompok, suhu, dan kejadian yang

diluar dugaan (misal: mati listrik, telur ada yang pecah, dsb.).

(5) Bak air diperhatikan untuk kelembaban, jangan sampai kering. Bak air diisi

antara 1/2 sampai 3/4 bagian wadah (sebaiknya pertahankan air dalam wadah
3
/4 bagian).
14

(6) Apabila terjadi mati listrik, disiapkan penyalaan lampu tempel dan ditunggu

sampai suhu penetasan tercapai. Dicatat juga lamanya mati listrik tersebut.

(7) Dicatat kejadian-kejadian selama penetasan berlangsung dalam tabel

pengamatan penetasan telur pada kolom keterangan.

(8) Dihitung persentase fertilitas pada hari ketujuh dan persentase daya tetas.

(a) Diberi ulasan pada laporan akhir faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

fertilitas dan daya tetas.


15

IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 2 Hasil Pengamatan Fumigasi Mesin Tetas


Dosis Fumigasi Lama
Nomor Volume Kekuatan
Waktu
Mesin Ruangan Fumigasi KMnO4 Formalin
Fumigasi
Tetas (cm3) (kali) (g) 40% (mL)
(menit)
F 5-6 1,00719 3 2,13 4,27 30
Tabel 3 Hasil Pengamatan Seleksi Telur Tetas
No. Berat Panjang Diameter
Bentuk Kebersihan Keutuhan
Telur Telur (g) (cm) (cm)
Kotor,
terdapat
1 71 5,7 4,2 Normal Utuh
sedikit
feses.
2 77 6,1 4,1 Lonjong Bersih Utuh
Noda
sedikit dan
3 74 6,0 4,38 Normal Utuh
terdapat
bintik
4 81 6,1 4,44 Normal Keriput Utuh
Keriput +
5 83 5,9 4,33 Normal Utuh
ada bintik
6 77 5,54 4,2 Normal Keriput Utuh
Keriput +
7 67 5,9 4,5 Normal Sedikit Utuh
bintik
Bersih,
8 77 5,75 4,2 Normal sedikit Utuh
keriput
Bersih,
9 68 5,90 4,1 Normal sedikit Utuh
keriput
10 72 6,0 4,2 Normal Bersih Utuh Commented [r14]: Spasi dalam tabel 1, garis dalam tabel
yang horizontal juga dihapus,

Jarak antara judul tabel dengan baris sebelumnya 3 spasi.


Begitu pula antara batas akhir tabel dengan baris teks
berikutnya
16

Tabel 4 Hasil Pengamatan Penetasan Telur Tetas


Commented [r15]: Kalau ini bukan judul tabel tidak perlu
Jumlah telur yang ditetaskan: 10 butir dicantumkan
Nomor
Infertil Fertil Tidak Menetas Menetas
Telur
1  
2  
3  
4  
5  
6  
7  
8  
9  
10  
Jumlah 0 butir 10 butir 4 butir 6 butir

4.2 Pembahasan
4.2.1 Cara Kerja dan Fumigasi Mesin Tetas

Mesin tetas merupakan alat penggati induk ayam untuk membantu

penetasan telur tanpa kehadiran induk ayam. Cara kerja pada mesin tetas pada

umumnya meniru induk unggas pada waktu menggerami telur, mesin tetas yang
baik akan menciptakan kondisi sebagaimana kondisi alami pada induk unggas, hal

ini sesuai dengan pernyataan Sarwono (2004) yang menyatakan bahwa untuk

menciptakan kondisi ideal seperti pada penetasan alami, maka mesin tetas harus

memenuhi beberapa syarat antara lain suhu temperature ruang mesin tetas berkisar

antara 100 – 105oC atau 30,3 – 40,6oC, dan sirkulasi udara pada mesin tetas baik.

Sejalan dengan perkembangan embrio maka kebutuhan oksigen meningkat dan

terjadi peningkatan pembuangan CO2.

Fumigasi mesin tetas sangat diharuskan sebelum melakukan penetasan telur

menggunakan mesin tetas dal ini disebabkan fumigasi mesin tetas merupakan
17

langkah pertama dan paling penting pada proses penetasan telur, untuk mencegah

kontaminasi bakteri pada mesin tetas yang tidak difumigasi dan sangat berpengaruh

terhadap kualitas telur, hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (2005) yang

menyatakan bahwa, fumigasi mesin tetas merupakan salah satu persiapan yang

dilakukan sebelum memasuki prosses penetasan, dan ruangan harus dibersihkan

terlebih dahulu menggunakan desinfektan yang bertujuan mencegah kontaminasi

bakteri melalui mesin tetas.

Pada fumigasi ini menggunakan larutan KMNO4 dan formalin 40 % dan

dosis yang diberikan sesuai dengan besarnya volume pada mesin tetas, hal ini sesuai

dengan pendapat Frandson (2008) yang menyatakan bahwa fumgasi merupakan dua

bagian formalin dalam mililiter dicampur dengan Kristal KMNO4 dala gram. Pada
penetasan secara modern dosis fumigasi disesuaikan dengan besar kecilnya ruangan

atau tujuan. Menurut hasil pratikum kebutuhan KMNO4 dan formalin 40 % untuk

volume mesin tetas 0,100719 m3 adalah masing – masing , 2,13 g dan 4,27 ml

dengan konsentrasi 3 kali dengan perbandingan 1 : 2. Konsentrasi 3 kali merupakan

konsentrasi paling efektif dan efisien dalam mengurangi mikroorganisme phatogen


yang menempel pada mesin tetas. hal ini sesuai dengan pendapat Murtidjo (2005)

bahwa metode fumigasi dilakukan dengan campuran formalin dan KMNO4, setelah

penyimpanan KMNO4 dan formalin diamkan 30 menit.

4.2.2 Cara Seleksi Telur

Seleksi mesin tetas meruoakan pemilihan telur untuk menghasilkan daya

tetas yang tinggi, da nada beberapa hal yang diperhatikan dalam seleksi telur tetas

yaitu diantaranya bobot telur, bentuk telur, kebersihan kualitas telur, kualitas

interior dan warna kerabang, hal ini sesuai dengan pernyataan Yaman (2010) bahwa

hal yang paling utama yang harus diperhatikan untuk memilih telur yang baik untuk
18

ditetaskan diatanranya kualitas telur yang meliputi berat telur, tebal kerabang, serta

bentuk dan kondisi permukaanya.

Hasil pratikum menunjukan bahwa telur yang digunakan pada saat pratikum

sebanyak 10 butir dengan rata rata berat 75 gram untuk ukuran yang cukup besar

ini tidak akan sedikit menghambat pada penetasan, namun besar nya bobot telur

juga tidak selalu berpengaryh pada bobot tetas, hal yang paling terpenting pada

bobot telur terhadap penetsan adalah keseragaman. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Samosir (1983), bahwabobot telur sangat penting diperhatikan seperti

keseragaman bobot telur agar diperoleh daya tets yang tinggi dengan kualitas anak

ayam yang baik. Bobot badan yan terlalu besar atau kecil harus lebih diperhatikan

karena bobot telur yang tidak sesuai akan menghambat penetasan, seperti yang
disampaikan Kartasudjana dan Suprijatna (2008) bahwa bobot telur yang terlalu

besar dan terlalu kecil dalam kelompoknya daya tetasnya kurang baik.

Hasil pratikum menunjukan bhawa bentuk telur pada 10 butir telur yang

amati hampir semua bebrbentuk normal , hanya pada no telur no 2 berbentuk sedikit

lonjong, penyebab yang umun untuk bentuk telur yang berbeda-beda adalah faktor
genetis, hal ini sesua dengan pernyataan Suprijatna (2005) bahwa bentuk telur ini

secara umum adalah faktor genetis atau keturunan, setiap induk bertelur berurutan

yaitu bulat panjang dan lonjong. Bentuk telur mencerminkan perbandingan antara

putih telur dan kuning telur, dan juga berpengaruh terhadap daya tetas. Telur yang

memiliki bentuk yang terlalu bulat atau lonjong memiliki daya tetas yang rendah

dibandingkan dengan telur yang berbentuk oval atau normal.

Hasil pratikum menunjukan bahwa telur yang di seleksi kelompok 5, rata-

rata telur masih terdapat kotoran meskipun dalam jumlah yang sangat kecil seperti

bintik- bintik dan juga kerabang terdapat keriput, faktor – faktor ini salah satunya
19

dikarenakan penanganan telur saat di kandang atau setelah pasca panen yang kyrang

baik. Hal ini sangat mempengaruhi terdahadap daya tetas tetas pada telur jika

jumlah kotoran yang terdapat pada telur banyak maka telus yang akan menetas

kemungkinan rendah. PNS/BAFPS (2005) menyatakan bahwa telur tetas yang

bersih adalah telur yang terbebas dari bahan asing dan noda atau peruhan warna

yang terlihat dari permukaan kulit telur, telur dengan bintik kecil atau noda kadang

yang kurang dari 10 % masih dikatakan telur yang bersih. Kebersihan telur akan

erpengaruh terhadap daya tetas karena eksreta yang menempel mengandung

mikroorganisme yag dapat mengkontaminasi telur tetas dan embrio yang terdapat

didalamnya, maka dari itu itu mendapatkan hasil yang meksimal di sarankan untuk

memilih telur yang bersih.


4.2.3 Mekanisme Penetasan

Penetasan merupakan proses perkembanan berelur hingga menetas, pada

pratikum kali ini penetesan dilakukan dengan menggunakan mesin tetas dimana

penggunaan mesin tetas ini suhu yang di atur hampir meyerupai suhu pada induk

ayam, penggunaan mesin tetas juga di maksudkan untuk lebih efisien dan praktis
dalam penetasan dibanding melakukan penetasan alami, hal ini sesuai dengan

pendapat Sujionohadi dan Setiawan (2007) yang menyatakan bahwa penetasan

buatan lebih praktis dan efisien dibandingkan penetasan alami, penggunaan alat

tetas telur memiliki kelebihan yaitu dengan kapasitas yang lebih banyak sehingga

membantu peternak dalam menjaga kontiniuitas usahanya. Prinsip kerja alat tetas

yaitu mengkondisikan panas yang ditimbulkan oleh hasil eraman induk ayam

dengan alat pemanas buatan.

Hasil Pengamatan menunjukan baha telur yang fertile dan siap untuk

ditetaskan 10 butir dari 10 butir yang di seleksi. Telur yang pertile pada umumnya
20

telur yang siap dibuahi secara alami ataupun tidak untuk dapat menetas dan

menghasilkan DOC, hal ini sesai dengan pernyataan Suprijatna dkk (2005) yang

mengatakan, elur tetas merupakan telur fertil atau telur yang telah dibuahi baik

secara alami maupun buatan, dihasilkan dari peternakan ayam pembibit bukan

peternakan komersial.

Pada pratikum kali ini proses penetasan diawali dengan telur dimasukannya

pada mesin tetas sampai pada telur menetas dan menghasilkan DOC, peran mesin

tetas menggantikan induk untuk membantu proses penetasan telur, selama proses

peneteasan banyak hal yang harus diperhatikan diantaranya suhu, kelembaban dan

sirkulasi udara hal ini sesuai dengan pendapat Suprijatna dkk (2005), yang

menyatakan bahwa proses penetasan dimulai ketika telur tetas dimasukkan ke


mesin tetas sampai dengan telur menetas menghasilkan day old chick dan

dikeluarkan dari mesin tetas. Mesin tetas berperan mengganti induk unggas dalam

penetasan telur. Proses penetasan pada telur, penting menciptakan kondisi yang

ideal seperti penetasan alami, sehingga pada mesin tetas temperatur, kelembaban,

dan sirkulasi udara dalam ruang mesin tetas harus diperhatikan.


Secara umum proses penetasan telur dalam mesin tetas terbagi dalam dua

proses, yaitu dalam proses inkubasi/pengeramam (setting egg) dalam mesin setter

dan proses penetasan (hatching egg) pada mesin hatcher.Telur tetas yang

dimasukkan dalam mesin settermengalami proses inkubasi selama 18 hari. Mesin

hatcher merupakan mesin penetas. Telur tetas berada dalam ruang hatcher pada hari

19 sampai telur menetas. Pengecekan temperature dilakukan 3 kali sehari, hasil

menunjukan suhu pada mesin tetas masih dalam kisaran suhu normal yaitu pada

suhu 37,5 – 40 0C suhu pada mesin tetas harus selalu dalam pengawasan

dikeranakan jika temperature mesin tetas terlalu panas atau dingin akan
21

menyebabkan dampak buruk bagi calon DOC nya sendiri seperti kekerdilan dan

mortalitas yang tinggi, hal ini sesuai dengan pernyataan, Hartono dan Isman (2010)

bahwa Pengontrolan suhu yang kurang diperhatikan akan dapat menggagalkan

proses penetasan telur. Panas dalam ruangan mesin tetas harus selalu dipertahankan

sesuai dengan yang dibutuhkan. Temperatur yang terlalu tinggi pada mesin tetas

akan memberi dampak buruk bagi anak ayam yang dihasilkan, embrio di dalam

telur mengalami dehidrasi sehingga day old chick akan lemah yang dapat

menyebabkan kekerdilan dan mortalias yang tinggi.

Pada pratikum, temperatur pada mesin tetas pada hari 1 – 19 adalah 37,5 0C

dan pada hari ke 20 sampai 21 suhu di turunkan menjadi 360C , hal ini sesuai dengan

pendapat Murtidjo (2005) bahwa, Temperatur akan terus meningkat dan menurun
ketika telur akan menetas, temperatur yang ideal didalam mesin tetas pada hari ke

- 1 sampai hari ke - 19 adalah 37,5oC sampai 37,7oC dan pada hari ke -20 sampai

ke - 21 adalah 36,1oC– 37, 2oC, selain temperature kelembaban juga wajib

diperhatikan setiap harinya karena kelembaban yang tidak optimal menyebabkan

embrio yang terdapat didalam telur tidak dapat memecahkan kerabang yang terlalu
keras, hal ini sesuai dengan pernyataan Hartono dan Isman (2010) bahwa,

kelembaban yang terlalu tinggi dapat menyebabkan embrio tidak dapat bernafas

dan mengalami kematian, disebabkan masukknya air melalui pori-pori kerabang

sehingga terjadi penimbunan cairan didalam telur. Kelembaban ideal merupakan

kelembaban yang sangat diperlukan pada penetasan telur, supaya embrio bisa

berkembang dengan baik. Kelembaban yang ideal pada mesin tetas pada hari ke -

1 sampai ke-18 adalah 55-60% dan pada hari ke - 19 sampai ke - 21 adalah

dinaikkan menjadi 75%.


22

Pada pratikum ini juga yang dilakukan untuk mendapatkan telur yang

menetas adalah pemutaran telur dimana telur diputar 3 kali sehari selama 21 hari

agar menyeragaman suhu permukaan agar tidak terjadi kelainan pada DOC yang

akan ditetaskan, hal ini sesuai dengan pendapat Winarto (2008) Pemutaran telur

penting dilakukan agar setiap bagian telur dapat menerima panas secara merata.

Pemutaran telur memiliki arah yang berlawanan dengan posisi telur semula.

Pemutaran telur berfungsi menyeragamkan suhu permukaan telur dan mencegah

menempelnya embrio pada kerabang telur yang akan ditetaskan. Pada hari ketiga

telur dalam mesin tetas pada saat akan diputar telur dengan no 4 telah pecah hal ini

bisa akibat kelalaian pratikan saat penanganan telur tetas pada mesin tetas.

Hasil pratikum menunjukan telur yang menetas sebanyak 6, dan dari 10


telur yang ditetaskan 3 tidak menetas dan 1 pecah pada hari ketiga, tidak

menetasnya telur disebabkan beberapa faktor temperature yang yang tidak optimal

dan konsisten dikarenakan pada saat pratikan membuka mesin tetas untuk memutar

telur membutuhkan waktu yang lama untuk membuka ointu mesin tetas ini dapat

mepengaruhi suhu, suhu didalam akan semakin naik atau turun sesuai dengan suhu
yang ada diluar, dan juga bisa terjadi karena pada kealahan pratikan pada saat

perlakuan telur pada mesin tetas. akibatnya ketiga telur yangtidak menetas gagal

melakukan pipping ini disebabkan mortalitas middle yaitu kematian embrio pada

hari ke 11-18.

4.2.4 Fertilitas dan Daya Tetas

Pada praktikum kali ini jumlah telur yang fertil sebanyak sepuluh buah / 100

%. Hanya saja ada satu telur yang pecah dikarenakan kurangnya kehati-hatian

praktikan. Cara menghitung persentase fertilitas dengaan menggunakan rumus

jumlah telur yang fertil dibagi dengan jumlah telur yang ditetaskan lalu dikalikan
23

dengan 100 %. Persentase fertilitas sesuai dengan pernyataan menurut Tri Yuwanta

(2007), fertilitas adalah perbandingan antara telur yang fertil dengan telur yang

ditetaskan dan dinyatakan dalam persentase. Adapun selama proses penetasan ,

telur yang menetas adalah sebanyak enam telur. Sedangkan daya tetas adalah

jumlah telur yang menetas dari sekelompok telur fertil yang dinyatakan dalam

persen. Daya tetas menurut pernyataan Shanaway (1994), dipengaruhi beberapa

oleh beberapa faktor antara lain:

(1) Berat telur: berat telur yang terlalu besar maupun terlalu kecil dapat

menyebabkan menurunnya daya tetas. Berat telur yang ditetaskan harus

seragam dengan bangsa dan tipenya. Sebaiknya telur tidak teralu besar

maupun terlalu kecil.


(2) Penyimpanan telur: penyimpanan paling lama satu minggu. Penyimpanan

di atas empat hari menyebabkan daya tetas menurun sebesar 25 % setiap

hari. Untuk telur baru, penyimpanan pada temperatur 21-23 % menyebakan

physiological zero, artinya embrio dalam kondisi tidak mengalami

pertumbuhan. Temperatur optimum, untuk penyimpanan telur adalah


sebesar 16-18 oC dengan RH 75-80%.

(3) Temperatur: temperatur optimum pada permukaan atas telur 39-39,5o C.

Temperatur pada saat praktikum berbeda antara periode setter maupun

hatcher. Ketika periode setter temperatur lebih meningkat sedangkan hal ini

akan terjadi sebaliknya ketika periode hatcher.

(4) Kelembaban: kelembabann yang tepat membantu agar pertumbuhan embrio

sempurna dan normal. Kelembaban yang optimal adalah sebesar 65-70%.

Kelembaban pada fase hatcher jauh lebih tinggi daripada fase setter. Hal ini

dikarenakan pada saat praktikum penetasan, telur membutuhkan


24

kelembaban pada kondisi yang optimum sehingga dapat memudahkan

proses penetasan.

(5) Ventilasi: ventilasi berfungi untuk distribusi panas dan kelembaban

mengeluarkan CO2 dan suplai O2. Kelembaban minimal sebesar 18%.

(6) Posisi dan pemutaran telur: berfungsi untuk meratakan panas serta menjaga

agar embrio tidak menempel pada kerabang telur. Setiap pemutaran

germinal disc akan bersentuhan dengan nutrien yang segar. Tanpa

pemutaran kekurangan nutrien dan oksigen. Pemutaran juga berfungsi agar

embrio tidak hanya berkumpul pada satu tempat saja.

(7) Nutrisi induk: defisiensi pada induk dapat menyebabkan gangguan pada

pertumbuhan dan menyebabkan kematian embrio.


(8) Kesehatan induk: apabila induk tidak sehat maka dapat mengganggu

transfer nutrien ke dalam telur, sehingga embrio kekurangan nutrien. Akibat

selanjutnya dapat menurunkan daya tetas.

(9) Infeksi bakteri / virus: infeksi bakteri / virus pada telur dapat menyebabkan
Commented [r16]: (1)Berat telur
kematian embrio. Berat telur yang…. Hal ini dikarenakan…
(2)Penyimpanan telur
4.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan dan keberhasilan Lama penyimpanan…. Karena……..jika lebih dari itu
dapat menyebabkan….dsb
Penetasan

Pada saat praktikum hanya ada enam telur saja yang menetas hal ini

dikarenakan ada telur yang pecah satu buah dan tiga buah lainnya tidak menetas

karena faktor suhu yang tidak stabil, kelembaban yang kurang, posisi pemutaran

yang salah maupun kesalahan praktikan. Beberapa faktor yang sangat berpengaruh

dan harus menjadi fokus selama proses penetasan berlangung menurut pernyataan

Sudaryani (1994) adalah:


25

(1) Sumber panas, karena mesin tetas ini sumber panasnya dari energi listrik

dan sebagai media pengahantar panasnya menggunakan lampu pijar, maka

selama proses penetasan berlangsung lampu pijar harus diusahakan Tidak

terputus , kalau lampu pijar terputus harus segera diganti.

(2) Air berfungsi sebagai bahan untuk mempertahankan kelembaban di dalam

ruangan mesin tetas, oleh karena itu air di dalam mesin selama proses

berlangsung tidak boleh sampai kering.

(3) Suhu untuk Perkembangan Embrio: Pada dasarnya embrio akan

berkembang cepat bila berkembang pada suhu 90oF dan akan berhenti

berkembang pada suhu di bawah 80oF. Sejak telur tetas diletakkan di mesin

akan terus terjadi perkembangan embrio dan terus terjadi pembelahan sel.
Mulai hari pertama hingga hari ke sembilan belas diperlukan suhu 99-100oF,

sedangkan pada hari ke sembilan belas sampai menetas suhu yang umum

adalah 101-105oF.

(4) Ventilasi: perkembangan embrio tentunya membutuhkan oksigen. Oleh

karena itu penting untuk menjaga kebersihan kerabang dari kotoran agar
Commented [r17]: Daripada point kek gini mending kek :
pertukaran gas oksigen dan karbondioksida dapat berjalan dengan baik.
(1) sumber panas
Sumber panas merupakan faktor …..
karenaa….mengakibatkan..dsb
(2) Air
Air berfungsi…. Kelebaban ideal menurut… sehingga jika
kurang….
dsb
26

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

(1) Cara kerja pada mesin tetas pada umumnya meniru induk unggas pada

waktu menggerami telur. Fumigasi mesin tetas dilakukan dengan

menggunakan KMNO4 dan formalin 40 % untuk volume mesin tetas

0,100719 m3 adalah masing – masing, 2,13 g dan 4,27 ml dengan


konsentrasi 3 kali dengan perbandingan 1 : 2.

(2) Seleksi telur tetas dilakukan dengan memperhatikan bobot telur, bentuk

telur, kebersihan kualitas telur, kualitas interior dan warna kerabang.

(3) Mekanisme penetasan perlu memperhatikan temperatur dan kelembaban.

Temperatur yang ideal didalam mesin tetas pada hari ke - 1 sampai hari ke

- 19 adalah 37,5oC sampai 37,7oC dan pada hari ke -20 sampai ke - 21 adalah

36,1oC– 37, 2oC. Kelembaban yang ideal pada mesin tetas pada hari ke - 1

sampai ke-18 adalah 55-60% dan pada hari ke - 19 sampai ke - 21 adalah

dinaikkan menjadi 75%

(4) Fertilitas telur mencapai 100%, sedangkan daya tetas telur adalah sebesar

60%.

(5) Faktor yang mempengaruhi kegagalan diantaranya suhu yang tidak stabil,

kelembaban yang kurang, posisi pemutaran yang salah maupun kesalahan


praktikan.
27

5.2 Saran

Setelah menyusun laporan praktikum, kami ingin memberikan saran

sebagai berikut :

(1) Mesin tetas yang mau digunakan diharapkan yang masih bagus

(2) Dalam fumigasi diharapkan lebih hati-hati dan teliti

(3) Dalam seleksi telur tetas diharapkan bisa lebih jeli dan teliti
Commented [r18]: Saran TIDAK dipoint
(4) Dalam penetasan diharapkan selalu diputar setiap hari agar ada yang

menetas dan fertilitasnya tinggi.


28

DAFTAR PUSTAKA Commented [r19]: Tentukan dapusnya mau kota dulu


atau penerbit dulu

Cahyono. 2005. Pembibitan Itik. Penebar Swadaya. Cetakan Pertama. Jakarta.

Gillespie, R.J. 1992. Modern Livestock and Poultry Production 4th Ed. By Delmar
Publisher Inc.

Hartono, dan T. Isman. 2010. Kiat Sukses Menetaskan Telur Ayam. Agromedia
Pustaka. Jakarta.

Haqiqi, S.H. Winarto, Syah ,B., Harmen, 2008. Rancang Bangun Kendali Suhu dan
Kelembaban Udara dan Penetas Ayam Berbasis PLC, Jurnal , Jurusan
Teknologi Pertanian, Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung

Kartasudjana, R dan E. Suprijatna. 2010. Manajemen Ternak Unggas. Penebar


Swadaya, Jakarta.

Murtidjo, B.A. 2005. Penetasan Telur Itik dengan Sekam. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.

North, M.D, dan D.D. Bell, 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th
Edition. The Avi Publishing Co. Inc. Wesport, Conecticut.

PNS/BAFPS 35:2005. Philippine National Standard Eggg Terrace. Diakses 12


Oktober 2019

Samosir, D.J. 1983. Ilmu Ternak Unggas. Cetakan ke-1. Gramedia, Jakarta.

Sarwono, Bambang. 2004. Beternak Ayam Buras. Jakarta: Penebar Swadaya

Setiadi, Priyo. 2000. Pengaruh Indeks Bentuk Telur Terhadap Persentase Kematian
Embrio, Gagal Tetas Dan DOD Cacat Pada Telur Itik Tegal Yang
Diseleksi. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.

Shanaway, M.M. 1994. Quail Production Systems: A Review. Rome: Foodand


Agriculture Organization Of The United Nations.

Siregar, A .P., M.H. Togatorop dan Sumarni. 1975. Pengaruh Beberapa Tingkat
Konsentrasi Kalium Permanganat dan Formalin 40% untuk Penghapus
Hamakan Telur Tetas. Bulletin LPP.

Sudradjad. 1995. Beternak Ayam Cemani. Penebar Swadaya, Jakarta.


29

Sudaryani, T dan H. Santosa.1994. Pembibitan Ayam Ras. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Sujionohadi, K. & A. I. Setiawan. 2007. Ayam Kampung Petelur. Niaga Swadaya,


Jakarta. Latihan Pertanian, Ciawi, Bogor

Suprijatna, E., S. Kismiati, & N. R. Furi. 2005. Penampilan produksi dan kualitas
telur pada puyuh (coturnix-coturnix japonica) yang memperoleh ransum
protein rendah disuplementasi enzim komersial. J . Indonesia

Suprijatna, E. U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak


Unggas. Cetakan ke-2. Penebar Swadaya, Jak
___________________________________________. 2008. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Tri, Y. 2007. Beternak Ayam Buras. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah


Mada. Yogyakarta

Yaman, M. A. 2010. Ayam Kampung Unggul 6 Minggu Panen. Penebar


Swadaya, Depok, Jakarta.

Zakaria, M.A.S. 2010. Pengaruh Lama Penyimpanan Telur Ayam Buras Terhadap
Fertilitas, Daya Tetas Telur dan Berat Tetas. Jurnal Agrisistem.
30

LAMPIRAN

Dokumentasi Praktikum

Lampiran Perhitungan

(1) Perhitungan Fumigasi Mesin Tetas

(a) Panjang mesin tetas = 57 cm = 0,57 m

(b) Lebar mesin tetas = 57 cm = 0,57 m


(c) Tinggi mesin tetas = 31 cm = 0,31 m

(d) Volume mesin tetas = 0,57 x 0,57 x 0,31 = 0,100719 m3

(e) Kebutuhan KMnO4 = 2,13 g

(f) Kebutuhan formalin = 4,27 g

(2) Perhitungan Shape Index


4,2
(a) Telur 1 = x 100 = 73,68
5,7
4,1
(b) Telur 2 = x 100 = 67,20
6,1
4,38
(c) Telur 3 = x 100 = 73
6,0
4,44
(d) Telur 4 = x 100 = 72,7
6,1
4,33
(e) Telur 5 = x 100 = 73,38
5,9
4,2
(f) Telur 6 = x 100 = 75,80
5,54
4,5
(g) Telur 7 = 5,9 x 100 = 76,20
4,2
(h) Telur 8 = x 100 = 73
5,75
31

4,1
(i) Telur 9 = x 100 = 69,40
5,9
4,2
(j) Telur 10 = 6,0 x 100 = 70

(3) Perhitungan Fertilitas dan Daya Tetas

Jumlah telur yang fertil


Fertilitas = x 100%
Jumlah telur yang ditetaskan
10
= x 100 % = 100%
10
Jumlah telur yang menetas
Daya Tetas 1 = x 100%
Jumlah telur yang ditetaskan
6
= 𝑥 100 % = 60%
10

Jumlah telur yang menetas


Daya Tetas 2 = x 100%
Jumlah telur yang fertil
6
= 𝑥 100 % = 60%
10
32

Lampiran 3. Distribusi Pembagian Tugas


Nama NPM Pembagian Tugas
Dewi Sarah 200110170005 Pembahasan Cara kerja dan
Fumigasi Mesin Tetas, Cara
Seleksi Telur, Dan
Mekanisme Penetasan
Desti Nur Annisa 200110170022 Cover, Pendahuluan, Daftar
Isi
Reynaldi Ananda 200110170156 Kesimpulan, Lampiran dan
Brillian Editing
Anggita Rahmadini 200110170245 Pembahasan Fertilitas dan
Daya Tetas Dan Faktor
Kegagalan dan keberhasilan
penetasn
Agung Muhammad 200110170203 Tinjauan Pustaka
Firdaus
Avira Zahra N 200110170245 Alat Bahan Dan Prosedur

PENOMORAN HALAMAN PAKE FONT TNR 12

JANGAN LUPA DIPERBAIKI LAGI KESALAHANNYA. Tidak semua

kesalahan penulisan saya garis bahawi, jadi hal2 seperti typo, cetak miring

halaman,spasi, dsb. silahkan benarkan sendiri. Untuk dapus jangan lupa urutan
penulisan dan cetak miringnya.

Nilai yang didapatkan jika tidak diperbaiki

: 72 (belum dipadukan dengan daya tetas dan itu masih dibawah 65 ) perbaiki semua

ya biar nilai lapraknya maksimal~

Anda mungkin juga menyukai