Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

MANAJEMEN BENCANA

PENILAIAN RISIKO BENCANA

Oleh

Septa Asih Purnama Sari NPM. 1826020001

Pramita Rusadi NPM. 1826020017

Ayu Rosmawati NPM. 1826020009

Dosen Pengampu :

Rina Aprianti, SKM ,MPH

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun persembahkan kepada Yang Maha Esa pencipta alam semesta atas
nikmat yang diberikan khususnya nikmat kesehatan, sehingga penyusun lancar dalam
menyelesaikan makalah yang berjudul “Penilaian Risiko Bencana”.

Makalah ini dibuat dalam rangka proses pembelajaran sekaligus untuk memenuhi tugas mata
kuliah Manajemen Bencana.

Dalam proses pembuatan makalah ini penyusun mendapatkan bimbingan dari dosen
pengampu mata kuliah Manajemen Bencana, Ibu Rina Aprianti SKM, MPH untuk penyusun
mengucapkan terima kasih.

Semoga makalah ini dapat dijadikan salah satu sumber informasi tentang mengenal
Manajemen Bencana.

Bengkulu, Oktober 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………….………….... 1

KATA PENGANTAR………………………………………...2

DAFTAR ISI ………………………………………..................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………...…... 4
B. Rumusan Masalah…………………………………...….. 5
C. Tujuan………………………………………………....... 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Penilaian Risiko Bencana…………………...... 6


B. Metode Penilaian...............................………………...... 7
C. Contoh Indikator Kesiapsiagaan Ancaman Tsunami.... 11

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ……………………………………..……... 25

DAFTAR PUSTAKA …………………………………...... 26


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penilaian risiko bencana merupakan salah satu proses awal dalam siklus manajemen
bencana adalah penilaian risiko (risk assessment) bencana yang terdiri dari analisis
ancaman/bahaya, analisis kerentanan, dan analisis kapasitas yang dalam perspektif siklus
manajemen masuk ke tahap perencanaan. Hasil penilaian risiko ini sangat penting
penentuan strategi PRB. Akurasi mengidentifikasi karakteristik ancaman, estiminasi
frekuensi kejadian dan besarannya, serta kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat
yang sangat penting dalam mempengaruhi efektivitas PRB.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apa konsep penilaian risiko bencana ?


2. Apa saja yang termasuk metode penilaian ?
3. Apa saja contoh indikator kesiapsiagaan ancaman tsunami ?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat diuraikan tujuan penulisan dari
makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Menjelaskan tentang konsep risiko bencana


2. Mengetahui metode penilaian
3. Mengetahui beberapa contoh indikator kesiapsiagaan ancaman tsunami
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP PENILAIAN RISIKO BENCANA


Satu hal penting dalam pengelolahan bencana adalah mencegah dan atau
mengurangi dampak bencana terhadap kerugian nyawa atau harta benda yang sering
disebut PRB. PRB dapat efektif apabila kita dapat mengetahui kondisi terjadinya,
frekuensi kejadian, dan perkiraan dampak bencana. Pemahaman tentang kondisi
masyarakat dari aspek fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang berisiko terkena
bencana juga dibutuhkan. Hasil dari penilaian risiko adalah data dan informasi
penting yang menjadi dasar dalam penyusunan strategi perencanaan dan pengelolaan
bencana.
Sebagaimana dijelaskan meskipun konsep risiko bencana bervariasi, formula
umum risiko yang sering digunakan adalah hasil dari interaksi ancaman, kerentanan,
dan kapasitas.

Gambar : hubungan antara ancaman, kerentanan, dan kapasitas


Canandia for Control Occupational Health and Safety (2017)
mendefinisikan penilaian risiko (risk assessment) sebagai proses atau metode
untuk mengidentifikasi ancaman dan faktor-faktor yang berpotensi menyebabkan
bencana (risk identifacation), menganalisis dan mengevaluasi risiko terkait
ancaman (risk analysis and risk evaluation), menentukan cara yang tepat untuk
mengurangi ancaman atau mengontrol risiko. Sedangkan UNDP(2017)
merumuskan penilaian risiko secara komperhensif dengan langkah-langkah : 1.
Memahami situasi dan kebutuhan, 2. Penilaian ancaman(hazard assessment), 3.
Penilaian keterpaparan (exposure assessment), 4. Analisis kerentanan dan
kapasitas (vulnerability and capity), 5. Kerugian dampak anilisis, 6. Evaluasi dan
profiling risiko.

B. METODE PENILAIAN
Metode penilaian ancaman dan kerentanan dana kepastian dilakukan dengan
pendekatan tertentu dan mempertimbangkan aspek-aspek tertentu pula. Beberapa
pendekatan dapat dilakukan dengan melakukan penelitian amatan, uji petik,
pengumpulan informasi, dan pemanfaatan berbagai data tentang ancaman,
karakteristik bahaya, ketidakberdayaan suatu individu atau masyarakat dari aspek
fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dalam perkembangannya, metode analisis
risiko bencana saat ini berkembang seiring dengan perkembangan bencana dan
kemajuan ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK). Berikut beberapa teknik
pengukuran yang dapat digunakan untuk menilai risiko bencana di suatu wilayah
tertentu dan jenis bencana tertentu.

PENDEKATAN TEKNIK KETERANGAN KELEBIHAN KELEMAHAN


Kualitatif Acces Model Meneliti individu atau - Menyediakan Hanya menjelaskan
kelompok yang relatif analisis dari kerentanan, bukan
rentan terhadap kerentanan mengukur kerentanan
bencana masyarakat Tidak dapat digunakan
termasuk akar tanpa kolektif data dan
permasalahannya. analisis
- Dapat melihat
kerentanan mata
pencaharian
(livelihood)
Hazard Berisi proses pemetaan - Bentuk visual - Volume informasi
Mapping dari informasi informasi bagi yang dibutuh kan
kebencanaan dengan pengambil untuk manajemen
area studi di berbagai keputusan dan bencana alam
skala, cakupan, dan perencana yang terutama dalam
keleng- kapan. mudah dimengerti konteks integrasi
Pemetaan ini dapat - Peta multi bencana perencanaan
dilakukan pada satu memberikan pembangunan,
jenis bencana seperti kemungkinan seringkali melebihi
peta patahan atau rekomendasi teknik kapasitas metode
banjir. Selain itu, mitigasi bersama. manual sehingga
pemetaan juga dapat Suatu daerah mendorong
dilakukan pada memerlukan penggunaan teknik
beberapa jenis bencana informasi lebih, bantuan komputer
penilaian lanjutan,
yang dikombinasikan
atau dapat
dalam satu peta untuk
diidentifikasi teknik
memberikan gambaran
dari komposit/ khusus untuk
gabungan dari bencana menurunkan
alam. ancaman bencana.
Historical Analisis inl adalah - Penyediaan kriteria - Kepercayaan data
Analysis informasi sejarah untuk untuk dima- sukkan sejarah kebencanaan
menjelaskan tingkat sebagai bobot dan kebutuhan untuk
risiko berdasarkan relatif yang perbaikan,
pengalaman yang membedakan pengelolaan, dan
sudah lampau. dimensi pengisian sistematis
kerentanan dalam set data
penilaian risiko. kebencanaan
- Data kerentanan
secara umum
terbatas pada
kerentanan fisik yang
tergantung penilaian
sejarah itu sendiri
dan dapat
menciptakan
harapan yang keliru
pada kesiapsiagaan
bencana.
Participatory Teknik analisis risiko - Peningkatan - Kurang sesuai karena
Analysis yang memperhitungkan kapasitas, kerangka waktu yang
orang terdampak dalam penciptaan kaku.
menentukan masalah manajemen risiko - Adanya kemungkinan
dan kebutuhan, bencana dalam perlawanan yang
menentukan solusi sikap dan disebabkan oleh
untuk mereka, kebiasaan, serta faktor yang
mengimplementasikan wawasan yang memegang
aktivitas yang telah lebih dalam pada kekuasaan/pengaruh
disetujui untuk masyarakat untuk .
mendapatkan solusi mendapatkan hasil
dan atau mengevaluasi yang lebih baik.
hasil. - Lebih efektif dalam
biaya untuk analisis
jangka panjang
daripada didorong
oleh faktor
eksternal
- Analisis ini lebih
sesuai karena
prosesnya
memungkinkan ide
ide untuk diuji dan
diperhalus sebelum
diadopsi.
Risk Peta risiko berisi zona - Dapat membantu -
Mopping masyarakat atau untuk
geografis yang melokalisasi
mengidentifikasi lokasi dampak bencana
atau struktur yang utama.
mungkin terdampak - Hasil analisis
pada suatu bencana. dapat membagi
kriteria untuk
pengambil
keputusan, dapat
juga menyediakan
data kejadian
masa lalu yang
menimbulkan
dampak buruk
pada masyarakat.
Kuantitatif Cost Benefit Teknik yang biasa - Dapat meyakin - Memerlukan data
Analysis digunakan sebagai kan masyarakat untuk mendapatkan
upaya penanggulangan dengan nilai yang manfaat dan biaya
dilakukan dengan pasti terhadap tidak langsung.
menyeimbangkan keuntungan yang - Hasil pengukuran
biaya yang digunakan diperoleh. kurang
dalam setiap pilihan menguntungkan
dan keuntungan yang bagi beberapa
didapat. pihak
Disaster Risk Teknik dengan - Efisiensi dalam - Basis data di
Indexing menggunakan indikator pengukuran tingkat lokal dan
statistik untuk mengu elemen kunci nasional
kur dan risiko bencana - Akurasi data sangat
membandingkan - Dapat diterapkan diperlukan
berbagai variabel yang dengan cepat dan - Tidak dapat
memengaruhi risiko berbiaya sedikit. menggambarkan
bencana risiko aktual di
setiap wilayah
Enviromental Pengambil keputusan - Meyakinkan -
Impact dapat menyediakan sektor swasta atau
Assessment informasi dampak pada individu untuk
(EIA) lingkungan akibat mempertimbangk
suatu aktivitas. an dampak dari
kegiatan mereka
pada beberapa
faktor kerentanan.
Dapat digunakan
sebagai alat
perencanaan
untuk menyusun
ulang penilaian
dampak bencana.
Kualitatif Computer Penggunaan software - Pemetaan lebih - Bergantung pada
Kuantitatfif Assisted untuk mengoperasikan komperhensif peralatan dan
Techniques langkah-langkah keahlian
analisis risiko bencana.
Misalnya,
menggunakan GIS
(Geografi Information
Spatial) dan remote
sensing (penginderaan
jauh)
Event Tree Analisis berbasis - Kemampuannya
Analysis konsekuensi suatu dalam
(ETA) kejadian yang telah menganalisis
atau belum terjadi atau konsekuensi yang
suatu komponen telah terjadi dari suatu
atau belum gagal. kegagalan atau
Konsekuensi dari terjadinya
kejadian tersebut peristiwa yang
diikuti oleh tidak diinginkan.
serangkaian potensi
kejadian lain. Setiap
potensi kejadian lain
itu diberikan nilai
kemungkinan
terjadinya, sehingga
dapat dihitung variasi
output yang mungkin
dihasilkan
Fault Tree Teknis grafik - Dapat Tidak dapat mengukur
Analysis menyediakan mengidentifikasi kemungkinan yang
(FTA) penjelasan gabungan penyebab dasar akan terjadi.
yang mungkin terjadi suatu kegagalan
di dalam sebuah dan
sistem. Teknik ini menginvestigasi
dapat menghasilkan keandalan dan
output yang tidak
keamanan sistem
diinginkan. Output
yang kompleks
paling serius yang
terpilih disebut Top dan besar.
Event. Proses analisis
menjelaskan
bagaimana Top Event
tersebut dapat
disebabkan oleh
kegagalan satu atau
gabungan kejadian.
Geographic Teknik ini berisi - Memberikan hasil - Kurangnya SDM
Information penggunaan sistem dengan kualitas terlatih
System (GIS) informasi geografis, tinggi yang bisa - Kesulitan
sebuah peralatan didapatkan pertukaran data di
berbasis komputer secara manual sistem yang
untuk pemetaan risiko dan bisa berbeda-beda.
bencana. Teknologi memfasilitasi - Kesulitan dalam
SIG mengintegrasikan memasukkan
pengambil
basis data operasi variabel sosial,
keputusan
dengan analisis ekonomis, dan
manfaat geografis lingkungan.
melalui peta. - Variasi dalam
mengakses
komputer dan data
yang berkualitas
dan detail yang
diperlukan untuk
analisis
Geospatial Analisis informasi - Mengidentifikasi -
Analysis risiko berdasarkan bahaya dan
jarak, luasan, dan daerah
volume atau berbahaya pada
karakteristik spasial berbagai skala,
yang lain dalam batas mulai dari lokal,
geografis regional, sampai
menggunakan GIS dan
ke benua
teknik pemeta an
- Sudut pandang
bencana.
risiko bukan
hanya untuk satu
jenis bencana,
namun juga dari
orientasi ke
berbagai level
relatif
keterpaparan.
Swot Analysis Analisis SWOT adalah - Dapat -
perangkat yang mengidentifikasi
digunakan untuk hubungan antara
menilai suatu ancaman yang
organisasi, mengetahui, terlihat dengan
dan mengidentifikasi kelemahan
ruang lingkup organisasi.
geografis dan kegiatan
Kelemahan
organisasi tersebut.
tersebut
Analisis ini melihat
efektivitas dan tingkat berhubungan
penerimaan serta dengan
dukungan anggota kesempatan yang
komunitas atau berkaitan dengan
institusi lokal. Analisis kekuatan.
dibagi dalam Strengths
(Kekuatan),
Weaknesses
(Kelemahan),
Opportunities
(Kesempatan), dan
Threats (Ancaman).
1. Indiktor penilaian
merupakan bagian penting dalam penilaian risiko pada skala global dan
terbatas pada jenis ancaman atau bahay tertentu. Sebuah pendektan manajemen
bencana berbasis masyarakat di perkenalkan oleh Bollin dkk. (2006) yang di
gunakan untuk mengukur tingkat risiko dalam suatu komunitas. Perkembangan
indikator risiko bencana memungkinkan para pengambil keputusan untuk menilai
dampak potensial dari bencana dan mendorong rumusan kebijakan yang tepat
(HFA 2005-2005, UNISDR).
Analisis risiko tidak dapat di lepaskan dari parameter, metode pengukuran
(scring), dan data yang digunakan. Data dan skoring adalah hal mendasar dalam
penilaian risiko yang akan digunakan dalam menyusun i ndikator terkait tingkat
ancaman, kerentanan, dan kapasitas. Pengukuran dapat terdiri dari kuantitatif dan
kualitatif. Wisner memperkenalkan pendekatan yang lebih kualitatif dan
partisipasif untuk menilai kerentanan dan kemampuan mengatasi sarana penilaian
diri (Bogardi, 2006: 3). Pengukuran juga harus mudah dipahami dan disepakati
oleh para pihak yang berkaitan dengan penilaian risiko. Birkmann (2006)
merumuskan standar kriteria untuk pengembangan indikator antara lain dapat
diukur (measurable), relevan (relevant), terkait dengan kebijakan, hanyan
mengukur elemen kunci yang penting menggunakan istilah yang mendekati secara
statistik dan analitik, dimengerti, mudah diinterpretasikan, sensitif, akuratif, dapat
diuraikan sesuai dengan ketersediaan data, komparasi data, cakupan yang
memadai dan tidak mahal.
Akurasi pengukuran sangat penting karena akan menentukan tindakan yang di
rumuskan. Ketetapan penentuan parameter, indikator, kriteria, dan data yang akan
digunakan harus disusun dan dapat menggambarkan situasi dan kondisi yang akan
dinilai. Contoh penyusunan parameter, indikator, dan kriteria penilain risiko.

Contoh indikator penilaian risiko


Parameter Indikator
Probabilitas a. Pasti terjadi (minimal 1 atau lebih dari setahun atau
>99%)
b. Sangat mungkin terjadi (1-2 tahun atau 50% - 99%)
c. Mungkin terjadi (2-20 tahun atau 5% -50%)
d. Mungkin tidak terjadi (20-50 tahun atau 2% - 5%)
e. Jarang terjadi (50-100 tahun atau 1%- 2%)
f. Tidak mungkin terjadi (100 tahun atau lebih atau <1%)
Jumlah Korban a. Tidak ada
b. Rendah (kurang dari 10 orang)
c. Sedang (antara 10-50 orang)
d. Tinggi (di atas 50 orang)
Kerentanan Sosial a. Akses pelayanan dasar (% rumah tersambungdengan pipa
air minum)
b. Tingan kemiskinan (% masyarakat hidup di bawah garis
kemiskinan)
c. Angka buta huruf (% penduduk yang bisa membaca dan
menulis)
d. Sikap sosial (sikap sosial untuk bersiap siaga atau tidak)
Kapasitas Sosial a. Program pendidikan kebencanaan (seberapa sering
masyarakat melakukan program pendidikan bencana)
b. Kurikulum sekolah berbasis bencana (seberapa banyak
dan seberapa baik isi kurikulum yang mengadopsi bencana
c. Latihan evakuasi (adanya latihan evakuasi)
d. Partisipasi masyarakat (tingkat keterlibatan masyarakat
dalam kegiatan)

2. Tahap Penilaian Risiko Bencana


Selain indikator dan dat yang baik, penyusunan indikator di dalam penilaian
risiko juga dibedakan berdasarkan jenis ancaman, perbedaan karakteristik geografis,
sosial, dan budaya masyarakat serta tingkatan atau jenjang sejak dari individu,
keluarga, komunitas, lokal, regional, dan nasional bahakan internasional.
Dalam skala ukuran, perkembangan indeks kerentanan dapat dikategorikan
secra makro (internaional, nasional), meso (regional), dan tingkat mikro (Lassa,
2010). Sementara itu, penilaian kerentanan makro dikembangkan untuk mengukur
dan mengidentifikasi perbedaan antarnegara, tingkatan meso difokuskan pada
karakteristik subnasional atau daerah. Hal terpenting adalah ebagian besar bencana
terjadi di tingkat lokal sehingga penilaian kerentanan dan kemampuan diri harus
mencakup karakteristik dan sumber daya daerah (Luwe dan Queste, 2006).
Pengurangan risiko bencana yang efektif membutuhkan pengetahuan tentang
kerentanan pada semua level agar dapat memformulasikan program intervensi
pengurangan risiko bencana seacra akurat. Akan tetapi, sebagian besar penilaian
kerentanan/kemampuan harus dilakukan dengan menggunakan pendekatan
partisipasif untuk memberikan lebih banyak kesempatan bagi masyarakat setempat
dan para pemangku kepentingan lainnya untuk berpartisipasi dalam menilai
kerentanan dan kemampuan masyarakat.
Berdasarkan beberapa definisi dan tahapan penilaian risiko maka akan dibahas
aspek dan tahapan sederhana penilaian risiko yang terdiri dari 3 proses, yaitu (a)
Penilaian ancaman, (b) Penilaian kerentanan, dan (c) Penilaian kapasitas. Penilaian
ancaman terdiri dari mengidentifikasi kemungkinan dan besaran ancaman serta
menguraiakan ancaman, lokasi ancaman, kemungkinan jumlah korban, kerusakan,
dan kerugian ekonomi. Dalam literatur tertentu, penilaian telah ditetapkan oleh
pemerintah setempat.
a. Penilaian Ancaman
Metode dan pendekatan untuk penilaian ancaman berbeda penerapan anatara
satu negara dengan negara lain. Di indonesia terdapat pedoman perhitungan risiko
bencana yang diperuntukan bagi pemrintah daerah atau instansi/lembaga yang
ingin mengidentifikasi besaran risiko dan dampak dari bencana yang akan terjadi.
Pedoman tersebut dituangkan ke dalam peraturan kepala BNPB No.2/2012
tentang pedoman umum pengkajian risiko bencana. Teknik penilaian yang
digunakan dalam pedoman tersebut menggunakan teknik semi kuantitatif dengan
menggabungkan metode AHP (Analytic Hierarchy Process) dan GIS (Geography
Information System). Secara umum, tahapan penilaian risiko bencana dengan
mengacu pada Perka BNPB No.2/2012 meliputi penilaian ancaman, kerentanan,
dan kapasitas.
Penilaian ancaman unyuk masing-masing bencana mempunyai penilain yang
berbeda dengan menggunakan indeks ancaman bencana. Indeks disusun
bedasarkan dua komponen utama, yaitu kemungkinan terjadi suatu ancaman
(probability) dan besaran dampak yang ernah tercatat untuk bencana yang terjadi
(magnitude). Indeks ini disusun berdasarkan data dan catatan sejarah kejadian
yang pernah terjadi di suatu daerah. Data yang diperoleh kemudian dibagi dalam 3
(tiga) kelas ancaman, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Beberapa jenis ancaman
telah mempunyai peta ancaman yang di keluarkan oleh Kementerian/Lembaga
terkait sebagai berikut :
a. Gempa bumi (tim 9 revisi gempa)
b. Longsor (ESDM)
c. Gunung api (PVMBG)
d. Banjir (PU dan Bakosurtanal)
e. Kekeringan (BMKG)

Dalam melakukan identifikasi risiko bencana untuk 5 (lima) jenis bencana


diatas dapat menggunakan peta ancaman tersebut. Semua bahaya/ancaman
tersebut diinventarisasi kemudian di perkirakan kemungkinan terjadinya
(probabilitas) dengan rincian sebagai berikut.

a. 5 pasti (hampir dipastikan 80-99%)


b. 4 kemungkinan besar (60-80% terjadi tahun depan atau sekali dalam 10
tahun mendatang)
c. 3 kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan atau sekali dalam 100
tahun)
d. 2 kemungkinan kecil (20-40% dalam 100 tahun)
e. 1 kemungkinan sangat kecil (hingga 20%)

Sedangkan perkiraan dampaknya dilengkapi dengan mempertimbangkan


faktor berikut.

a. Jumlah korban
b. Kerugian harta benda
c. Kerusakan prasarana dan sarana
d. Cakupan luas wilayah yang terkena bencana
e. Dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan

Tabel dibawah ini untuk mengukur atau menunjukkan tingkat probabilitas dan
besaran dampak suatu ancaman bahaya yang sering digunakan sebagai salah sau
metode penilaian.
1 2 3 4 5
Tanah longsor 5
Probabilitas

Banjir 4

Kekeringan 3
Putih beliung 2
Gempa bumi 1
dan tsunami

Dampak
Ilustrasi Penilaian Ancaman Bencana

b. Penilaian kerentanan
Analis kerentanan memberikan dasar untuk menyusun program intervensi,
pemantauan, dan evaluasi kemajuan program pengurangan risiko bencana (Twigg
dkk., 2007). Badan dunia seperti UN juga menegaskan pentingnya faktor kerentanan
sebagai instrumen dan pedoman untuk memonitor dan menyusun laporan Penilaian
Global PRB (UNISDR, 2010).
Peningkatan ancaman bencana dan upaya PRB telah menumbuhkan berbagai
studi dan penelitian terkait konsep kerentanan. Pada tahun akhir 1970-an, paradigma
PRB mulai bergeser dari paradigma teknis struktural menjadi kerentanan. UNISDR
(2004) mendifinisikan kerentanan sebagai suatu keadaan yang diakibatkan oleh
faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dapat
meningkatkan keterpurukan suatu masyarakat yang terkena bencana.Liberatur becana
menunjukkan banyak paradigma atau kerangka pendekatan tentang kerentanan.
Birkmann (2006) menyebutkan beberapa konsep kerentanan seperti the double
Perspektif Teori Hak
Ekologi (Entitlement)
keman

Sisi “external” kerentanan

usiaan EXPOSURE

Pendekatan Ekonomi Politik

THE DOUBLE STRUCTURE OF


Teori Konflik dan Krisis
VULNERABILITY

COPING

Pendekatan Sisi “internal” Model Akses


Teori kerentanan Ke Aset
Bertindak

structure of vulnerability, R= HxV formula, sustainable livehood framework,


hazard and risk concept, ISDR framework for diseaster, onion framework, the
pressure and release model (PAR model), a holistic approach to risk and
vulnerability assesment. Berikut akan di uraikan salah satu konsep framework, yaitu
the double structure of vulnerabiity.
Menurut Bohle ( Birkmann, 2006), kerentanan dapat dilihat dari sisi internal dan
eksternal. sisi internal berkaitan dengan kemampuan untuk siap siaga, merespon, dan
memulihkan dari bencana dan sebaliknnya sisi eksternal berhubungan dengan
kondisi eksposur bencana. Jadi, kerentanan adalah interaksi antara eksposur dari
tekanan luar dan kemampuan merespon individu atau masyarakat terhadap ancaman
dari luar.
Bab sebelumnya telah menjelaskan kerentanan dapat dibagi menjadi kerentanan
dapat dibagi menjadi kerentanan sosial, ekonomi, fisik, dan ekologi/ lingkungan.
Indikator yang digunakan dalam analisis kerentanan adalah informasi keterpaparan
seperti kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio orang cacat,
dan rasio kelompok umur.Sumber informasi yang digunakan untuk analisis
kerentanann berasal dari laporan BPS (Provinsi/Kabupaten dalam angka, PODES,
Susenan, PPLS, dan PDRB) dan informasi peta dasar dari badan resmi atau
pemerintahan ( penggunaan lahan, jaringan jalan, dan lokasi fasilitas umum).
Kerentanan fisik (physical vulnerability) berhubungan dengan kemungkinan
terkena dampak atau kerusakan yang disebabkan oleh bencana. Kerentanan fisik
berkaitan dengan lingkungan seperti kawasan permukiman, kawasan ekonomi,
kawasan pertanian atau perkebunan, dan kawasan daya dukung lainnya. Beberapa
faktor yang dapat memengaruhi kerentanan fisik, yaitu (i) kondisi topografi wilayah,
(ii) jumlah dan tingkat kepadatan penduduk,(iii) perilaku masyarakat terhadap
lingkungan, (iv) jenis material dan struktur konstruksi bangunan, serta (v) sistem
pembuangan kotoran dan sampah. Penggunaan fungsi kawasan lindung menjadi
kawasan budidaya yang diakibatkan oleh faktor urbanisasi yang tinggi dan dapat
meningkatkan kerentanan terhadap ancaman bencana.
Kerentanan ekonomi (economic vulnerability) berkaitan dengan bagaimana
masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya dengan
melakukan kegiatan ekonomi. Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat
menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya,
masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap
bahaya karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk
melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana. Contoh lainnya adalah
masyarakat yang tinggal di pesisir pantai yang tidak memiliki cukup uang untuk
membangun tempat tinggal yang layak atau kokoh akan sangat rentan kehilangan
harta benda mereka saat bencana terjadi.
Sedangkan kerentanan sosial (social vulnerability) merupakan kondisi. struktur,
interaksi tatanan masyarakat yang mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap
ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko
bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan. Demikian pula tingkat
kesehatan masyarakat yang rendah mengakibatkan rentan dalam menghadapi bahaya.
Aspek sosial lainnya adalah pemahaman dan pandanagan yang dianut oleh
masyarakat.Contoh, beberapa persepsi dan kepercayaan masyarakat tentang bencana
akan memengaruhi cara mereka merespon terhadap bencana. Dengan memahami
pwerbedaan cara pandang ini, penetapan prioritas dalam mengurangi dan mengatasi
bencana untuk setiap wilayah biasanya akan berbeda-beda.
Jenis kerentanan lainnya, yaitu kerentanan lingkungan ( environmental
vulnerability). Karakteristik lingkungan suatu masyarakat sangat memengaruhi
tingkat kerentanan suatu masyarakat. Masyarakat yang tinggal di daerah yang
memiliki karakteristik sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Masyarakat
yang tinggal di lereng bukit atau daerah pegunungan rentan terhadap ancaman
bencana tanah longsor.

A. Penilaian kapasitas
Konsep penilaian kapasitas dalam diskusi manajemen bencana jarang dibahas
secara khusus, mengingat konsep kapasitas sering diidentikkan sebagai lawan
kerentanan.Kalau kerentanan adalah pendulum ketidakberdayaan, sedangkan
kapasitas adalah pendulum keberdayaan yang dialami oleh individu dan komunitas
baik dari aspek fisik sosial, ekonomi, lingkungan, dan budaya. Namun demikian,
pembeda antara kerentanan dan kapasitas dapat dijelaskan sebagaimana konsep risiko
dan hazard yang dirumuskan oleh Bollin dan Davidson (Birkmann, 2006) .

risiko bencana

kapasitas dan
ancaman expos kerentanan
tindakan

struktur fisik sosial fisi sosial


probabilitas populasi ekonomi ekonomi
ekonomi lingkungan manajemen

Seperti halnya kerentanan, aspek kapasitas terdiri dari (i) Kapasitas fisik, yaitu
kemampuan untuk memperoleh barang atau benda yang dibutuhkan untuk mencegah,
mempersiapkan, mengatasi, dan memperbaiki kondisi apabila terjadi bencana. (ii)
Kapasitas sosial, yaitu terdapat tenaga yang terorganisasi untuk dapat mencegah,
mempersiapkan, mengatasi, dan memperbaiki kembali daerah yang terkena bencana.
(iii)
Kapasitas kelembagaan adalah kemampuan kolektif masyarakat dalam bentuk
ikatan formal maupun nonformal dalam suatu sistem yang terorganisasi dalam
pengembalian keputusan pada sebuah pencegahan, tindakan, dan perbaikan bila
terjadi bencana. (iv) Kapasitas ekonomi adalah kemampuan masyarakat untuk
menggunakan dan memanfaatkan sumber daya ekonominya untuk mencegah,
mempersiapkan, mengatasi, dan memperbaiki perekonomian masyarakat dari
bencana.
Penilaian kapasitas dapat berlaku untuk individu, komunitas, masyarakat, institusi,
daerah, nasional, dan internasional. Salah satu contoh penilaian kapasitas adalah
Indeks Kapasitas Daerah. Indeks kapasitas dihitung berdasarkan tingakat ketahanan
daerah pada suatu waktu. Tingkat ketahanan daerah bernilai sama untuk seluruh
kawasan di suatu kabupaten/kota. Pengukuran indikator pencapaian ketahanan daerah
dapat dibagi dalam 5 tingkat ketahanan sebagai berikut.
1. LEVEL 1: Daerah telah memiiki upaya-upaya kecil dalam pengurangan risiko
bencana dengan melaksanakan beberapa tindakan antisipasi rencana-rencana
atau kebijakan.
2. LEVEL 2:Daerah telah melaksanakan beberapa tindakan pengurangan risiko
bencana dengan tindakan –tindakan yang masih bersifat sporadis yang
disebabkan oleh belum adanya komitmen kelembagaan dan/atau kebijakan
sistematis.
3. LEVEL 3:Komitmen pemerintah dan beberapa komunitas terkait penguranan
risiko bencana di suatu daerah telah tercapai dan didukung dengan kebijakan
sistematis, namun capaian yang diperoleh dengan komitmen dan kebijakan
tersebut dinilai belum menyeluruh hingga masih belum cukup berarti
mengurangi dampak negatif dari bencana.
4. LEVEL 4: Dengan dukungan komitmen dan kebijakan yang menyeluruh
dalam pengurangan risiko bencana di suatu daerah telah diperoleh capaian-
capaian yang berhasil, namun diakui masih ada keterbatasan dalam komitmen,
sumber daya finansial, atau kapasitas operasional dalam pelaksanaa upaya
pengurangan risiko bencana di daerah tersebut.
5. LEVEL 5: Capaian komprehensif telah dicapai dengan komitmen dan
kapasitas yang memadai di semua tingkat komunitas dan jenjang
pemerintahan.

Sama dengan penilaian ancaman, penilaian kerentanan dan kapasitas juga


berbeda strategi, metode, dan kegiatan pada setiap jenis ancaman. Salah satu
contoh penilaian kapasitas suatu individu dan komunitas dalam menghadapi
ancaman tsunami di komunitas pantai, tepatnya salah satu daerah pantai di
provinsi Yogyakarta.

C. CONTOH INDIKATOR KESIAPSIGAAN ANCAMAN TSUNAMI


Penelitian tentang bencana telah menunjukkan peran unit sosial seperti tingkatan
keluarga dan masyarakat (Phillips, dkk.,2010), meskipun terbatas pada upaya untuk
pemulihan setelah bencana. Konsep menolong diri sendiri (self help), saling bantu
antarsesama (mutual help), dan bantuan dari luar masyarakat/pemerintah (public help)
menjelaskan bagaimana kesiapsiagaan bencana harus melibatkan orang lain dan
lembaga publik. Sebagaimana dinyatakan Paton dkk.(2006), hubungan antara individu
dan keluarga sangat efektif dalam persiapan, respon, dan pemulihan bencana sehingga
efektivitas kesiapsiagaan dalam menghadapi tsunami harus dilakukan oleh individu,
keluarga, komunitas, dan masyarakat yang lebih luas.

Sistem Peringatan Dini (Spd)- Tanggap Darurat- Kesiapan


Pengetauan, Kesadaran, Persiapan, Tindakan Respon, dan Pemulihan Kembali
Individual Keluarga Komunitas Masyarakat

Sedangkan dari sisi perilaku, kesaiapsiagaan tsunami menuntut individu dan


masyarakat untuk memiliki pengetahuan, kesadaran, sikap, keterampilan, dan
kemampuan dalam bertindak pada saat sebelum terjadi dan pasca bencana.Sikap
kesiapsiagaan menghadapi bencana dipengaruhi oleh sikap (Kelly, dkk, 2006).
Johnston (1999) menekankan beberapa faktor yang berkaitan dengan tingkat
kesiapsiagaan termasuk pemahaman risiko, informasi, perkiraan kerusakan, penilaian,
dan pengetahuan mengenai biaya. Faktor lain yang berhubungan dengan
kesiapsiagaan adalah sosial, ekonomi, dan karakteristik pribadi (Tanaka, 2005).
Penelitian terdahulu mengenai kesiapsiagaan menghadapi gempa bumi dan kebakaran
(Paton dkk,2003) menyimpulkan, kesadaran sangat penting untuk menentukan
kesiapsiagaan masyarakat. Selain itu, korelasi positif antara kesadaran umum dan
kesiapsiagaan bencana diusulkan oleh University of Colorado Natural Hazard Center
( Mulilis dkk, 2000). Ahli lain menyebutkan faktor yang berhubungan dengan sikap
kesiapsiagaan adalah persepsi risiko, ketersedian informasi yang relevan, pengalaman
masa lalu.

Ciri khas dari bahaya, dari tingkat pengetahuan (Johnatan dkk. 1999). Lindell dan
Perry menyarankan karakteristik rumah tangga, sumber daya rumah tangga.
pengalaman terhadap bahaya dan persepsi bahaya memengaruhi kesiapsiagaan
menghadapi bencana (Malilis dkk 2000).
Dimensi penting lainnya adalab3 tiga hal bagaimana bencana tunami dapat
dikurangi dampaknya yaitu melalai (a) Stem Peringatan Dini Tanami (SPDT). (b)
Tindakan Respon, dan (c) Kesapiagaan Dalam hal bencana tsunami, sistem peringatan
dini adalah faktor penting untuk mengurangi angka kematian seperti terluka dan
meninggal dunia (SDR, 2005) ISDR menekankan pentingnya SPDT yang menerapkan
empat model elemen yang saling berhubungan. yaitu () memahami dan merasakan
bahaya (pengetahuan tentang risiko), (II) memeriksa dan mengembangkan alat-alat
peringatan, (III) risiko berkomunikasi dan cara menjawabeya (penyebaran
komunikasi), dan (iv) kemampuan untuk menjawab.

Sebagaimana tujuan utama SPDT yang dipusatkan kepada orang untuk


memberikan informasi kepada orang-orang yang berisiko sehingga harus bisa
mendeteksi risiko dan membuat keputusan untuk mengambil tindakan, Sistem
peringatan dini yang menggunakan teknologi maju seharusaya mudah untuk dipahami
dan terbiasa dengan peringatan tersebut sehingga masyarakat bisa membuat keputusan
yang tepat. Lassa (2010) menyoroti pentingnya melibatkan masyarakat dalam
pengembangan proses peringatan dini tsunami agar menjamin masyarakat terbiasa
dengan teknologi tersebut. Dari aspek tindakan respon saat tsunami terjadi,
merencanakan keadaan darurat adalah elemen penting lain dalam kesiapsiagaan
menghadapi tsunami Seperti yang dinyatakan oleh Sutton dkk. (2012), tsunami bisa
terjadi kapan saja, semua anggota keluarga harus memahami sistem peringatan dini
dan bagaimana merespon hal tersebut. Misalnya, kata "Tendenko di Jepang adalah
langkah yang menyarankan orang harus mengungsi sendiri tanpa menunggu anggota
keluarga yang lain di mana pun mereka berada saat bencana terjadi (Fraser 2012),
Bencana tsunami baru-baru ini telah menunjukkan bahwa memper- siapkan dan
membawa peralatan bencana alam ketika evakuasi adalah penting Misalnya. setelah
11 Maret pada tsunami Jepang. beberapa pengungsi telah terasing dan terlambat
mendapatkan makanan karena mereka tidak memiliki stok makanan dan air
secukupnya (Otsuki, 2012). Sedangan dimensi kesiapsiagaan mensyaratkan
kemampuan masyarakat dalam menjaga kesadaran sikap dan perilaku sebelum terjadi
tsunami, kemampuan untuk merespon selama krisis berlangsung, dan kemampuan
untuk pulih setelah bencana terjadi. Permasalalan utama dalam kemampuan
kesiapsiagaanmenghadapi tsunami adalah persiapan dini terintegrasi dalam kegiatan
warga. Keterlibatan Warga adalah prasyarat untuk membangun ketahanan warga
meghadapi bencana.

Bahaya tsunami merupakan ancama bagi masyarakat Untuk mengurangi


dampak dari potensi bahaya tersebut rakyat harus memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang memadai untuk menangani bahahaya tsunami sedikitnya mencakup
tiga dimensi penanggulangan tsunami, yaitu SPDT, tindakan/respon, dan
kesiapsiagaan. Oleh karena itu dalam menyusan parameter dan indikator kapasitas
penanggulangan tsunami harus dirumuskan sebuah table matriks yang terdiri dari
aspek unit sosial (individu, keluarga, komunitas, dan pemerintah/lembaga); tahapan
perilaku (pengetahuan, kesadaran, sikap bersiap siaga, persiapan, latihan evakuasi dan
partiaipasi); dimensi penanggulangan tsunami (peringatan dini, respon dan
kesiapsiagaan).

Unit Dimensi Proteksi Tsunami Tahapan


Sosial SPDT Respon Kesiapan Perilaku
Individu - Mengetahui - Mengetahui papan - Mengetahui Mengetahui
tanda alam nama tsunami penyebab tsunami
tsunami jalur evakuasi/ - Mengetahui
- Mengetahui alat pengungsian kondisi bahaya
komunikasi - Mengetahui nomor (peta) di daerah
SPDT telepon darurat mereka

Keluarga - Berbagi - Mempersiapkan - Berbagi informasi


informasi SPDT peralatan bencana kondisi bahaya
dengan keluarga (senter,radio,maka (peta) dengan
- Berbagi jalur nan/air,dll) anggota keluarga
evakuasi/pengun - Berdiskusi dan
gsian dengan berbagi informasi
keluarga tsunami masa lalu
dgn anggota
keluarga
Komunita - memahami - membahas - mengahadiri
s SPDT yang bagaimana pertemuan
dikembangkan mempersiapkan komunitas yang
oleh komunitas diri menghadapi diselenggarakan
- berpartisipasi tsunami dengan oleh komunitas
dalam simulasi tetangga atau setempat minimal
tsunami yang komunitas 3 kali setahun
dilakukan oleh - menyepakati - mengunjungi/
komunitas dengan keluarga mencari informasi
- berkunjung/ dan anggota tentang fasilitas
berlatih jalur komunitas titik tsunami (bangunan
evakuasi/ pertemuan yang untuk evakuasi)
pengungsian aman dikomunitas
setempat
Masyarak - memahami - cara menghubungi - Menghadiri
at SPDT yang pemerintah daerah pertemuan
dikembangkan atau mendapatkan (destiminasi,
oleh pemerintah informasi sebelum lokakarya,
- berpartisipasi dan selama pelatihan) yang
dalam pelatihan bencana tsunami diselenggarakan
tsunami yang - menyimpan/ oleh komunitas
diselenggarakan memiliki nomor minimal 1 kali
oleh pemerintah telepon keluarga/ setahun
orang dari - Mencari/
masyarakat luar memperbarui
informasi tsunami
dari sumber
informasi/ media
yang berbeda

Melakukan
Tabel indikator di atas memberikan panduan indikator umum dan sederhana
tentang kesiapsiagaan menghadapi tsunami harus dilakukan oleh baik individu, keluarga,
komunitas/masyarakat, dan bantuan atau interaksi dari luar masyarakat atau pemerintah.
Sedangkan efektivitas individu dan masyarakat dalam menanggulangi tsunami harus
memiliki kemampuan, pengetahuan, dan cara bertindak, tindakan nyata melalui mengetahui
SPDT, rute evakuasi, menyiapkan peralatan bencana (makanan, minuman, senter, obat-
obatan), latihan evakuasi, dan mengikuti pertemuan di komunitas maupun pendidikan
bencana yang difasilitasi oleh pemerintah atau masyarakat serta lembaga di luar masyarakat.

Aspek ini juga menunjukkan tahapan perilaku yang dimulai dari cara yang
sederhana sampai kompleks/rumit. Sebagai contoh, menambah pengetah tsunami adalah
tindakan sederhana dan dapat dilakukan semua orang, sedangkan menghadiri pertemuan
masyarakat atau pendidikan bencana harus melibatkan banyak pemangku kepentingan seperti
pemerintah, para pelatih, dan pemimpin masyarakat. Begitu pula, indikator dari aspek unit
sosial, kesiapsiagaan menghadapi tsunami, masing-masing individu, keluarga; komunitas,
dan masyarakat yang memiliki fungsi dan kemampuan berbeda.

Untuk skoring dapat digunakan bermacam-macam cara tergantung kondisi daerah


dan masyarakatnya. Misalnya, parameter "mengetahui tanda alam tsunami bisa diukur
melalui rendah (tidak tahu sama sekali), sedang (mengetahui paling tidak 2 tanda alam
tsunami), tinggi (mengetahui minimal 4 tanda alam tsunami). Dalam rangka kepentingan
indeks, level skoring seharusnya sama. Kalau level skoring indikator terdiri dari 3 (rendah,
sedang, dan tinggi) maka hal yang lain juga 3. Namun, jenis datanya bisa kuantitatif atau
kualitatif yang penting bisa dikuantifikasikan. Penyusunan indikator tsunami sangat lokalitas
dan melibatkan masyarakat sehingga indikator ini belum tentu dapat sesuai apabila
diterapkan pada kondisi dan lokasi lain
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengelolahan bencana adalah mencegah dan atau mengurangi dampak bencana
terhadap kerugian nyawa atau harta benda yang sering disebut PRB. PRB dapat efektif
apabila kita dapat mengetahui kondisi terjadinya, frekuensi kejadian, dan perkiraan
dampak bencana. Pemahaman tentang kondisi masyarakat dari aspek fisik, sosial,
ekonomi, dan lingkungan yang berisiko terkena bencana juga dibutuhkan. Sebagaimana
dijelaskan meskipun konsep risiko bencana bervariasi, formula umum risiko yang sering
digunakan adalah hasil dari interaksi ancaman, kerentanan, dan kapasitas.
Metode penilaian ancaman dan kerentanan dana kepastian dilakukan dengan
pendekatan tertentu dan mempertimbangkan aspek-aspek tertentu pula. Beberapa
pendekatan dapat dilakukan dengan melakukan penelitian amatan, uji petik, pengumpulan
informasi, dan pemanfaatan berbagai data tentang ancaman, karakteristik bahaya,
ketidakberdayaan suatu individu atau masyarakat dari aspek fisik, sosial, ekonomi, dan
lingkungan. Dalam perkembangannya, metode analisis risiko bencana saat ini
berkembang seiring dengan perkembangan bencana dan kemajuan ilmu pengetahuan
teknologi (IPTEK). Berikut beberapa teknik pengukuran yang dapat digunakan untuk
menilai risiko bencana di suatu wilayah tertentu dan jenis bencana tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Adiyoso,Wigyo. 2018. Manajemen Bencana. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai