Anda di halaman 1dari 13

HAID

Haid merupakan barometer kesehatan dari seorang perempuan. Hal ini sangat berkaitan dengan
produktivitasnya. Kita harus mengetahui pola dan jarak dari haid kita dengan cara mencatat waktu
haid. Kita juga harus mengetahui baru dari darah haid agar bisa membedakan dengan darah lain
contohnya adalah darah nifas. Ketelitian dalam menilai jadwal haid sangat berkaitan dalam
kesempurnaan ibadah dan shalat.

Dalam QS Al-Baqarah ayat 222 disebutkan bahwa haid merupakan suatu ketetapan yang Allah
berikan kepada keturunan Adam yang perempuan. Jadi haid merupakan sebuah keniscayaan bagi
perempuan. Saat haid, seorang perempuan dilarang berhubungan badan dengan suaminya karena
bisa menimbulkan penyakit. Penelitian di Amerika menyebutkan bahwa perempuan yang melakukan
hubungan badan dengan suaminya saat haid akan mengalami sakit yang luar biasa setelah
melahirkan sedangkan perempuan yang tidak melakukan hubungan badan saat haid keadaannya
baik-baik saja. Hal ini disebabkan oleh adanya bakteri-bakteri yang berkembang saat haid tersebut.

Sebetulnya apakah yang terjadi terhadap tubuh kita saat haid? Sehingga Allah mengistirahatkan
tubuh perempuan bahkan dari kewajiban untuk shalat wajib. Ada banyak hal yang terjadi dalam tubuh
perempuan saat haid. Fungsi hormon di dalam tubuh manusia sangatlah penting terutama bagi
seorang perempuan. Hormon-hormon itu selain dijaga dari segi internal, juga harus dijaga dari segi
eksternal. Ada saat di mana hormon mudah sekali terpengaruh terutama laki-laki. Laki-laki yang biasa
berada pada lingkungan perempuan dan memakai pakaian-pakaian perempuan, maka hormonnya
akan cenderung bergeser kepada hormon perempuan.

Sungguh sangat berbahaya jika seorang perempuan mengkonsumsi obat penunda haid contohnya
jika ingin pergi Haji. Padahal dalam suatu hadits shahih disebutkan bahwa dalam ibadah haji,
perempuan yang haid dapat tetap melaksanakan rukun haji kecuali thawaf di Baitullah dan tetap sah
hajinya.

Perempuan memiliki kekurangan dalam agamanya karena lebih sedikit waktu untuk beribadah
dibandingkan dengan laki-laki. Dalam suatu hadits disebutkan bahwa kita kaum perempuan
diperintahkan untuk bersedekah karena bisa melindungi kita dari api Neraka. Perempuan itu sejatinya
membutuhkan untuk berbicara sebanyak 20.000 kata setiap harinya oleh karena itu kita harus dekat
dengan Alquran agar kata-kata yang keluar dari mulut kita adalah hal-hal yang bermanfaat.

Saat haid, kadar protein di dalam tubuh menurun secara drastis sehingga kita lebih mudah marah.
Oleh karena itu kita sangat dianjurkan untuk makan makanan yang berprotein tinggi saat haid. Darah
yang keluar lebih dari 15 hari adalah istihadah atau darah penyakit. Cara mandi bersuci yang benar
adalah sebagai berikut :
1. Sebelum mandi, mengecek terlebih dahulu kebersihannya dengan kain kasa, jika masih ada noda
kekuningan berarti belum bersih sepenuhnya,
2. Niat,
3. Berwudhu,
4. Siram badan bagian kanan lalu kiri sebanyak masing-masing 3 kali dari ujung kepala,
5. Jika sudah bersih, gunakan parfum agar harum dan bebas bakteri.
Jika selama ini kita sudah terlanjur lalai dengan cara bersuci kita, maka bertobatlah kepada Allah.
Ilmu adalah cahaya, yang harus kita usahakan untuk dimiliki. Ada begitu banyak ilmu tentang diri kita
sendiri yang kita belum mengetahui tentangnya. Menjadi seorang perempuan harus cerdas dan
berilmu agar menutupi kekurangan agamanya dan agar tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggung jawab.

https://www.dakwatuna.com/2015/07/21/71888/haid-dalam-pandangan-islam/#axzz50fD0s0zo
WEB’E SEJE
PENGERTIAN HAID, NIFAS, DAN
ISTIHADHAH
admin | June 9, 2012 | Haid & Nifas | No Comments
Pembahasan soal darah pada wanita yaitu haid, nifas, dan istihadhah adalah pembahasan yang
paling sering dipertanyakan oleh kaum wanita. Dan pembahasan ini juga merupakan salah satu
bahasan yang tersulit dalam masalah fiqih, sehingga banyak yang keliru dalam memahaminya.
Bahkan meski pembahasannya telah berulang-ulang kali disampaikan, masih banyak wanita
Muslimah yang belum memahami kaidah dan perbedaan dari ketiga darah ini. Mungkin ini
dikarenakan darah tersebut keluar dari jalur yang sama namun pada setiap wanita tentulah
keadaannya tidak selalu sama, dan berbeda pula hukum dan penanganannya.

HAID

Haidh atau haid (dalam ejaan bahasa Indonesia) adalah darah yang keluar dari rahim seorang
wanita pada waktu-waktu tertentu yang bukan karena disebabkan oleh suatu penyakit atau
karena adanya proses persalinan, dimana keluarnya darah itu merupakan sunnatullah yang telah
ditetapkan oleh Allah kepada seorang wanita. Sifat darah ini berwarna merah kehitaman yang
kental, keluar dalam jangka waktu tertentu, bersifat panas, dan memiliki bau yang khas atau
tidak sedap.
Haid adalah sesuatu yang normal terjadi pada seorang wanita, dan pada setiap wanita
kebiasaannya pun berbeda-beda. Ada yang ketika keluar haid ini disertai dengan rasa sakit pada
bagian pinggul, namun ada yang tidak merasakan sakit. Ada yang lama haidnya 3 hari, ada pula
yang lebih dari 10 hari. Ada yang ketika keluar didahului dengan lendir kuning kecoklatan, ada
pula yang langsung berupa darah merah yang kental. Dan pada setiap kondisi inilah yang harus
dikenali oleh setiap wanita, karena dengan mengenali masa dan karakteristik darah haid inilah
akar dimana seorang wanita dapat membedakannya dengan darah-darah lain yang keluar
kemudian.
Wanita yang haid tidak dibolehkan untuk shalat, puasa, thawaf, menyentuh mushaf, dan
berhubungan intim dengan suami pada kemaluannya. Namun ia diperbolehkan membaca Al-
Qur’an dengan tanpa menyentuh mushaf langsung (boleh dengan pembatas atau dengan
menggunakan media elektronik seperti komputer, ponsel, ipad, dll), berdzikir, dan boleh
melayani atau bermesraan dengan suaminya kecuali pada kemaluannya.
Allah Ta’ala berfirman:
‫ط َّه ْرنَ فَأْتُوه َُّن مِ ْن َحيْث‬ ْ َ‫ى ي‬
َ َ ‫ط ُه ْرنَ فَإِذَا ت‬ ِ ِ‫ساء فِي ْال َمح‬
َ َّ ‫يض َوالَ ت َ ْق َربُوه َُّن َحت‬ ِ ِ‫ع ِن ْال َمح‬
َ ِِّ‫يض ق ُ ْل ه َُو أَذًى فَا ْعت َِزلُواْ الن‬ َ َ‫للاُ ُُ َويَسْأَلُونَك‬
ِّ ‫أ َ َم َر ُك ُم‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang (darah) haid. Katakanlah, “Dia itu adalah suatu kotoran
(najis)”. Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di tempat haidnya
(kemaluan). Dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci (dari haid). Apabila
mereka telah bersuci (mandi bersih), maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan
Allah kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

ِ‫ص ََلة‬ َ َ‫ص ْو ِم َو َال نُؤْ َم ُر بِق‬


َّ ‫ضاءِ ال‬ َ َ‫ُصيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْ َم ُر بِق‬
َّ ‫ضاءِ ال‬ ِ ‫َكانَ ي‬
“Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha puasa dan tidak
diperintahkan untuk mengqadha shalat.” (HR. Al-Bukhari No. 321 dan Muslim No. 335)
Batasan Haid :

 Menurut Ulama Syafi’iyyah batas minimal masa haid adalah sehari semalam, dan batas
maksimalnya adalah 15 hari. Jika lebih dari 15 hari maka darah itu darah Istihadhah dan
wajib bagi wanita tersebut untuk mandi dan shalat.
 Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam Majmu’ Fatawa mengatakan bahwa tidak ada
batasan yang pasti mengenai minimal dan maksimal masa haid itu. Dan pendapat inilah
yang paling kuat dan paling masuk akal, dan disepakati oleh sebagian besar ulama,
termasuk juga Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah juga mengambil pendapat ini. Dalil tidak
adanya batasan minimal dan maksimal masa haid :

Firman Allah Ta’ala.

ِ ِ‫سا َء فِي ْال َمح‬


‫يض ۖ َو َال ت َ ْقر‬ ِ ِ‫ع ِن ْال َمح‬
َ ِِّ‫يض ۖ ق ُ ْل ه َُو أَذًى فَا ْعت َِزلُوا الن‬ َ َ‫َُويَسْأَلُونَك‬ ْ َ‫بُوه َُّن َحتَّى ي‬
َ َ‫ط ُه ْرن‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah : “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh
sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu
mendekatkan mereka, sebelum mereka suci…” [QS. Al-Baqarah : 222]

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memberikan petunjuk tentang masa haid itu berakhir setelah
suci, yakni setelah kering dan terhentinya darah tersebut. Bukan tergantung pada jumlah hari
tertentu. Sehingga yang dijadikan dasar hukum atau patokannya adalah keberadaan darah haid
itu sendiri. Jika ada darah dan sifatnya dalah darah haid, maka berlaku hukum haid. Namun jika
tidak dijumpai darah, atau sifatnya bukanlah darah haid, maka tidak berlaku hukum haid
padanya. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menambahkan bahwa sekiranya memang ada
batasan hari tertentu dalam masa haid, tentulah ada nash syar’i dari Al-Qur’an dan Sunnah yang
menjelaskan tentang hal ini.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan : “Pada prinsipnya, setiap darah yang
keluar dari rahim adalah haid. Kecuali jika ada bukti yang menunjukkan bahwa darah itu
istihadhah.”
Berhentinya haid :

Indikator selesainya masa haid adalah dengan adanya gumpalan atau lendir putih (seperti
keputihan) yang keluar dari jalan rahim. Namun, bila tidak menjumpai adanya lendir putih ini,
maka bisa dengan mengeceknya menggunakan kapas putih yang dimasukkan ke dalam vagina.
Jika kapas itu tidak terdapat bercak sedikit pun, dan benar-benar bersih, maka wajib mandi dan
shalat.

Sebagaimana disebutkan bahwa dahulu para wanita mendatangi Aisyah radhiyallahu


‘anha dengan menunjukkan kapas yang terdapat cairan kuning, dan kemudian Aisyah
mengatakan :

َّ َ‫الَ ت َ ْع َج ْلنَ َحتَّى ت ََريْنَ الق‬


َ ‫صةَ البَ ْي‬
‫ضا َء‬

“Janganlah kalian terburu-buru sampai kalian melihat gumpalan putih.” (Atsar ini terdapat dalam
Shahih Bukhari).

NIFAS
Nifas adalah darah yang keluar dari rahim wanita setelah seorang wanita melahirkan. Darah ini
tentu saja paling mudah untuk dikenali, karena penyebabnya sudah pasti, yaitu karena adanya
proses persalinan. Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa darah nifas itu adalah
darah yang keluar karena persalinan, baik itu bersamaan dengan proses persalinan ataupun
sebelum dan sesudah persalinan tersebut yang umumnya disertai rasa sakit. Pendapat ini
senada dengan pendapat Imam Ibnu Taimiyah yang mengemukakan bahwa darah yang keluar
dengan rasa sakit dan disertai oleh proses persalinan adalah darah nifas, sedangkan bila tidak
ada proses persalinan, maka itu bukan nifas.
Batasan nifas :

Tidak ada batas minimal masa nifas, jika kurang dari 40 hari darah tersebut berhenti maka
seorang wanita wajib mandi dan bersuci, kemudian shalat dan dihalalkan atasnya apa-apa yang
dihalalkan bagi wanita yang suci. Adapun batasan maksimalnya, para ulama berbeda pendapat
tentangnya.

 Ulama Syafi’iyyah mayoritas berpendapat bahwa umumnya masa nifas adalah 40 hari
sesuai dengan kebiasaan wanita pada umumnya, namun batas maksimalnya adalah 60
hari.
 Mayoritas Sahabat seperti Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Aisyah, Ummu
Salamah radhiyallahu ‘anhum dan para Ulama seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam
Ahmad, At-Tirmizi, Ibnu Taimiyah rahimahumullah bersepakat bahwa batas maksimal
keluarnya darah nifas adalah 40 hari, berdasarkan hadits Ummu Salamah dia
berkata, “Para wanita yang nifas di zaman Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam-, mereka
duduk (tidak shalat) setelah nifas mereka selama 40 hari atau 40 malam.” (HR. Abu Daud
no. 307, At-Tirmizi no. 139 dan Ibnu Majah no. 648). Hadits ini diperselisihkan derajat
kehasanannya. Namun, Syaikh Albani rahimahullah menilai hadits ini Hasan Shahih.
Wallahu a’lam.
 Ada beberapa ulama yang berpendapat bahwa tidak ada batasan maksimal masa nifas,
bahkan jika lebih dari 50 atau 60 hari pun masih dihukumi nifas. Namun, pendapat ini tidak
masyhur dan tidak didasari oleh dalil yang shahih dan jelas.

Wanita yang nifas juga tidak boleh melakukan hal-hal yang dilakukan oleh wanita haid, yaitu
tidak boleh shalat, puasa, thawaf, menyentuh mushaf, dan berhubungan intim dengan suaminya
pada kemaluannya. Namun ia juga diperbolehkan membaca Al-Qur’an dengan tanpa menyentuh
mushaf langsung (boleh dengan pembatas atau dengan menggunakan media elektronik seperti
komputer, ponsel, ipad, dll), berdzikir, dan boleh melayani atau bermesraan dengan suaminya
kecuali pada kemaluannya.

Tidak banyak catatan yang membahas perbedaan sifat darah nifas dengan darah haid. Namun,
berdasarkan pengalaman dan pengakuan beberapa responden, umumnya darah nifas ini lebih
banyak dan lebih deras keluarnya daripada darah haid, warnanya tidak terlalu hitam, kekentalan
hampir sama dengan darah haid, namun baunya lebih kuat daripada darah haid.

ISTIHADHAH
Istihadhah adalah darah yang keluar di luar kebiasaan, yaitu tidak pada masa haid dan bukan
pula karena melahirkan, dan umumnya darah ini keluar ketika sakit, sehingga sering disebut
sebagai darah penyakit. Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarah Muslim mengatakan bahwa
istihadhah adalah darah yang mengalir dari kemaluan wanita yang bukan pada waktunya dan
keluarnya dari urat.
Sifat darah istihadhah ini umumnya berwarna merah segar seperti darah pada umumnya, encer,
dan tidak berbau. Darah ini tidak diketahui batasannya, dan ia hanya akan berhenti setelah
keadaan normal atau darahnya mengering.
Wanita yang mengalami istihadhah ini dihukumi sama seperti wanita suci, sehingga ia tetap
harus shalat, puasa, dan boleh berhubungan intim dengan suami.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu ‘anha :
ْ َ ‫اض فََلَ ا‬
َّ ‫ اَفَا َ َدعُ ال‬،‫ط ُه ُر‬
‫صَلَة َ؟ فَقَا َل‬ ُ ‫هللا اِنِِّى ْام َراَة ٌ ا ُ ْست َ َح‬
ِ ‫س ْو ُل‬ ُ ‫ت يا َ َر‬ ْ َ‫سلَّ َم َوقَل‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ُّ ‫َجا َءتَ فاَطِ َمةُ بِ ْنتُ اَبِى ُحبَي ٍْش اِلَى النَّ ِب‬
ِ‫ع ْنك‬َ ‫َب قَد ُْرهَا فا َ ْغ ِسلِى‬ َّ ‫ضةُ فَاتْ ُركِى ال‬
َ ‫ فَ ِاذَا ذَه‬،َ ‫صَلَة‬ ْ
َ ‫ت ال َح ْي‬ ِ َ‫ض ِة فَ ِاذَاا َ ْقبَل‬ ْ
َ ‫ْس بِال َح ْي‬ َ ‫ اِنَّ َما ذَلِكَ ع ِْر ٌق َولَي‬،َ‫ ال‬:‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ِ ‫س ْو ُل‬
َ ‫هللا‬ ُ ‫يا َ َر‬
ِّ
‫ص ِلى‬ َ ‫الد ََّم َو‬
Fatimah binti Abi Hubaisy telah datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata:
“Ya Rasulullah, sesungguhnya aku adalah seorang wania yang mengalami istihadhah, sehingga
aku tidak bisa suci. Haruskah aku meninggalkan shalat?” Maka jawab Rasulullah SAW: “Tidak,
sesungguhnya itu (berasal dari) sebuah otot, dan bukan haid. Jadi, apabila haid itu datang, maka
tinggalkanlah shalat. Lalu apabila ukuran waktunya telah habis, maka cucilah
darah dari tubuhmu lalu shalatlah.”
https://fiqihwanita.com/pengertian-haid-nifas-dan-istihadhah/
Sumber / Maraji’ :

 Fiqhus Sunnah lin Nisaa’ – Kamal bin As-Sayyid Salim


 Fatawa Al-Mar’ah Muslimah
 Majmu’ Fatawa Arkanil Islam – Syaikh Ibnu Utsaimin
 Ahkamuth Thaharah ‘inda An-Nisaa’ ‘ala Madzhab Imam Asy-Syafi’i – Munir bin
Husain

WEB’E SEJE
MAKNA NIFAS
Nifas ialah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan
kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya (2 atau 3 hari) yang disertai dengan rasa sakit.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: “Darah yang dilihat seorang wanita ketika mulai
merasa sakit adalah nifas.” Beliau tidak memberikan batasan 2 atau 3 hari. Dan maksudnva
yaitu rasa sakit yang kemudian disertai kelahiran. Jika tidak, maka itu bukan nifas.
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa nifas itu ada batas minimal dan
maksimalnya. Menurut Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya tentang sebutan yang dijadikan
kaitan hukum oleh Pembawa syari’at, halaman 37 Nifas tidak ada batas minimal maupun
maksimalnya. Andaikata ada seorang wanita mendapati darah lebih dari 40,60 atau 70 hari dan
berhenti, maka itu adalah nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu darah kotor, dan bila
demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan batas umum
sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadits.”
Atas dasar ini, jika darah nifasnya melebihi 40 hari, padahal menurut kebiasaannya sudah
berhenti setelah masa itu atau tampak tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat, hendaklah
si wanita menunggu sampai berhenti. Jika tidak, maka ia mandi ketika sempurna 40 hari karena
selama itulah masa nifas pada umumnya. Kecuali, kalau bertepatan dengan masa haidnya maka
tetap menunggu sampai habis masa haidnya. Jika berhenti setelah masa (40 hari) itu, maka
hendaklah hal tersebut dijadikan sebagai patokan kebiasaannya untuk dia pergunakan pada
masa mendatang.
Namun jika darahnya terus menerus keluar berarti ia mustahadhah. Dalam hal ini,hendaklah ia
kembali kepada hukum-hukum wanita mustahadhah yang telah dijelaskan pada pasal
sebelumnya. Adapun jika si wanita telah suci dengan berhentinya darah berarti ia dalam
keadaan suci, meskipun sebelum 40 hari. Untuk itu hendaklah ia mandi, shalat, berpuasa dan
boleh digauli oleh suaminya.Terkecuali, jika berhentinya darah itu kurang dari satu hari maka hal
itu tidak dihukumi suci. Demikian disebutkan dalam kitab Al-Mughni.
Nifas tidak dapat ditetapkan, kecualijika si wanita melahirkan bayi yang sudah berbentuk
manusia. Seandainya ia mengalami keguguran dan janinnya belum jelas berbentuk manusia
maka darah yang keluar itu bukanlah darah nifas, tetapi dihukumi sebagai darah penyakit.
Karena itu yang berlaku baginya adalah hukum wanita mustahadhah.
Minimal masa kehamilan sehingga janin berbentuk manusia adalah 80 hari dihitung dari mulai
hamil, dan pada umumnya 90 hari. Menurut Al-Majd Ibnu Taimiyah, sebagaimana dinukil dalam
kitab Syarhul Iqna’: “Manakala seorang wanita mendapati darah yang disertai rasa sakit sebelum
masa (minimal) itu, maka tidak perlu dianggap (sebagai nifas). Namun jika sesudahnya, maka ia
tidak shalat dan tidak puasa. Kemudian, apabila sesudah kelahiran temyata tidak sesuai dengan
kenyataan maka ia segera kembali mengerjakan kewajiban; tetapi kalau tidak teryata demikian,
tetap berlaku hukum menurut kenyataan sehingga tidak pedu kembali mengerjakan kewajiban”
HUKUM-HUKUM NIFAS
Hukum-hukum nifas pada prinsipnya sama dengan hukum-hukum haid, kecuali dalam beberapa
hal berikut ini:
1. Iddah. dihitung dengan terjadinya talak, bukan dengan nifas. Sebab, jika talak jatuh sebelum
isteri melahirkan iddahnya akan habis karena melahirkan bukan karena nifas. Sedangkan jika
talak jatuh setelah melahirkan, maka ia menunggu sampai haid lagi, sebagaimana telah
dijelaskan.
2. Masa ila’. Masa haid termasuk hitungan masa ila’, sedangkan masa nifas tidak.
Ila’ yaitu jika seorang suami bersumpah tidak akan menggauli isterinya selama-lamanya, atau
selama lebih dari empat bulan. Apabila dia bersumpah demikian dan si isteri menuntut suami
menggaulinya, maka suami diberi masa empat bulan dari saat bersumpah. Setelah sempurna
masa tersebut, suami diharuskan menggauli isterinya, atau menceraikan atas permintaan isteri.
Dalam masa ila’ selama empat bulan bila si wanita mengalami nifas, tidak dihitung terhadap
sang suami, dan ditambahkan atas empat bulan tadi selama masa nifas. Berbeda halnya dengan
haid, masa haid tetap dihitung terhadap sang suami.
3. Baligh. Masa baligh terjadi denganhaid, bukan dengan nifas. Karena seorang wanita
tidakmungkinbisa hami sebelum haid, maka masa baligh seorang wanita terjadi dengan
datangnya haid yang mendahului kehamilan.
4. Darah haid jika berhenti lain kembali keluar tetapi masih dalam waktu biasanya, maka darah
itu diyakini darah haid. Misalnya, seorang wanita yang biasanya haid delapan hari, tetapi setelah
empat hari haidnya berhenti selama dua hari, kemudian datang lagi pada hari ketujuh dan
kedelapan; maka tak diragukan lagi bahwa darah yang kembali datang itu adalah darah haid.
Adapun darah nifas, jika berhenti sebelum empat puluh hari kemudian keluar lagi pada hari
keempat puluh, maka darah itu diragukan. Karena itu wajib bagi si wanita shalat dan puasa
fardhu yang tertentu waktunya pada waktunya dan terlarang baginya apa yang terlarang bagi
wanita haid, kecuali hal-hal yang wajib. Dan setelah suci, ia harus mengqadha’ apa yang
diperbuatnya selama keluarya darah yang diragukan, yaitu yang wajib diqadha’ wanita haid.
Inilah pendapat yang masyhur menunut para fuqaha ‘ dari Madzhab Hanbali.
Yang benar, jika darah itu kembali keluar pada masa yang dimungkinkan masih
sebagai nifas maka termasuk nifas. Jika tidak, maka darah haid. Kecuali jika darah itu keluar
terus menerus maka merupakan istihadhah. Pendapat ini mendekati keterangan yang
disebutkan dalam kitab Al-Mughni’ bahwa Imam Malik mengatakan: “Apabila seorang wanita
mendapati darah setelah dua atau tiga hari, yakni sejak berhentinya, maka itu termasuk nifas.
Jika tidak, berarti darah haid.” Pendapat ini sesuai dengan yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah.
Menurut kenyataan, tidak ada sesuatu yang diragukan dalam masalah darah. Namun, keragu-
raguan adalah hal yang relatif, masing-masing orang berbeda dalam hal ini sesuai dengan ilmu
dan pemahamannya. Padahal Al-Qur’an dan Sunnah berisi penjelasan atas segala sesuatu.
Allah tidak pernah mewajibkan seseorang berpuasa ataupun thawaf dua kali, kecuali jika ada
kesalahan dalam tindakan pertama yang tidak dapat diatasi kecuali dengan mengqadha’.
Adapun jika seseorang dapat mengerjakan kewajiban sesuai dengan kemampuannya maka ia
telah terbebas dari tanggungannya. Sebagaimana firman Allah:
‫سا ِّإ هَل ُو ْسعا اها‬
ً ‫َّللاُ نا ْف‬ ُ ‫اَل يُكال‬
‫ِّف ه‬
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupan.. ” [Al-Baqarah/2:
286]
‫َّللا اما ا ْست ا ا‬
‫ط ْعت ُ ْم‬ ‫فااتهقُوا ه ا‬
“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu …” [At-Taghabun/64: 16]
5. Dalam haid,jika si wanita suci sebelum masa kebiasaannya, maka suami boleh dan tidak
terlarang menggaulinya. Adapun dalam nifas, jika ia suci sebelum empat puluh hari maka suami
tidak boleh menggaulinya, menurut yang masyhur dalam madzhab Hanbali.
Yang benar, menurut pendapat kebanyakan ulama, suami tidak dilarang menggaulinya. Sebab
tidak ada dalil syar’i yang menunjukkan bahwa hal itu dilarang, kecuali riwayat yang disebutkan
Imam Ahmad dari Utsman bin Abu Al-Ash bahwa isterinya datang kepadanya sebelum empat
puluh hari, lalu ia berkata: “Jangan kau dekati aku !”.
Ucapan Utsman tersebut tidak berarti suami terlarang menggauli isterinya karena hal itu mungkin
saja merupakan sikap hati-hati Ustman, yaknik hawatir kalau isterinya belum suci benar, atau
takut dapat mengakibatkan pendarahan disebabkan senggama atau sebab lainnya. Wallahu a
‘lam.

Sumber: https://almanhaj.or.id/1684-nifas-dan-hukum-hukumnya.html

WEB’E SEJE
Sahabat ummi, beberapa orang bertanya mengenai nifas, dikarenakan
sebenarnya pengetahuan mereka mengenai hal ini yang dihubungan dengan
fikih Islam memang terbatas.

Apa sebenarnya nifas itu? Nifas menurut Syaikh ibnu Utsaimin adalah Darah
nifas adalah darah yang keluar dari rahim setelah kondisi melahirkan, atau
sesudahnya bisa juga sebelumnya sekitar dua hari atau tiga hari sebelum
melahirkan yang keluar disertai rasa sakit.

Lalu, bagaimana hukumnya wanita dalam kondisi nifas? Jika darah nifas
berhenti sebelum 40 hari (setelah melahirkan), dan setelah itu tidak keluar lagi.
Hukumnya kapan saja darah nifas itu berhenti, maka ia wajib mandi, shalat dan
berpuasa .

Namun, apabila terseling, sebelum 40 hari terhenti dan keluar lagi sebelum 40
hari, maka hukumnya saat wanita melihat terhentinya darah nifas, maka ia
wajib mandi, shalat dan puasa. Namun jika sempurna 40 hari masa nifasnya,
maka selama hari itu tidak wajib puasa, shalat dan hal ini dilakukan setelah
mandi besar sesaat darah nifas berhenti.

Nifas yang terseling ini terkadang membuat wanita ragu, apakah dihukumi
sebagai darah haid, atau darah istihadah? Hal ini bisa dipahami sebagai
berikut:

Pertama, apabila keluarnya itu bertepatan dengan masa kebiasaan haid


(tanggal yang teratur), maka saat darah itu keluar, ia tidak boleh puasa dan
shalat.
Kedua, jika masa keluarnya tidak bertepatan dengan kebiasaan haid setelah
40 hari itu, maka bukan dihukumi sebagai darah haid (tapi istihadah), dan
wanita yang mengalaminyawajib mandi serta tetap jalankan shalat dan puasa.

Ada pertanyaan menggelitik, saat wanita dalam kondisi bedah Caesar, hukum
nifasnya bagaimana? Dan inilah jawabannya:

Menurut keterangan Al-Lajnah ad-Daimah, hukum bagi wanita seusai bedah


Caesar, maka hukumnya sama dengan wanita yang mengalami nifas karena
persalinan normal. Jika melihat keluarnya darah dari kemaluannya, maka ia
meninggalkan shalat dan puasa sampai suci. Apabila tak melihat lagi keluarnya
darah, maka ia harus mandi, shalat dan puasa seperti halnya wanita-wanita
suci lainnya.

Keraguan wanita akam muncul setelah mengetahui darah yang keluar berubah
dari merah kekuning-kuningan atau bahkan cokelat. Bagaimana fikih wanita
menghukumi ini.

Menurut Syaikh Ibnu Utsaimin,tidak ada ketentuan mengenai warna darah


wanita setelah nifas, apakah merah, kuning atau keruh, jika masih keluar pada
waktu 40 hari, maka tetap dihukumi darah nifas, sebelum benar-benar bersih.
Sedang darah yang keluar setelahnya, jika darah biasa tak diselingi dengan
berhenti maka darah itu darah nifas, jika selainnya maka dihukumi darah
istihadhah.

Al-Lajnah ad-Da’imah menyatakan bila ragu dengan cairan (lendir) yang keluar
saat masa nifas, karena perubahan warnanya, hingga tanda-tanda suci tak bisa
dilihat dengan jelas, maka hukum cairan itu diikutkan pada ketentuan darah
nifas, sehingga wanita dalam keadaan itu tidak wajib mandi sehingga terlihat
keadaan suci yang jelas.

Lalu, adakah sebenarnya batas minimal mengenai darah nifas ini? Syaikh Ibnu
Baz mengatakan tidak ada batasan minimal (ayat-ayat yang menyebutkan
demikian) dari wanita yang suci dari masa nifas. Ada yang 10 hari setelah
melahirkan, atau malah kurang dari itu, ataupun lebih dari itu, maka jika ia
sudah kedapat bersih dan suci, maka diberlakukan kepadanya ketentuan
hukum wanita dalam keadaan suci.

Kemudian ada pertanyaan yang menggelitik, sebenarnya bolehkah wanita


dalam keadaan nifas itu ditalak oleh suaminya? Ternyata Syaikh Ibnu Utsaimin
menjawab sebagai berikut:
“Mentalak Hukumnya tidak boleh, bahkan talak itu hukumnya terasuk talak
bid’ah, sebagaimana mentalak wanita yang sedang haid.”

Demikianlah sahabat Ummi, semoga yang disampaikan menjadi sebuah ilmu


fikih wanita, hingga tak ragu-ragu memutuskan sesuatu yang berhubungan
dengan ibadah (shalat, puasa, membaca Al Qur’an atau talak dan sebagainya)
saat wanita dalam keadaan nifas.

http://www.ummi-online.com/nifas-dalam-islam-yang-wajib-diketahui-
muslimah.html

Candra Nila Murti Dewojati, 2013, 202 Tanya jawab Fikih Wanita, penerbit Al Maghfirah,
Jakarta

WEB’E SEJE
Pengertian Nifas

Pengertian nifas , terbagi menjadi dua yaitu :


 Secara Bahasa , nifas memiliki arti melahirkan .
 Secara Syara’ , nifas memiliki arti darah yang keluar dari vagina / farji nya wanita , yang
keluar setelah adanya proses melahirkan .

Darah nifas adalah darah yang keluar pada saat sebelum , pada saat dan sesudah melahirkan serta
diikuti dengan tanda – tanda akan melahirkan seperti rasa sakit . Rasa sakit yang dimaksud disini
adalah rasa sakit yang diikuti dengan proses melahirkan . Apabila darah keluar tidak disertai dengan
proses persalinan / melahirkan maka darah tersebut tidak dinamakan darah nifas . Selain itu semua ,
dinamakan darah nifas apabila darah tersebut keluar setelah wanita melahirkan seorang bayi yang
sudah berbentuk manusia , walupun belum sempurna . Dan apabila seorang wanita mengalami
keguguran dan bayi yang dikeluarkan belum berbentuk manusia , maka darah yang keluar tidak
disebut dengan darah nifas . Namun di hukumi dengan darah istihadah ( darah penyakit ) yang tidak
menghalangi shalat , puasa dan ibadah lainnya .

Berikut adalah beberapa pengertian nifas menurut para Ulama :


Batasan Darah Nifas

Sesungguhnya ,batas minimum keluarnya darah nifas tidak ada . Namun pada umumnya darah nifas
keluar selama 40 hari . Apabila darah nifas telah berhenti sebelum 40 hari , maka wanita tersebut
wajib untuk mandi wajib serta menjalankan semua amalan sebagaimana wanita suci .Sedangkan
dalam hal batas maksimum keluarnya haid , para ulama memiliki perbedaan pendapat. Berikut
adalah beberapa pendapat mengenai batas maksimum keluarnya haid:
 Mayoritas Ulama Syafi’iyyah , memiliki pendapat bahwa batas umum keluarnya darah nifas
adalah 40 hari . Sedangkan batas maksimum adalah 60 hari .
 Menurut para sahabat Rasulullah saw , seperti Umar bin Khatab , Ali bin Abi talib , Ibnu
Abbas , Aisyah , Ummu salamah , Dan menurut para ulama seperti Abu Hanifah , Imam Malik
, Ibnu Taimiyah ,Imam Ahmad AtTurmudzi , Berpendapat bahwa batas maksimum keluarnya
darah nifas adalah 40 hari , 40 malam .

Pendapat di atas , di dasarkan pada Hadist yang di sampaikan Ummu salamah , ia berkata :

adversitemens

 Sedangkan beberapa ulama berpendapat bahwasannya tidak ada batas maksimum , bahkan
disebutkan apabila keluar lebih dari 50 atau 60 hari , jika belum berhenti maka itu masih
termasuk ke dalam darah nifas . Akan tetapi ,pendapat ini tidak masyhur dan tidak berdasar
pada dalil yang shahih .
Ketentuan Bagi wanita Nifas
Ketentuan bagi seorang wanita yang mengalami nifas , sesungguhnya tidak ada bedanya
dengan ketentuan – ketentuan yang berlaku bagi wanita haid .
Berikut adalah ketentuan yang tidak boleh dilakukan bagi wanita yag sedang nifas :
1. Shalat

Seperti halnya wanita yang sedang haid , wanita yang sedang nifas juga tidak di wajibkan untuk
shalat atau tidak boleh melakukan shalat .Baik shalat wajib ataupun shalat sunnah , Karena salah
satu syarat syah shalat harus suci dari hadas kecil dan hadas besar ( suci dari haid dan nifas ) . Dan
apabila telah selesai masa nifas , maka tidak wajib untuk mengqadanya .

2. Puasa

Seseorang yang sedang nifas , maka diharamkan untuk berpuasa . Dikarenakan salah satu syarat
syah puasa adalah suci dari haid dan nifas . Dan apabila telah selesai masa nifasnya wanita tersebut
wajib mengqada sejumlah puasa yang ditinggalkan .
3. Thawaf

Ibadah selanjutnya yang tidak boleh dilakukan oeh wanita nifas adalah melakukan thawaf atau
mengelilingi ka’bah. Rangkaian ibadah haji yang tidak boleh dilakukan oleh seorang wanita nifas
adalah melakukan thawaf .

4. Berjima’ ( Berhubungan suami istri )


Seseorang dalam keadaan nifas , tidak boleh melakukan hubungan suami istri sampai masa ifas
habis ( darah yang keluar telah selesai ) . Seorang yang melakukan hubungan suami istri pada saat
istri dalam keadaan nifas ,maka hukumnya haram , dan wajib membayar kaffarah atau denda .
5. Menyentuh Mushaf atau Al-Qur’an

Seperti halnya seorang wanita haid ,seorang yang sedang nifas juga tidak boleh menyentuh al-qur’an
. Karena sebelum kita menyentuh Al-qur’an , kita harus dalam keadaan suci bik suci dari hadas kecil
ataupun besar ( harus suci dari haid dan nifas ) . Akan tetapi ketentuan bagi seorang yang sedang
nifas membaca ayat suci Al- qur’an hukumnya boleh asalkan ada pembatasnya , atau membaca
secara tidak langsung seperti membaca di media sosial atau membaca di hp , aipat atau yang lainnya
.

6. Cerai

Wanita dalam keadaan nifas tidak boleh diceraikan oleh suaminya . Hal ini dijelaskan daam QS.At-
Talaq ayat 1 :

Berikut adalah ketentuan yang boleh dilakukan oleh seorang wanita yang sedang nifas :
1. Berdo’a dan berdzikir kepada Allah swt
2. Membaca Al-qur’an tanpa menyentuhnya
3. Melakukan sujud Tilawah
4. Tidur bersama suami
5. Melayani suami , kecuali berjima’ .
Hukum – hukum nifas dan haid

Haid dan nifas memiliki hukum – hukum yang sama , atau tidak ada perbedaannya Kecuali hal – hal
berikut :
 Masa iddah

Masa iddah seorang perempuan apabila tidak dalam keadaan hamil , adalah di hitung dengan masa
haid bukan masa nifas . Seperti yang dijelaskan dalam QS.Al-Baqarah ayat 228 :

Yang dimaksud dengan quru’ dalam ayat diatas adalah haid . Dan dari penjelasan ayat di atas masa
iddah dihitung dari masa haid bukan nifas . Apabila seorang suami , mentalak atau mencerai seorang
istri yang sedang hamil ,maka masa iddahnya akan habis setelah wanita tersebut melahirkan ,bukan
karena nifas . Dan apabila seorang suami mentalak atau mencerai ketika seorang istri telah
melahirkan , maka masa iddahnya adalah setelah seorang istri mengalami haid selama 3 kali haid
yaitu bukan pada saat nifas .

2. Masa Ila’

Ila’ yaitu sumpah seorang suami untuk tidak melakukan jima’ dengan istrinya selama waktu tertentu
atau selama 4 bulan. Setelah masa 4 bulan selesai ,ketika seorang istri meminta jima’ maka seorang
suami harus memilih antara berhubungan atau menceraikan istrinya . Masa haid masuk kepada masa
Ila’ , sedangkan nifas tidak masuk kedalamnya . Jadi , apabila seorang suami bersumpah untuk tidak
berjima’ dengan istri selama 4 bulan sedangkan istrinya dalam keadaan nifas , maka nifas tersebut
tidak masuk kedalam masa tersebut akan tetapi masa Ila’ menjadi 4 bulan ditambah dengan masa
nifas . Dan ketika masa itu selesai , dan seorang istri minta untuk berjima’ maka seorang suami harus
memilih antara jima’ atau bercerai .

3. Tanda dewasa seorang perempuan

Tanda balighnya seorang wanita menurut islam yaitu ditandai dengan keluarnya darah haid bukan
ditandai dengan darah nifas .
Proses persalinan merupakan proses dimana seorang wanita mempertaruhkan nyawanya demi buah
hatinya . Proses persalinan juga merupakan proses yang sangat di tunggu – tunggu oleh pasangan
suami istri . Dan bagi seorang wanita yang meninggal dunia ketika melahirkan akan masuk kedalam
golongan orang – orang yang berjihad fi sabilillah . Dan persalinan ada yang ormal dan ada pula yang
dilakukan secara caesar . Dan darah yang keluar ketika melahirkan baik secara normal ataupun
caesar di sebut dengan darah nifas . Dan ketentuan – ketentuan yang di jelaskan di atas
merupakan pengertian dan ketentuan nifas menurut syariah islam . Semoga dengan penjelasan yang
singkat di atas , akan menjadikan pengetahuan kita bertambah dan semoga bermanfaat bagi
kehidupan kita dan apabila ada kekurangan semoga di maafkan . Amin

http://warohmah.com/pengertian-dan-ketentuan-nifas/

Anda mungkin juga menyukai