Anda di halaman 1dari 33

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

UNIT KEGIATAN MAHASISWA PRAMUKA


RACANA JELANTIK-JEMPIRING
PANITIA PELAKSANA PELANTIKAN PANDEGA TAHUN 2014
Sanggar Bakti: Jalan Udayana 11, Singaraja (Kampus Tengah UNDIKSHA), No. HP 083117741284
e-mail: jelantik.jempiring@gmail.com blog: ukmpramukaundiksha.blogspot.com
PESERTA PEMBEKALAN DAN PELANTIKAN
PANDEGA 2017

Nama : I Wayan Regeg Astika


NIM : 1613071014
TTL : Ban, 10 Oktober 2014
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat Asal : Br.Belong,Ked.Ban,Kec.Kubu,Kab.Karangasem
Alamat Kos : Jl. Ratulangi no. 15
Telepon/Hp : -/085738875777
E-mail : astikaregeg77@gmail.com
Agama : Hindu
Fakultas/Jurusan : MIPA/Pendidikan IPA
Paket Materi SKU : Satuan Karya (SAKA) dalam Gerakan Pramuka dan
Perkemahan
Paket Materi Tekpram : SAR
LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul Makalah : SAR


2. Peserta Pembekalan dan Pelantikan Pandega Tahun 2017
Nama : I Wayan Regeg Astika
NIM : 1613071014
Jenis Kelamin : Laki-laki
Fakultas/Jurusan : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam/Pendidikan
IPA
Perguruan Tinggi : Universitas Pendidikan Ganesha
Alamat Perguruan Tinggi : Jalan Udayana 11 Singaraja 81116
Telepon/HP : -/085738875777
E-mail : astikaregeg77@gmail.com
3. Waktu Penyampaian Materi : 15 menit

Singaraja, 20 November 2017

Ketua UKM Peserta Pembekalan dan Pelantikan


Pandega Tahun 2017

I Wayan Gede Sudiantara I Wayan Regeg Astika


NIM. 151170410 NIM 1613071014
Mengetahui,
Pembina I UKM, Pendamping,

I Wayan Gede Sudiantara


I Nyoman Santika, MT NIM 151170410
NIP -
SAR

Oleh:
I WAYAN REGEG ASTIKA
Disampaikan dalam kegiatan pembekalan Calon Pandega
Racana Jelantik-Jempiring Gugusdepan Buleleng 05.013.05.014
Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja
Sabtu, 24 Nopember 2017
BAB 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
SAR yang merupakan akronim dari Search And Rescue, adalah kegiatan dan
usaha mencari, menolong,dan menyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau
dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam musibah – musibah seperti
pelayaran, penerbangan, dan bencana. Anggota dari tim SAR sendiri bisa melibatkan
banyak pihak baik dari militer, kepolisian, aparat pemerintah, organisasi masyarakat
dan lain – lainnya. Demikian juga sesuai dengan ketentuan badan internasional IMO (
International Maritime Organization ) dan ICAO ( International Civil Aviation
Organization ) setiap negara wajib melaksanakan operasi SAR ,sebuah negara yang
tidak memiliki organisasi SAR akan disebut sebagai ‘ Black Area’. Di Indonesia
sendiri, instansi yang bertanggung jawab di bidang SAR diemban oleh Badan SAR
Nasional atau disingkat BASARNAS.1
Keberadaan SAR di setiap daerah benar – benar sangat penting dan
dibutuhkan. Hal ini mengingat wilayah negara Republik Indonesia terdiri dari
wilayah perairan dan kepulauan dimana sebagai penghubung antar pulau dalam
rangka menunjang pembangunan perekonomian adalah moda transportasi. Kondisi
seperti ini berdampak lalu lintas transportasi menjadi sangat ramai, sehingga
kemungkinan terjadinya musibah sangat besar terjadi. Selain itu keadaan geografis

1
Indonesia yang juga sangat memungkinkan banyaknya bencana alam dan musibah
lainnya terjadi. Perlu disadari bahwa orang yang paling cepat dapat memberikan
bantuan pertolongan adalah orang yang paling dekat dengan lokasi korban.
Kemampuan bertahan seseorang dalam kondisi survive sangat terbatas dan
membutuhkan penanganan segera. Rescuer yang datang dalam waktu singkat akan
membangun kondisi mental korban sehingga kemampuan bertahan akan semakin
tinggi.
Evakuasi adalah Suatu tindakan memindahkan orang-orang yang terkena
bencana atau yang berada dekat dengan daerah berbahaya ke tempat aman dan jauh
dari zona berbahaya dengan tujuan agar korban atau orang-orang tidak terkena efek
dari bencana tersebut. Bisa juga ketika ada peperangan sedang bergejolak maka
penduduk yang tidak ikut perang seperti wanita atau anak-anak di pindahkan ke
tempat aman agar tidak jadi sasaran penyerangan.
BAB 2. Pembahasan

1. SEJARAH BASARNAS

A. Masa Terbentuknya BASARNAS

1. Lahirnya organisasi SAR di Indonesia yang saat ini bernama BASARNAS diawali
dengan adanya penyebutan "Black Area" bagi suatu negara yang tidak memiliki
organisasi SAR. Dengan berbekal kemerdekaan, maka tahun 1950 Indonesia masuk
menjadi anggota organisasi penerbangan internasional ICAO (International Civil
Aviation Organization). Sejak saat itu Indonesia diharapkan mampu menangani
musibah penerbangan dan pelayaran yang terjadi di Indonesia.Sebagai konsekwensi
logis atas masuknya Indonesia menjadi anggota ICAO tersebut, maka pemerintah
menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1955 tentang Penetapan Dewan
Penerbangan untuk membentuk panitia SAR. Panitia teknis mempunyai tugas pokok
untuk membentuk Badan Gabungan SAR, menentukan pusat-pusat regional serta
anggaran pembiayaan dan materil. Sebagai negara yang merdeka, tahun 1959
Indonesia menjadi anggota International Maritime Organization (IMO). Dengan
masuknya Indonesia sebagai anggota ICAO dan IMO tersebut, tugas dan tanggung
jawab SAR semakin mendapat perhatian. Sebagai negara yang besar dan dengan
semangat gotong royong yang tinggi, bangsa Indonesia ingin mewujudkan harapan
dunia international yaitu mampu menangani musibah penerbangan dan pelayaran.

2. Dari pengalaman-pengalaman tersebut diatas, maka timbul pemikiran bahwa perlu


diadakan suatu organisasi SAR Nasional yang mengkoordinir segala kegiatan-
kegiatan SAR dibawah satu komando. Untuk mengantisipasi tugas-tugas SAR
tersebut, maka pada tahun 1968 ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
T.20/I/2-4 mengenai ditetapkannya Tim SAR Lokal Jakarta yang pembentukannya
diserahkan kepada Direktorat Perhubungan Udara. Tim inilah yang akhirnya menjadi
embrio dari organisasi SAR Nasional di Indonesia yang dibentuk kemudian.
3. Pada tahun 1968 juga, terdapat proyek South East Asia Coordinating Committee on
Transport and Communications, yang mana Indonesia merupakan proyek payung
(Umbrella Project) untuk negara-negara Asia Tenggara. Proyek tersebut ditangani
oleh US Coast Guard (Badan SAR Amerika), guna mendapatkan data yang
diperlukan untuk rencana pengembangan dan penyempurnaan organisasi SAR di
Indonesia.Kesimpulan dari tim tersebut adalah:

* Perlu kesepakatan antara departemen-departemen yang memiliki fasilitas


dan peralatan; Harus ada hubungan yang cepat dan tepat antara pusat-pusat
koordinasi dengan pusat fasilitas SAR;

* Pengawasan lalu lintas penerbangan dan pelayaran perlu diberi tambahan


pendidikan SAR;

* Bantuan radio navigasi yang penting diharapkan untuk pelayaran secara


terus menerus.

4. Dalam kegiatan survey tersebut, tim US Coast Guard didampingi pejabat - pejabat
sipil dan militer dari Indonesia, tim dari Indonesia membuat kesimpulan bahwa:

* Instansi pemerintah baik sipil maupun militer sudah mempunyai unsur yang
dapat membantu kegiatan SAR, namun diperlukan suatu wadah untuk menghimpun
unsur-unsur tersebut dalam suatu sistem SAR yang baik. Instansi-instansi berpotensi
tersebut juga sudah mempunyai perangkat dan jaringan komunikasi yang memadai
untuk kegiatan SAR, namun diperlukan pengaturan pemanfaatan jaringan tersebut.

* Personil dari instansi berpotensi SAR pada umumnya belum memiliki


kemampuan dan keterampilan SAR yang khusus, sehingga perlu pembinaan dan
latihan.

5. Peralatan milik instansi berpotensi SAR tersebut bukan untuk keperluan SAR,
walaupun dapat digunakan dalam keadaan darurat, namun diperlukan standardisasi
peralatan.

B. Perkembangan Organisasi BASARNAS

1.Berdasarkan hasil survey tersebut ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun


1972 tanggal 28 Februari 1972 tentang pembentukan Badan SAR Indonesia
(BASARI). Adapun susunan organisasi BASARI terdiri dari:

* Unsur Pimpinan;

* Pusat SAR Nasional (Pusarnas);


* Pusat-pusat Koordinasi Rescue (PKR);

* Sub-sub Koordinasi Rescue (SKR);

* Unsur-unsur SAR.

2. Pusarnas merupakan unit Basari yang bertanggungjawab sebagai pelaksana


operasional kegiatan SAR di Indonesia. Walaupun dengan personil dan peralatan
yang terbatas, kegiatan penanganan musibah penerbangan dan pelayaran telah
dilaksanakan dengan hasil yang cukup memuaskan, antara lain Boeing 727-PANAM
tahun 1974 di Bali dan operasi pesawat Twinotter di Sulawesi yang dikenal dengan
operasi Tinombala.

3. Secara perlahan Pusarnas terus berkembang dibawah pimpinan (alm) Marsma S.


Dono Indarto. Dalam rangka pengembangan ini pada tahun 1975 Pusarnas resmi
menjadi anggota NASAR (National Association of SAR) yang bermarkas di Amerika,
sehingga Pusarnas secara resmi telah terlibat dalam kegiatan SAR secara
internasional. Tahun berikutnya Pusarnas turut serta dalam kelompok kerja yang
melakukan penelitian tentang penggunaan satelit untuk kepentingan kemanusiaan
(Working Group On Satelitte Aided SAR) dari International Aeronautical Federation.

4. Untuk lebih mengefektifkan kegiatan SAR, maka pada tahun 1978 Menteri
Perhubungan selaku kuasa Ketua Basari mengeluarkan Keputusan Nomor
5/K.104/Pb-78 tentang penunjukkan Kepala Pusarnas sebagai Ketua Basari pada
kegiatan operasi SAR di lapangan. Sedangkan untuk penanganan SAR di daerah
dikeluarkan Instruksi Menteri Perhubungan IM 4/KP/Phb-78 untuk membentuk
Satuan Tugas SAR di KKR (Kantor Koordinasi Rescue).

5. Untuk efisiensi pelaksanaan tugas SAR di Indonesia, pada tahun 1979 melalui
Keputusan Presiden Nomor 47 tahun 1979, Pusarnas yang semula berada dibawah
Basari, dimasukkan kedalam struktur organisasi Departemen Perhubungan dan
namanya diubah menjadi Badan SAR Nasional (BASARNAS).

6. Dengan diubahnya Pusarnas menjadi Basarnas, Kepala Pusarnas yang semula


esselon II menjadi Kepala Basarnas esselon I. Demikian juga struktur organisasinya
disempurnakan dan Kabasarnas membawahi 3 pejabat esselon II. Dalam
perkembangannya keluar Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 80 tahun 1998
tentang Organisasi Tata Kerja Basarnas, yang salah satu isinya mengenai pejabat
esselon II di Basarnas, yaitu:

* Sekretaris Badan;
* Kepala Pusat Bina Operasi;

* Kepala Pusat Bina Potensi.

7. Adanya organisasi SAR akan memberikan rasa aman dalam penerbangan dan
pelayaran. Sejalan dengan perkembangan moda transportasi serta kemajuan IPTEK di
bidang transportasi, maka mobilitas manusia dan barang dari suatu tempat ke tempat
lain dalam lingkup nasional maupun internasional mempunyai resiko yang tinggi
terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan yang menimpa pengguna jasa
transportasi darat, laut dan udara. Penerbangan dan pelayaran internasional yang
melintasi wilayah Indonesia membutuhkan jaminan tersedianya penyelenggaraan
SAR apabila mengalami musibah di wilayah Indonesia. Tanpa adanya hal itu maka
Indonesia akan dikategorikan sebagai "black area" untuk penerbangan dan pelayaran.
Status "black area" dapat berpengaruh negatif dalam hubungan ekonomi dan politik
Indonesia secara internasional. Terkait dengan maslah tersebut, Badan SAR Nasional
sebagai instansi resmi pemerintah yang bertanggungjawab di bidang SAR ikut
mempunyai andil yang besar dalam menjaga citra Indonesia sebagai daerah yang
aman untuk penerbangan dan pelayaran. Dengan citra yang baik tersebut diharapkan
arus transportasi akan dapat bejalan dengan lancar dan pada gilirannya akan
meningkatkan perekonomian nasional Indonesia.

8. Dengan meningkatnya tuntutan masyarakat mengenai pelayanan jasa SAR dan


adanya perubahan situasi dan kondisi Indonesia serta untuk terus mengikuti
perkembangan IPTEK, maka organisasi SAR di Indonesia terus mengalami
penyesuaian dari waktu ke waktu. Organisasi SAR di Indonesia saat ini diatur dengan
Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Perhubungan dan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 79
Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor SAR. Dalam rangka terus
meningkatkan pelayanan SAR kepada masyarakat, maka pemerintah telah
menetapkan Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2006 tentang Pencarian dan
Pertolongan yang mengatur bahwa Pelaksanaan SAR (yang meliputi usaha dan
kegiatan mencari, menolong, dan menyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau
menghadapi bahaya dalam musibah pelayaran, dan/atau penerbangan, atau bencana
atau musibah lainnya) dikoordinasikan oleh Basarnas yang berada dibawah dan
bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Menindak lanjuti Peraturan Pemerintah
tsb, Basarnas saat ini sedang berusaha mengembangkan organisasinya sebagai
Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagai upaya menyelenggarakan pelaksanaan
SAR yang efektif, efisien, cepat, handal, dan aman.
9. Berdasarkan kajian dan analisa kelembagaan, sesuai dengan perkembangan dan
tuntutan tugas yang lebih besar, pada Tahun 2007 dilakukan perubahan Kelembagaan
dan Organisasi BASARNAS menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen
(LPND), yang diatur secara resmi dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 99 Tahun 2007 tentang Badan SAR Nasional. Sebagai LPND, BASARNAS
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

10. Pada Perkembangannya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun


2009, sebutan LPND berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian
(LPNK), sehingga BASARNAS pun berubah menjadi BASARNAS (LPNK).

11. Sebagai LPNK, BASARNAS secara bertahap melepaskan diri dari struktur
Kementerian Perhubungan. Namun hingga Tahun 2009, pembinaan administratif dan
teknis pelaporan masih melalui Kementerian Perhubungan. Selanjutnya per Tahun
2007 BASARNAS (LPNK) akan langsung bertanggung jawab ke Presiden melalui
Sekretariat Negara (Setneg).

2. TUGAS DAN FUNGSI BASARNAS

A. KEDUDUKAN

Kedudukan Badan SAR Nasional sesuai Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun


2007 tentang Badan SAR Nasional, berada di bawah dan bertanggungjawab langsung
kepada Presiden Republik Indonesia.

B. TUGASPOKOK

Sesuai Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2007 tentang Badan SAR


Nasional, Badan SAR Nasional memiliki tugas membantu Presiden dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan (search
and rescue).
C. FUNGSI
1. Perumusan kebijakan nasionaldan kebijakan umum di bidang SAR;
2. Perumusan kebijakan teknis di bidang SAR;
3. Koordinasi kebijakan, perencanaandan program di bidang SAR;
4. Pembinaan, pengerahan dan pengendalian potensi SAR;
5. Pelaksanaan siaga SAR;
6. Pelaksanaan tindakawaldan operasi SAR;
7. Pengoordinasian potensi SAR dalam pelaksanaan operasi SAR;
8. Pendidikan, pelatihan dan pengembangan Sumber Daya Manusia di bidang
SAR;
9. Penelitian dan pengembangan di bidang SAR;
10. Pengelolaan data dan informasi dan komunikasi di bidang SAR;
11. Pelaksanaan hubungan dan kerja sama di bidang SAR;
12. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
Badan SAR Nasional;
13. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum;
14. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Badan SAR Nasional;
dan
15. Penyampaian laporan, saran dan pertimbangan di bidang SAR.

3. ARTI LAMBANG DAN LOGO SAR NASIONAL

A. LAMBANG BADAN SAR NASIONAL

Keterangan:

1. Delapan penjuru mata angin dengan warna merah putih mengandung arti dan
makna bahwa Badan SAR Nasional dalam mengemban tugas di bidang kemanusiaan
senantiasa menitikberatkan pada kecepatan dan ketepatan serta dilaksanakan dengan
penuh ketulusan (warna putih) dan keberanian (warna merah).

2. Awan, gunung dan 5 ombak di laut mengandung arti dan makna bahwa dalam
menjalankan tugasnya Badan SAR Nasional melingkupi segala medan tugas; Awan
menggambarkan lingkup medan tugas udara, gunung menggambarkan lingkup medan
tugas darat, ombak di laut menggambarkan lingkup medan tugas di air yang dilandasi
dengan kelima sila dalam Pancasila.
3. Pita bertuliskan ”INDONESIA” mempunyai arti bahwa Badan SAR Nasional
merupakan lembaga pemerintah Indonesia yang melaksanakan tugas pencarian dan
pertolongan.
B. LOGO BADAN SAR NASIONAL

Keterangan:

A. DASAR. Warna kuning hijau adalah warna "pare anom" yang menurut
sejarah dan tradisi bangsa Indonesia Menandakan kesuburan Tanah Air kita
yang diperuntukkan kesejahteraan rakyat. Wilayah Indonesia dari Sabang
hingga Merauke terdiri dari 13.677 pulau/ kepulauan pada posisi silang antara
dua benua dan dua samudra, dengan mengandung kekayaan bumi dan air.

B. BINTANG. Jumlah bintang sebanyak 5 buah menggambarkan bahwa


Pancasila merupakan falsafah Negara Republik Indonesia dan sebagai
pandangan hidup dari bangsa kita, yang mana pada sila kedua ialah
"Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab" merupakan ciri khas tugas SAR
Nasional yang selalu berkaitan dengan keempat sila lainnya.

C. SAR NASIONAL. Tulisan SAR Nasional dengan warna merah sebagai


ketegasan dalam melaksanakan tugas kemanusiaan yang meliputi seluruh
wilayah dengan tekad para petugasnya untuk bertindak dengan cepat, tepat
dan berani setiap saat diperlukan.

D. AVIGNAM JAGAT SAMAGRAM. Namun demikian, sila pertama dari


Pancasila sebagai suatu keyakinan dari setiap petugas SAR bahwa segala
tugas ini diridhoi Tuhan Yang Maha Esa dengan tetap berdoa "Semoga
Selamatlah Alam Semesta".
4. STRUKTUR ORGANISASI BASARNAS

Berdasarkan Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor PER.KBSN-


01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan SAR Nasional, struktur organisasi
Badan SAR Nasional yang telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan SAR
Nasional Nomor PK.15 Tahun 2014 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 684) tentang perubahan Ketiga atas Peraturan Kepala Badan SAR Nasional
Nomor PER.KBSN-01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan SAR Nasional,
dan Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor PK.18 Tahun 2012 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor PER.KBSN-
01/2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan SAR Nasional terdiri atas:

1. Kepala Badan

Kepala Badan SAR Nasional ditunjuk langsung oleh Presiden yang dalam
melaksanakan tugasnya bertanggungjawab kepada Presiden.

2. Sekretariat Utama

Sekretariat Utama adalah unsur pembantu pimpinan yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Kepala Badan SAR Nasional. Sekretariat Utama dipimpin
oleh Sekretaris Utama yang terdiri atas 3 (tiga) biro yaitu Biro Umum, Biro
Perencanaan dan KTLN, serta Biro Hukum dan Kepegawaian.

3. Deputi Bidang Potensi SAR

Deputi Bidang Potensi SAR adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan
SAR Nasional di bidang potensi SAR yang berada di bawah dan bertanggungjawab
kepada Kepala Badan SAR Nasional. Deputi Bidang Potensi SAR dipimpin oleh
deputi yang terdiri atas 2 (dua) direktorat yaitu Direktorat Sarana dan Prasarana dan
Direktorat Bina Ketenagaan dan Pemasyarakatan SAR.

4. Deputi Bidang Operasi SAR

Deputi Bidang Operasi SAR adalah unsur pelaksana sebagian tugas dan fungsi Badan
SAR Nasional di bidang operasi SAR yang berada di bawah dan bertanggungjawab
kepada Kepala Badan SAR Nasional. Deputi Bidang Operasi SAR dipimpin oleh
deputi yang terdiri atas 2 (dua) direktorat yaitu Direktorat Operasi dan Latihan dan
Direktorat Komunikasi.

5. Pusat Data dan Informasi


Pusat Data dan Informasi adalah unsur penunjang Badan SAR Nasional yang berada
di bawah dan bertanggungjawab kepada Kepala Badan SAR Nasional melalui
Sekretaris Utama. Pusat Data dan Informasi dipimpin oleh Kepala.

6. Inspektorat

Inspektorat adalah unsur pengawasan yang berada di bawah dan bertanggungjawab


kepada Kepala Badan SAR Nasional melalui Sekretaris Utama. Inspektorat dipimpin
oleh Inspektur.

7. Unit Pelaksana Teknis

Unit Pelaksana Teknis melaksanakan tugas SAR dan administratif Badan SAR
Nasional di daerah, dibentuk Unit Pelaksana Teknis yang berada di bawah dan
bertanggungjawab kepada Kepala Badan SAR Nasional.
5. Peraturan dan Hukum Basarnas

Adapun beberapa perundang-undangan yang dapat dijadikan landasan eksistensi


Badan SAR Nasional meliputi: a. Landasan Hukum Penyelenggaraan SAR Nasional
dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang meliputi:

1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan Pertolongan


2. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pencarian dan Pertolongan.
6. Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan
Pesawat Udara Asing Dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan
Melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan (hasil ratifikasi UNCLOS-82).
7. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2007 tentang Badan SAR Nasional.
8. Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor PK.14 Tahun 2012 tentang
Standarisasi Sarana SAR di Lingkungan Badan SAR Nasional.
9. Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor PER.KBSN-01/2008 tentang
Organisasi dan Tata Laksana Badan SAR Nasional sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor PK.
15 Tahun 2014.
10. Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor PK.08 Tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor SAR sebagaimana diubah dengan Peraturan
Kepala Badan SAR Nasional Nomor PK.20 Tahun 2014.
11. The Convention on International Civil Aviation, 1944.
12. International Convention for the Safe of Live at Sea (SOLAS), 1974.
13. International Aeronautical & Maritime Search and Rescue (IAMSAR) Manual,
1998. International Search and Rescue Advisory Group (INSARAG) Guidelines
and Methodology, 2002.

6. Kerja Sama Basarnas

A. Kerjasama Dengan Instansi Lain


Keberhasilan kegiatan pencarian, pertolongan dan penyelamatan sangat
ditentukan oleh koordinasi antar instansi terkait dengan potensi SAR dalam
penyelenggaraan pelayanan SAR.

Sesuai dengan fungsinya, BASARNAS perlu melakukan koordinasi dalam


rangka penyusunan kebijaksanaan teknis, koordinasi pembinaan dan koordinasi
operasi tingkat pusat. Untuk meningkatkan kemampuan pelayanan SAR,
BASARNAS juga melakukan kerjasama dengan negara tetangga dalam bentuk
perjanjian bilateral di bidang SAR, seperti SAR Malindo, Indopura dan Ausindo.
Dalam rangka kerja sama tersebut, dilakukan rapat dan latihan bersama yang
dilakukan secara bergantian, sesuai dengan kesepakatan.

Dalam rangka peningkatan kemampuan operasi, BASARNAS melaksanakan


koordinasi operasional yang berkaitan dengan penyuluhan/pemasyarakatan
kegiatan SAR, pendidikan, pelatihan, penggunaan serta pengembangan tenaga
dan peralatan SAR.

Koordinasi operasional SAR yang telah dilakukan, meliputi:


* Koordinasi pemberitaan;
* Koordinasi perencanaan operasi;
* Koordinasi penyiagaan;
* Koordinasi pengerahan dan pengendalian;
* Koordinasi evaluasi operasi;
* Koordinasi untuk hal-hal yang berkaitan dengan lintas batas.

Pelaksanaan koordinasi operasional, mempergunakan prosedur tetap operasi


yang disusun secara bersama antara BASARNAS dan instansi pemilik potensi
SAR.
B. Kerjasama Internasional
Kerjasama internasional merupakan salah satu upaya meningkatkan kemampuan
pelaksanaan kegiatan SAR nasional. Perjanjian bilateral di bidang SAR dengan
negara-negara tetangga dan negara-negara yang berbatasan wilayah tanggung
jawab dengan Indonesia, dilakukan dalam rangka penanganan SAR di daerah-
daerah tersebut.

Perjanjian bilateral yang telah dilakukan antara lain dengan Malaysia, Singapura,
Australia dan West Pasific RCC (USA), sedangkan perjanjian dengan Papua
Nugini, dan Philipina, masih dalam tahap penjajakan. Selain menjalin hubungan
kerjasama internasional, Indonesia juga berusaha turut menjadi anggota Cospas
SAR Sattelite, agar dapat menggunakan jasa satelit tersebut. Hal ini sehubungan
dengan dimilikinya Local User Terminal (LUT) yang ditempatkan di Jakarta,
yang pengoperasiannya memanfaatkan jasa satelit tersebut.

Untuk itu, saat ini BASARNAS telah mendaftarkan diri ke Pusat Cospas Sarsat
di USA dan sudah mendapatkan call sign yaitu IDMCC.
Kerjasama Bilateral di Bidang SAR

NO. NEGARA TGL PERJANJIAN

1. Singapura 10-07-1985

2. Malaysia 26-08-1986

3. Filipina 01-11-1980

4. Australia 05-04-2004

5. Papua Nugini 16-09-1989

6. Amerika Serikat 05-07-1988

6. Batas Wilayah Sar

1. Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan bertanggung jawab terhadap


penyelenggaraan SAR di Region Pencarian dan Pertolongan Indonesia. Region
Pencarian dan Pertolongan Indonesia tersebut meliputi wilayah teritorial Indonesia
dan wilayah Flight Information Region (FIR).
2. Region Pencarian dan Pertolongan Indonesia sebagaimana dimaksud dibagi
menjadi 34 (tiga puluh empat) Sub Region Pencarian dan Pertolongan dengan
pertimbangan meliputi:
a. Wilayah administratif Propinsi dan/atau kabupaten/kota dalam rangka
pembinaan potensi;
b. Efektivitas pelaksanaan dan koordinasi operasi SAR
3. Kantor SAR mempunyai kewenangan di dalam Sub Regionnya untuk
penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan yang meliputi:
a. Pemantauan kecelakaan dan bencana;
b. Pembinaan Potensi Pencarian dan Pertolongan;
c. Pelaksanaan dan/atau Koordinasi operasi Pencarian dan Pertolongan.

Wilayah Tanggungjawab SAR Indonesia

REGION KANTOR SAR

XXVIII MANOKWARI

XXIX BIAK

XXX JAYAPURA
REGIONKANTOR SAR
XXXI AMBON
X LAMPUNG
XXXII TIMIKA
XI JAKARTA
XXXIII MERAUKE
XII BANDUNG
XXXIV YOGYAKARTA
XIII PONTIANAK

XIV BANJARMASIN

XV BALIKPAPAN

XVI PALU

XVII GORONTALO
REGION KANTOR SAR
XVIII SEMARANG
XIX SURABAYA

XX DENPASAR

XXI MATARAM

XXII MAKASSAR

XXIII KENDARI

XXIV KUPANG

XXV MANADO

XXVI TERNATE

XXVII SORONG
7. Kantor Sar dan Pos SAR
Kedudukan, Tugas, Dan Fungsi

Kantor SAR
Kantor Search and Rescue yang selanjutnya disebut Kantor SAR adalah Unit
Pelaksana Teknis di bidang pencarian dan pertolongan (search and rescue) yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan SAR Nasional
Kantor SAR secara teknis administratif dibina oleh Sekretaris Utama dan secara
teknis fungsional dibina oleh Deputi Bidang Operasi SAR dan Deputi Bidang
Potensi SAR.
Kantor SAR dipimpin oleh seorang Kepala
Tugas
Kantor SAR mempunyai tugas melaksanakan siaga SAR, pelatihan SAR,
pembinaan potensi SAR, tindak awal dan operasi SAR, serta pengerahan dan
pengendalian potensi SAR dalam rangka operasi SAR yang meliputi usaha dan
kegiatan mencari, menolong, dan menyelamatkan jiwa manusia yang hilang atau
dikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam musibah pelayaran
dan/atau penerbangan, atau bencana dan musibah lainnya.
Fungsi
* Pelaksanaan siaga SAR secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat)
jam setiap hari;
* Pelaksanaan pelatihan SAR;
* Pelaksanaan pembinaan potensi SAR;
* Pelaksanaan tindak awal dan operasi SAR;
* Koordinasi, pengerahan dan pengendalian potensi SAR dalam operasi SAR;
* Kerja sama di bidang SAR;
* Pemeliharaan dan penyiapan sarana dan prasarana SAR;
* Pelaksanaan administrasi dan kerumahtanggaan Kantor SAR.

Pos SAR
Pos SAR adalah satuan kerja non struktural di bidang pencarian dan pertolongan
(search and rescue) yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Kantor SAR yang membawahinya.
Pos SAR dipimpin oleh seorang Koordinator yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
SAR.
Tugas
Pos SAR mempunyai tugas membantu Kantor SAR dalam melaksanakan tugas
SAR di wilayah kerja yang menjadi tanggungjawabnya, yang meliputi
pelaksanaan siaga SAR, pelaksanaan tindak awal dan operasi SAR terhadap
musibah pelayaran dan/atau penerbangan, atau musibah dan bencana lainnya,
serta koodinasi dan pengerahan potensi SAR dalam operasi SAR.

Fungsi
* Pelaksanaan siaga SAR secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat)
jam setiap hari;
* Pelaksanaan siaga Komunikasi SAR;
* Pelaksanaan tindak awal dan operasi SAR;
* Koordinasi, pendataan dan pengerahan potensi SAR dalam operasi SAR.
* Penyiapan dan pemeliharaan sarana dan prasarana SAR;
* Pelaksanaan administrasi dan kerumahtanggaan Pos SAR.
8. FILOSOFI, 5 TAHAP OPERASI SAR, 5 KOMPONEN SAR
A. FILOSOFI SAR

1.Locate.

Artinya memberikan gambaran yang kongkrit posisi/lokasi subyek yang mengalami


musibah itu berada. Lokasi biasanya ditunjukkan dengan garis lintang dan bujur pada
peta.

2.Acces.

Artinya sumber-sumber dari mana saja dan dengan cara apa bantuan pertolongan ini
bisa sampai menuju lokasi tempat terjadinya musibah.
3.Stabilize.

Artinya penanganan/perawatan korban dengan berbagai macam kasus di lokasi


kejadian itu dilakukan oleh unit-unit penolong (Rescue Unit) sebelum bantuan medis
tiba untuk memberikan perawatan lebih lanjut.

4.Transport/Evakuasi.

Artinya proses pemindahan korban dari lokasi ke tempat yang lebih aman untuk
diberikan pertolongan pertama (evakuasi) dan transportasi dari tempat mendapat
pertolongan pertama ke tempat fasilitas medis terdekat.

B. 5 TAHAP OPERASI SAR

Tahap Operasi SAR.

•Tahap menyadari (Awareness Stage), yaitu saat diketahui/disadari terjadinya keadaan


darurat.

•Tahap tindak awal (Initial Action Stage), saat dilakukan tindakan awal sebagai
respon adanya musibah.

•Tahap perencanaan operasi (Planning stage), saat dilakukan rencana operasi yang
efektif untuk melaksanakan operasi SAR.

•Tahap operasi (Operation stage), saat dilakukannya operasi pencarian dan


pertolongan.

•Tahap pengakhiran operasi (Mission conclusion stage), saat dinyatakan operasi SAR
selesai dan seluruh unsur dikembalikan ke satuan masing-masing.

C. 5 Komponen Penunjang SAR (SAR Component)

Pelaksanaan kegiatan SAR sesuai dengan pentahapan tersebut akan berhasil apabila
didukung oleh adanya 5 komponen penunjang yang terdiri atas:

1. Organisasi.

Dalam lingkup operasi SAR dikenal organisasi operasi yang berlaku secara
internasional. Organisasi ini merupakan organisasi tugas operasi yang terdiri dari:

•SAR Coordinator (SC).

SC adalah pejabat yang mempunyai tanggung jawab untuk menjamin dapat


berlangsungnya suatu operasi SAR yang efisien dengan menggunakan seluruh potensi
SAR yang ada. SC dapat dijabat oleh Kepala Basarnas, Gubernur Kepala Daerah
Tingkat I, Bupati Kepala Daerah Tingkat II.

•SAR Mission Coordinator (SMC).

SMC adalah seseorang atau pejabat yang ditunjuk oleh SC untuk melaksanakan
koordinasi dan pengendalian operasi SAR. Seorang SMC harus memiliki kualifikasi /
kemampuan komando dan pengendalian serta memahami proses perencanaan operasi
SAR, teknik Search and Rescue. SMC biasanya menggunakan Sumber Daya Manusia
di daerah kejadian.

•On Scene Coordinator (OSC).

OSC yang ditunjuk bisa lebih dari 1 orang, tergantung dari jumlah dan jenis unsur
yang dikerahkan, terutama pada operasi SAR gabungan yang melibatkan darat, laut
dan udara serta apabila lokasi operasi teletak di wilayah perbatasan 2 (dua) Negara.
OSC ditunjuk oleh SMC dan biasanya diambil dari komandan unsur yang paling
senior diantara SRU.

•SAR Unit (SRU).

SRU adalah unit-unit SAR yang bertugas melaksanakan kegiatan operasi SAR
dilapangan. SRU dapat berupa kapal laut dan crewnya, pesawat dengan crewnya atau
tim darat. Pemilihan SRU harus berdasarkan pada pertimbangan kemampuan unsure
dan kualifikasi awaknya. Keberadaan potensi SAR yang ada di masyarakat yang
memiliki kualifikasi untuk menunjang operasi SAR biasanya ditempatkan pada SRU
ini.

2. Fasilitas.

Fasilitas SAR dapat merupakan fasilitas milik pemerintah, swasta maupun


perorangan. Pemilihan fasilitas berdasarkan atas kemampuan operasional dan latihan
serta pengalaman awaknya. Hingga saat ini Basarnas instansi yang menangani SAR
di Indonesia masih banyak menggunakan fasilitas yang dimiliki TNI AU, TNI AL
untuk mendukung kegiatan operasi SAR.

3. Komunikasi.

Komunikasi merupakan tulang punggung dari seluruh sistim SAR. Fungsi


komunikasi meliputi pengindraan / diteksi dini, koordinasi, komando dan
pengandalian administrasi / logistic. Dalam pelaksanaan fungsi peringatan dini ini
Basarnas, instansi yang menangani SAR di Indonesia menggunakan satelit Cospas /
Sarsat, khusus untuk menangani pesawat terbang yang membawa ELT (Emergency
Locater Terminal) dan kapal-kapal laut yang membawa EPIRB (Emergency
Positioning Indicator Radio Beacon). Lokasi stasiun Cospas / Sarsat disebut LUT
(Lokal User Terminal) yang berada di Jakarta dan Ambon, menggunakan saluran
teristrial dan radio yang berhubungan dengan ATC dan SROP. Untuk fungsi
koordinasi terutama informasi data Basarnas menggunakan SAROIMS (SAR
Operation Information Managemet System) dengan memanfaatkan teknologi V-Sat,
yang dipasang di kantor-kantor SAR dan dihubungkan dengan kantor pusat. Fungsi
kodal sebagian besar menggunakan peralatan komunikasi yang ada di unsur-unsur
TNI. Untuk fungsi Administrasi Logistik digunakan saluran radio dan telepon dengan
memanfaatkan faxsimili.

4. Perawatan Darurat (Emergency Care).

Perawatan darurat terlaksana dengan persyaratan kemampuan sebagai berikut :

•Personil SAR terlatih dalam penanganan darurat (Medical First Responder).

•Tersedia transportasi korban.

•Tersedia fasilitas medis untuk perawatan korban.

5. Dokumentasi.

Dokumentasi meliputi pencatatan informasi dan data dalam format tertentu sehingga
memudahkan pelaksanaan evaluasi dan pelaporan. Data-data yang tersusun dengan
baik akan memudahkan pengambilan keputusan.

9. Evakuasi
A. Pengertian Evakuasi
Suatu tindakan memindahkan orang-orang yang terkena bencana atau yang
berada dekat dengan daerah berbahaya ke tempat aman dan jauh dari zona berbahaya
dengan tujuan agar korban atau orang-orang tidak terkena efek dari bencana tersebut.
Bisa juga ketika ada peperangan sedang bergejolak maka penduduk yang tidak ikut
perang seperti wanita atau anak-anak di pindahkan ke tempat aman agar tidak jadi
sasaran penyerangan.
B. Penilaian Korban
Apa yang harus kita lakukan ketika menemukan korban?
Tindakan penilaian korban terdiri dari:
1. Penilaian keadaan
Pada saat sampai di lokasi kejadian hal yang pertama kali harus dilakukan
adalah menilai keadaan sekitar. Apakah aman atau tidak bagi dirinya. Jika ragu lebih
baik minta bantuan kepada orang yang memang menggeluti bidang tersebut.
2. Pada saat menghadapi penderita, kita perlu menentukan kondisi penderita secara
umum. Hal-hal yang ditentukan yaitu:
a. Kesan umum
Langkah ini digunakan untuk menentukan apakah penderita merupakan kasus
trauma atau kasus medis. Perbedaannya adalah sebagai berikut:
-Kasus Trauma: Kasus yang disebabkan oleh suatu ruda-paksa Mempunyai tanda-
tanda yang jelas dan terlihat atau teraba. Misalnya luka terbuka, memar, patah tulang
dan lain sebagainya
-Kasus Medis: Kasus yang diderita seseorang tanpa ada riwayat rudapaksa.
Contohnya sesak napas, pingsan.
b. Memeriksa kesadaran
Ada empat tingkatan kesadaran penderita, yaitu:
1. Awas = Alert
2. Suara = Voice
3. Nyeri = Pain
4. Tidak Respon = Un Respon
selalu ingat ASNT = AVPU
c. Memastikan jalan napas terbuka dengan baik
Jika penderita tidak respon gunakan teknik angkat dagu dan tekan dahi.

d. Setelah jalan napas berjalan dengan baik maka penolong harus menilai pernapasan
penderita dengan cara:
-Lihat
-Dengar
-Rasakan
e. Menilai denyut nadi
Sebelum melakukannya, kita lihat dulu kondisi korban apakah sadar atau tidak. Jika
sadar, cara yang digunakan adalah dengan meraba nadi pergelangan tangan (radial).
Sedangkan bagi korban yang tidak sadar, nadi yang diperiksa adalah di bagian leher
(Carotis)

f. Hubungi Bantuan
Usahakan untuk segera minta bantuan rujukan. Kita bisa meminta bantuan kepada
orang lain atau melakukannya sendiri. Misalnya dengan menelpon PMI,SAR, Polisi
Atau Rumah Sakit.

C. Evakuasi Korban
Setelah menentukan prioritas pemindahan penderita. Beberapa pertanyaan
yang mungkin terjadi adalah:
a. Kapan saatnya penderita dipindahkan
b. Apakan penilaian dan pemeriksaan penderita harus selesai sebelum
pemindahan
c. Berapa lamakah tulang belakang harus dijaga (stabilisasi manual)

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemindahan


penderita:
1. Nilai kesulitan yang mungkin terjadi pada saat pemindahan
2. Rencanakan gerakan sebelum mengangkat dan memindahkan
penderita
3. Jangan memindahkan dan mengangkat penderita jika tidak mampu
4. Gunakan otot tungkai, panggul serta otot perut. Hindari mengangkat
dengan otot punggung dan membungkuk.
5. Jaga keseimbangan
6. Rapatkan tubuh penderita dengan tubuh penolong saat memindahkan
dan mengangkat penderita.
7. Perbaiki posisi dan angkatlah secara bertahap
Prinsip dasar pemindahan penderita:
1. Jangan dilakukan jika tidak perlu
2. Melakukan sesuai dengan cara yang benar
3. Kondisi Fisik Penolong harus baik dan terlatih
Tidak ada definisi yang pasti kapan seorang penderita harus dievakuasi. Sebagai
pedoman dapat dikatakan bahwa bila tidak ada bahaya berikan pertolongan dulu baru
evakuasi penderita. Bila situasi dan kondisi dilapangan relative tidak aman mungkin
harus dilakukan evakuasi penderita terlebih dahulu.
D. Teknik Evakuasi (PPGD)
1. Teknik Evakuasi dengan 1 Orang:
a. Apabila korban tidak sadar, ada beberapa teknik yang bisa dilakukan yaitu:
- Teknik Sampir Bahu (korban dalam kondisi tengkurup)
Teknik ini dilakukan ketika sudah dipastikan bahwa korban tidak
mengalami patah tulang, urai sendi, atau cedera semacamnya. Jika korban
mengalami patah tulang punggung, maka teknik ini jangan dilakukan. Sebab
hanya akan menyebabkan kondisi korban semakin fatal.

- Teknik Sampir Bahu (korban dalam kondisi terlentang)


Teknik ini juga dilakukan pada kondisi yang sama seperti pada teknik
kondisi korban tengkurap.
- Teknik apabila korban berada di dalam reruntuhan gedung
Teknik ini lebih sering dipakai ketika kondisi kebakaran yang terjadi
di dalam gedung. Prioritas utama adalah korban yang kita tolong, sehingga
posisi penolong harus berada di atas korban untuk melindungi tubuh korban
dari reruntuhan.

- Teknik Membopong
Jika korban adalah anak-anak, maka teknik ini bisa digunakan karena
lebih praktis dibandingkan dengan teknik-teknik lainnya. Namun jika
penolong memiliki tenaga yang lebih, teknik ini pun bisa dilakukan untuk
korban orang dewasa.

b. Apabila korban sadar, ada beberapa teknik yang bisa dilakukan yaitu:
- Teknik Sampir Bahu
Jika korban tidak mengalami patah tulang punggung, kaki, maupun
lengan, teknik ini dapat dilakukan. Teknik ini dipakai ketika korban dalam
kondisi yang sangat lemah yang membutuhkan pertolongan dengan segera.
- Teknik Gendong
Jika korban dalam kondisi lemah dan tidak mampu untuk berjalan,
penolong dapat menggunakan teknik ini.

- Teknik Memapah
Jika korban masih mampu berjalan namun dengan kondisi yang lemah,
maka penolong diajurkan memilih teknik ini. Teknik ini juga disarankan bagi
penolong yang tidak memiliki cukup tenaga untuk mengangkat korban.

- Teknik Memopong
Teknik ini sama seperti teknik membopong pada korban tidak sadar.
Hanya saja korban diminta untuk meletakkan tangan sebelah kirinya pada
leher/ atas bahu kiri penolong agar tidak menyulitkan penolong dalam
melakukan pemindahan.

2. Teknik Evakuasi Korban dengan 2 Orang


b. Apabila korban tidak sadar, ada beberapa teknik yang bisa dilakukan yaitu:
- Teknik Angkat Langsung
Teknik ini adalah teknik umum yang digunakan ketika kita tak
menemukan alat apapun untuk proses evakuasi korban. Caranya adalah
dengan melipatkan kedua tangan korban ke dada, lalu tangan kanan penolong
1 memegang lengan kanan bawah dan tangan kiri memegang lengan kiri
bawah korban. Sedangkan penolong 2 memegang bagian lutut korban.

- Evakuasi Menggunakan Kursi


Teknik ini lebih praktis dan akan mempermudah penolong dalam
melakukan evakuasi.

b. Apabila korban sadar, ada beberapa teknik yang bisa dilakukan yaitu:
- Teknik Memapah
Teknik ini dilakukan jika korban masih mampu berjalan namun dengan
kondisi fisik yang sangat lemah.

- Teknik Duduk 2 Tangan


Teknik ini dilakukan jika korban sama sekali tak mampu berjalan.
Kondisi korban dengan cedera kaki pada bagian bawah juga lebih tepat
menggunakan teknik evakuasi ini.

- Teknik Duduk 4 Tangan


Teknik ini digunakan pada kasus sama seperti teknik pada evakuasi
duduk 2 tangan.

3. Teknik Evakuasi Korban dengan 3 Orang


Teknik 3 penolong atau lebih, secara umum diprioritaskan bagi korban tak
sadar. Selebihnya, untuk mengatasi jarak evakuasi yang jauh, maka digunakan alat
bantu berupa tandu dan peralatan-peralatan lain dengan jumlah penolong variatif.
Berikut macam-macam teknik evakuasi dengan 3 penolong:
- Teknik 3 Penolong Pada Satu Sisi Korban
Teknik ini adalah yang paling sering digunakan pada evakuasi korban
dengan 3 penolong. Posisi penolong pada 1 sisi menjadikan perjalanan
evakuasi lebih terarah. Kekompakan dan koordinasi tim menjadi penentu
berhasilnya teknik evakuasi ini. Jika penguncian korban benar, maka korban
tidak akan terasa berat.

- Teknik 3 Penolong Berhadapan


Teknik ini digunakan ketika kondisi penolong memiliki tinggi badan
yang tidak sama. Penolong berhadapan pada kedua sisi korban dengan tangan
penolong saling berpegangan di bawah tubuh korban.
BAB 3. Penutup dan Kesimpulan
3.1 Simpulan
Dari simpulan diatas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Lahirnya organisasi SAR di Indonesia yang saat ini bernama BASARNAS
diawali dengan adanya penyebutan "Black Area" bagi suatu negara yang tidak
memiliki organisasi SAR.
2. Tugas Pokok Basarnas memiliki tugas membantu Presiden dalam
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pencarian dan pertolongan
(search and rescue).
3. Evakuasi adalah Suatu tindakan memindahkan orang-orang yang terkena
bencana atau yang berada dekat dengan daerah berbahaya ke tempat aman dan
jauh dari zona berbahaya dengan tujuan agar korban atau orang-orang tidak
terkena efek dari bencana tersebut.

3.2 Penutup
Penulis akui bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini.
Oleh karena itu penulis harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk penyempurnaan isi dari Makalah Sar dan
Evakuasi ini.
DAFTAR PUSTAKA

http://bakti-husada.blogspot.co.id/2014/07/teknik-evakuasi-pada-
pertolongan.html
http://pengertianterbaik.blogspot.co.id/2015/07/arti-evakuasi-dan-
penjelasannya.html
https://okpganespa.blogspot.co.id/2010/09/hakikat-search-and-rescue-sar.html

MAKALAH PEMBEKALAN PELANTIKAN PANDEGA TAHUN 2017


(SAR)

DISUSUN OLEH:

NAMA : I WAYAN REGEG ASTIKA


NIM : 1613071014
JURUSAN : PENDIDIKAN IPA
FAKULTAS : MIPA
SEMESTER : III

UKM PRAMUKA RACANA JELANTIK-JEMPIRING

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2017

Anda mungkin juga menyukai