Anda di halaman 1dari 26

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan

2.1.1 Definisi Kehamilan

Menurut Federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan

didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum, dan

dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga

lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau

10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional (Prawirohardjo,

2014).

Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri sejak

konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan. Mengacu pada kedua sumber

tersebut, kehamilan dapat didefinisikan suatu mata rantai yang

berkesinambungan, tumbuhnya embrio atau janin di dalam tubuh yang dimulai

dari pembuahan, pertumbuhan hasil konsepsi, hingga kelahiran bayi (Manuaba

dkk, 2013).

Durasi rerata kehamilan yang dihitung dari hari pertama periode haid

normal terakhir hampir mendekati 280 hari atau 40 minggu. Dalam sebuah studi

terhadap 436.581 kehamilan janin tunggal dari Swedish Brith Registry, Bergsjo,

dkk (1990) mendapatkan bahwa durasi rerata kehamilan adalah 281 hari dengan

simpang baku 13 hari (Cunningham et al, 2014).

8
9

2.1.2 Periode Kehamilan

Kehamilan lazimnya dibagi mejadi tiga periode setara dengan lama

masing – masing sekitar 3 bulan kalender. Secara urutan, yaitu:

1. Trimester I (umur kehamilan 0 – 14 minggu)

Pada awal kehamilan (trimester I) mual muntah sering dialami

wanita atau disebut morning sickness. Mual dan muntah pada awal

kehamilan berhubungan dengan perubahan kadar hormonal pada tubuh

wanita hamil. Pada saat hamil terjadi kenaikan kadar hormon chorionic

gonadotropin (HCG) yang berasal dari plasenta. Pada kehamilan memasuki

bulan keempat rasa mual sudah mulai berkurang. Pada kehamilan trimester

I biasanya terjadi peningkatan berat badan yang tidak berarti yaitu sekitar 1-

2 kg. WHO menganjurkan penambahan energi 10 kkal untuk trimester I.

2. Trimester II (umur kehamilan 15 – 28 minggu)

3. Trimester III (umur kehamilan 29 – 42 minggu)

Terjadi penambahan berat badan yang ideal selama kehamilan

trimester II dan III. Ibu hamil harus memiliki berat badan yang normal

karena akan berpengaruh terhadap anak yang akan dilahirkannya

Karena itu terdapat tiga periode yang masing – masing lamanya 14

minggu. Masalah – masalah obstetris tertentu cenderung dikelompokkan di

masing – masing dari ketiga periode waktu ini. Dalam obstetrik modern,

penerapan klinis trimester untuk menjelaskan kehamilan tertentu bersifat kurang

presisi (Cunningham et al, 2014).


10

2.1.3 Perubahan Anatomis dan Fisiologis Selama Kehamilan

Selama kehamilan terjadi adaptasi anatomis, fisiologis dan biokimiawi

yang mencolok. Banyak perubahan ini dimulai segera setelah pembuahan dan

berlanjut selama kehamilan, dan sebagian besar terjadi sebagai respons terhadap

rangsangan fisiologis yang ditimbulkan oleh janin dan plasenta. Perubahan

tersebut meliputi sistem reproduksi, kulit, metabolik, hematologis, sistem

kardiovaskular, saluran pernapasan, sistem kemih, saluran pencernaan, dan sistem

endokrin (Cunningham et al, 2014).

Perubahan hematologis terjadi di trimester (TM) I, II, dan III. Dalam

kehamilan, massa hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya

untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik hal ini

dijabarkan sebagai penurunan di bawah normal kadar hemoglobin (Bakta, 2017).

Pada kehamilan, terjadi hemodilusi (pengenceran) terutama pada trimester II

(Prawirohardjo, 2014). Volume plasma yang terekspansi menurunkan hematokrit

(Ht) dan konsentrasi hemoglobin (Hb). Ekspansi volume darah terjadi pada TM I

dan TM II kehamilan, tepatnya pada minggu ke 6 kehamilan dan maksimum

terjadi pada minggu ke 24 kehamilan. Apabila terjadi ekspansi volume plasma

yang terus-menerus namun tidak diimbangi dengan peningkatan produksi

eritropoetin, maka dapat menurunkan kadar hemoglobin, konsentrasi hemoglobin,

atau hitung eritrosit di bawah normal sehingga timbul anemia kehamilan,

meskipun anemia fisiologis disebabkan karena faktor hemodilusi, hal ini tetap

harus diatasi agar tidak terjadi komplikasi akibat anemia kehamilan (Bakta,

2017).
11

2.1.4 Diagnosis Kehamilan

Sebagian besar ibu hamil menyadari keadaan mereka saat berkonsultasi

dengan dokter, walaupun keterangan ini mungkin tidak disampaikan secara

langsung, kecuali jika ditanya. Kesalahan diagnosis paling sering dibuat langsung

pada beberapa minggu pertama kehamilan, saat uterus masih berada didalam

panggul.

Diagnosis kehamilan didasarkan pada gejala dan tanda yang diperoleh dari

anamnesis dan pemeriksaan fisik serta dari hasil pemeriksaan laboratorium.

Gejala dan tanda kehamilan diklasifikasikan ke dalam tiga kelompok: dugaan

(presumptive evidence), kemungkinan (probable signs), dan tanda positif (Gant

dan Cunningham, 2013)

1. Dugaan (Presumptive Evidence)

Gejalanya:

a. Mual dengan atau tanpa muntah.

b. Gangguan berkemih.

c. Fatigue atau rassa mudah lelah.

d. Persepsi adanya gerakan janin.

Tanda:

a. Terhentinya menstruasi.

b. Perubahan pada payudara.

c. Perubahan warna mukosa vagina.

d. Meningkatnya pigmentasi kulit dan timbulnya striae pada abdomen.


12

2. Kemungkinan (Probable Signs)

a. Pembesaran abdomen.

b. Perubahan bentuk, ukuran, dan konsistensi uterus.

c. Perubahan anatomis pada serviks.

d. Kontraksi Braxton Hicks.

e. Ballotement.

f. Kontur fisik janin.

g. Adanya gonadotropin korionik di urin atau serum.

3. Tanda Positif

a. Identifikasi kerja jantung janin yang terpisah dan tersendiri dari kerja

jantung ibu.

b. Persepsi gerakan janin aktif oleh pemeriksa.

c. Pengenalan mudigah dan janin setiap saat selama kehamilan dengan

USG atau pengenalan janin yang lebih tua secara radiografis pada

paruh kedua kehamilan.

2.2 Hemoglobin

2.2.1 Definisi Hemoglobin

Hemoglobin (Hb) adalah protein pembawa oksigen didalam sel darah

merah, yang memberi warna merah pada sel darah merah. Hemoglobin terdiri atas

zat besi yang merupakan pembawa oksigen. Kadar hemoglobin yang tinggi

abnormal terjadi karena keadaan hemokonsentrasi akibat dari dehidrasi

(kehilangan cairan). Kadar hemoglobin darah yang rendah berkaitan dengan


13

berbagai masalah klinis. Jumlah sel darah merah dan kadar hemoglobin tidak

selalu meningkat atau menurun bersamaan. Sebagai contoh, penurunan jumlah sel

darah merah disertai kadar hemoglobin yang sedikit meningkat atau normal

terjadi pada kasus anemia pernisiosa serta kadar sel darah merah yang sedikit

meningkat atau normal disertai dengan kadar hemoglobin yang menurun, terjadi

pada anemia defisiensi zat besi (Falista, 2017).

Hemoglobin merupakan molekul yang terdiri dari kandungan heme (zat

besi) dan rantai polipeptida globin (alfa,beta,gama, dan delta), berada di dalam

eritrosit dan bertugas untuk mengangkut oksigen. Kualitas darah ditentukan oleh

kadar haemoglobin. Stuktur Hb dinyatakan dengan menyebut jumlah dan jenis

rantai globin yang ada. Terdapat 141 molekul asam amino pada rantai alfa, dan

146 mol asam amino pada rantai beta, gama dan delta.

Nama Hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin. Heme

adalah gugus prostetik yang terdiri dari atom besi, sedang globin adalah protein

yang dipecah menjadi asam amino. Hemoglobin terdapat dalam sel-sel darah

merah dan merupakan pigmen pemberi warna merah sekaligus pembawa oksigen

dari paru-paru ke seluruh sel-sel tubuh. Setiap orang harus memiliki sekitar 15

gram hemoglobin per 100 ml darah dan jumlah darah sekitar lima juta sel darah

merah per millimeter darah. Konsentrasi hemoglobin darah dapat diukur

berdasarkan intensitas warnanya menggunakan fotometer dan dinyatakan dalam

gram hemoglobin/ seratus mililiter darah (g/100mL) atau gram/desiliter (g/dL)

(Price and Wilson, 2013).


14

2.2.2 Struktur Hemoglobin

Pada pusat molekul terdiri dari cincin heterosiklik yang dikenal dengan

porfirin yang menahan satu atom besi, atom besi ini merupakan situs/ lokal ikatan

oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin

merupakan gabungan dari heme dan globin, globin sebagai istilah generik untuk

protein globular. Ada beberapa protein mengandung heme dan hemoglobin adalah

yang paling dikenal dan banyak dipelajari.

Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4

subunit protein), yang terdiri dari masing – masing dua sub unit alfa dan beta

yang terikat secara non kovalen. Sub unitnya mirip secara struktural dan

berukuran hampir sama. Tiap sub unit memiliki berat molekul kurang lebih

16.000 Dalton, sehingga berat molekul total tetramernya menjadi 64.000 Daalton.

Tiap sub unit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan

hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen (Jaelani, 2014).

2.2.3 Pembentukan Hemoglobin

Sintesis hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan berlanjut bahkan

dalam stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah. Oleh karena itu,

ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah,

retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari sesudah dan

seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matang.

Gambar 2.1 memperlihatkan tahap dasar kimiawi pembentukan

hemoglobin. Mula – mula, suksinil-KoA yang dibentuk dalam siklus Krebs,

berikatan dengan glisin untuk membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol
15

bergabung untuk membentuk protoporfirin IX, yang kemudian bergabung dengan

besi untuk membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung

dengan rantai polipeptida panjang, yaitu globin yang disintesis oleh ribosom,

membentuk suatu subunit hemoglobin yang disebut rantai hemoglobin Gambar

2.2 Tiap – tiap rantai mempunyai berat molekul kira – kira 16.000, empat rantai

ini selanjutnya akan berikatan longgar satu sama lain untuk membentuk molekul

hemoglobin yang lengkap.

Gambar 2.1 Pembentukan Hemoglobin (Guyton and Hall, 2014).

Terdapat beberapa variasi kecil di berbagai rantai subunit hemoglobin,

bergantung pada susunan asam amino di bagian polipeptidanya. Tipe – tipe rantai

itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan rantai delta. Bentuk

hemoglobin yang paling umum pada orang dewasa, yaitu hemoglobin

A,merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta. Hemoglobin A

mempunyai berat molekul 64.458.

Oleh karena setiap rantai hemoglobin mempunyai sebuah gugus prostetik

heme yang mengandung satu atom besi, dan karena adanya empat rantai

hemoglobin di setiap molekul hemoglobin, kita dapat menemukan adanya empat


16

atom besi di setiap molekul hemoglobin, setiap atom ini dapat berikatan longgar

dengan satu molekul oksigen, sehingga dapat berikatan longgar dengan satu

molekul oksigen, sehingga empat molekul oksigen (atau delapan atom oksigen)

dapat diangkut oleh setiap molekul hemoglobin.

Gambar 2.2 Struktur Dasar Molekul Hemoglobin (Guyton and Hall, 2014).

Tipe rantai hemoglobin pada molekul hemoglobin menentukan afinitas

ikatan hemoglobin terhadap oksigen. Abnormalitas rantai ini dapat mengubah ciri

– ciri fisik molekul hemoglobin. Contohnya, pada anemia sel sabit, asam amino

valin digantikan oleh asama glutamat pada satu titik, masing – masing dikedua

rantai beta. Jika tipe hemoglobin ini terpapar dengan oksigen berkadar rendah,

akan terbentuknkristal panjang didalam sel – sel darah merah yang panjangnya
17

kadang – kadang mencapai 15 µm. Hal ini membuat sel – sel tersebut hampir

tidak mungkin melewati kapiler – kapiler kecil, dan ujung kristal tersebut yang

tajam cenderung merobek membran sel, sehinga terjadi anemia sel sabit (Guyton

and Hall, 2014).

2.2.4 Fungsi Hemoglobin

Fungsi utama hemoglobin dalam tubuh adalah bergabung dengan oksigen

dalam paru kemudian melepaskan oksigen ini di dalam kapiler jaringan perifer

yang tekanan gas oksigennya jauh kebih rendah daripada paru (Guyton and Hall,

2014). Mioglobin berperan sebagai reservoir oksigen yaitu menerima,

menyimpan, dan melepas oksigen didalam sel otot. Sebanyak lebih dari 80% besi

tubuh berada dalam hemoglobin. Menurut Depkes RI fungsi hemoglobin antara

lain :

1. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida didalam jaringan

tubuh.

2. Mengambil oksigen dari paru- paru kemudian dibawa keseluruh tubuh.

3. Membawa karbondioksida dari jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme

keparu- paru untuk dibuang, untuk mengetahui apakah seseorang itu

kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran

hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti berkurangnya

darah yang disebut anemia (Falista, 2017).

2.2.5 Kadar Hemoglobin Pada Kehamilan

Kadar Hemoglobin merupakan salah satu indikator ketersediaan zat besi

di dalam tubuh, yang berfungsi sebagai hemoglobin, myoglobin, dan enzim yang
18

diperlukan dalam fungsi metabolisme. Kekurangan zat besi dapat terlihat dari

konsentrasi Hb dala darah yang berada di bawah standar sesuai umur dan jenis

kelamin (Syamsianah, 2016).

Kekurangan zat besi akan mempengaruhi konsentrasi hemoglobin, apabila

kadar hemoglobin mengalami penurunan maka dapat menyebabkan terjadinya

anemia (Wirawanni, 2014). Data kadar hemoglobin dihasilkan dalam satuan g/dL,

kemudian dikategorikan menjadi 2 yaitu anemia dan tidak anemia (Syamsianah,

2016). Diperkirakan AKI dengan anemia 3,5 kali dibandingkan dengan ibu yang

tidak anemia. Sekitar 40% wanita dewasa dan 70% ibu hamil menderita anemia.

Penurunan kadar Hb pada ibu hamil dapat mengakibatkan terjadinya atonia uteri,

partus lama, sebagai akibat inersia uteri, abortus, partus prematurus dan infeksi.

Keadaan ini memperburuk kesehatan ibu, meningkatkan resiko terjadi perdarahan

pada saat persalinan, memudahkan infeksi, dan sering mengakibatkan hasil

kehamilan yang kurang baik (Wirawanni, 2014).

Suatu penelitian memperlihatkan perubahan konsentrasi Hb sesuai dengan

bertambahnya usia kehamilan. Pada trimester pertama, konsentrasi Hb tampak

menurun, kecuali pada perempuan yang telah memiliki kadar Hb rendah ( < 11,5

g/ dL). Konsentrasi paling rendah didapatkan pada trimester kedua, yaitu pada

usia kehamilan sekitar 30 minggu. Pada trimester ketiga terjadi sedikit

peningkatan Hb, kecuali pada perempuan yang sudah memiliki kadar Hb tinggi (>

14,6 g/ dL) pada pemeriksaan pertama (Prawirohardjo, 2014).

Pada kehamilan yang kurang baik berhubungan dengan kadar Hb

berdasarkan uji statistik, rendahnya kadar Hb ibu hamil ini berkaitan dengan
19

terjadinya hemodilusi (pengenceran darah) pada wanita hamil. Pengenceran ini

terjadi sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam kehamilan yang

bermanfaat pada wanita hamil, antara lain meringankan beban jantung yang harus

bekerja lebih 32 berat pada wanita hamil, mengurangi resestensi perifer agar

tekanan darah tidak naik dan mengurangi banyaknya unsur besi yang hilang

waktu persalinan dibandingkan apabila darah tetap dalam keadaan kental.

Terjadinya hemodilusi pada kehamilan dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu,

mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu, yang dapat

mengakibatkan terjadinya penurunan kadar hemoglobin secara bertahap pada

trimester I, II, dan III. Rata-rata kadar Hb akan terus menurun mengikuti

bertambahnya masa kehamilan. Kadar Hb rata-rata pada triwulan I 12 gr%,

menjadi 10,82 gr% pada triwulan II dan menjadi 8,7 gr% pada triwulan III

(Wirawanni, 2014).

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil


Trimester II

2.3.1 Faktor Internal

1. Usia Ibu

Faktor umur merupakan faktor risiko kejadian anemia pada ibu

hamil. Umur seorang ibu berkaitan dengan alat – alat reproduksi wanita.

Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah 20 – 35 tahun. Kehamilan <

20 tahun dan > 35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan

diusia < 20 tahun secara biologis belum optimal emosinya cenderung labil,

mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang


20

mengakibatkan berkurangnya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat

– zat gizi selama kehamilannya dan dapat menyebabkan terjadinya

kompetisi makanan antar janin dan ibunya yang masih dalam pertumbuhan

dan adanya pertumbuhan hormonal yang terjadi selama kehamilan.

Sedangkan usia > 35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya

tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini dan

adanya pengaruh turunnya cadangan zat besi dalam tubuh akibat masa

fertilisasi (Amirrudin dan Wahyudin, 2014) .

Hasil penelitian Willy Atriana tentang “Kejadian Anemia pada Ibu

Hamil Ditinjau dari Paritas dan Usia di UPTD Puskesmas Tanjung Agung

Tahun 2017” menunjukkan bahwa umur ibu pada saat hamil sangat

berpengaruh terhadap kejadian anemia.

2. Gravida

Menurut Departemen Gizi dan Kesmas FKM UI, kehamilan yang

terlalu sering dapat menyebabkan gizi kurang karena dapat menguras

cadangan zat gizi tubuh serta organ reproduksi belum kembali sempurna

seperti sebelum masa kehamilan. Hal ini juga bisa disebabkan semakin

banyak ibu mengalami kehamilan, maka ibu akan menjadi kurang perhatian

kepada kehamilannya karena dianggap hal yang biasa dan sudah pernah

mengalami, sehingga ibu yang semakin sering mengalami kehamilan tidak

terlalu memperhatikan kesehatannya dibandingkan dengan kehamilan awal.

(Rizkah dan Mahmudiono, 2017).


21

Anemia dipengaruhi oleh kehamilan dan persalinan yang sering,

semakin sering seorang wanita mengalami kehamilan dan persalinan akan

semakin banyak kehilangan zat besi dan semakin anemis (Manuaba dkk,

2013)

3. Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan

dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi adalah gambaran tentang

keseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi seseorang. Apabila asupan

tersebut sesuai maka disebut gizi baik, jika kurang di sebut gizi kurang dan

apabila asupan lebih maka disebut gizi lebih.

Salah satu cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok

masyarakat adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan

antropometri. Beberapa macam antropometri yang telah digunakan antara

lain: Berat Badan (BB), Panjang Badan (PB), atau Tinggi Badan (TB),

Lingkar,Lengan Atas (LILA), Lingkar Kepala (LK), Lingkar Dada (LD),

dan Lapisan Lemak Bawah Kulit (LLBK). Cara penilaian status gizi ibu

hamil antara lain dengan mengukur lingkar lengan atas atau LILA.

Pengukuran LILA adalah suatu cara untuk mengetahui resiko Kekurangan

Energi Kronik (KEK) WUS (Supariasa dkk, 2013).

Menurut Depkes RI, seorang ibu hamil akan melahirkan bayi yang

sehat bila tingkat kesehatan dan gizinya berada pada kondisi yang baik.

Dalam hal ini kelebihan atau kekurangan zat gizi harus dihindari.

Perencanaan gizi untuk ibu hamil sebaiknya mengacu pada RDA.


22

Dibandingkan ibu yang tidak hamil, kebutuhan ibu hamil akan protein

meningkat dan hal lain seperti asam folat, kalsium dan zat besi. Kekurangan

gizi dan perhatian yang kurang terhadap ibu hamil merupakan predisposisi

anemia defisiensi ibu hamil di Indonesia (Depkes RI, 2013). Kekurangan

gizi dan perhatian yang kurang terhadap ibu hamil merupakan predisposisi

anemia defisiensi ibu hamil di Indonesia (Prawirohardjo, 2014).

2.3.2 Faktor Eksternal

1. Pendidikan

Pendidikan juga memiliki pengaruh yang penting untuk membentuk

perilaku seseorang kearah positif dan erat kaitannya dengan pengetahuan

seseorang tentang sesuatu yang dibutuhkannya dalam hidup, terutama bagi

ibu yang sedang hamil. Pendidikan juga penting dampaknya dalam

meningkatkan pengetahuan tentang perilaku hidup bersih dan sehat yang

benar sehingga anggota keluarganya terjaga dari penyakit. Semakin tinggi

pendidikan, maka akan semakin tinggi daya serapnya akan informasi-

informasi yang didapatkan dapat dipahami dengan sebaik-baiknya. Semakin

rendah tingkat pendidikan maka pola pikirnya menjadi kurang rasional

sehingga daya serap terhadap informasi juga menjadi kurang (Amini dkk,

2018).

2. Pekerjaan

Status pekerjaan dapat berpengaruh terhadap terjadinya anemia pada

kehamilan. Kejadian anemia pada ibu hamil lebih banyak dimiliki oleh

responden yang tidak bekerja, karena responden yang tidak bekerja


23

cenderung berstatus ekonomi rendah dibandingkan dengan responden yang

berkerja yang cenderung status ekonominya tinggi. Kurangnya pendapatan

menyebabkan kurangnya pemenuhan kebutuhan pangan sehari-hari

sehingga berpengaruh terhadap jumlah dan kualitas makanan yang di

konsumsi ibu tiap harinya berdampak pada penurunan status gizi pada ibu

hamil (Rai dkk, 2016)

2.3.3 Perilaku

1. Merokok

Rokok berpengaruh terhadap hemoglobin di dalam tubuh. Beberapa

diantara faktor – faktor yang dapat menyebabkan anemia adalah kandungan

rokok dapat merusak sumsum tulang (pembentuk sel darah merah) yang

disebabkan oleh adanya tar dan radikal bebas dari asap rokok menyebabkan

hemolisis sel darah merah. Pada keadaan normal, kurang lebih 97%

transport oksigen dari paru – paru ke jaringan dibawa dalam campuran

kimia dengan hemoglobin dalam sel darah merah, sisanya yang 3% dibawa

dalam bentuk terlarut dalam cairan plasma dan cairan sel. Dengan demikian

pada keadaan normal oksigen dibawa ke jaringan hampir seluruhnya oleh

hemoglobin. Radikal bebas yang berlebihan akan meningkatkan aktivitas

lipid peroksidase (LPO) dan menurunkan status antioksidan eritrosit yang

menyebabkan kerusakan pada membran eritrosit sehingga eritrosit akan

lebih mudah lisis akibatnya akan terjadi penurunan jumlah eritrosit

(Wulandari dkk, 2013).


24

2. Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol berat menekan produksi sel darah serta

menyebabkan abnormalitas sel pembentuk darah. Abnormalitas sel darah

baik produksi maupun fungsi terjadi pada sel darah merah (eritrosit), sel

darah putih (leukosit), dan keping darah (platelet). Gangguan fungsi pada

eritrosit dapat menyebabkan anemia. Timbulnya anemia selain disebabkan

oleh gangguan fungsi juga oleh defisiensi besi. Berbagai gambaran kelainan

darah yang disebabkan oleh konsumsi alkohol antara lain: pembentukan

vakuola pada prekursor eritrosit, anemia sideroblastik, anemia

megaloblastik, makrositosis, stomatocycte hemolysis, spur-cell hemolysis,

neutropenia, gangguan migrasi sel darah putih (neutrofil dan monosit),

trombositopenia, dan trombositopati. Minum alkohol secara berlebihan

dapat menurunkan penyerapan asam folat (Putra, 2014).

2.4 Anemia

Anemia adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau

hemoglobin yang beredar tidak dapat memenuhi fungsinya untuk menyediakan

oksigeen bagi jaringan tubuh. Secara laboratorik dijabarkan sebagai penurunan

dibawah normal kadar hemoglobin, hitung eritrosit dan hematokrit (packed red

cell). Untuk menjabarkan definisi anemia di atas maka perlu ditetapkan batas

hemoglobin atau hematokrit yang kita anggap sudah terjadi anemia. Batas ini

disebut sebat cut off point (titik pemilah), yang sangat dipengaruhi oleh: umut,

jenis kelamin, ketinggian tempat tinggal dari permukaan laut, dan lain – lain. Cut
25

off point yang umum dipakai ialah kriteria WHO tahun 1986 dinyatakan anemia

bila:

Tabel 2.1 Batas Kadar Hemoglobin (Bakta, 2017)

Kelompok Umur Batas Nilai Hemoglobin (g/dL)


Laki – laki dewasa < 13,0
Perempuan dewasa tak hamil < 12,0
Perempuan hamil < 11,0
Anak umur 6 – 14 tahun < 12,0
Anak umur 6 bulan – 6 tahun < 11,0

Anemia merupakan salah satu kelainan darah yang umum terjadi ketika

kadar sel darah merah (eritrosit) dalam tubuh menjadi terlalu rendah. Hal ini

dapat menyebabkan masalah kesehatan karena sel darah merah mengandung

hemoglobin, yang membawa oksigen ke jaringan tubuh. Anemia dapat

menyebabkan berbagai komplikasi termasuk kelelahan dan stres pada organ

tubuh. Memiliki kadar sel darah merah yang normal dan mencegah anemia

membutuhkan kerjasama antara ginjal, sumsum tulang, dan nutrisi dalam tubuh.

Jika ginjal ataupun sumsum tulang tidak berfungsi, atau tubuh kurang gizi, maka

jumlah sel darah merah dan fungsi normal mungkin sulit untuk dipertahankan

(Proverawati, 2013).

Karena semua sistem organ dapat terkena, maka pada anemia dapat

menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada (1) kecepatan

timbulnya anemia, (2) usia individu, (3) mekanisme kompensasi, (4) tingkat

aktivitasnya, (5) keadaan penyakit yang mendasarinya, dan (6) beratnya anemia.

Karena jumlah efektif eritrosit berkurang, maka pengiriman O2 ke jaringan

menurun. Kehilangan darah yang mendadak (30% atau lebih), seperti pada

perdarahan, mengakibatkan gejala – gejala hipovolemia dan hipoksemia,


26

termasuk kegelisahan, diaforesis (keringat dingin), takikardia, napas pendek, dan

berkembang cepat menjadi kolaps sirkulasi atau syok. Namun, berkurangnya

massa eritrosit dalam waktu beberapa bulan (bahkan pengurangan sebanyak 50%)

memungkinkan mekanisme kompensasi tubuh untuk beradaptasi, dan pasien

biasanya asimtomatik, kecuali pada kerja fisik berat. Tubuh beradaptasi dengan

(1) meningkatkan curah jantung dan pernapasan, oleh karena itu meningkatkan

pengiriman O2 ke jaringan – jaringan oleh eritrosit, (2) meningkatkan pelepesan

O2 oleh hemoglobin, (3) mengembangkan volemu plasma dengan menarik cairan

dari sela – sela jaringan, dan (4) redistribusi aliran darah ke organ – organ vital

(Price and Wilson, 2013).

2.4.1 Anemia Pada Kehamilan

Kehamilan dapat menimbulkan perubahan fisiologis darah sehingga dapat

menyebabkan kesulitan dalam menegakkan diagnosis penyakit dan kelainan darah

pada ibu hamil. Kesahatan darah ibu hamil sangat menentukan keberhasilan

tumbuh kembang janin dalam uterus. Dengan demikian, pemerikasaan umum dan

laboratorium seharusnya dilakukan sebelum kehamilan sehingga dapat ditemukan

penyakit dan kelainan darah dan diobati sehingga tercapainya well born baby dan

well health mother (Manuaba dkk, 2013).

Dalam bahasan ini dikemukakan tiga bentuk penyakit dan kelainan darah

diantaranya:

1. Masalah anemia dalam kehamilan

2. Trombositopenia

3. Kelainan hemoglobin darah (hemoglobinopati)


27

Menurut catatan dan perhitungan Depkes RI di Indonesia sekitar 67% ibu

hamil mengalami anemia dalam berbagai jenjang. Berdasarkan ketetapan WHO,

anemia pada ibu hamil adalah bila Hb kurang dari 11 gr%.

Anemia pada kehamilan termasuk penyakit yang paling banyak dijumpai

terdiri dari:

1. Anemia defisiensi besi

2. Anemia karena hilangnya darah secara mendadak

3. Anemia akibat penyakit menahun

4. Anemia hemolitik:

a. Hemolitik yang didapatkan

b. Anemia hemolitik berdasarkan herediter

5. Hipoplasia dan aplasia

Sebagian besar anemia adalah anemia defisiensi Fe yang dapat disebabkan

oleh konsumsi Fe dari makanan yang kurang atau terjadi perdarahan menahun

akibat parasit, seperti ankilostomiasis. Berdasarkan fakta tersebut dapat

dikemukakan bahwa dasar utama anemia pada bumil adalah kemiskinan sehingga

tidak mampu memenuhi standar makanan “empat sehat lima sempurna” dan

situasi lingkungan yang buruk sehingga masih terdapat penyakit parasit, seperti

ankilostomiasis.
28

Pada ibu hamil dan menyusui terdapat kebutuhan Fe dengan rincian

sebagai berikut:

1. Peningkatan jumlah darah ibu 500 mgr

2. Pembentukan plasenta 300 mgr

3. Pertumbuhan darah janin 100 mgr +

Jumlah 900 mgr

Saat persalinan yang disertai perdarahan sekitar 300 cc dan lahirnya

plasenta, ibu akan kehilangan Fe sebesar 200 mg dan kekurangan ini harus

mendapatkan kompensasi dari makanan untuk kelangsungan laktasi.

Tingginya anemia pada ibu hamil dapat mencerminkan ketidakmampuan

sosial ekonomi keluarga atau seluruh komponen bangsa karena nilai gizi tidak

memenuhi syarat kesehatan. Anemia yang paling banyak dijumpai adalah

“anemia defisiensi Fe” sehingga pengobatannya relatif mudah dan murah

(Manuaba dkk, 2013).

2.4.2 Insiden dan Penyebab Anemia Pada Kehamilan

Ferkuensi anemia selama kehamilan bergantung terutama pada status besi

sebelumnya dan suplementasi pranatal. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada

wanita miskin dan dipengaruhi oleh kebiasaan makanan (American College of

Obstetricians and Gynecologists, 2008). Sebagai contoh, Ren dkk., (2001)

mendapatkan bahwa 22 persen dari 88.149 wanita Cina mengalami anemia pada

trimester pertama. Pada studi – studi di Amerika Serikat, Taylor dkk., (1982)

melaporkan bahwa kadar hemoglobin rerata pada aterm adalah 12,7 gr/dL pada

wanita yang mendapat suplemen besi dibandingkan dengan 11,2 g/dL pada
29

mereka yang tidak. Bodnar dkk., (2001) mempelajari kohort 59.248 kehamilan

dan mendapatkan prevalens 27 persen untuk anemia pascapartum. Meskipun hal

ini berkolerasi erat dengan anemia prenatal, 20 persen wanita dengan kadar

hemoglobin pranatal normal mengalami anemia pascapartum yang disebabkan

oleh perdarahan saat melahirkan.

Etiologi anemia - anemia di Tabel 2.2 Penyebab spesifik anemia penting

diketahui dalam mengevaluasi efek terhadap hasil akhir kehamilan. Sebagai

contoh, hasil akhir maternal dan perinatal jarang dipengaruhi oleh anemia

defisiensi besi derajat sedang, tetapi sangat berubah pada wanita dengan anemia

sel sabit (Cunningham dkk, 2014).

Tabel 2.2 Penyebab Anemia Selama Kehamilan (Cunningham dkk, 2014).

Didapat Herediter
1. Anemia defisiensi besi 1. Talasemia
2. Anemia akibat kehilangan darah akut 2. Hemoglobinopati sel
3. Anemia pada peradangan atau keganasan sabit
4. Anemia megaloblastik 3. Hemoglobinopati lain
5. Anemia hemolitik didapat 4. Anemia hemolitik
6. Anemia aplastik atau hipoplastik herediter

2.4.3 Diagnosis Anemia Pada Kehamilan

Untuk menegakkan diagnosis anemia pada kehamilan, dapat dilakukan

anamnesis. Pada anamnesis, akan didapatkan keluhan cepat lelah, sering pusing,

mata berkunang – kunang, dan keluhan mual-muntah yang lebih hebat pada

kehamilan muda.

Pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan

alat Sahli. Dari hasil pemeriksaan Hb dengan alat Sahli, kondisi Hb dapat

digolongkan sebagai berikut:

1. Hbs 11 gr% : normal


30

2. Hbs 9 – 10 gr% : anemia ringan

3. Hbs 7 – 9 gr% : anemia sedang

4. Hbs 5 – 7 gr% : anemia berat

Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama kehamilan, yaitu

pada trimester I dan trimester III. Dengan pertimbangan bahwa sebagian besar ibu

hamil mengalami anemia, perlu dilakukan pemberian preparat Fe sebanyak 90

tablet pada setiap kali ibu hamil di Puskesmas (Manuaba dkk, 2013).

Umumnya ibu hamil dianggap anemik jika kadar hemoglobin dibawah 11

g/dL atau hematokrit kurang dari 33%. Namun menurut Centers for Disease

Contol and Prevention (CDC) membuat nilai batas khusus berdasarkan trimester

kehamilan (Tabel 2.3) (Prawirohardjo, 2014).

Tabel 2.3 Nilai batas untuk anemia pada perempuan

Status Kehamilan Hemoglobin (g/dL) Hematokrit (%)


Tidak hamil 12,0 36
Hamil
 Trimester 1 11,0 33
 Trimester 2 10,5 32
 Trimester 3 11,0 33

2.4.4 Dampak Anemia pada Kehamilan

Anemia pada kehamilan dapat memberikan akibat yang buruk baik

pada wanita yang sedang maupun pada janin. Berikut adalah beberapa

dampak anemia selama kehamilan: (Manuaba dkk, 2013)

1. Abortus

2. Persalinan prematuritas

3. Hambatan tumbuh kembang janin dalam rahim


31

4. Mudah terjadi infeksi

5. Ancaman dekompensasi kordis (Hb < 6 g%)

6. Mola hidatidosa

7. Hiperemesis gravidarum

8. Perdarahan antepartum

9. Ketuban pecah dini (KPD)

Bahaya anemia saat persalinan:

1. Gangguan his – kekuatan mengejan

2. Kala pertama dapat berlangsung lama dan terjadi partus terlantar

3. Kala dua berlangsung lama sehingga dapat melelahkan dan sering

memerlukan tindakan operasi kebidanan

4. Kala tiga dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan post partum akibat

atonia uteri

5. Kala empat dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri

Bahaya terhadap janin, sekalipun tampaknya janin mampu menyerap

berbagai nutrisi dari ibunya, dengan adanya anemia kemampuan metabolisme

tubuh akan berkurang sehingga pertumbuhan dan perkembangan janin dalam

rahim akaan terganggu. Akibat anemia pada janin antara lain adalah: (Manuaba

dkk, 2013)

1. Abortus

2. Kematian intrauterin

3. Persalinan prematuritas tinggi

4. Berat badan lahir rendah


32

5. Kelahiran dengan anemia

6. Dapat terjadi cacat bawaan

2.5 Kerangka Teori

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar Hb

Konsumsi
Faktor Internal Faktor Eksternal Faktor Perilaku Tablet Fe

Usia Ibu Gravida LILA Pendidikan Pekerjaan Merokok Konsumsi Alkohol

Kadar Hemoglobin

↓ kadar hemoglobin

Ibu hamil trimester I Ibu hamil trimester II Ibu hamil trimester III

Gambar 2. 3 Kerangka Teori Penelitian

Keterangan:

Variabel yang diteliti


Variabel yang tidak diteliti
33

2.6 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori di atas, maka dapat disusun kerangka konsep

sebagai berikut sebagai berikut:

Faktor-faktor yang
mempengaruhi kadar Hb:
1. Usia Ibu
2. Gravida
3. LILA Kadar hemoglobin pada
4. Pendidikan ibu hamil trimester II
5. Pekerjaan
6. Merokok
7. Konsumsi Alkohol

Gambar 2. 4 Kerangka Konsep Penelitian

Anda mungkin juga menyukai