Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik


Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokraris serta
bertanggung jawab.Untuk mengemban fungsi tersebut pemerintah menyelenggarakan suatu
sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sistem pendidikan Indonesia yang telah di bagun dari dulu sampai sekarang ini, teryata
masih belum mampu sepenuhnya menjawab kebutuhan dan tantangan global untuk masa
yang akan datang, Program pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan yang selama ini
menjadi fokus pembinaan masih menjadi masalah yang menonjol dalam dunia pendidikan di
Indonesia ini.
Sementara itu jumlah penduduk usia pendidikan dasar yang berada di luar dari sistem
pendidikan nasional ini masih sangatlah banyak jumlahnya, dunia pendidikan kita masih
berhadapan dengan berbagai masalah internal yang mendasar dan bersifat komplek, selain itu
pula bangsa Indonesia ini masih menghadapi sejumlah problematika yang sifatnya berantai
sejak jenjang pendidikan mendasar sampai pendidikan tinggi.

Kualitas pendidikan di Indonesia masih jauh yang di harapkan, oleh karena itu upaya
untuk membagun SDM yang berdaya saing tinggi, berwawasan iptek, serta bermoral dan
berbudaya bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, di butuhkanya partisipasi yang strategis
dari berbagai komponen yaitu : Pendidikan awal di keluarga , Kontrol efektif dari
masyarakat, dan pentingnya penerapan sistem pendidikan pendidikan yang khas dan
berkualitas oleh Negara.

1
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas adalah sebagai berikut:


1. Apa pengertian sistem?
2. Apa pengertian sistem pendidikan?
3. Apa itu sistem pendidikan nasional?
4. Apa dasar dan tujuan sistem pendidikan nasional?
5. Apa visi dan misi sistem pendidikan nasional?
6. Bagaimana sistem pendidikan nasional Indonesia?
7. Bagaimana pengembangan kebudayaan dan pendidikan nasional?

C. Tujuan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui pengertian sistem
2. Mengetahui pengertian sistem pendidikan
3. Mengetahui pengertian sistem pendidikan nasional
4. Mengetahui dasar dan tujuan sistem pendidikan nasional
5. Mengetahui visi dan misi pendidikan nasional
6. Mengetahui sistem pendidikan nasional di Indonesia
7. Mengetahui perkembangan kebudayaan dan pendidikan nasional

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem
Sistem adalah jumlah keseluruhan dari bagian-bagiannya yang saling
bekerja sama untuk mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan kebutuhan yang telah
ditentukan. Setiap sistem pasti mempunyai tujuan, dan semua kegiatan dari semua komponen
atau bagian bagiannya diarahkan dari tercapainya tujuan tersebut. Zahra Idris
mengemukakan, bahwa sistem adalah suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen
atau elemen-elemen atau unsur-unsur sebagai sumber-sumber yang mempunyai hubungan
fungsional yang teratur, tidak sekedar acak, yang saling membantu untuk mencapai suatu
hasil.
Menurut Departemen Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (1984-1985)
setiap sistem mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Tujuan
b. Fungsi-fungsi
c. Komponen-komponen
d. Interaksi atau saling berhubungan
e. Penggabungan yang menimbulkan jalinan perpaduan
f. Proses transformasi
g. Umpan balik untuk koreksi
h. Daerah batasan dan lingkungan

B. Pengertian Sistem Pendidikan


Sistem pendidikan adalah tujuan dan semua kegiatan dari semua komponen
atau bagian-bagiannya untuk tercapainya tujuan pendidikan.
Secara teoritis, suatu sistem pendidikan terdiri dari komponen-komponen
atau bagian-bagian yang menjadi inti dari proses pendidikan. Adapun komponen atau faktor
faktor tersebut terdiri dari:
1. Tujuan pendidikan
2. Peserta didik
3. Pendidik
4. Alat & fasilitas pendidikan
5. Lingkungan pendidikan
3
6. Metode pendidikan
7.Materi pendidikan

Komponen sistem pendidikan, berkaitan erat satu dan lainnya, dan


merupakan suatu kesatuan yang tak terpisahkan.

C. Apa itu Sistem Pendidikan Nasional


Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari semua
satuan dan aktivitas pendidikan yang berkaitan satu dengan yang lainnya untuk
mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional. Dalam hal ini, sistem pendidikan
nasional merupakan suatu suprasistem, yaitu suatu sistem yang besar dan kompleks, yang di
dalamnya tercakup beberapa bagian yang juga merupakan sistem-sistem.
Satuan-satuan dan kegiatan-kegiatan pendidikan yang ada juga merupakan
sistem-sistem pendidikan yang tersendiri, dan sistem-sistem pendidikan tersebut tergabung
secara terpadu dalam sistem pendidikan nasional, yang secara bersama-sama berusaha untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional.
Tujuan sistem pendidikan nasional, berfungsi memberikan arah pada semua
kegiatan pendidikan dalam satuan-satuan pendidikan yang ada. Tujuan pendidikan nasional
tersebut, merupakan tujuan umum yang hendak dicapai oleh semua satuan pendidikannya
meskipun setiap satuan pendidikan tersebut mempunyai tujuan-tujuan sendiri, namun tidak
terlepas dari tujuan pendidikan nasional.
Dalam sistem pendidikan nasional, peserta didiknya adalah semua warga
negara. Artinya, semua satuan pendidikan yang ada harus memberikan kesempatan menjadi
peserta didiknya kepada semua warga negara yang memenuhi persyaratan tertentu dengan
kekhususannya, tanpa membedakan status sosial, ekonomi, agama, suku bangsa, dan
sebagainya. Hal ini sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 ayat (1) berbunyi:
“Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.”
Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 5 ayat (1) setiap warga negara mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu; dan ayat (5) setiap warga negara berhak
mendapatkan kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat.
Dengan ketentuan dan sampai batas umur tertentu, dalam setiap sistem
pendidikan nasional biasanya ada kewajiban belajar. Hal ini berarti bahwa secara formal,
setiap warga negara harus menjadi peserta didik, Paling tidak biasanya pada jenjang

4
pendidikan tingkat dasar. Lamanya kewajiban menjadi peserta didik secara formal ini
bervariasi antara sistem pendidikan nasioanl bangsa yang satu dengan yang lainnya.
Umumnya, bangsa-bangsa yang telah maju memberi kewajiban kepada
warga negaranya lebih lama dibandingkan bangsa-bangsa yang sedang berkembang. Pendidik
yang secara formal bertanggungjawab dalam sistem pendidikan nasional adalah guru yang
telah diantarkan lewat pendidikan professional. Pendidikan professional keguruan ini, pada
umumnya meliputi dua aspek utama, yaitu penguasaan pengetahuan/ilmu yang akan
diajarkan, dan pengetahuan serta keterampilan mengajarkannya. Jangka waktu pendidikan
professional keguruan ini sangat bervariasi. Dulu misalnya untuk guru SD/MI ada
SPG,PGA,KPG dan sejenisnya, yang lama pendidikannya tiga tahun setelah SLTP, namun
sekarang harus setingkat perguruan tinggi(minimal berpendidikan diploma
2/diploma30PGSD).
Oleh karena itu, dengan alasan untuk meningkatkan kualitas sekarang bagi
guru-guru yang cuma berpendidikan setingkat SLTA diwajibkan untuk mengikuti
perkuliahan Tutorial program penyetaraan diploma 2 yang diselenggarakan baik oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan maupun Departemen Agama.
Berkenaan dengan pendidikan guru ini, dikenal dua istilah, yaitu Teacher
Training(latihan guru) seperti KPG dan PGSD, dan Education for Teachers(pendidikan guru).
Latihan guru, persiapan untuk suatu kejuruan(persiapan untuk menjadi guru),sedangkan
pendidikan guru berarti persiapan menuju keahlian/sebagai guru professional. Didalam UUD
No. 2 Tahun 1989 maupun UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
kedudukan guru dan tenaga kependidikan diatur sedemikian rupa. Menurut UU No. 2 /89:
1. Pasal 27
(1) Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar,
melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan memberikan pelayanan teknis dalam
bidang pendidikan.
(2) Tenaga kependidikan, meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan
pendidikan,penilikh, pengawas, peneliti dan pengembang dibidang pendidikan, pustakawan,
laboran dan teknisi sumber belajar.
(3) Tenaga pengajar merupakan tenaga pendidik yang khsus diangkat
dengan tugas utama mengajar, yang pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disebut
guru dan pada jenjang pendidikan tinggi disebut dosen.
2. Pasal 28

5
(1) Penyelenggaraan kegiatan pendidikan pada suatu jenis dan jenjang
pendidikan hanya dapat dilakukan oleh tenaga pendidik yang mempunyai wewenang
mengajar.
(2) Untuk dapat diangkat sebagai tenaga pengajar, tenaga pendidik yang
bersangkutan harus beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berwawasan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 serta memiliki kualifikasi sebagai tenaga
pengajar.
(3) Pengadaan guru pada jenjang pendidikan dasar dan menengah pada
dasarnya diselenggarakan melalui lembaga pendidikan tenaga keguruan.
Didalam sistem pendidikan nasional suatu bangsa, seluruh wilayah, budaya
dan masyarakat, bangsa dan negara merupakan lingkungan dari sistem pendidikan nasional
yang bersangkutan. Pengertian tentang lingkungan pendidikan sangat luas, meliputi
lingkungan fisik, lingkungan kebudayaan, dan lingkungan sosial.
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan
pancasila dibidang pendidikan, maka pendidikan nasional mengusahakan :
1. pembentukan manusia pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya
dan dapat berdiri sendiri ;
2. pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang
berwujud dalam ketahanaan nasional yang tangguh dan mengandung makna terwujudnya
kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham, dan ideology yang bertentangan dengan
pancasila.
Melalui landasan pemikiran tersebut, pendidikan nasional disusun sebagai
usaha sadar untuk memungkinkan bangsa Indonesia mempertahankan kelangsungan
hidupnya dan mengembangkan dirinya secara terus menerus dari satu generasi ke generasi
berikutnya.

D. Dasar dan Tujuan Pendidikan Nasional


Persoalan dasar dan tujuan pendidikan merupakan masalah yang fundamental dalam
pelaksanaan pendidikan, oleh karena dari dasar pendidikan itu akan menentukan corak dan isi
pendidikan, dan dari tujuan pendidikan akan menentukan kearah mana anak dididik dibawa.

Pada pasal 1ayat (2) UU No. 2 Tahun 1989, ditegaskan bahwa : pendididkan nasional
adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia, maka pendidikan

6
nasional pada hakikatnya merupakan kelanjutan dari sistem pendidikan yang telah ada
sebelumnya, yang merupakan warisan budaya bangsa secara turun-temurun.

Adapun tentang fungsi dari pendidikan nasional, sebagaimana ditegaskan pada pasal
3, yaitu : untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan
martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional. Tujuan
nasional negara kita jelas termaktub dalam alinea 4 pembukaan UUD 1945, yaitu :

1. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.


2. memajukan kesejahteraan umum.
3. mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Menurut Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1993 tentang GBHN tujuan pendidikan
nasional dipaparkan lebih luas lagi yakni:
Pendidikan nsional bertujuan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia
beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, betbudi pekerti luhur,
berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja
professional serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional juga harus menumbuhkan
jiwa patriotik dan mempertebal rasa cinta tanah air meningkatkan semangat kebangsaan dan
kesetiakawanan sosial serta kesadaran pada sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para
pahlawan, serta berorientasi masa depan.

E. Visi dan Misi Pendidikan Nasional


Dalam pembaruan sistem pendidikan nasional telah ditetapkan visi, misi, dan strategi
pembangunan pendidikan nasional. Visi pendidikan nasional adalah:
Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa
untuk memberdayakan warga negara Indonesia, berkembang menjadi manusia yang
berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah.
Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional memiliki misi sebagai berikut:
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang
bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia.
2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia
dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar.

7
3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan
pembentukan kepribadian yang bermoral.
4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat
pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan
standar nasional dan global.
5. Memberdayakan peran serta masyaralat dalam penyelenggaraaan pendidikan berdasarkan
prinsip otonomi dalam konteks negara kesatuan republik Indonesia.
Atas visi dan misi pendidikan nasional tersebut, pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan bentuk watak serta peradaban bangsayang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangya potensi anak
didik/peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

F. Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia

Pertama, pengelolaan, peran pemerintah dan masyarakat dalam sistem


pendidikan dikelola secara desantralistik atau otonom merupakan salah satu
tuntutan di era reformasi. Disentralisasi pendidikan berhadapan dengan
masalah yang sangat mendasar yaitu pendidikan adalah milik rakyat dan
untuk rakyat (Tilaar, 2003: 26).
Gagasan desentralisasi pendidikan bukanlah dekonstruksi kekuasaan
semata dari pemerintah pusat kepada daerah otonom. Itu berarti, pendidikan
merupakan proses pengembangan social capital dan intellectual capacity dari
suatu bangsa. Bahkan lebih jauh, pendidikan merupakan hak serta milik rakyat
yang dilahirkan dan dikembangkan di dalam masyarakat yang kongkrit. Oleh
karena itu, penyelenggaraan pendidikan juga seharusnya mengikut sertakan
masyarakat. Alasannya, masyarakat adalah stakeholder yang pertama dan
utama dari proses pendidikan. Hal ini berarti proses pendidikan, tujuan
pendidikan, dan sarana pendidikan, termasuk pula mutu pendidikan adalah
merupakan bagian dari tanggung jawab masyarakat.
Di samping itu, pelaksanaan pendidikan hendaknya dilangsungkan
secara demokratis dimana setiap warga negara memperoleh kesempatan
yang sama untuk belajar dan menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan
8
( UU SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003). Pada dasarnya pendidikan adalah proses
pemanusiaan. Dalam prosesnya, pemanusiaan dalam pendidikan tidak datang
dengan sendirinya tetapi datang dari masyarakat. Hal ini merupakan ciri dari
sistem demokrasi pendidikan yang diharapkan. Semua keputusan ada pada
anggota masyarakat yang terlibat dalam pendidikan baik secara individu
maupun sosial. Tuntutan pendidikan demikian dalam era modern adalah
penyelenggaraan satuan pendididkan yang demokratis dan otonom yang
memenuhi prinsip-prinsip school based management atau pengelolaan
sekolah berbasis masyarakat yang mengusung budaya yang melingkari sekolah itu, namun
tetap dalam nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan
(Mastuhu, 2003: 37).
Kedua, kurikulum atau materi ajar. Materi ajar yang diharapkan adalah
yang dapat memenuhi sifat-sifat integrality, holistic, wholistic, continuity dan
consistency serta dapat memenuhi kebutuhan peserta didik, pasar, dan
pengembangan IPTEK. Karakteristik itu dapat diketahui karena terjadi
kemanunggalan yang fungsional dalam bidang studi bukan secara dikotomi,
dimana ada pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama misalnya.
Karena itu seyogyanya materi ajar untuk ilmu-ilmu umum bersumber dari nilainilai agama,
dan berkembang melalui metodologi pembelajaran yang tepat.
Ketiga, pendekatan dan metodologi pembelajaran. Pendekatan dan
metodologi pembelajaran menempatkan guru sebagai motivator, fasilitator,
dan dinamisator murid dalam mencari dan menemukan ilmu. Murid sendiri
yang mencari ilmu dan memutuskannya.
Keempat, sumber daya manusia dalam pendidikan yang meliputi guru,
karyawan, dan siswa. Sebagai guru dan karyawan (disebut juga tenaga
kependidikan) hendaknya profesional agar mampu mengembangkan
kreativitas, inovasi dan dedikasi baik sebagai pendidik ataupun tenaga
kependidikan. Di samping itu guru dapat mengembangkan metodologi belajar
dan bukan hanya produk belajar.
Siswa atau anak adalah titipan Tuhan. Guru mengemban amanat Tuhan
untuk mendidik dan mengajar mereka sesuai dengan minnat, potensi,
bakatnya yang tetap pada koridor kepentingan bangsa dan Negara.
Keberhasilan anak belajar tergantung mereka sendiri, bukan semata-mata
guru.
9
Dengan adanya guru dan tenaga kependidikan professional dalam
system pendidikan diharapkan akan mampu mengembangkan kualitas
pendidikan yang mampu berasaing dengan Negara lain dalam percaturan
pendidikan serta mampu memenuhi tuntutan zaman yang selalu berubah.
Kelima, dana dan Lingkungan Sekolah. Dana yang diperlukan hendaknya
mencukupi atau memadai kebutuhan pendidkan yang diperlukan, dan dalam
pennggunaannya jelas atau transparan, sehingga akan efektif dan efisien.
Apalagi adanya system otonomi daerah hendaknya dana digunakan denga
sebaik-baiknya, dimana dalam pengelolaannya secara otonom hanya berlaku
dalam hal memperoleh, mengelola, dan mengembangkan serta menjalin
kerjasama dengan berbagai agencies baik dalam negeri dan luar negeri
sesuai dengan perundang-undangan yang ada tetapi dalam membelanjakan
dan untuk membiayai program-program pendidikan unit kerja dana harus
selalu in one yaitu bersama-sama dalam system kebijaksanaan sekolah atau
perguruan dalam mensukseskan visi, misi, tujuan, orientasi dan strategi Pertama,
pengelolaan, peran pemerintah dan masyarakat dalam sistem
pendidikan dikelola secara desantralistik atau otonom merupakan salah satu
tuntutan di era reformasi. Disentralisasi pendidikan berhadapan dengan
masalah yang sangat mendasar yaitu pendidikan adalah milik rakyat dan
untuk rakyat (Tilaar, 2003: 26).
Gagasan desentralisasi pendidikan bukanlah dekonstruksi kekuasaan
semata dari pemerintah pusat kepada daerah otonom. Itu berarti, pendidikan
merupakan proses pengembangan social capital dan intellectual capacity dari
suatu bangsa. Bahkan lebih jauh, pendidikan merupakan hak serta milik rakyat
yang dilahirkan dan dikembangkan di dalam masyarakat yang kongkrit. Oleh
karena itu, penyelenggaraan pendidikan juga seharusnya mengikut sertakan
masyarakat. Alasannya, masyarakat adalah stakeholder yang pertama dan
utama dari proses pendidikan. Hal ini berarti proses pendidikan, tujuan
pendidikan, dan sarana pendidikan, termasuk pula mutu pendidikan adalah
merupakan bagian dari tanggung jawab masyarakat.
Di samping itu, pelaksanaan pendidikan hendaknya dilangsungkan
secara demokratis dimana setiap warga negara memperoleh kesempatan
yang sama untuk belajar dan menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan (UU
SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003). Pada dasarnya pendidikan adalah proses
10
pemanusiaan. Dalam prosesnya, pemanusiaan dalam pendidikan tidak datang
dengan sendirinya tetapi datang dari masyarakat. Hal ini merupakan ciri dari
sistem demokrasi pendidikan yang diharapkan. Semua keputusan ada pada
anggota masyarakat yang terlibat dalam pendidikan baik secara individu
maupun sosial. Tuntutan pendidikan demikian dalam era modern adalah
penyelenggaraan satuan pendididkan yang demokratis dan otonom yang
memenuhi prinsip-prinsip school based management atau pengelolaan
sekolah berbasis masyarakat yang mengusung budaya yang melingkari sekolah itu, namun
tetap dalam nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan
(Mastuhu, 2003: 37).
Kedua, kurikulum atau materi ajar. Materi ajar yang diharapkan adalah
yang dapat memenuhi sifat-sifat integrality, holistic, wholistic, continuity dan
consistency serta dapat memenuhi kebutuhan peserta didik, pasar, dan
pengembangan IPTEK. Karakteristik itu dapat diketahui karena terjadi
kemanunggalan yang fungsional dalam bidang studi bukan secara dikotomi,
dimana ada pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama misalnya.
Karena itu seyogyanya materi ajar untuk ilmu-ilmu umum bersumber dari nilainilai agama,
dan berkembang melalui metodologi pembelajaran yang tepat.
Ketiga, pendekatan dan metodologi pembelajaran. Pendekatan dan
metodologi pembelajaran menempatkan guru sebagai motivator, fasilitator,
dan dinamisator murid dalam mencari dan menemukan ilmu. Murid sendiri
yang mencari ilmu dan memutuskannya.
Keempat, sumber daya manusia dalam pendidikan yang meliputi guru,
karyawan, dan siswa. Sebagai guru dan karyawan (disebut juga tenaga
kependidikan) hendaknya profesional agar mampu mengembangkan
kreativitas, inovasi dan dedikasi baik sebagai pendidik ataupun tenaga
kependidikan. Di samping itu guru dapat mengembangkan metodologi belajar
dan bukan hanya produk belajar.
Siswa atau anak adalah titipan Tuhan. Guru mengemban amanat Tuhan
untuk mendidik dan mengajar mereka sesuai dengan minnat, potensi,
bakatnya yang tetap pada koridor kepentingan bangsa dan Negara.
Keberhasilan anak belajar tergantung mereka sendiri, bukan semata-mata
guru.
Dengan adanya guru dan tenaga kependidikan professional dalam
11
system pendidikan diharapkan akan mampu mengembangkan kualitas
pendidikan yang mampu berasaing dengan Negara lain dalam percaturan
pendidikan serta mampu memenuhi tuntutan zaman yang selalu berubah.
Kelima, dana dan Lingkungan Sekolah. Dana yang diperlukan hendaknya
mencukupi atau memadai kebutuhan pendidkan yang diperlukan, dan dalam
pennggunaannya jelas atau transparan, sehingga akan efektif dan efisien.
Apalagi adanya system otonomi daerah hendaknya dana digunakan denga
sebaik-baiknya, dimana dalam pengelolaannya secara otonom hanya berlaku
dalam hal memperoleh, mengelola, dan mengembangkan serta menjalin
kerjasama dengan berbagai agencies baik dalam negeri dan luar negeri
sesuai dengan perundang-undangan yang ada tetapi dalam membelanjakan
dan untuk membiayai program-program pendidikan unit kerja dana harus
selalu in one yaitu bersama-sama dalam system kebijaksanaan sekolah atau
perguruan dalam mensukseskan visi, misi, tujuan, orientasi dan strategi Pertama,
pengelolaan, peran pemerintah dan masyarakat dalam sistem
pendidikan dikelola secara desantralistik atau otonom merupakan salah satu
tuntutan di era reformasi. Disentralisasi pendidikan berhadapan dengan
masalah yang sangat mendasar yaitu pendidikan adalah milik rakyat dan
untuk rakyat (Tilaar, 2003: 26).
Gagasan desentralisasi pendidikan bukanlah dekonstruksi kekuasaan
semata dari pemerintah pusat kepada daerah otonom. Itu berarti, pendidikan
merupakan proses pengembangan social capital dan intellectual capacity dari
suatu bangsa. Bahkan lebih jauh, pendidikan merupakan hak serta milik rakyat
yang dilahirkan dan dikembangkan di dalam masyarakat yang kongkrit. Oleh
karena itu, penyelenggaraan pendidikan juga seharusnya mengikut sertakan
masyarakat. Alasannya, masyarakat adalah stakeholder yang pertama dan
utama dari proses pendidikan. Hal ini berarti proses pendidikan, tujuan
pendidikan, dan sarana pendidikan, termasuk pula mutu pendidikan adalah
merupakan bagian dari tanggung jawab masyarakat.
Di samping itu, pelaksanaan pendidikan hendaknya dilangsungkan
secara demokratis dimana setiap warga negara memperoleh kesempatan
yang sama untuk belajar dan menyelenggarakan usaha-usaha pendidikan (UU
SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003). Pada dasarnya pendidikan adalah proses
pemanusiaan. Dalam prosesnya, pemanusiaan dalam pendidikan tidak datang
12
dengan sendirinya tetapi datang dari masyarakat. Hal ini merupakan ciri dari
sistem demokrasi pendidikan yang diharapkan. Semua keputusan ada pada
anggota masyarakat yang terlibat dalam pendidikan baik secara individu
maupun sosial. Tuntutan pendidikan demikian dalam era modern adalah
penyelenggaraan satuan pendididkan yang demokratis dan otonom yang
memenuhi prinsip-prinsip school based management atau pengelolaan
sekolah berbasis masyarakat yang mengusung budaya yang melingkari sekolah itu, namun
tetap dalam nilai-nilai kebangsaan dan kenegaraan
(Mastuhu, 2003: 37).
Kedua, kurikulum atau materi ajar. Materi ajar yang diharapkan adalah
yang dapat memenuhi sifat-sifat integrality, holistic, wholistic, continuity dan
consistency serta dapat memenuhi kebutuhan peserta didik, pasar, dan
pengembangan IPTEK. Karakteristik itu dapat diketahui karena terjadi
kemanunggalan yang fungsional dalam bidang studi bukan secara dikotomi,
dimana ada pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama misalnya.
Karena itu seyogyanya materi ajar untuk ilmu-ilmu umum bersumber dari nilainilai agama,
dan berkembang melalui metodologi pembelajaran yang tepat.
Ketiga, pendekatan dan metodologi pembelajaran. Pendekatan dan
metodologi pembelajaran menempatkan guru sebagai motivator, fasilitator,
dan dinamisator murid dalam mencari dan menemukan ilmu. Murid sendiri
yang mencari ilmu dan memutuskannya.
Keempat, sumber daya manusia dalam pendidikan yang meliputi guru,
karyawan, dan siswa. Sebagai guru dan karyawan (disebut juga tenaga
kependidikan) hendaknya profesional agar mampu mengembangkan
kreativitas, inovasi dan dedikasi baik sebagai pendidik ataupun tenaga
kependidikan. Di samping itu guru dapat mengembangkan metodologi belajar
dan bukan hanya produk belajar.
Siswa atau anak adalah titipan Tuhan. Guru mengemban amanat Tuhan
untuk mendidik dan mengajar mereka sesuai dengan minnat, potensi,
bakatnya yang tetap pada koridor kepentingan bangsa dan Negara.
Keberhasilan anak belajar tergantung mereka sendiri, bukan semata-mata
guru.
Dengan adanya guru dan tenaga kependidikan professional dalam
system pendidikan diharapkan akan mampu mengembangkan kualitas
13
pendidikan yang mampu berasaing dengan Negara lain dalam percaturan
pendidikan serta mampu memenuhi tuntutan zaman yang selalu berubah.
Kelima, dana dan Lingkungan Sekolah. Dana yang diperlukan hendaknya
mencukupi atau memadai kebutuhan pendidkan yang diperlukan, dan dalam
pennggunaannya jelas atau transparan, sehingga akan efektif dan efisien.
Apalagi adanya system otonomi daerah hendaknya dana digunakan dengan
sebaik-baiknya, dimana dalam pengelolaannya secara otonom hanya berlaku
dalam hal memperoleh, mengelola, dan mengembangkan serta menjalin
kerjasama dengan berbagai agencies baik dalam negeri dan luar negeri
sesuai dengan perundang-undangan yang ada tetapi dalam membelanjakan
dan untuk membiayai program-program pendidikan unit kerja dana harus
selalu in one yaitu bersama-sama dalam system kebijaksanaan sekolah atau
perguruan dalam mensukseskan visi, misi, tujuan, orientasi dan strategi sekolah dalam
mencapai tujuan. Selanjutnya pemakaian dana pendidikan
harus tegas, jelas, dan prodktf, tidak boleh digunakan untuk kepentingan lain
apapun alasannya selain untuk program-program pendidikan bermutu.
Kemudian untuk lingkungan kampus diupayakan yang kondusif dan
mendorong kegairaham belajar-mengajar atau interaksi akademik. Bangnan-bangunan dan
local belajar harus didesain sedemikian rupa sehingga
menciptakan suasana yang nyaman, enak dan menyenangkan dalam kerja
akademik. Begitu juga hendaknya fasilitas harus tersedia atau mencukupi
seperti perpustakaan, ruang diskusi, seminar dan sebagainya.
Keenam, evaluasi diri dan akreditasi. Akreditasi hendaknya dapat
dilakukan oleh banyak lembaga secara independen atau otonom, baik oleh
pemerintah maupun ikatan profesi, atau asosiasi ahli menurut bidang-bidang
keahlian. Komponen akreditasi meliputi seluruh syarat-syarat pendidikan
bermutu, kecuali evaluasi diri kita sendiri, dengan arah penilaian dan penetaan
standar yang berbeda yaitu patokan benchmarking terus berubah dan
berkembang sesuai dengan tuntutan mutu yang terus berkembang dan asumsi
atau teori pendidikan yang digunakan. Akreditasi yang dilakukan dengan
menggunakan teori pendidikan yang demokratis dan otonom, lengkap dengan
system kompetisi akademik, maka nilai tinggi akreditasi akan diperoleh
sekolah atau perguruan tinggi yang demokratis sesuai dengan standar mutu
yang diakui oleh dunia kerja dan perkembangan IPTEK, dan bukan karena
14
sesuai-tidaknya dengan aturan pemerintah yang menjadi focus utamanya,
adalah mutu reputasi akademiknya.

Bab III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian tentang sistem pendidikan di Indonesia dapat disimpulkan bahwa
sistem pendidikan di Indonesia dewasa ini tampak ada kesenjangan antara kenginan
dan realita. Secara makro dapat dilihat dalam aspek pengelolaan, peran pemerintah
dan masyarakat, kurikulum atau materi ajar, pendekatan dan metodologi
pembelajaran, sumber daya msanusia, lingkungan kampus atau sekolah, dana, dan
akreditasi. Kesenjangan dalam sistem pendidikan tersebut disebabkan karena faktor
politik, ekonomi, sosial-budaya dan sebagainya yang selalu berubah sesuai dengan
perubahan dan perkembangan zaman demi sistem pendidikan nasional Indonesia yang
lebih baik lagi.

15
DAFTAR PUSTAKA
Idi, Abdullah, Safarina..2011. Sosiologi pendidikan.Jakarta: Penerbit Rajawali Pers.

Hasbullah.1999. Dasar-dasar ilmu pendidikan. Jakarta:Jakarta Pers.

Hasbullah.2012. Dasar-dasar ilmu pendidikan[Edisi Revisi 2010]. Jakarta: Penerbit Jakarta


Pers.

Munifah. 2015.Sistem pendidikan di Indonesia:Jurnal Alauddin Makasar 2(2);242-244.

Mudyharjo, Redja. Pengantar pemdidikan sebuah studi awaltentang dasar-dasar pendidikan


pada umumnya dan pada pendidikan di indonesia. Jakarta: Penerbit Rajawali Pers.

Hasbullah. 2012. Dasar-dasar Ilmu pendidikaan Edisi 10. Jakarta ; Rajawali Pers.

16
17

Anda mungkin juga menyukai