Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam upaya melakukan reformasi di pemerintahan, Pemerintah telah melakukan
reformasi di bidang keuangan negara dengan ditetapkannya tiga paket
perundang-undangan di bidang keuangan negara, yaitu Undang-undang No. 17 Tahun
2004 tentang Keuangan Negara, Undang-undang No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Tanggung Jawab dan Pengelolaan Keuangan Negara. Undang-undang
Keuangan Negara yang baru tersebut membawa implikasi ditetapkannya suatu sistem
pengelolaan keuangan negara yang lebih transparan, akuntabel, dan terukur. Untuk
mewujudkan hal tersebut, diperlukan suatu sistem pengendalian intern yang dapat
memberikan keyakinan yang memadai atas tercapainya tujuan Instansi secara efektif
dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Secara khusus, dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 disebutkan bahwa


dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan
keuangan negara, Presiden selaku Kepala Pemerintahan mengatur dan
menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan secara
menyeluruh yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Selanjutnya dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 dijelaskan bahwa untuk meningkatkan
keandalan laporan keuangan dan kinerja, setiap entitas pelaporan akuntansi wajib
menyelenggarakan sistem pengendalian internal sesuai dengan ketentuan dan
peraturan perundang-undangan yang terkait.

Pada tanggal 28 Agustus 2008 lahirlah sebuah Peraturan Pemerintah Nomor 60


Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Dalam Peraturan
Pemerintah tersebut dinyatakan bahwa Undang-undang di bidang keuangan negara
membawa implikasi perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih
akuntabel dan transparan. Hal ini baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan
menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di instansi
masing-masing.

1
Dengan demikian maka penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah,
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan
pertanggungjawaban, harus dilaksanakan secara tertib, terkendali, serta efisien dan
efektif. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai
bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu Instansi Pemerintah dapat mencapai
tujuannya secara efisien dan efektif, melaporkan pengelolaan keuangan negara secara
andal, mengamankan aset negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Sistem ini dikenal sebagai Sistem Pengendalian Intern yang
dalam penerapannya harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta
mempertimbangkan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi
Pemerintah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Mahasiswa dapat mengetahui tentang SPIP (Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah)
2. Mahasiswa dapat mengetahui tentang zona integrasi

1.3 Tujuan
1. Apakah yang dimaksut dengan SPIP (Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah)
2. Apakah yang dimaksut dengan zona integrasi

2
BAB II
ISI

2.1 SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah)


1. Pengertian SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah)
Pengertian Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60 Tahun 2008
tentang SPIP adalah:
Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai
atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan

2. Unsur SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah)


Sesuai dengan PP Nomor 60 Tahun 2008, SPIP terdiri dari lima unsur, yaitu:
a. Lingkungan pengendalian

b. Penilaian risiko

c. Kegiatan pengendalian

d. Informasi dan komunikasi

e. Pemantauan pengendalian intern

Unsur SPIP di Indonesia mengacu pada unsur Sistem Pengendalian Intern yang
telah dipraktikkan di lingkungan pemerintahan di berbagai negara, yaitu meliputi:
a. Lingkungan pengendalian

Lingkungan pengendalian adalah kondisi dalam Instansi Pemerintah yang


memengaruhi efektivitas pengendalian intern. Unsur ini menekankan bahwa Pimpinan
Instansi Pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara
keseluruhan lingkungan organisasi, sehingga dapat menimbulkan perilaku positif dan
mendukung pengendalian intern dan manajemen yang sehat.
Lingkungan pengendalian dapat diwujudkan melalui:
a) Penegakan integritas dan nilai etika;

b) Komitmen terhadap kompetensi;

3
c) Kepemimpinan yang kondusif

d) Pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan

e) Pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;

f) Penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber daya
manusia;

g) Perwujudan peran aparat pengawasan intern pemerintah yang efektif;

h) Hubungan kerja yang baik dengan Instansi Pemerintah terkait.

b. Penilaian risiko

Adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam


pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Pimpinan Instansi Pemerintah
wajib melakukan penilaian risiko,

a) Penilaian risiko terdiri atas:

• Identifikasi Risiko; dan


• Analisis Risiko.

b) Dalam rangka penilaian risiko pimpinan Instansi Pemerintah menetapkan:


• Tujuan Instansi Pemerintah; dan
• Tujuan pada tingkatan kegiatan.

Tujuan Instansi Pemerintah; memuat pernyataan dan arahan yang spesifik,


terukur, dapat dicapai, realistis, dan terikat waktu, dan wajib dikomunikasikan kepada
seluruh pegawai.
Untuk mencapai tujuan Instansi Pemerintah pimpinan Instansi Pemerintah
menetapkan:
a) strategi operasional yang konsisten; dan
b) strategi manajemen terintegrasi dan rencana penilaian risiko.
Tujuan pada tingkatan kegiatan, sekurang-kurangnya dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
a) berdasarkan pada tujuan dan rencana strategis Instansi Pemerintah;

4
b) saling melengkapi, saling menunjang, dan tidak bertentangan satu dengan
lainnya;
c) relevan dengan seluruh kegiatan utama Instansi Pemerintah;
d) mengandung unsur kriteria pengukuran;
e) didukung sumber daya Instansi Pemerintah yang cukup; dan
f) melibatkan seluruh tingkat pejabat dalam proses penetapannya.

c. Kegiatan pengendalian

Adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi resiko serta penetapan dan
pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi
resiko telah dilaksanakan secara efektif.

Pimpinan Instansi Pemerintah wajib menyelenggarakan kegiatan pengendalian


sesuai dengan ukuran, kompleksitas, dan sifat dari tugas dan fungsi Instansi Pemerintah
yang bersangkutan.

a) Karakteristik kegiatan Pengandalian


• kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok Instansi Pemerintah;
• kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko;
• kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus Instansi
Pemerintah;
• kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis;
• prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan secara
tertulis; dan
• kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa
kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.
b) Kegiatan Pengendalian terdiri dari :
• review atas kinerja Instansi Pemerintah yang bersangkutan;
• pembinaan sumber daya manusia;
• pengendalian atas pengelolaan sistem informasi;
• pengendalian fisik atas aset;
•. penetapan dan reviu atas indikator dan ukuran kinerja;
• pemisahan fungsi;
• otorisasi atas transaksi dan kejadian yang penting;

5
• pencatatan yang akurat dan tepat waktu atas transaksi dan kejadian;
• pembatasan akses atas sumber daya dan pencatatannya;
• akuntabilitas terhadap sumber daya dan pencatatannya; dan
• dokumentasi yang baik atas Sistem Pengendalian Intern serta transaksi dan
kejadian penting.

d. informasi dan komunikasi


Informasi adalah data yang telah diolah yang dapat digunakan untuk pengambilan
keputusan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah.
Sedangkan komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau informasi dengan
menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun tidak
langsung untuk mendapatkan umpan balik.
Dalam hal ini pimpinan Instansi Pemerintah wajib mengidentifikasi, mencatat,
dan mengkomunikasikan informasi dalam bentuk dan waktu yang tepat. Berkaitan
dengan pengkomunikasian informasi, wajib diselenggarakan secara efektif, dengan
cara sebagai berikut:
a) Menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi; dan

b) Mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus


menerus.

e. Pemantauan pengendalian intern

Adalah proses penilaian atas mutu kinerja Sistem Pengendalian Intern dan proses
yang memberikan keyakinan bahwa temuan audit dan evaluasi lainnya segera
ditindaklanjuti.
Pimpinan Instansi Pemerintah wajib melakukan pemantauan Sistem Pengendalian
Intern, melalui :
a) Pemantauan Berkelanjutan,
b) Evaluasi Terpisah, dan
c) Tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan reviu lainnya.

Kelemahan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah antara lain;


a) Standar Audit

6
Sedangkan dalam pasal 53 menyebutkan (1) Untuk menjaga mutu hasil audit
yang dilaksanakan aparat pengawasan intern pemerintah, disusun standar audit. (3)
Standar audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh organisasi profesi
auditor dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Tidak jelas
organisasi profesi auditor yang dimaksud. Sebaiknya standard ini ditetapkan oleh
BPKP sebagai auditor internal presiden. Hal ini seperti Standard Pemeriksaan
Keuangan Negara yang diterbitkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Dengan
demikian jelas pihak yang bertanggung jawab atas penyusunan standard tersebut.
b) Telaahan Sejawat
Telaahan sejawat antar auditor untuk menjaga mutu hasil audit. Untuk Inspektorat
Kementerian/Lembaga atau Inspektorat Pemda, hal itu tidak masalah. Mereka dapat
saling melakukan peer review. Dalam Pasal 55 PP 60/2008 disebutkan. Untuk
menjaga mutu hasil audit aparat pengawasan intern pemerintah, secara berkala
dilaksanakan telaahan sejawat. Namun untuk BPKP, siapakah yang berhak melakukan
peer review? Ini sungguh membingungkan. PP ini sebaiknya memberikan penjelasan
mengenai peer review yang dilakukan terhadap BPKP.
c) Keputusan dilakukan oleh manusia yang sering berada di bawah tekanan dengan
keterbatasan waktu dan informasi sehingga dapat terjadi pengambilan keputusan
yang tidak tepat;
d) Pegawai mungkin tidak memahami instruksi yang diberikan sehingga
mengakibatkan kegagalan operasi;
e) Pimpinan dan manajemen tingkat atas dengan kewenangannya bisa mengabaikan
kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan;

3. Tujuan SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah)

SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai terhadap empat hal,
yaitu :
a. Tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintahan negara

b. Keandalan pelaporan keuangan

c. Pengamanan aset negara

d. Ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

7
Tujuan tersebut mengisyaratkan bahwa jika dilaksanakan dengan baik dan benar,
SPIP akan memberi jaminan dimana seluruh penyelenggara negara, mulai dari
pimpinan hingga pegawai di instansi pemerintah, akan melaksanakan tugasnya
dengan jujur dan taat pada peraturan. Akibatnya, tidak akan terjadi penyelewengan
yang dapat menimbulkan kerugian negara. Ini dapat dibuktikan, misalnya, melalui
laporan keuangan pemerintah yang andal dan mendapat predikat Wajar Tanpa
Pengecualian.

2.2 Pembangunan zona integritas

Zona Integritas adalah sebutan atau predikat dari Kementerian/Lembaga/Pemda


yang pimpinannya mempunyai niat/komitmen untuk mewujudkan Wilayah Bebas
Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) melalui upaya
mencegah terjadinya korupsi dan mempunyai program kegiatan pencegahan
korupsi, peningkatan kualitas pelayanan publik, dan reformasi birokrasi di
lingkungan kerjanya.

Zona Integritas ini sangat diperlukan, karena:

1. Kondisi semakin kronis dari waktu ke waktu

2. Indonesia belum G3/ Good Government Governance

3. IPK/Indeks Persepsi Korupsi > 2 utk thn 2004-2007 (thn 2011 IPK > 3)

4. Penyalah gunaan wewenang, praktek KKN, dan lemahnya pengawasan


semakin marak.

Ditambahkannya, dengan Integritas maka kita Warga PN Muara Bulian


haruslah:

1. Bertindak dan bersikap jujur dalam berbagai situasi


2. Memenuhi komitmen dan janji pribadi
3. Mentaati kebijakan organisasi sepanjang waktu
4. Menampilkan contoh/teladan perilaku = etika,standar
5. Mempertahankan kesetiaan pada organisasi, norma-norma sosial dalam
berbagai situasi
6. Satunya kata dengan perbuatan

8
Adapun payung hukum Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Korupsi dan
Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani adalah Permenpan No. 52 Tahun 2014
tanggal 2 Oktober 2014.

“Zona Integritas (ZI) adalah predikat yang diberikan kepada instansi


pemerintah yang pimpinan dan jajarannya mempunyai komitmen untuk
mewujudkan Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK)/Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal
pencegahan korupsi dan peningkatan kualitas pelayanan publik”. (Permenpan
52 Tahun 2014)
Zona Integritas (ZI) merupakan sebutan atau predikat yang diberikan kepada K/L
dan Pemda yang pimpinan dan jajarannya mempunyai niat (komitmen) untuk
mewujudkan WBK dan WBBM melalui upaya pencegahan korupsi, reformasi
birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik. K/L dan Pemda yang telah
mencanangkan sebagai ZI mengusulkan salah satu unit kerjanya untuk menjadi
Wilayah Bebas dari Korupsi.
Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) adalah predikat yang diberikan kepada suatu
unit kerja yang memenuhi sebagian besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana,
penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, dan penguatan
akuntabilitas kinerja. Sedangkan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM)
adalah predikat yang diberikan kepada suatu unit kerja yang memenuhi sebagian
besar manajemen perubahan, penataan tatalaksana, penataan sistem manajemen SDM,
penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja, dan penguatan kualitas
pelayanan publik.
Diharapkan melalui pembangunan zona integritas ini unit kerja yang telah
menjadi WBK/WBBM dapat menjadi pilot project dan benchmark untuk unit kerja
lainnya sehingga seluruh unit kerja tersebut diberikan kebebasan untuk bekerja
dengan benar sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan. Selain itu Unit kerja
berpredikat WBK/WBBM merupakan outcome dari upaya pencegahan korupsi yang
dilaksanakan secara konkrit di dalam lingkup Zona Integritas.

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sistem Pengendalian Intern menurut PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP


adalah Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus

10
menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai
atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan
Zona Integritas adalah sebutan atau predikat dari Kementerian/Lembaga/Pemda
yang pimpinannya mempunyai niat/komitmen untuk mewujudkan Wilayah Bebas
Korupsi (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) melalui upaya
mencegah terjadinya korupsi dan mempunyai program kegiatan pencegahan
korupsi, peningkatan kualitas pelayanan publik, dan reformasi birokrasi di
lingkungan kerjanya

3.2 Saran

Meskipun kami dari kelompok 8 menginginkan kesempurnaan dalam


penyusunan makalah ini tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu
kami perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis
harapkan untuk perbaikan ke depannya. Demikianlah kesimpulan dan saran kami
sampaikan, apabila ada kesalahan mohon diberikan saran dan kritik dari dosen dan
teman-teman sekalian yang sifatnya membangun agar makalah ini menjadi lebih baik.

11

Anda mungkin juga menyukai