Dosen Pengasuh:
Disusun Oleh:
178320391
JURUSAN MANAJEMEN
2019
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“ Indikator Pembangunan Ekonomi pada masa Presiden Soekarno sampai masa
Presiden Jokowi” ini dengan baik.
Adapun penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas
dari mata kuliah “Ekonomi Pembangunan” yang diampu oleh dosen Fadli Adnin
Nasution,SE,MM.
Akhir kata saya menyadari bahwa pembuatan tugas ini masih jauh dari
sempurna dan banyak kekurangannya, oleh karena itu saya mengharapkan saran,
kritik dan petunjuk dari berbagai pihak untuk pembuatan tugas ini menjadi lebih baik
dikemudian hari. Semoga tugas yang telah saya buat ini dapat bermanfaat dan
menjadi bahan informasi pada masa yang akan datang. Sekian dan terimakasih.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Kepemimpinan Soekarno .................................................................................. 3
2.2 Kepemimpinan Soeharto ................................................................................... 5
2.3 Kepemimpinan B.J.Habibie .............................................................................. 8
2.4 Kepemimpinan Abdurahman Wahid (Gus Dur) ............................................... 9
2.5 Kepemimpinan Megawati ................................................................................. 11
2.6 Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono ................................................... 11
2.7 Kepemimpinan Jokowi...................................................................................... 14
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Ekonomi merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.
Seiring perkembangan zaman, tentu kebutuhan terhadap manusia bertambah, oleh
karena itu, ekonomi secara terus - menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan.
Perubahan yang secara umum terjadi pada perekonomian yang dialami suatu negara
seperti inflasi, pengangguran, kesempatan kerja, hasil produksi, dan sebagainya. Jika
hal ini ditangani dengan tepat maka suatu negara mengalami keadaan ekonomi yang
stabil, mempengaruhi kesejahteraan kehidupan penduduk yang ada negara tersebut.
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka rumusan masalah yang dikaji
dalam pembuatan makalah ini difokuskan tentang kebijakan – kebijakan yang diambil
dari masa Presiden Soekarno sampai masa Presiden Jokowi dalam pembangunan
ekonomi. Adapun perumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
pembayaran yang sah tetapi nilainya tinggal setengah, sedang-kan sebelah kiri harus
diserahkan kepada pemerintah untuk diganti oleh obligasi ne-gara yaitu tanda hutang
negara (Soebagyo, 1980, 70).
Dalam rangka mengendalikan inflasi, pada tanggal 25 Agustus 1959 mata uang
Rupiah didevaluasikan sebesar 75%. Dari sisi moneter, semua nilai uang kertas
Rp500,00 dan Rp1.000,00 diturunkan menjadi sepersepuluh dari nilai nominalnya,
dan deposito-deposito bank dalam jumlah besar juga dibekukan. Tindakan ini mengu-
rangi jumlah uang beredar dari Rp 34 Milyar menjadi Rp 21 Milyar. Krisis likuiditas
menjadikan pemerintah terpaksa mem-perbolehkan utang dan dalam waktu enam
bulan persediaan uang telah kembali ke tingkat sebelumnya dan inflasi kembali stabil
(Rickles, 1991, 404). Inflasi sangat tinggi telah menyebabkan harga barang-barang
naik 500%selama tahun 1965. Inflasi yang sangat tinggi tersebut disebabkan oleh
harga beras yang naik sebesar 900%setiap tahun. Kurs pasar gelap untuk Rupiah
terhadap Dollar Amerika Serikat Serikat jatuh dari Rp 5.100,00 pada awal tahun 1965
menjadi Rp 17.500,00 pada kuartal ketiga dan menjadi Rp 50.000,00 pada kuartal
keempat (Rickles, 1991, 426).
4
bentuk-bentuk penyim-pangan lainnya telah mengurangi pengawa-san ekonomi
pemerintah pada tingkat yang sangat kronis. Sebagian besar sektor ekonomi
produksinya merosot seperti be-ras, makanan pokok dan bahan makanan lainnya.
Meskipun tidak mutlak menurun, namun telah gagal mengimbangi pertumbuhan
penduduk, sehingga pada tahun 1966, 10%kebutuhan pangan harus diimpor (Arndt,
1991, 245). Pemerintahan di masa Soekarno, 1945 - 1966, berganti kabinet sebanyak
28 kali, Soekarno berakhir paada 12 maret 1967.
Walaupun pemerintah Orde Baru bergerak cepat dan pasti untuk membangun
sejumlah tujuan di bidang ekonomi, sampai tahun 1985 industrialisasi hanya
berpengaruh ke-cil di Indonesia. Sektor pertanian menyum-bang sekitar 24%dari
PDB, sementara in-dustri non migas menyumbang kurang dari 14%(Abimanyu (Ed.),
2010, 24-25).
Pada masa Soeharto banyak berdiri organisasi pengusaha seperti KADIN (Ka-
mar Dagang dan Industri), Hippi (Himpu-nan Pengusaha Pribumi Indonesia), HIPMI
(Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), HIPLI (Himpunan Pengusaha Lemah Indo-
nesia), IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia), APEGTI (Asosiasi Pengecer
Gula dan Terigu Indonesia), REI (Real Es-tate Indonesia) dan ASI (Asosiasi Semen
Indonesia), yang dimaksudkan untuk me-ningkatkan ekonomi anggota dan bargain-
5
ing power-nya. Pendirian HKTI (Himpu-nan Kerukunan Tani Indonesia), SPSI (Se-
rikat Pekerja Seluruh Indonesia) dan seje-nisnya mempunyai tujuan yang sama.
Dalam perekonomian internasional, Indonesia ma-suk dalam OPEC (Organisation of
Petro-lium Exporting Countries) dan kerja sa-ma regional APEC (Asia Pasific
Econo-mic Cooperation) (Kuntowijoyo, 1995, 129-130).
Pada saat Ali Wardhana menjabat menteri keuangan, Amerika Serikat pada 15
Agustus 1971 menghentikan pertukaran dollar dengan emas. Presiden Nixon cemas
dengan terkurasnya cadangan emas AS jika dollar dibolehkan terus ditukar emas,
sedang nilai waktu itu USD 34.00 sudah bisa membeli 1 ons emas. Soeharto tidak
dapat mengelak dari dampak gebrakan Nixon dan Indonesia mendevaluasi Rupiah
pada 21 Agustus 1971 dari Rp 378 menja-di Rp 415 per 1 USD. Walaupun Indone-
sia mendapat keuntungan dengan kenaikan harga minyak akibat Perang Arab - Israel
1973, tetapi Pertamina justru hampir mengalami kebangkrutan dengan utang USD 10
milyar. Devaluasi kedua pada masa pemerintahan Soeharto, yakni pada 15 November
1978, dari Rp 415 menjadi Rp 625 per 1 USD tidak dapat dihindari.
Pada saat Radius Prawiro menjabat Menteri Keuangan, dia mendevaluasi rupiah
sebesar 48%(hampir sama dengan proses menggunting separuh nilai dari Rupah).
Kurs 1 dolar AS naik dari Rp 702,50 menjadi Rp 970. Pada 12 September 1986 dia
kembali mendevaluasi rupiah sebesar 47%, dari Rp 1.134 ke Rp 1.664 per 1 dolar
AS. Walaupun Soeharto selalu berpidato bahwa tidak ada devaluasi, tapi sepanjang
pemerintahannya telah terjadi empat kali devaluasi (http://id.wikipedia. org/wiki/
Devaluasi). Kemantapan struktur ekonomi nasional telihat pada peningkatan dan
perluasan jaringan pelayanan prasarana dasar seperti jalan, pelabuhan, listrik, tele-
komunikasi dan yang lainnya (Odang, 1996, 16-17).
6
Orde Baru yang dibangun oleh Presi-den Soeharto sejak tahun 1966 telah meng-
hasilkan prestasi yang luar biasa. Pada ta-hun 1996 atau 30 tahun kemudian sebagai
hasil pembangunan, Indonesia mengalami dua kali Quantum Leap, dari negara miskin
ke negara berkembang, dan dari negara berkembang menjadi negara berpendapa-tan
menengah. Pada tahun 1966 tingkat ke-miskinan diperkirakan lebih dari 50%, se-
mentara pada tahun 1996 kurang dari 15%.
Inflasi sekitar 400%pada tahun 1966, sementara tahun 1996 kurang dari 10%.
Bahkan, pendapatan per kapita melonjak dari USD200 pada tahun 1966 menjadi
USD1.200 pada tahun 1996. Selama 25 tahun terakhir sebelum krisis 1997, pertum-
buhan ekonomi Indonesia bergerak di kisaran 6%-8%per tahun (Abimanyu (Ed),
2010, 581-582).
Kebijakan fiskal tahun 1998 sampai 1999 pada awalnya diarahkan untuk ber-
peran sebagai suatu kebijakan campuran (policy mix) dalam rangka membantu
pengendalian laju inflasi dan nilai tukar ru-piah di sektor moneter. Hal ini
ditunjukkan oleh kehati-hatian pemerintah dalam mene-tapkan sasaran defisit APBN
yang disusun pada tanggal 23 Januari 1998, yaitu hanya 1-2%dari PDB. Dalam
perkembangannya, kondisi perekonomian yang mengalami kontraksi dan dampaknya
terhadap masya-rakat yang semakin luas telah memaksa pemerintah untuk mengubah
asumsi yang digunakan dalam penyusunan anggaran, sekaligus mengubah orientasi
kebijakan fiskal. Orientasi kebijakan fiskal kemudian difokuskan pada upaya
peningkatan peranan pemerintah sebagai penggerak roda perekonomian,
menggantikan peranan sektor swasta yang sedang terpuruk serta mengurangi tingkat
pengangguran, sekaligus beban masyarakat miskin. Perubahan orientasi tersebut
tercermin dari peningkatan sasaran defisit APBN menjadi 8,5%dari PDB, jauh lebih
ekspansif daripada sasaran semula. Perubahan yang besar terjadi pada alokasi
pengeluaran sosial, yakni menjadi sekitar 29%dari total anggaran, meliputi
pengeluaran subsidi dan Jaring Pengaman Sosial (JPS) masing-masing sebesar 6,2
dan 1,9%dari PDB (Bank Indonesia, 1999).
7
Presiden Soeharto akhirnya mundur pada 21 Mei 1998 saat terjadi gejolak sosial,
politik dan ekonomi di Indonesia. Wa-laupun penggantian presiden sudah dilaku-kan,
Indonesia masih terpuruk dalam ke-miskinan yang semakin meluas disertai ke-
tegangan etnis daerah.
8
garis kemiskinan. Pada akhir Juni 1998, angga-ran negara harus direvisi untuk ketiga
kali-nya karena asumsi-asumsinya tidak relevan. IMF memprediksi bahwa
perekonomian akan menurun sebanyak 10%. B.J. Habibie mundur dari kekuasaan
pada 20 Oktober 1999, digantikan oleh Abdurrahman Wahid.
Pada tahun 2000 beberapa indikator menunjukkan bahwa proses pemulihan eko-
nomi nampak menguat. Pertumbuhan ekonomi meningkat lebih tinggi dari yang
diprakirakan, yakni menjadi 4,8%. Bebe-rapa faktor seperti membaiknya permintaan
domestik, masih kompetitifnya nilai tukar rupiah, serta situasi ekonomi dunia yang
membaik, telah memungkinkan sejumlah sektor ekonomi, termasuk sektor usaha ke-
cil dan menengah (UKM), meningkatkan kegiatan usaha mereka, baik untuk memen-
uhi konsumsi domestik maupun ekspor. Beberapa kemajuan juga dicapai, misalnya
dalam proses restrukturisasi perbankan, penjadwalan kembali utang luar negeri pe-
merintah, serta penyelesaian masalah Ban-tuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) an-
tara Bank Indonesia dan Pemerintah. Per-tumbuhan ekonomi didukung oleh nilai
tukar yang kompetitif dan ekspor non migas menjadi pendorong pertumbuhan
ekonomi dan kegiatan investasi semakin meningkat.
9
mengalami pertumbuhan. Dengan dorongan permintaan baik yang berasal dari dalam
maupun luar negeri, sektor industri pengolahan, sektor perda-gangan dan sektor
pengangkutan menjadi motor pertumbuhan dengan sumbangan ter-hadap
pertumbuhan PDB masing-masing sebesar 1,6%, 0,9%, dan 0,7%. Sektor in-dustri
pengolahan pada tahun 2000 men-catat pertumbuhan sebesar 6,2%, semen-tara
sektor perdagangan serta sektor pe-ngangkutan masing-masing meningkat se-besar
5,7%dan 9,4%(Bank Indonesia 2000).
Tekanan kenaikan harga menjadi le-bih besar dengan adanya kebijakan peme-
rintah untuk mengurangi berbagai subsidi guna mendorong pembentukan harga ber-
dasarkan mekanisme pasar serta kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan
pegawai negeri sipil (PNS). Dalam tahun 2000, pemerintah telah mengeluarkan
kebijakan penyesuaian di bidang harga dan pen-dapatan yang antara lain mencakup
peng-urangan subsidi bahan bakar minyak (BBM), kenaikan tarif dasar listrik (TDL),
tarif angkutan, cukai rokok, serta kenaikan gaji PNS, TNI, dan Polri, serta upah mini-
mum regional (UMR). Selain itu, tekanan inflasi juga muncul dengan semakin
tinggi-nya ekspektasi peningkatan laju inflasi di ka-langan konsumen dan produsen.
Pening-katan ekspektasi ini mengakibatkan kecen-derungan kenaikan harga-harga
menjadi sulit diredam dengan segera karena cende-rung bersifat menetap
(persistent). Secara keseluruhan, laju inflasi tahun 2000 mencapai 9,53% (year-on-
year), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi tahun 1999 sebesar 2,01% (Bank
Indonesia, 2000).
10
2.5 Kepemimpinan Megawati (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
11
c. Mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji
memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian
Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan
para investor dengan kepala-kepaladaerah. Investasi merupakan faktor utama
untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan
pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor,
terutama investor asing, yang salah satunya adalah revisi undang-undang
ketenagakerjaan.
f. Kebijakan impor beras, tetapi kebijakan ini membuat para petani menjerit
karena harga gabah menjadi anjlok atau turun drastis.
g. Pada tahun 2006 Indonesia melunasi seluruh sisa hutang pada IMF
(International Monetary Fund). Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak
lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam
negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat,
setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya
dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa
12
di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal
ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit
perbankan ke sektor riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sektor riil kurang dan berimbas
pada turunnya investasi. Pengeluaran Negara pun juga semakin membengkak
dikarenakan sering terjadinya bencana alam yang menimpa negeri ini.
Tabel 2.1 Presiden, Fokus Kebijakan, Pencapain Dominan, dan Kelemahan Pencapaian
Pembangunan Pembangunan
Jangka Panjang Jangka Panjang
(PJP) I
B.J. Habibie Memperkuat UU Anti monopoli Daya beli
pemulihan dan UU Otonomi masyarakat
ekonomi pasca daerah. menurun tajam dan
Krisis Moneter tingginya resiko
dengan usaha didalam
memulihkan negeri sehingga
kegiatan investasi, pemulihan
perdagangan, kepercayaan
pemulihan kinerja terhadap
sector perbankan perekonomian
dan dunia usaha berjalan lambat
Abdurrahman Penguatan pada Menjalin hubungan Proses pemulihan
Wahid sector Usaha Kecil bilateral dan ekonomi relative
13
Menengah (UKM), multilateral dengan lambat, besarnya
Bantuan Likuidasi beberapa negara beban
Bank Indonesia lain pengeluarana
(BLBI) pemerintah untuk
pembayaran bunga
utang dan subsidi.
Megawati Pengelolaan Laju inflasi mulai Bom Bali,
Hutang Luar menurun, suku Kenaikan Harga
negeri, program bunga menurun Bahan Bakar
UKM, Privatisasi tajam, Minyak
BUMN pertumbuhan
ekonomi
meningkat dan
nilai tukar rupiah
menguat.
Susilo Bambang Bantuan Langsung Ekonomi Indonesia Tingkat
Yudhoyono Tunai (BLT) dan stabil dan inflasi pengangguran
Subsidi BBM, makin terkendali, meningkat dan
Kebijakan berfokus pertumbuhan disribusi
pada sector riil dan permintaan pendapatan
keuangan yang domestic dan timpang
diarahkan untuk penurunan impor
menjaga stabilitas
pada ekonomi
makro
14
reformasi ekonomi, terutama pada percepatan proyek infrastruktur, pengembangan
sektor maritim, dan program jaminan sosial.
Salah satu reformasi radikal yang dilakukan Jokowi terjadi kurang dari sebulan
setelah pelantikan, yaitu pemotongan signifikan dari subsidi bahan bakar minyak
(BBM) sebagai usaha untuk mengurangi beban fiskal. Pada tanggal 18 November
2014, pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi (Premium) menjadi Rp 8.500 per
liter, dan harga solar bersubsidi menjadi Rp 7.500 per liter. Bahkan, mengambil
momentum dari jatuhnya harga minyak dunia, Jokowi melakukan reformasi lebih
jauh, dengan menghapus subsidi BBM Premium, memberikan subsidi tetap Rp 1.000
per liter untuk solar, dan mengikuti mekanisme pasar dalam penentuan harga.
Langkah reformasi yang berani ini berhasil menciptakan ruang fiskal yang sangat
dibutuhkan untuk membiayai sejumlah agenda pembangunan lainnya, terutama
pembangunan infrastruktur.
15
mengakibatkan hal tersebut, tetapi setidaknya dua tren utama yang dapat diamati pada
setahun pertama pemerintahan Jokowi adalah. Pertama, belum terdapat perbaikan
iklim investasi yang signifikan hingga pertengahan 2015. Pembangunan infrastruktur
pun berjalan cukup lambat. Nampaknya terdapat ketidaksinambungan antara
pernyataan reformis di tingkat Presiden dan Menteri dengan kenyataan pada tingkat
pemerintahan yang lebih rendah serta pemerintah daerah. Hal-hal umum seperti
perizinan yang berbelit, memakan waktu dan biaya yang tinggi masih terlihat jelas di
berbagai sektor.
16
paket kebijakan tersebut berusaha untuk menghilangkan hambatan regulasi maupun
birokrasi yang menghambat sektor swasta untuk melakukan usahanya secara efisien,
serta memberikan insentif investasi bagi pelaku usaha swasta di beberapa sektor
tertentu.
17
perikanan, kehutanan, pertambangan, dan logistik. Sementara itu, berdasarkan
domain kementerian, tiga kementerian yang paling banyak terlibat dalam deregulasi
adalah Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi & UMKM, serta
Kementerian Keuangan. Hal ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk
memfasilitasi usaha perdagangan dan mengurangi hambatan regulasi yang tidak
perlu, sebagai titik balik dari tren kedua yang dijelaskan di atas.
Sebagai kesimpulan, dalam periode ini, pemerintah Jokowi tidak lagi bisa
mengandalkan ekspor sebagai sumber pertumbuhan karena ekonomi global yang
melambat serta harga komoditas yang masih rendah. Belanja pemerintah pun juga
kurang bisa diandalkan, mengingat penerimaan pajak yang sangat rendah dalam
beberapa tahun terakhir (tax ratio Indonesia hanya sekitar 10-11% dari PDB). Oleh
karena itu, upaya Presiden Jokowi untuk menekankan reformasi ekonomi dari sisi
penawaran sebenarnya sudah tepat. Namun demikian, dalam kenyataannya,
pelaksanaan reformasi ini masih kurang efektif. Beberapa pernyataan reformis dari
Presiden dan sejumlah Menteri bahwa Indonesia terbuka terhadap investasi, masih
gagal diterjemahkan dalam kebijakan yang ramah investasi (misalnya kecenderungan
proteksionis di atas, serta perubahan konkrit pada iklim investasi di lapangan
setidaknya hingga pertengahan 2015). Hal ini mengirimkan sinyal bahwa pemerintah
nampak setengah hati dalam menggandeng sektor swasta, termasuk PMA, sebagai
18
lokomotif pembangunan ekonomi yang tengah lesu ini. Oleh karena itu, presiden
reformis seperti Jokowi pun masih perlu didukung dengan mekanisme koordinasi dan
implementasi kebijakan yang baik, serta dukungan politik yang memadai.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setiap pemimpin dalam suatu negara memiliki ciri khas kepemimpinan yang
akan mempengaruhi semua sektor yang terdapat di bawahnya. Pertumbuhan ekonomi
pada awal kemerdekaan tidak berjalan dengan baik. Ketika pembenahan di sektor
eko-nomi semakin dilakukan pada masa peme-rintahan Soeharto, perekonomian
mening-kat dengan pesat. Selama pemerintahan Soeharto peningkatan terjadi dalam
sektor pembangunan fisik. Pemerintahan selama 32 tahun ini menjadi semakin rapuh
ketika dalam pemerintahan Soeharto terdapat KKN, diperparah oleh krisis moneter
pada 1997-1998 hingga pertumbuhan ekonomi adalah minus 13,12%di tahun 1998.
Sejak peristiwa tersebut, kondisi perekonomian Indonesia mengalami perbaikan dan
kem-bali meningkat di masa pemerintahan me-gawati hingga masuk pada
pemerintahan SBY.
Peranan presiden di sebuah negara menjadi penting karena presiden adalah pe-
mimpin di dalam negeri dan menjadi wakil bangsa saat kunjungan ke luar negeri.
Oleh karena itu, Presiden haruslah memiliki ke-cerdasan, sifat kepemimpinan yang
mampu mengayomi rakyatnya, peka terhadap masalah-masalah baik masalah dalam
negeri maupun masalah global dan mampu bertindak untuk menanggulangi dampak
yang akan masuk serta antisipasi terhadap apapun yang dapat mengancam rakyatnya
20
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/32819389/PERBANDINGAN_PEREKONOMIAN_DAR
I_MASA_SOEKARNO_HINGGA_SUSILO_BAMBANG_YUDHOYONO
https://www.csis.or.id/uploaded_file/publications/perjalanan_reformasi_ekonomi_ind
onesia_1997-2016.pdf
https://annisasavira.files.wordpress.com/2018/03/perekonomian-indonesia-
perkembangan-eko-dr-orde-lama-sampai-orde-baru.pdf
21