MANAJEMEN BENCANA
Oleh
Dosen Pengampu :
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun persembahkan kepada Yang Maha Esa pencipta alam semesta atas
nikmat yang diberikan khususnya nikmat kesehatan, sehingga penyusun lancar dalam
menyelesaikan makalah yang berjudul “Penilaian Risiko Bencana”.
Makalah ini dibuat dalam rangka proses pembelajaran sekaligus untuk memenuhi tugas mata
kuliah Manajemen Bencana.
Dalam proses pembuatan makalah ini penyusun mendapatkan bimbingan dari dosen
pengampu mata kuliah Manajemen Bencana, Ibu Rina Aprianti SKM, MPH untuk penyusun
mengucapkan terima kasih.
Semoga makalah ini dapat dijadikan salah satu sumber informasi tentang mengenal
Manajemen Bencana.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………….………….... 1
KATA PENGANTAR………………………………………...2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………...…... 4
B. Rumusan Masalah…………………………………...….. 5
C. Tujuan………………………………………………....... 5
BAB II PEMBAHASAN
Kesimpulan ……………………………………..……... 25
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diuraikan tujuan penulisan dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
B. METODE PENILAIAN
Metode penilaian ancaman dan kerentanan dana kepastian dilakukan dengan
pendekatan tertentu dan mempertimbangkan aspek-aspek tertentu pula. Beberapa
pendekatan dapat dilakukan dengan melakukan penelitian amatan, uji petik,
pengumpulan informasi, dan pemanfaatan berbagai data tentang ancaman,
karakteristik bahaya, ketidakberdayaan suatu individu atau masyarakat dari aspek
fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dalam perkembangannya, metode analisis
risiko bencana saat ini berkembang seiring dengan perkembangan bencana dan
kemajuan ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK). Berikut beberapa teknik
pengukuran yang dapat digunakan untuk menilai risiko bencana di suatu wilayah
tertentu dan jenis bencana tertentu.
a. Jumlah korban
b. Kerugian harta benda
c. Kerusakan prasarana dan sarana
d. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana
e. Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan
Tabel dibawah ini untuk mengukur atau menunjukkan tingkat probabilitas dan
besaran dampak suatu ancaman bahaya yang sering digunakan sebagai salah sau
metode penilaian.
1 2 3 4 5
Tanah longsor 5
Probabilitas
Banjir 4
Kekeringan 3
Putih beliung 2
Gempa bumi 1
dan tsunami
Dampak
Ilustrasi Penilaian Ancaman Bencana
b. Penilaian kerentanan
Analis kerentanan memberikan dasar untuk menyusun program intervensi,
pemantauan, dan evaluasi kemajuan program pengurangan risiko bencana (Twigg
dkk., 2007). Badan dunia seperti UN juga menegaskan pentingnya faktor kerentanan
sebagai instrumen dan pedoman untuk memonitor dan menyusun laporan Penilaian
Global PRB (UNISDR, 2010).
Peningkatan ancaman bencana dan upaya PRB telah menumbuhkan berbagai
studi dan penelitian terkait konsep kerentanan. Pada tahun akhir 1970-an, paradigma
PRB mulai bergeser dari paradigma teknis struktural menjadi kerentanan. UNISDR
(2004) mendifinisikan kerentanan sebagai suatu keadaan yang diakibatkan oleh
faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dapat
meningkatkan keterpurukan suatu masyarakat yang terkena bencana.Liberatur becana
menunjukkan banyak paradigma atau kerangka pendekatan tentang kerentanan.
Birkmann (2006) menyebutkan beberapa konsep kerentanan seperti the double
Perspektif Teori Hak
Ekologi (Entitlement)
keman
usiaan EXPOSURE
COPING
A. Penilaian kapasitas
Konsep penilaian kapasitas dalam diskusi manajemen bencana jarang dibahas
secara khusus, mengingat konsep kapasitas sering diidentikkan sebagai lawan
kerentanan.Kalau kerentanan adalah pendulum ketidakberdayaan, sedangkan
kapasitas adalah pendulum keberdayaan yang dialami oleh individu dan komunitas
baik dari aspek fisik sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya. Namun demikian,
pembeda antara kerentanan dan kapasitas dapat dijelaskan sebagaimana konsep risiko
dan hazard yang dirumuskan oleh Bollin dan Davidson (Birkmann, 2006) .
risiko bencana
kapasitas dan
ancaman expos kerentanan
tindakan
Seperti halnya kerentanan, aspek kapasitas terdiri dari (i) Kapasitas fisik, yaitu
kemampuan untuk memperoleh barang atau benda yang dibutuhkan untuk mencegah,
mempersiapkan, mengatasi, dan memperbaiki kondisi apabila terjadi bencana. (ii)
Kapasitas sosial, yaitu terdapat tenaga yang terorganisasi untuk dapat mencegah,
mempersiapkan, mengatasi, dan memperbaiki kembali daerah yang terkena bencana.
(iii)
Kapasitas kelembagaan adalah kemampuan kolektif masyarakat dalam bentuk
ikatan formal maupun nonformal dalam suatu sistem yang terorganisasi dalam
pengembalian keputusan pada sebuah pencegahan, tindakan, dan perbaikan bila
terjadi bencana. (iv) Kapasitas ekonomi adalah kemampuan masyarakat untuk
menggunakan dan memanfaatkan sumber daya ekonominya untuk mencegah,
mempersiapkan, mengatasi, dan memperbaiki perekonomian masyarakat dari
bencana.
Penilaian kapasitas dapat berlaku untuk individu, komunitas, masyarakat, institusi,
daerah, nasional, dan internasional. Salah satu contoh penilaian kapasitas adalah
Indeks Kapasitas Daerah. Indeks kapasitas dihitung berdasarkan tingakat ketahanan
daerah pada suatu waktu. Tingkat ketahanan daerah bernilai sama untuk seluruh
kawasan di suatu kabupaten/kota. Pengukuran indikator pencapaian ketahanan daerah
dapat dibagi dalam 5 tingkat ketahanan sebagai berikut.
1. LEVEL 1: Daerah telah memiiki upaya-upaya kecil dalam pengurangan risiko
bencana dengan melaksanakan beberapa tindakan antisipasi rencana-rencana
atau kebijakan.
2. LEVEL 2:Daerah telah melaksanakan beberapa tindakan pengurangan risiko
bencana dengan tindakan –tindakan yang masih bersifat sporadis yang
disebabkan oleh belum adanya komitmen kelembagaan dan/atau kebijakan
sistematis.
3. LEVEL 3:Komitmen pemerintah dan beberapa komunitas terkait penguranan
risiko bencana di suatu daerah telah tercapai dan didukung dengan kebijakan
sistematis, namun capaian yang diperoleh dengan komitmen dan kebijakan
tersebut dinilai belum menyeluruh hingga masih belum cukup berarti
mengurangi dampak negatif dari bencana.
4. LEVEL 4: Dengan dukungan komitmen dan kebijakan yang menyeluruh
dalam pengurangan risiko bencana di suatu daerah telah diperoleh capaian-
capaian yang berhasil, namun diakui masih ada keterbatasan dalam komitmen,
sumber daya finansial, atau kapasitas operasional dalam pelaksanaa upaya
pengurangan risiko bencana di daerah tersebut.
5. LEVEL 5: Capaian komprehensif telah dicapai dengan komitmen dan
kapasitas yang memadai di semua tingkat komunitas dan jenjang
pemerintahan.
Ciri khas dari bahaya, dari tingkat pengetahuan (Johnatan dkk. 1999). Lindell dan
Perry menyarankan karakteristik rumah tangga, sumber daya rumah tangga.
pengalaman terhadap bahaya dan persepsi bahaya memengaruhi kesiapsiagaan
menghadapi bencana (Malilis dkk 2000).
Dimensi penting lainnya adalab3 tiga hal bagaimana bencana tunami dapat
dikurangi dampaknya yaitu melalai (a) Stem Peringatan Dini Tanami (SPDT). (b)
Tindakan Respon, dan (c) Kesapiagaan Dalam hal bencana tsunami, sistem peringatan
dini adalah faktor penting untuk mengurangi angka kematian seperti terluka dan
meninggal dunia (SDR, 2005) ISDR menekankan pentingnya SPDT yang menerapkan
empat model elemen yang saling berhubungan. yaitu () memahami dan merasakan
bahaya (pengetahuan tentang risiko), (II) memeriksa dan mengembangkan alat-alat
peringatan, (III) risiko berkomunikasi dan cara menjawabeya (penyebaran
komunikasi), dan (iv) kemampuan untuk menjawab.
Melakukan
Tabel indikator di atas memberikan panduan indikator umum dan sederhana
tentang kesiapsiagaan menghadapi tsunami harus dilakukan oleh baik individu, keluarga,
komunitas/masyarakat, dan bantuan atau interaksi dari luar masyarakat atau pemerintah.
Sedangkan efektivitas individu dan masyarakat dalam menanggulangi tsunami harus
memiliki kemampuan, pengetahuan, dan cara bertindak, tindakan nyata melalui mengetahui
SPDT, rute evakuasi, menyiapkan peralatan bencana (makanan, minuman, senter, obat-
obatan), latihan evakuasi, dan mengikuti pertemuan di komunitas maupun pendidikan
bencana yang difasilitasi oleh pemerintah atau masyarakat serta lembaga di luar masyarakat.
Aspek ini juga menunjukkan tahapan perilaku yang dimulai dari cara yang
sederhana sampai kompleks/rumit. Sebagai contoh, menambah pengetah tsunami adalah
tindakan sederhana dan dapat dilakukan semua orang, sedangkan menghadiri pertemuan
masyarakat atau pendidikan bencana harus melibatkan banyak pemangku kepentingan seperti
pemerintah, para pelatih, dan pemimpin masyarakat. Begitu pula, indikator dari aspek unit
sosial, kesiapsiagaan menghadapi tsunami, masing-masing individu, keluarga; komunitas,
dan masyarakat yang memiliki fungsi dan kemampuan berbeda.