Disusun Oleh :
Muslih Rojai
NIM : 1720100048
Pesantren — with its other different names like pondok, dayah and
meunasah — constitutes a model of traditional Islamic educational institution.
An a>lim, or kyai, is the owner as well as the great teacher of pesantren. Most
of the santri (students), both males and females, live in dormitory. Moreover,
traditional Islamic knowledge, such as tafsi>r, h}adi>th, fiqh, and tas}awuf,
are the main courses in pesantren. In addition, the learning process is
conducted through traditional methods, without adopting grading and
certification systems.
Modern Pesantren
At its very inception, the teaching staff of Assalam was supplied from
Pesantren Ngruki and some of Gontor alumni who wanted to have teaching
experience. Having been able to produce its own graduates, Pesantren
Assalam then began to fulfill its own staff. However, the teachers, especially
those who teach sciences, are from universities in Surakarta. There are some
requirements for someone to be eligible to become teaching staff at Pesantren
Assalam. In addition to the readiness of teaching relevant expertise, an
applicant should understand the vision and mission of the pesantren.
Furthermore, morality of the applicant is the most important aspect to
consider in the recruitment process.
Even though some of pesantren alumni have not been adopting Gontor
curriculum anymore, few of them are still implementing the Gontor
standardized model. Accordingly, there emerge terms: pure Gontor and non-
pure Gontor. The pure Gontor is a term addressed to pesantrens which follow
Gontor tradition per se. Meanwhile non-pure Gontor are those which, in
addition to adopt Gontor’s curriculum, implement national and local
curriculum. The emergence of terms pure Gontor and non-pure Gontor do not
merely show the two variants of pondok modern, but sometimes they provoke
conflict between pesantren alumni and Pesantren Gontor itself. Gontor
desires pesantren alumni to imitate its model. Meanwhile, the later want to
make modification and adjustment in line with community interests.
Sometimes the conflict is more complex than merely a matter of curriculum
and grading system, let alone pertaining social recognition and influence.
Pesantren Al-Zaitun, located in Indramayu, West JAva, can be categorized as
pesantren alumni. Panji Gumilang AS was the student of K.H. Imam
Zarkasyi. Although Pesantren Zaitun was established few years ego, it has
been going through so amazing development that provoked bad news and
jealousy from other pesantren. It is informed that there is unharmonious
relationship between Gontor and Zaitun, since they compete to gain influence
and recognition from society.
Sekolah Islam
Sekolah Islam can also be found outside Java. Of the most famous
among them is Sekolah Serambi Mekkah in West Sumatra. Not only does it
represent a model of Sekolah Islam, but it also develops a sort of religious
attitudes which can be found in the member of pengajian kampus (in-campus
religious learning) which politically become the basis of the constituents of
Partai Keadilan Sejahtera (PKS, or Prosperous Justice Party). The luxurious
complex of Perguruan Serambi Makkah: Islamic Boarding School is located
in the outskirts of Padang Panjang city. Inside the complex, students, both
male and female, do their learning activities everyday. They live there twenty
four hours a day. In order to be able to study maximally, the management
provides services, including laundry and cookery. Furthermore, there is a
kiosk inside the complex in which santri can find their daily necessities, so
that they do not need to go out of complex.
Sistem pendidikan Islam adalah hal yang penting dan tak terpisahkan
bagian dari sistem pendidikan nasional. Institusi pendidikan Islam, sepanjang
sejarah mereka, telah memberikan kontribusi signifikan terhadap
pengembangan pendidikan di Indonesia. Selain melahirkan Para
Alim’Ulama’ Baru Yang Moderat Para ilmuwan cendikiawan muslim,Yang
sesuai dengan situasi dan kondisi zamanya mereka juga telah
mengembangkan tradisi Islam di Indonesia. Namun, terlepas dari kontribusi
ini, pendidikan Islam tidak menjadi pusat pengembangan sistem pendidikan
nasional. Marginalisasi pendidikan Islam oleh pemerintah kolonial, diikuti
oleh pemerintahan independen berikutnya Indonesia, menghasilkan
pendidikan Islam yang dianggap sebagai kelas kedua sistem pendidikan. Di
tengah situasi seperti ini, bagaimanapun, sistem pendidikan Islam telah
mengalami perkembangan yang signifikan.1
Di satu sisi, sistem pendidikan, salah satu dari dua sistem pendidikan
penting di Indonesia, berakar pada tradisi pembelajaran Islam yang
dimilikinya telah dipraktekkan selama berabad-abad. Secara historis,
pesantren dipertimbangkan institusi pendidikan Islam pertama di Indonesia.
Di sisi lain, sistem pendidikan sekuler berakar pada tradisi dari pendidikan
modern dibawa ke Indonesia oleh penjajah Belanda peraturan, yang secara
bertahap memperkenalkan sekolah kepada masyarakat adat, terutama
kelompok bangsawan.2
Institusi pendidikan Islam mendapatkan naungan formalnya dengan
diterbitkannya UU No. 12, 1954 bahwa sekolah agama akan terakreditasi
1
Jamhari Makruf, "New Trend of Islamic Education in Indonesia", dalam Jurnal Studia
Islamika, , no. 2Vol.16, 2009, h. 247
2
Jamhari Makruf, "New …, h. 248-249
oleh Menteri Agama akan dianggap selesai wajib belajar,”3 peraturan rinci
yang mana “diatur dalam UU tersendiri.”
Berdasarkan peraturan di atas, Depag memiliki kewenangan untuk
mengelola lembaga pendidikan mulai dari tingkat SD hingga universitas,
Raudlatul Athfal (RA atau TK), Madrasah Ibtidaiyah (MI atau SD),
Madrasah Tsanawiyah (MTs atau Junior High Sekolah), Madrasah Aliyah
(MA atau SMA), dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN UIN). Demikian
pula, Depdiknas juga memiliki yurisdiksi untuk mengawasi sekolah sekuler
dariTaman Kanak-kanak (TK atau Taman Kanak-kanak), Sekolah Dasar (SD
atau Sekolah Dasar), Sekolah Menengah Pertama (SMP atau Sekolah
Menengah Pertama), Sekolah Menengah Umum (SMU atau Sekolah
Menengah Umum), Sekolah Kejuruan (Sekolah Menengah Kejuruan), dan
Universitas.3
Setelah runtuhnya rezim Suharto pada tahun 1998, sistem pendidikan
Islam memperoleh momentum untuk mengembangkan dirinya, seperti yang
diilustrasikan dengan indikator sebagai berikut: Pertama, jumlah madrasah
(Islam sekolah) dan pesantren dengan manajemen modern yang semakin
berkembang di kota-kota besar. Kedua, sebagian besar madrasah dan
pesantren baru-baru ini mencoba menggabungkan bagian yang seimbang dari
kedua pengetahuan sekuler dan Islam. Ketiga, disana telah muncul di sekolah
Islam (sekolah Islam modern), sebuah genre baru sistem pendidikan Islam di
Indonesia. Sekolah seperti ini, yang mana belakangan merupakan
perkembangan madrasah dan pesantren, memiliki ciri khas.
Perkembangan tersebut telah membawa sistem pendidikan Islam ke
atmosfir baru madrasah, pesantren, dan sekolah Islam miliki belum lagi
dianggap sebagai pendidikan marjinal. Baru-baru ini, tiga jenis institusi
pendidikan Islam menjadi fenomena baru di perkotaan, dan beberapa dari
mereka dianggap sebagai "sekolah favorit" untuk komunitas muslim kelas
menengah Indonesia. Ini merupakan hal baru tren pendidikan Islam di
3
Jamhari Makruf, "New …, h. 249-250
Indonesia, yang mendapat banyak kesempatan untuk berkembang mengikuti
era reformasi.4
Pada saat bersamaan, kebijakan pemerintah terhadap pendidikan telah
mengalami perubahan signifikan. UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menempatkan madrasah dan pesantren sebagai bagian
integral dari sistem pendidikan nasional. Mengenai sumber keuangan, UU
tersebut menyatakan bahwa "keduanya adalah tanggung jawab kolektif antara
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat, "(pasal 46) Juga
disebutkan dalam artikel sebelumnya bahwa "pemerintah (pusat dan lokal)
bertanggung jawab penuh untuk membiayai wajib belajar," (pasal 36).
Dampak peraturan ini terhadap madrasah sudah jelas, yaitu Madrasah
Ibtidaiyah dan Madrasah Tsanawiyah di konteks peran mereka sebagai
panitia wajib sembilan tahun pendidikan berhak mendapat dukungan penuh
dari pemerintah, terlepas dari apakah mereka sekolah umum atau swasta.
Pada tingkat konseptual, peraturan tersebut membawa Indonesia
keluar dari sistem pendidikan dualistik. Meski begitu, penting untuk itu
tekankan bahwa sistem pendidikan di Indonesia kini telah diadopsi "satu
atap" sistem administrasi. Memang, Depag dan Depdiknas masih dua
manajemen pendidikan yang berbeda di Indonesia. Namun, mereka secara
bertahap mengembangkan hubungan yang lebih dekat dan mulai menjalin
kerjasama yang lebih baik dari sebelumnya.
Ide SKB Tiga Menteri yang diusulkan Mukti Ali ada tiga poin: (1)
sertifikat pascasarjana PT madrasah dari semua tingkatan akan dikenali sama
dengan yang sekuler sekolah; dan (2) lulusan madrasah berhak meneruskan
belajar di sekolah sekuler. (3), yaitu itu Kurikulum madrasah harus terdiri
dari 70% kursus sekuler dan 30% kursus agama. Usulan ini kemudian
diterima, karena berkontribusi secara signifikan menuju pengembangan
madrasah. Oleh SKB,Diknas dan Depag ( MORA ) mulai menata ulang
seperti transforming sejumlah madrasah masuk secara resmi ke Depag, atau
menjadi madrasah negeri Meski jumlah madrasah negeri masih ada terbatas
4
Jamhari Makruf, "New …, h. 247-248
dan jauh lebih kecil dari sekolah sekuler, namun penerbitan SKB
menunjukkan bahwa Depag telah membuat langkah-langkah politik yang
signifikan. Sejak saat itu, sejumlah madrasah telah menerima subsidi, sebuah
dukungan finansial dari pemerintah yang sebelumnya hanya memiliki telah
dinikmati oleh sekolah sekuler di bawah Depdiknas. Proses integrasi
madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional mendapatkan momentum
pada tahun 1989 dengan dikeluarkannya UU Pendidikan Nomor 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN). Penerbitan UU tersebut
sangat penting untuk pengembangan madrasah Melalui Hukum ini, posisi
madrasah dan islami Institusi pendidikan pada umumnya ditegaskan kembali
sebagai bagian yang melekat sistem pendidikan nasional.5
Sejauh menyangkut sejarah pendidikan Islam di Indonesia, modern
pesantren dapat dianggap sebagai genre baru pesantren. Pesantren
Darussalam Gontor, Ponorogo, didirikan pada 20 September 1926 oleh tiga
bersaudara - KH. Ahmad Sahal, KH. Zainuddin Fannani, dan KH. Imam
Zarkasyi. Pesantren ini juga disebut pondok modern (pesantren modern),
dalam artian tidak hanya itu mengadopsi sistem madrasah, tapi juga
mengajarkan bahasa Arab dan bahasa inggris ke bahasa Indonesia kepada
siswa secara intensif dan praktis. Dalam percakapan sehari-hari antara para
siswa di pesantren, wajib berbicara Arab atau Inggris - mereka tidak
diizinkan untuk berbicara bahasa Indonesia. Selain itu, tidak seperti
mayoritas pesantren lainnya, Pondok Modern Darussalam, Gontor termasuk
karya pemikir Muslim reformis dalam kurikulumnya. Karya Abduh,
misalnya, ditempatkan sebagai pelajaran penting di Pesantren.
Tujuan Pesantren Gontor, seperti yang disebutkan oleh Lance Castle
(1966), adalah untuk menghasilkan kader Muslim (kader muslim) dengan
menggabungkan keunggulan pendidikan tradisional dan modern pesantren
sistem. Selain mata pelajaran Umum( sekuler), pesantren juga mendesak
tentang pentingnya seni Budaya, Dengan demikian, musik, olahraga dan
kegiatan ekstra kurikuler lainnya termasuk di antara keprihatinan pemimpin
5
Jamhari Makruf, "New …, h. 265
pesantren. Pesantren juga dimaksudkan untuk memberi pendidikan yang
mumpuni yang mampu menanggapi tantangan Muslim di tengah kehidupan
sosio-kultural masyarakat Indonesia yang mulai memasuki dunia modern.6
Peta pendidikan Islam di Indonesia kontemporer yang mulai berubah.
Ini ditandai antara lain dengan munculnya institusi pendidikan Islam yang
tidak berafiliasi dengan organisasi massa yang manapun, seperti Nahdlatul
Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Karakteristik utama institusi tersebut
adalah kecenderungannya untuk mengembangkan ideologi keagamaan salafi.
Pesantren Hidayatullah, berdiri pada 1976, disebut sebagai perwujudan dari
pemahaman Islam salafiyah. Pandangan ini direpresentasikan dalam ajaran-
ajaran yang dikembangkan oleh Ustad Abdullah Said yang menginginkan
berdirinya Jamaah Islamiyah, yang mengimplementasikan penuh ajaran Islam
dalam kehidupan masyarakat.
Sekolah Islam merupakan tatanan baru dari sistem pendidikan Islam abad
ke-20 di Indonesia. Mirip dengan pesantren modern, sekolah Islam juga
merupakan kritik terhadap madrasah. Meski awalnya madrasah merupakan
simbol reformasi pendidikan, tapi dalam perkembangan akhirnya dianggap
tidak cukup untuk diperhatikan sebagai institusi pendidikan Islam. Titik
berdiri ini terutama muncul dari komunitas muslim kelas menengah, yang
secara genealogis memiliki keterikatan dengan Muhammadiyah, seorang
modernis gerakan Islam di Indonesia. Gagasan tentang sekolah Islam tidak
bisa terpisah dari ide Muhammadiyah yang memiliki tujuan untuk
mengembangkan "his met de Qur'an". Sekolah Islam mendapatkan
momentum untuk berkembang saat Indonesia masyarakat mengalami apa
yang disebut santrinisasi dan pertama, terutama di akhir tahun 1990an.
Dukungan terhadap sekolah Islam berasal dari generasi baru Muslim
Indonesia. Mereka kebanyakan alumni universitas Umum, yang memiliki
pekerjaan bagus- sehingga mereka bisa dianggap sebagai Muslim kelas
menengah - tetap saja mereka memiliki kesadaran agama yang tinggi sejalan
dengan tingkat mereka pendidikan yang memungkinkan mereka untuk dapat
6
Jamhari Makruf, "New …, h. 254
mengakses media informasi tentang dunia Islam pada umumnya. Perbedaan
antara sekolah Islam dan madrasah atau pesantren terletak pada
penekanannya pada aspek praktis keagamaan pendidikan.7
Di satu sisi, madrasah dan pesantren menekankan pengetahuan Islam
tertentu, seperti 'ilmu al-hadits,' ilm al-tafsir, fiqh, dll - selain pengetahuan
sekuler seperti matematika, ekonomi, ilmu alam dan sosial. Di sisi lain,
sekolah Islam dalam penerapannya lebih ke praktik keagamaan sehari-hari;
Hal ini dimaksudkan untuk menghasilkan siswa Muslim yang memiliki
kepribadian religius. Dalam kasus ini, Islam tidak ditekankan pada aspek
kognitifnya, melainkan praktis satu. Oleh karena itu, agama harus diubah
menjadi etika sosial. Sekolah Islam menikmati fasilitas modern karena
dukungan finansial dari kalangan muslim kelas menengah perkotaan. Di
sekolah lslam siswa bisa menikmati kamar ber-AC, perpustakaan, fasilitas
olahraga, laboratorium; komputer, internet, dan - tentu saja - pembelajaran
mengajar yang terorganisasi dengan baik sistem, termasuk kegiatan ekstra
kurikuler. Sekolah Islam dikelola oleh profesional, baik dalam aspek
manajerial maupun pengembangan kurikulum. Guru, manajer dan
administrasi staf direkrut melalui proses seleksi yang sangat kompetitif.
7
Jamhari Makruf, "New …, h. 259
C. Argument penulis
Para Pengamat pendidikan, selama ini menilai bahwa Indonesia
menganut sistem pendidikan yang dualistik. Pertama, sistem pendidikan
lslam, yang terdiri dari pesantren dan madrasah, yang telah dipraktikkan
selama berabad-abad dan menjadi institusi pendidikan Islam pertama di
Indonesia. Menyusul masuknya pengaruh gerakan radikalisme Islam pada
permulaan abad ke- 20, bermula di Timur Tengah dan menyebar ke
Indonesia, sistem madrasah mulai diperkenalkan ke Indonesia oleh kaum
Muslim reformis. Dalam perkembangannyal institusi pendidikan Islnm dalam
semua tingkatan berada di bawah administrasi Departemen Agama. Kedua,
terdapat sistem pendidikan sekuler yang berakar dalam tradisi pendidiknn
modern yang dibawa ke Indonesia oleh Pemerintah kolonial Belanda. Sistem
pendidikan ini, mulai dari Sekolah Dasar sampai tingknt universitas,
kemudian diwarisi pemerintah Indonesia dengan menempatkannya di bawah
supervisi Departemen Pendidikan Nasional.8
Dampak positif dari dualisme pendidikan baik secara nasional maupun
nasional adalah sistem pendidikan Islam telah terjadi persaingan di antara
mereka. Namun, "persaingan" nampaknya tidak merata, karena kebijakan
pemerintah tentang pendidikan sampai akhir orde baru lebih memperhatikan
pendidikan sekuler dan sepertinya mengurangi perkembangan pendidikan
Islam. Dengan demikian, lembaga pendidikan Islam , terutama madrasah dan
pesantren, menjadi sistem pendidikan marjinal dan sering dianggap sebagai
pendidikan "kelas dua". Hal ini karena sebagian besar institusi pendidikan
Islam adalah Warga Masyarakat swasta. Sejak mereka memiliki status
perseorangan, sebagian besar madrasah memiliki dana terbatas. Akibatnya,
mereka tidak bisa memberikan kualitas pendidikan yang tinggi.9
UU No. 20 tahun 2003, Pada tingkat konseptual, peraturan tersebut
membawa Indonesia keluar dari sistem pendidikan dualistik. Meski begitu,
penting untuk itu tekankan bahwa sistem pendidikan di Indonesia kini telah
8
Jamhari Makruf, "New …, h. 243
9
Jamhari Makruf, "New …, h. 250
diadopsi "satu atap" sistem administrasi. Memang, Depag dan Depdiknas
masih dua manajemen pendidikan yang berbeda di Indonesia. Namun,
mereka secara bertahap mengembangkan hubungan yang lebih dekat dan
mulai menjalin kerjasama yang lebih baik dari sebelumnya.
Sistem pendidikan Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi sejumlah
kelompok. Yang pertama adalah kelompok pesantren, termasuk yang
pesantren melakukan madrasah dan yang masih mempertahankan sistem
yang bukan berdasarkan penilaian. Kelompok ini terdiri dari pesantren
modern dan tradisional. Kedua adalah kelompok madrasah yang terdiri dari
madrasah swasta dan swasta. Ketiga adalah kelompok sekolah Islam, yang
dianggap sebagai genre sistem pendidikan Islam modern komunitas Muslim
urban. Setiap kelompok akan dibahas secara terpisah dengan usaha untuk
terhubung mereka satu sama lain.10
Penting untuk disebutkan bahwa Pesantren Gontor didirikan pada
periode krusial pembangunan Islam di Indonesia. Berikut politik etis yang
diterapkan oleh pemerintah kolonial Belanda, ditambah dengan berdirinya
jaringan internasional dengan pusat reformasi Islam di Kairo, Mesir,
pendidikan Islam di Indonesia mengalami perubahan mendasar. Ini ditandai
dengan dibentuknya institusi pendidikan Islam baru, yang mana mengadopsi
sistem pendidikan modern, bukan pendidikan tradisional sistem pesantren
Lembaga pendidikan Islam modern - yang terkenal dengan madrasah -
kemudian menjadi bagian penting umat Islam gerakan reformasi selama
dekade awal abad ke-20.
10
Jamhari Makruf, "New …, h. 253
modernisme, sebuah isu yang pada saat itu sangat melimpah wacana di
Indonesia yang mulai memasuki dunia modern. Dengan demikian, kader
muslim yang akan diproduksi oleh Pesantren Gontor tersebut mereka yang
sering diidentifikasi sebagai "intelektual Muslim". Sejumlah varian sekolah
lslnm di indonesia Meskipun kemunculannya dalam perjalanan bangkitnya
agama ghirah (antusiasme) kalangan masyarakat muslim, sekolah Islam
berbeda dalam hal afiliasi ideologi agama. Itu tergantung pada tokoh atau
kelompok agama yang menjadi pemrakarsa
Seperti Ponpes Hidayatullah, meski konsep jama'ah ditawarkan oleh
Abdullah Said tidak harus menandakan makna yang disebutkan di atas,
seseorang tidak bisa menyangkal adanya hubungan antara gerakan Islam di
Indonesia Dunia Islam dengan ide-idenya. Guna mencapai tujuannya,
Abdullah Said menciptakan formulasi unik yang berbeda dengan yang ada
kelompok lain Dia menggunakan sejarah Nabi sebagai strategi dan modei
gerakan. Tahapan historis Nabi Hidup Muhammad adalah inspirasi utama
untuk mempersiapkan beberapa langkah membangun masyarakat Muslim
yang ideal. Berdasarkan uraian ini, itu jelas bahwa Abdullah Said dan
Pesantren Hidayntullah adalah bagian dari kelompok yang mengadopsi dan
mengembangkan pemahaman agama salafiyah.11
D. Kesimpulan
Berbagai Macam Pesantren dan Madrasah dan Sekolah di Indonesia
Klasifikasi yang di uraikan yang di bahas di atas tentang pesantren modern,
sekolah lslam, madrasah negeri, Pesnntren Salaf tradisional,
Dan pesantren independen, menggambarkan beragam sistem
pendidikan Islam di Indonesia Indonesia. Karena itu, sistem pendidikan Islam
adalah Wahana besar di mana banyak jenis dan model institusi pendidikan
mengembangkan ciri Khas Karakter Sistem model Pendidikan di Lingkungan
Masing-Masing tanpa menafikan kearifan lokal.
11
Jamhari Makruf, "New …, h. 277
Dalam hal perspektif ideologis semua pendidikan Institusi bervariasi,
mulai dari mereka yang sedang-jamak- model pluralis - dengan demikian
menerima gagasan demokrasi - bagi mereka yang memiliki ekstrimis-radikal -
yang cenderung memprioritaskan tirani mayoritas. Tren ini tidak dapat
dipisahkan dari interaksi instusi dengan beberapa isu kontemporer seperti
kesetaraan jender, pluralisme, demokrasi dan nilai-nilai kewarganegaraan.
Tentang isu gender kesetaraan misalnya, institusi pendidikan Islam cenderung
mendukung, meski mendapat dukungan dari yang modern dan mandiri
pesantren kecil.
Di sisi lain, pesantren tradisional ada Sudah lebih mengenal isu
kesetaraan jender. Ini mungkin karena kunjungan dan kemitraan beberapa
Lembaga Swadaya Masyarakat dengan pesantren tradisional. Fiqih
Perempuan (fiqh al-nisd 'program, sebuah program jender khusus untuk
pesantren yang dirancang oleh P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren
dan Masyarakat) pada tahun 1990an merupakan contoh program diseminasi
gender yang relative sukses. Berkenaan dengan isu demokrasi, pesantren juga
memilikinya menunjukkan dukungan mereka Mereka berpartisipasi dalam
kegiatan yang memiliki beberapa Hal yang harus dilakukan dengan
pelaksanaan demokrasi, seperti umum pemilihan. Bagi beberapa kelompok
Islam, demokrasi - melalui parlementer Sistem - digunakan untuk menerapkan
peraturan dengan semangat Islam. Sekolah Islam juga menjadi nomenklatur
baru sistem pendidikan Islam di Indonesia pada abad ke-20. Sekolah lslam
tumbuh bersamaan dengan terjadinya santrinisasi dan Islamisasi, khususnya
pada akhir 1990-an.
Dapat disimpulkan bahwa, sistem pendidikan Islam di Indonesia dapat
dibagi menjadi sejumlah kelompok. Yang pertama adalah kelompok
pesantren, termasuk yang pesantren melakukan madrasah dan yang masih
mempertahankan sistem yang bukan berdasarkan penilaian. Kelompok ini
terdiri dari pesantren modern dan tradisional,Yang out putnya lulusan alumni
nya hanya Dianggap bisa Menjadi Ustadz,Kiyahi, Guru ngaji di kampong-
kampong, penceramah, tapi Juga bisa mencetak Generasi Para
Ilmuwan.Ulama’ cendekiawan bahkan para pengusaha dan pebisnis muslim
yang mampu bersaing di Zamanya.
Kedua adalah kelompok madrasah yang terdiri dari madrasah swasta
dan negeri. Ketiga adalah kelompok sekolah Islam, yang dianggap sebagai
genre sistem pendidikan Islam modern komunitas muslim para pendatang
dari Tempat lain dan Para Pelancong atau Warga masyarakat Sipil Kalangan
ekonomi menengah kebawah Dari berbagai Profesi baik Formal maupun
Informal.
Daftar Pustaka