Anda di halaman 1dari 11

Pelayanan Gawat Darurat dan Rawat Jalan

1. Pelatihan

Pelatihan gawat darurat biasanya diselenggarakan oleh suatu rumah sakit atau
lembaga kesehatan, lebih dikenal dengan nama Pencegahan Penanggulangan
Gawat Darurat (PPGD).

Pelatihan tersebut umumnya diselenggarakan minimal selama satu hari atau


lebih yang isi materinya berbagai macam sesuai dengan tema yang diusung
pelatihan tersebut, tetapi tidak banyak berbeda dengan materi pelatihan pada
umumnya. Contoh materinya seperti Upaya Pertama Gawat Darurat,
Penanggulangan Kecelakaan, dsb. Pematerinya pun biasanya berasal dari rumah
sakit atau lembaga kesehatan terkait.

Sasaran utama atau pesertanya adalah mahasiswa, seluruh tim Gawat Darurat
Rumah Sakit, anggota P2K3 Rumah Sakit (Klinik, Lab, RS), Safety Officer,
Dokter, Perawat, Bidan, HRD Rumah Sakit dan semua pihak yang terlibat dalam
tim tanggap darurat rumah sakit.

2. Sarana

Fasilitas yang disediakan di instalasi / unit gawat darurat harus menjamin


efektivitas dan efisiensi bagi pelayanan gawat darurat dalam waktu 24 jam, 7 hari
seminggu secara terus menerus.

1) Ketentuan umum fisik bangunan


a. Harus mudah dijangkau oleh masyarakat .
b. Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda ( alur masuk
kendaraan / pasien tidak sama dengan alur keluar ).
c. Harus memiliki ruang dekontaminasi ( dengan fasilitas shower ) yang
terletak antara ruang triase dengan ruang tindakan.
d. Ambularis/ kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai di
depan pintu.
e. Pintu IRD harus dapat dilalui oleh brankar / kursi roda.
f. Ruang triage harus dapat memuat minimal 2 (dua) brankar.
2) Ruang Penerimaan Pasien (Triase)
a. Ruang untuk seleksi pasien yaitu dalam bentuk los (ada ruang untuk
“false emergency”).
b. Ruang pemeriksaan pasien
a) False emergency
b) True emergency
c) Ruang resusitasi pasien
d) Ruang observasi pasien
3) Ruang Penunjang Medis
a. Ruang Laboratorium
b. Ruang Radiologi :
a) Radiologi konvensional
b) CT- Scan
c) Ultrasonografi
d) MRI
e) Echocardiografi
f) Ruang prosesing film rontgen
g) Gudang alat, film, dll.
c. Ruang Farmasi dan Depo Sentral
4) Ruang Tindakan Medis
a. Ruang tindakan bedah :
a) Ruang pemeriksaan pasien (Bedah, kebidanan dan penyakit
kandungan, THT, mata, dll.)
b) Ruang tindakan Bedah minor
c) Ruang tindakan Bedah Kebidanan dan Penyakit kandungan
(VK kebidanan, kuretase, persalinan normal dan patologis,
vacum, dll.)
d) Ruang observasi dan persiapan operasi
b. Ruang tindakan non-bedah :
a) Ruang pemeriksaan pasien non-bedah (Penyakit dalam,
Neurologi, pediatric, Psikiatri, Kulit dan kelamin, dll.)
b) Ruang tindakan Endoskopi .
c) Ruang observasi dan persiapan tindakan pasien.
5) Ruang Penunjang Non-Medis
a. Ruang administrasi
b. Ruang dokter
c. Ruang perawat
d. Ruang peserta didik
e. Ruang penyimpanan alat medis
f. Ruang penyimpanan barang habis pakai dan obat – obatan emergency
g. Ruang persiapan alat
h. Ruang alat - alat non-medis
6) Kamar Operasi
a. Kamar Operasi Umum
b. Kamar Operasi Orthopedi
c. Kamar Operasi Bedah saraf
d. Kamar Kebidanan / Penyakit kandungan
e. Ruang Persiapan Operasi
f. Ruang Pemulihan Pasca Bedah
g. Ruang cuci petugas kamar Operasi
h. Ruang ganti Petugas (Dokter, perawat, dll.) laki - laki dan wanita
i. Kamar mandi
j. Gudang alat medis steril
k. Gudang obat dan bahan habis pakai
l. Spolhok
7) Ruang Khusus
a. Ruang High Care
b. Ruang Isolasi
c. Ruang luka bakar
d. Ruang dekontaminasi
3. Triage (Triase)

Triage adalah suatu sistem pembagian / klasifikasi prioritas klien berdasarkan


berat / ringannya kondisi klien / kegawatannya yang memerlukan tindakan segera.
Dalam triage, perawat dan dokter mempunyai batasan waktu (respon time) untuk
mengkaji keadaan dan memberikan intervensi secepatnya yaitu ≤ 10 menit.

Triage berasal dari bahasa Perancis trier, bahasa Inggris triage dan diturunkan
ke dalam bahasa Indonesia triase yang berarti sortir. Yaitu proses khusus memilah
pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit untuk menentukan jenis
perawatan gawat darurat.

Menurut Brooker (2008), dalam prinsip Triase diberlakukan sistem prioritas,


yaitu penentuan / penyeleksian mana yang harus didahulukan mengenai
penanganan yang mengacu pda tingkat ancaman jiwa yang timbul dengan pasien
berdasarkan :

1) Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit


2) Dapat mati dalam hitungan jam
3) Trauma ringan
4) Sudah meninggal

Pada umumnya penilaian korban dalam Triase dapat dilakukan dengan :

1) Menilai tanda vital dan kondisi umum korban


2) Menilai kebutuhan medis
3) Menilai kemungkinan bertahan hidup
4) Menilai bantuan yang memungkinkan
5) Memprioritaskan penanganan definitive
6) Tag warna

Prioritas adalah penentuan mana yang harus didahulukan mengenai penanganan


dan pemindahan yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang timbul. Beberapa
hal yang mendasari klasifikasi pasien dalam sistem Triase adalah kondisi pasien
yang meliputi :

a. Gawat, adalah suatu keadaan yang mengancam nyawa dan kecacatan


yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat.
b. Darurat, adalah suatu keadaan yang tidak mengancam nyawa tapi
memerlukan penanganan cepat dan tepat sseperti kegawatan.
c. Gawat Darurat, adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa
disebabkan oleh gangguan ABC (Airway / jalan nafas, Breathing /
bernafas, dan Circulation / sirkulasi), jika tidak ditolong segera maka
dapat meninggal atau cacat.

Berdasarkan tingkat prioritas (Labelling), maka dapat dibagi menjadi 4


klasifikasi :

Klasifikasi Keterangan
Prioritas I (Merah) Mengancam nyawa atau fungsi vital,
perlu resusitasi dan tindakan bedah
segera, mempunyai kesempatan hidup
yang besar. Penanganan dan
pemindahan bersifat segera yaitu
gangguan pada jalan nafas, pernafasan
dan sirkulasi. Contohnya sumbatan jalan
nafas, tension pneumothorak, syok
temoragik, luka terpotong pada tangan
dan kaki, combutio (luka bakar) tingkat
II & III > 25%.
Prioritas II (Kuning) Potensial mengancam nyawa atau fungsi
vital bila tidak segera ditangani dalam
jangka waktu singkat. Penanganan dan
pemiindahan bersifat jangan terlambat.
Contohnya patah tulang besar, combutio
(luka bakar) tingkat II & III < 25%,
trauma thorak / abdomen, trauma bola
mata.
Prioritas III (Hijau) Perlu penanganan seperti pelayanan
biasa, tidak perlu segera. Penanganan
dan pemindahan bersifat terakhir.
Contohnya luka superficial, luka-luka
ringan.
Prioritas 0 (Hitam) Kemungkinan hidup sangat kecil, luka
sangat parah. Hanya perlu terapi
suportif. Contohnya jantung henti kritis,
trauma kepaala kritis.
Alur dalam proses Triase :

1) Pasien datang diterima petugas / paramedis UGD


2) Di ruang triase dilakukan anamnese dan pemeriksaan singkat dan cepat
(selintas) untuk menentukan derajat kegawatannya olehperawat.
3) Bila jumlah penderita/korban yang ada lebih dari 50 orang, maka triase
dapat dilakukan di luar ruang triase (di depan gedung UGD)
4) Penderita dibedakan menurut kegawatannya dengan memberi kode warna :
a. Segera / Immediate (Merah)
Pasien mengalami cedera mengancam jiwa yang kemungkinan besar
dapat hidup bila ditolong segera. Pasien dapat langsung segera
diberikan pengobatan di ruang tindakan UGD.
b. Tunda / Delayed (Kuning)
Pasien memerlukan tindakan definitif tapi tidak ada ancaman jiwa
segera. Pasien yang memerlukan tindakan lebih lanjut dapat
dipindahkan ke ruang observasi dan mmenunggu giliran setelah
pasien kategori triase merah telah selesai ditangani.
c. Minimal (Hijau)
Pasien mendapat cedera minimal, dapat berjalan dan menolong diri
sendiri atau mencari pertolongan. Pasien dapat dipindahkan ke rawat
jalan, atau bila sudah memungkinkan untuk dipulangkan maka pasien
dapat diperbolehkan untuk pulang.
d. Expectant (Hitam)
Pasien mengalami cedera mematikan dan akan meninggal meskipun
sudah mendapat pertolongan. Pasien / korban yang telah meninggal
dapat langsung dipindahkan ke kamar jenazah.
4. Mutu

Klasifikasi yang membedakan setiap pelayanan di Unit Gawat Darurat di


Rumah Sakit adalah adanya :

1) Ketersediaan sumber daya manusia


2) Ketersediaan fasilitas dan peralatan
3) Ketersediaan sarana pendukung
4) Ketersediaan sistem kendali mutu
5) Ketersediaan fasilitas pendidikan dan pelatihan

Pelayanan Unit Pelayanan Gawat Darurat ditetapkan sesuai standar klasifikasi


tempat pelayanan, diperlukan data jumlah / jenis kunjungan yang diterima sehari-
hari dan kesiapan serta kemampuan menangani korban masal.

Klasifikasi Unit Pelayanan Gawat Darurat terdiri dari :

1) Unit Gawat Darurat kelas IV


2) Unit Gawat Darurat kelas III
3) Unit Gawat Darurat kelas II
4) Unit Gawat Darurat kelas I

5. Indikator Mutu di UGD

Untuk mengendalikan mutu pelayanan Unit Gawat Darurat, maka perlu


dilakukan upaya secara terus menerus menilai kemampuan dan hasil pelayanan
instalasi / unit gawat darurat. Dengan kriteria :

1) Ada data dan informasi mengenai :


a. Jumlah kunjungan
b. Kecepatan pelayanan (respon time)
c. Pola penyakit / kecelakaan (10 terbanyak)
d. Angka kematian
2) Instalasi / Unit Gawat Darurat harus menyelenggarakan evaluasi terhadap
pelayanan kasus gawat darurat sedikitnya satun kali dalam setahun.
3) Instalasi / Unit Gawat Darurat harus menyelenggarakan evaluasi terhadap
kasus-kasus tertentu sedikitnya satu kali dalam setahun.
6. Pelayanan Rawat Jalan

Pelayanan rawat jalan (ambulatory) adalah satu bentuk dari pelayanan


kedokteran. Secara sederhana yang dimaksud dengan pelayanan rawat jalan adalah
pelayanan kedokteran yang disediakan untuk pasien tidak dalam bentuk rawat inap
(hospitalization). Pelayanan rawat jalan ini termasuk tidak hanya yang
diselenggarakan oleh sarana pelayanan kesehatan yang telah lazim dikenal rumah
sakit atau klinik, tetapi juga yang diselenggarakan di rumah pasien (home care)
serta di rumah perawatan (nursing homes).

Bentuk pertama dari pelayanan rawat jalan adalah yang diselenggarakan oleh
klinik yang ada kaitannya dengan rumah sakit (hospital based ambulatory care).
Jenis pelayanan rawat jalan di rumah sakit secara umum dapat dibedakan atas 4
macam yaitu :

1) Pelayanan gawat darurat (emergency services) yakni untuk menangani


pasien yang butuh pertolongan segera dan mendadak.
2) Pelayanan rawat jalan paripurna (comprehensive hospital outpatient
services) yakni yang memberikan pelayanan kesehatan paripurna sesuai
dengan kebutuhan pasien.
3) Pelayanan rujukan (referral services) yakni hanya melayani pasien-pasien
rujukan oleh sarana kesehatan lain. Biasanya untuk diagnosis atau terapi,
sedangkan perawatan selanjutnya tetap ditangani oleh sarana kesehatan yang
merujuk.
4) Pelayanan bedah jalan (ambulatory surgery services) yakni memberikan
pelayanan bedah yang dipulangkan pada hari yang sama.
Sama halnya dengan berbagai pelayanan kesehatan lainnya, maka salah satu
syarat pelayanan rawat jalan yang baik adalah pelayanan yang bermutu. Karena itu
untuk dapat menjamin mutu pelayanan rawat jalan tersebut, maka program
menjaga mutu pelayanan rawat jalan perlu pula dilakukan.

Untuk ini diperhatikan bahwa sekalipun prinsip pokok program menjaga mutu
pada pelayanan rawat jalan tidak banyak berbeda dengan berbagai pelayanan
kesehatan lainnya, namun karena pada pelayanan rawat jalan ditemukan beberapa
ciri khusus, menyebabkan penyelenggaraan program menjaga mutu pada
pelayanan rawat jalan tidaklah semudah yang diperkirakan, ciri-ciri khusus yang
dimaksud adalah:

1) Sarana, prasarana serta jenis pelayanan rawat jalan sangat beraneka ragam,
sehingga sulit merumuskan tolak ukur yang bersufat baku.
2) Tenaga pelaksana bekerja pada srana pelayanan rawat jalan umumnya
terbatas, sehigga di satu pihak tidak dapat dibentuk suatu perangkat khusus
yang diserahkan tanggung jawab penyelengaraa program menjaga mutu, dan
pihak lain, apabila beban kerja terlalu besar, tidak memiliki cukup waktu
untuk menyelengarakan program menjaga mutu.
3) Hasil pelayanan rawat jalan sering tidak diketahui. Ini disebabkan karena
banyak dari pasien tidak datang lagi ke klinik.
4) Beberapa jenis penyakit yang datang ke sarana pelayanan rawat jalan adalah
penyakit yang dapat sembuh sendiri, sehingga penilaian yang objektif sulit
dilakukan.
5) Beberapa jenis penyakit yang datang ke sarana pelayanan rawat jalan adalah
mungkin penyakit yang telah berat dan bersifat kronis, sehingga
menyulitkan pekerjaan penilaian.
6) Beberapa jenis penyakit yang datang berobat datang kesarana pelayanan
rawat jalan mungkin jenis penyakit yang penanggulangannya sebenarnya
berada di luar kemampuan yang dimiliki. Keadaan yang seperti ini juga akan
menyulitkan pekerjaan penilaian.
7) Rekam medis yang dipergunakan pada pelayanan rawat jalan tidak
selengkap rawat inap, sehingga data yang diperlukan untuk penilaian tidak
lengkap
8) Perilaku pasien yang datang kesarana pelayanan rawat jalansukar dikontrol,
dan karenanya sembuh atau tidaknya suatu penyakit yang dalami tidak
sepenuhnya tergantung dari mutu pelayanan yang diselenggarakan.

Anda mungkin juga menyukai