Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
MEMUTUSKAN :
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
8. Surat tanda registrasi dokter dan dokter gigi adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter
dan dokter gigi yang telah diregistrasi.
9. Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan
upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk praktik
kedokteran atau kedokteran gigi.
Pasal 2
Pasal 3
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk :
a. memberikan perlindungan kepada pasien;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang
diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan
dokter gigi.
BAB III
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA
Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan
Pasal 4
Bagian Kedua
Fungsi, Tugas, dan Wewenang
Pasal 6
Pasal 7
(2) Standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi yang disahkan
Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditetapkan
bersama oleh Konsil Kedokteran Indonesia dengan kolegium
kedokteran, kolegium kedokteran gigi, asosiasi institusi
pendidikan kedokteran, asosiasi institusi pendidikan kedokteran
gigi, dan asosiasi rumah sakit pendidikan.
Pasal 8
Pasal 9
Pasal 10
Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 11
yaitu :
a. Divisi Registrasi;
b. Divisi Standar Pendidikan Profesi; dan
c. Divisi Pembinaan.
Pasal 12
Pasal 13
(1) Pimpinan Konsil Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua dan
2 (dua) orang wakil ketua.
(2) Pimpinan Konsil Kedokteran terdiri atas seorang ketua dan 3 (tiga)
orang ketua divisi.
(3) Pimpinan Konsil Kedokteran Gigi terdiri atas seorang ketua dan 3
(tiga) orang ketua divisi.
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
Pasal 17
(1) Anggota Konsil Kedokteran Indonesia sebelum memangku jabatan
wajib mengucapkan sumpah/janji, menurut agamanya di hadapan
Presiden.
(2) Sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai
berikut :
Pasal 18
Pasal 19
(1) Anggota Konsil Kedokteran Indonesia berhenti atau diberhentikan
karena :
a. berakhir masa jabatan sebagai anggota;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. meninggal dunia;
d. bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;
e. tidak mampu lagi melakukan tugas secara terus-menerus selama 3
(tiga) bulan; atau
f. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
Pasal 20
(5) Ketentuan fungsi dan tugas sekretaris ditetapkan oleh Ketua Konsil
Kedokteran Indonesia.
Pasal 21
(2) Pegawai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tunduk pada peraturan
perundang-undangan tentang kepegawaian.
Bagian Keempat
Tata Kerja
Pasal 22
(2) Rapat pleno Konsil Kedokteran Indonesia dianggap sah jika dihadiri
oleh paling sedikit setengah dari jumlah anggota ditambah satu.
Pasal 23
Pasal 25
Pasal 26
BAB V
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN GIGI
Pasal 27
Pasal 28
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang berpraktik wajib mengikuti
pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi
berkelanjutan yang diselenggarakan oleh organisasi profesi dan
lembaga lain yang diakreditasi oleh organisasi profesi dalam rangka
penyerapan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Pendidikan dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi
berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh organisasi profesi
kedokteran atau kedokteran gigi.
BAB VI
REGISTRASI DOKTER DAN DOKTER GIGI
Pasal 29
(1) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di
Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda
registrasi dokter gigi.
(2) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia.
(3) Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda
registrasi dokter gigi harus memenuhi persyaratan :
a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter
gigi spesialis;
b. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji
dokter atau dokter gigi;
c. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental;
d. memiliki sertifikat kompetensi; dan
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika profesi.
(4) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi
berlaku selama 5 (lima) tahun dan diregistrasi ulang setiap 5 (lima)
tahun sekali dengan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf c dan huruf d.
(5) Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua Konsil Kedokteran Gigi dalam
melakukan registrasi ulang harus mendengar pertimbangan ketua
divisi registrasi dan ketua divisi pembinaan.
(1) Dokter dan dokter gigi lulusan luar negeri yang akan melaksanakan
praktik kedokteran di Indonesia harus dilakukan evaluasi.
(3) Dokter dan dokter gigi warga negara asing selain memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus
melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.
(4) Dokter dan dokter gigi yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diberikan surat tanda registrasi
dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi oleh Konsil Kedokteran
Indonesia.
Pasal 31
(1) Surat tanda registrasi sementara dapat diberikan kepada dokter dan
dokter gigi warga negara asing yang melakukan kegiatan dalam
rangka pendidikan, pelatihan, penelitian, pelayanan kesehatan di
bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang bersifat sementara di
Indonesia.
(2) Surat tanda registrasi sementara berlaku selama 1 (satu) tahun dan
dapat diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
(3) Dokter atau dokter gigi warga negara asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus mendapat persetujuan dari Konsil Kedokteran
Indonesia.
Pasal 34
Pasal 35
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan
pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas :
a. mewawancarai pasien;
b. memeriksa fisik dan mental pasien;
c. menentukan pemeriksaan penunjang;
d. menegakkan diagnosis;
e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;
f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
g. menulis resep obat dan alat kesehatan;
h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan
j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik
di daerah terpencil yang tidak ada apotek.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Indonesia.
BAB VII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN
Bagian Kesatu
Surat Izin Praktik
Pasal 36
Pasal 37
(2) Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat.
(3) Satu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 38
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin praktik diatur dengan
Peraturan Menteri.
Bagian Kedua
Pelaksanaan Praktik
Pasal 39
Pasal 40
(1) harus dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik.
Pasal 41
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan
menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 wajib memasang papan nama praktik kedokteran.
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana pelayanan
kesehatan, pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat
daftar dokter atau dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran.
Pasal 42
Pasal 43
Paragraf 2
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi
Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan
oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat
persetujuan.
Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
wajib membuat rekam medis.
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus segera
dilengkapi setelah pasien selesai menerima pelayanan kesehatan.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda
tangan petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
Pasal 47
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan
dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan
sarana pelayanan kesehatan.
Paragraf 4
Rahasia Kedokteran
Pasal 48
Paragraf 5
Kendali Mutu dan Kendali Biaya
Pasal 49
Paragraf 6
Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran
mempunyai hak :
a. memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas
sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;
b. memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar
prosedur operasional;
c. memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau
keluarganya; dan
d. menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Paragraf 7
Hak dan Kewajiban Pasien
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai
hak :
a. mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);
b. meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
c. mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
d. menolak tindakan medis; dan
e. mendapatkan isi rekam medis.
Pasal 53
Paragraf 8
Pembinaan
Pasal 54
BAB VIII
DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI
Bagian Kesatu
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Pasal 55
Pasal 59
Pasal 60
Pasal 61
Pasal 62
Pasal 63
(1) Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dipilih
dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota.
Pasal 64
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas :
a. menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus
pelanggaran disiplin dokter dan dokter gigi yang diajukan; dan
Bagian Kedua
Pengaduan
Pasal 66
(3) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
menghilangkan hak setiap orang untuk melaporkan adanya dugaan
tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat
kerugian perdata ke pengadilan.
Bagian Ketiga
Pemeriksaan
Pasal 67
Pasal 68
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada
organisasi profesi.
Bagian Keempat
Keputusan
Pasal 69
(3) Sanksi disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa :
a. pemberian peringatan tertulis;
b. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin
praktik; dan/atau
c. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi
pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.
Bagian Kelima
Pengaturan Lebih Lanjut
Pasal 70
BAB IX
Pasal 71
Pasal 72
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71
diarahkan untuk :
a. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter dan
dokter gigi;
b. melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan dokter dan
dokter gigi; dan
c. memberikan kepastian hukum bagi masyarakat, dokter, dan dokter
gigi.
Pasal 73
(2) Setiap orang dilarang menggunakan alat, metode atau cara lain dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang menimbulkan kesan
seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang
telah memiliki surat tanda registrasi dan/atau surat izin praktik.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak
berlaku bagi tenaga kesehatan yang diberi kewenangan oleh
peraturan perundang-undangan.
Pasal 74
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan dokter dan dokter gigi yang
menyelenggarakan praktik kedokteran dapat dilakukan audit medis.
BAB X
KETENTUAN PIDANA
Pasal 75
(1) Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan
praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda registrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp
100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan
sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda
registrasi sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(3) Setiap dokter atau dokter gigi warga negara asing yang dengan
sengaja melakukan praktik kedokteran tanpa memiliki surat tanda
registrasi bersyarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda
paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 76
Setiap dokter atau dokter gigi yang dengan sengaja melakukan praktik
kedokteran tanpa memiliki surat izin praktik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga)
tahun atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 77
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan alat, metode atau cara
lain dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang
menimbulkan kesan seolah-olah yang bersangkutan adalah dokter atau
dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat
tanda registrasi dokter gigi atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 73 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah).
Pasal 79
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda
paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), setiap dokter
atau dokter gigi yang :
a. dengan sengaja tidak memasang papan nama sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 ayat (1);
b. dengan sengaja tidak membuat rekam medis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 ayat (1); atau
c. dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e.
Pasal 80
(1) Setiap orang yang dengan sengaja mempekerjakan dokter atau dokter
gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp
300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh korporasi, maka pidana yang dijatuhkan adalah pidana
denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah sepertiga atau
dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan izin.
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 81
(1) Dokter dan dokter gigi yang telah memiliki surat penugasan dan/atau
surat izin praktik, dinyatakan telah memiliki surat tanda registrasi dan
surat izin praktik berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Surat penugasan dan surat izin praktik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus disesuaikan dengan surat tanda registrasi dokter, surat
tanda registrasi dokter gigi, dan surat izin praktik berdasarkan
Undang-undang ini paling lama 2 (dua) tahun setelah Konsil
Kedokteran Indonesia terbentuk.
Pasal 83
(1) Pengaduan atas adanya dugaan pelanggaran disiplin pada saat belum
terbentuknya Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
ditangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi di Tingkat Pertama
dan Menteri pada Tingkat Banding.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 85
Pasal 88
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 6 Oktober 2004
SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO
Faried Utom
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2004
TENTANG
PRAKTIK KEDOKTERAN
I. UMUM
Dokter dan dokter gigi sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan
kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting karena
terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan yang
diberikan.
Landasan utama bagi dokter dan dokter gigi untuk dapat melakukan tindakan
medis terhadap orang lain adalah ilmu pengetahuan, teknologi, dan kompetensi
yang dimiliki, yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan. Pengetahuan
yang dimilikinya harus terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai
dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri.
Dokter dan dokter gigi dengan perangkat keilmuan yang dimilikinya mempunyai
karakteristik yang khas. Kekhasannya ini terlihat dari pembenaran yang diberikan
oleh hukum yaitu diperkenankannya melakukan tindakan medis terhadap tubuh
manusia dalam upaya memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan. Tindakan
medis terhadap tubuh manusia yang dilakukan bukan oleh dokter atau dokter gigi
dapat digolongkan sebagai tindak pidana.
Berkurangnya …
Berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap dokter dan dokter gigi, maraknya
tuntutan hukum yang diajukan masyarakat dewasa ini seringkali diidentikkan
dengan kegagalan upaya penyembuhan yang dilakukan dokter dan dokter gigi.
Sebaliknya apabila tindakan medis yang dilakukan dapat berhasil, dianggap
berlebihan, padahal dokter dan dokter gigi dengan perangkat ilmu pengetahuan
dan teknologi yang dimilikinya hanya berupaya untuk menyembuhkan, dan
kegagalan penerapan ilmu kedokteran dan kedokteran gigi tidak selalu identik
dengan kegagalan dalam tindakan.
Oleh karena itu untuk menjembatani kepentingan kedua belah pihak serta untuk
melakukan penilaian terhadap kemampuan obyektif seorang dokter dan dokter
gigi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, diperlukan pembentukan
Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil Kedokteran dan Konsil
Kedokteran Gigi.
Konsil Kedokteran Indonesia merupakan suatu badan yang independen yang akan
menjalankan fungsi regulator, yang terkait dengan peningkatan kemampuan
dokter dan dokter gigi dalam pelaksanaan praktik kedokteran. Disamping itu,
peran dari berbagai organisasi profesi, asosiasi institusi pendidikan yang ada saat
ini juga perlu diberdayakan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan
yang diberikan oleh dokter atau dokter gigi.
Dengan demikian, dokter dan dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran
selain tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku, juga harus menaati ketentuan
kode etik yang disusun oleh organisasi profesi dan didasarkan pada disiplin ilmu
kedokteran atau kedokteran gigi.
Dalam menjalankan fungsinya Konsil Kedokteran Indonesia bertugas melakukan
registrasi terhadap semua dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik
kedokteran, mengesahkan standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi, dan
melakukan pembinaan bersama lembaga terkait lainnya terhadap penyelenggaraan
praktik kedokteran.
Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum, untuk
meningkatkan, mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata kembali
berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran
agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
maka perlu diatur praktik kedokteran dalam suatu Undang-undang. Untuk itu,
perlu dibentuk Undang-undang tentang Praktik Kedokteran.
Dalam Undang-undang ini diatur :
1. Asas dan tujuan penyelenggaraan praktik kedokteran yang menjadi landasan
yang didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan,
keseimbangan serta perlindungan dan keselamatan pasien;
2. Pembentukan Konsil Kedokteran Indonesia yang terdiri atas Konsil
Kedokteran dan Konsil Kedokteran Gigi disertai susunan organisasi, fungsi,
tugas, dan kewenangan;
3. Registrasi dokter dan dokter gigi;
4. Penyusunan, penetapan, dan pengesahan standar pendidikan profesi dokter
dan dokter gigi;
5. Penyelenggaraan praktik kedokteran;
6. Pembentukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia;
7. Pembinaan dan pengawasan praktik kedokteran; dan
8. Pengaturan ketentuan pidana.
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2
Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan :
a. nilai ilmiah adalah bahwa praktik kedokteran harus didasarkan pada ilmu
pengetahuan dan teknologi yang diperoleh baik dalam pendidikan termasuk
pendidikan berkelanjutan maupun pengalaman serta etika profesi;
b. manfaat adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus
memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan dalam
rangka mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat;
c. keadilan adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran harus mampu
memberikan pelayanan yang adil dan merata kepada setiap orang dengan
biaya yang terjangkau oleh masyarakat serta pelayanan yang bermutu;
d. kemanusiaan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik kedokteran
memberikan perlakuan yang sama dengan tidak membedakan suku, bangsa,
agama, status sosial, dan ras;
e. keseimbangan adalah bahwa dalam penyelenggaraan praktik kedokteran
tetap menjaga keserasian serta keselarasan antara kepentingan individu dan
masyarakat;
f. perlindungan dan keselamatan pasien adalah bahwa penyelenggaraan
praktik kedokteran tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan semata,
tetapi harus mampu memberikan peningkatan derajat kesehatan dengan tetap
memperhatikan perlindungan dan keselamatan pasien.
Pasal 3
Cukup jelas
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas
Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “standar pendidikan profesi dokter dan dokter gigi”
adalah pendidikan profesi yang dilakukan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan sistem pendidikan nasional.
Penyusunan standar pendidikan profesi bagi dokter dan dokter gigi
dilakukan oleh asosiasi institusi pendidikan kedokteran dan asosiasi
institusi pendidikan kedokteran gigi dengan mengikutsertakan kolegium
kedokteran, kolegium kedokteran gigi, dan asosiasi rumah sakit
pendidikan.
Pasal 8
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Standar kompetensi disusun oleh asosiasi institusi pendidikan kedokteran
dan asosiasi institusi pendidikan kedokteran gigi serta kolegium kedokteran
dan kolegium kedokteran gigi.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Penerapan cabang ilmu kedokteran dan kedokteran gigi yang disahkan,
terlebih dahulu ditetapkan bersama kolegium terkait.
Huruf f
Etika profesi adalah kode etik dokter dan kode etik dokter gigi yang
disusun oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Persatuan Dokter Gigi
Indonesia (PDGI).
Huruf g
Pencatatan dimaksudkan sebagai bahan pertimbangan untuk pemberian
surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi dalam
registrasi ulang.
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Unsur dari asosiasi rumah sakit pendidikan, Departemen Kesehatan dan
Departemen Pendidikan Nasional yang masing-masing 2 (dua) orang terdiri
atas 1 (satu) orang berlatar belakang pendidikan profesi dokter dan 1 (satu)
orang dokter gigi.
Yang dimaksud dengan “tokoh masyarakat” adalah orang yang peduli dan
mempunyai komitmen tinggi untuk kepentingan pasien. Tokoh tersebut
mempunyai wawasan nasional dan memahami masalah kesehatan tetapi
bukan dokter atau dokter gigi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Tidak menutup kemungkinan bagi dokter dan dokter gigi untuk tetap dapat
menjalankan praktik kedokterannya. Hal ini dimaksudkan agar tetap dapat
meningkatkan kemampuan profesinya.
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Dalam ketentuan ini diatur pula mengenai penggantian antar waktu anggota
Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 25
Pendapatan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dalam ketentuan ini
antara lain biaya registrasi dan sumber dana lain yang sah yang merupakan
penerimaan negara bukan pajak .
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Surat tanda registrasi dokter ditandatangani oleh Ketua Konsil Kedokteran
dan surat tanda registrasi dokter gigi ditandatangani oleh Ketua Konsil
Kedokteran Gigi. Dengan demikian, Ketua Konsil Kedokteran dan Ketua
Konsil Kedokteran Gigi disebut juga registrar.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Surat keterangan sehat fisik dan mental adalah bukti tertulis yang
dikeluarkan oleh dokter yang memiliki surat izin praktik.
Huruf d
Sertifikat kompetensi dikeluarkan oleh kolegium yang bersangkutan.
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Pertimbangan dimaksud dalam ayat ini untuk melihat apakah dokter atau
dokter gigi tersebut selama menjalankan praktik kedokteran telah
dikenakan sanksi oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran, Majelis
Kehormatan Etik Kedokteran Gigi, Majelis Kehormatan Disiplin
Kedokteran Indonesia, atau putusan hakim.
Ayat (6)
Memelihara dan menjaga registrasi dokter dan dokter gigi dilakukan
dengan membuat daftar yang memuat nama dokter atau dokter gigi yang
memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter gigi
dan hal lain yang terkait dengan ketentuan tentang registrasi dokter atau
dokter gigi.
Pasal 30
Ayat (1)
Evaluasi dilakukan oleh perguruan tinggi di Indonesia berdasarkan
permintaan tertulis dari Konsil Kedokteran Indonesia. Konsil Kedokteran
Indonesia meminta pengujian setelah dilakukan evaluasi terhadap kesahan
ijazah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “peraturan perundang-undangan” adalah peraturan
perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan keimigrasian.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “surat tanda registrasi sementara dokter dan dokter
gigi” adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran dan
Konsil Kedokteran Gigi kepada dokter dan dokter gigi warga negara asing
yang melakukan kegiatan di bidang kedokteran.
Ayat (2)
Cukup jela
sAyat (3)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “surat tanda registrasi bersyarat dokter dan dokter
gigi” adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran dan
Konsil Kedokteran Gigi kepada peserta didik untuk mengikuti pendidikan
dan pelatihan kedokteran atau kedokteran gigi di Indonesia bagi dokter
atau dokter gigi warga negara asing.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kewenangan bagi
dokter dan dokter gigi untuk menyimpan obat selain obat suntik
sebagai upaya untuk menyelamatkan pasien.
Obat tersebut diperoleh dokter atau dokter gigi dari apoteker yang
memiliki izin untuk mengelola apotek. Jumlah obat yang disediakan
terbatas pada kebutuhan pelayanan.
Huruf j
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dokter atau dokter gigi yang diminta untuk memberikan pelayanan medis
oleh suatu sarana pelayanan kesehatan, bakti sosial, penanganan korban
bencana, atau tugas kenegaraan yang bersifat insidentil tidak memerlukan
surat izin praktik, tetapi harus memberitahukan kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota tempat kegiatan dilakukan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal dokter atau dokter gigi pengganti bukan dari keahlian yang
sama, dokter atau dokter gigi tersebut harus menginformasikan kepada
pasien yang bersangkutan.
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “standar pelayanan” adalah pedoman yang harus
diikuti oleh dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik
kedokteran.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “strata sarana pelayanan” adalah tingkatan
pelayanan yang standar tenaga dan peralatannya sesuai dengan kemampuan
yang diberikan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau penolakan
tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Namun, apabila pasien
yang bersangkutan berada di bawah pengampuan (under curatele)
persetujuan atau penolakan tindakan medis dapat diberikan oleh keluarga
terdekat antara lain suami/istri, ayah/ibu kandung, anak-anak kandung atau
saudara-saudara kandung.
Dalam hal pasien adalah anak-anak atau orang yang tidak sadar, maka
penjelasan diberikan kepada keluarganya atau yang mengantar. Apabila
tidak ada yang mengantar dan tidak ada keluarganya sedangkan tindakan
medis harus dilakukan maka penjelasan diberikan kepada anak yang
bersangkutan atau pada kesempatan pertama pasien sudah sadar.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Penjelasan hendaknya diberikan dalam bahasa yang mudah dimengerti
karena penjelasan merupakan landasan untuk memberikan persetujuan.
Aspek lain yang juga sebaiknya diberikan penjelasan yaitu yang berkaitan
dengan pembiayaan.
Ayat (4)
Persetujuan lisan dalam ayat ini adalah persetujuan yang diberikan dalam
bentuk ucapan setuju atau bentuk gerakan menganggukkan kepala yang
diartikan sebagai ucapan setuju.
Ayat (5)
Yang dimaksud dengan “tindakan medis berisiko tinggi” adalah seperti
tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya.
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 46
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “rekam medis” adalah berkas yang berisikan
catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan,
tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Ayat (2)
Dalam hal terjadi kesalahan dalam melakukan pencatatan pada rekam
medis, berkas dan catatan tidak boleh dihilangkan atau dihapus dengan cara
apa pun. Perubahan catatan atau kesalahan dalam rekam medis hanya dapat
dilakukan dengan pencoretan dan dibubuhi paraf petugas yang
bersangkutan.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “petugas” adalah dokter atau dokter gigi atau
tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan langsung kepada pasien.
Apabila dalam pencatatan rekam medis menggunakan teknologi informasi
elektronik, kewajiban membubuhi tanda tangan dapat diganti dengan
menggunakan nomor identitas pribadi (personal identification number).
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “kendali mutu” adalah suatu sistem pemberian
pelayanan yang efisien, efektif, dan berkualitas yang memenuhi kebutuhan
pasien.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “audit medis” adalah upaya evaluasi secara
profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan kepada pasien
dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi
medis.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 50
Yang dimaksud dengan “standar profesi” adalah batasan kemampuan
(knowledge, skill and professional attitude) minimal yang harus dikuasai oleh
seorang individu untuk dapat melakukan kegiatan profesionalnya pada
masyarakat secara mandiri yang dibuat oleh organisasi profesi.
Yang dimaksud dengan “standar prosedur operasional” adalah suatu perangkat
instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses
kerja rutin tertentu. Standar prosedur operasional memberikan langkah yang
benar dan terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan
berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan
kesehatan berdasarkan standar profesi.
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “penegakan disiplin” dalam ayat ini adalah
penegakan aturan-aturan dan/atau ketentuan penerapan keilmuan dalam
pelaksanaan pelayanan yang harus diikuti oleh dokter dan dokter gigi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “independen” dalam ayat ini adalah Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia dalam menjalankan tugasnya
tidak terpengaruh oleh siapa pun atau lembaga lainnya.
Pasal 56
Tanggung jawab dimaksud meliputi tanggung jawab administratif, sedangkan
dalam pelaksanaan teknis Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
adalah otonom dan mandiri.
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan kata “dapat” dalam ayat ini dilakukan dengan
memperhatikan pengaduan terhadap dokter atau dokter gigi yang praktik,
dan luas wilayah kerja.
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Pengetahuan di bidang hukum kesehatan diperoleh melalui pendidikan
atau pelatihan yang menyangkut aspek hukum dalam bidang kesehatan
baik yang diselenggarakan oleh institusi pendidikan maupun lembaga
lainnya yang terakreditasi.
Huruf h
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Ayat (1)
Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan
dokter atau dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran, tetapi tidak
mampu mengadukan secara tertulis, dapat mengadukan secara lisan kepada
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “setiap orang” adalah orang yang secara langsung
mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau
dokter gigi yang menjalankan praktik kedokteran. Termasuk juga dalam
pengertian “orang” adalah korporasi (badan) yang dirugikan
kepentingannya.
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Tenaga kesehatan dimaksud antara lain bidan dan perawat yang diberi
kewenangan untuk melakukan tindakan medis sesuai dengan peraturan
perundangan-undangan.
Pasal 74
Lihat penjelasan Pasal 49 ayat (2)
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
Pasal 77
Cukup jelas
Pasal 78
Cukup jelas
Pasal 79
Cukup jelas
Pasal 80
Cukup jelas
Pasal 81
Cukup jelas
Pasal 82
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Cukup jelas
Pasal 85
Cukup jelas
Pasal 86
Cukup jelas
Pasal 87
Cukup jelas
Pasal 88
Cukup jelas