Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dijelaskan mengenai beberapa konsep dasar, meliputi :

1). Konsep dasar Decompensasi Cordis, 2). Konsep dasar intoleransi aktivitas,

3). Konsep asuhan keperawatan intoleransi aktivitas

2.1 Konsep Dasar Decompensasi Cordis

2.1.1 Pengertian

Gagal jantung adalah suatu sindrom kompleks yang terjadi akibat

gangguan jantung yang merusak kemampuan ventrikel untuk mengisi dan

memompa darah secara efektif (Hunt et al., 2005). Pada gagal jantung,

jantung tidak dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan

metabolic tubuh. Ini adalah hasil akhir pada banyak kondisi. Seringkali

gagal jantung adalah efek jangka panjang penyakit jantung koroner dan

infark miokardium saat kerusakan ventrikel kiri cukup luas untuk

mengganggu curah jantung. Penyakit jantung lain juga dapat menyebabkan

gagal jantung, termasuk gangguan struktur dan inflamatorik. Pada jantung

normal kegagalan dapat terjadi akibat kebutuhan berlebihan yang

dibebankan pada jantung. Gagal jantung dapat akut atau kronik (LeMone &

Burke & Bauldoff, 2016).

Gagal jantung terjadi saat jantung tidak mampu memompa darah secara

efesien untuk memenuhi kebutuhan metabolism tubuh. Dampak dari

penurunan curah jantung adalah memburuknya perfusi atau aliran darah ke

7
8

berbagai organ tubuh dan kongesti vascular pada sirkulasi paru maupun

sistemik. Efek gagal jantung dapat backward (efek belakang) maupun

forward (efek depan). Jika jantung yang mengalami kegagalan adalah

sebelah kiri (ventrikel kiri) maka efek backward nya adalah penumpukan

volume darah di atrium kiri. Menumpuknya darah pada atrium kiri

menyebebkan darah dari paru terhambat, sehingga terjadi juga penumpukan

volume darah di kapiler paru. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru

inilah yang kemudian menyebabkan cairan plasma keluar dari pembuluh

kapiler paru dan menyebabkan edema paru. Sedangkan efek forward pada

gagal jantung kiri terkait dengan penurunan curah jantung yang berdampak

pada penurunan curah perfusi ke organ-organ tubuh. Sementara itu, efek

backword pada jantung kanan adalah kongesti sistemik yang ditandai

dengan edema di seluruh tubuh. Hal ini disebabkan darah dari pembuluh

darah sistemik tidak dapat memasuki jantung kanan karena tingginya

tekanan di dalam atrium dan ventrikel kanan jantung. Efek forward pada

gagal jantung kanan adalah adanya penurunan perfusi ke paru. Hal ini selain

berdampak pada gangguan pertukaran gas karena sedikitnya jumlah darah

yang berdifusi, juga terkait dengan penurunan preload yang pada akhirnya

dapat menurunkan curah jantung. Berdasarkan besarnya curah jantung, gagal

jantung dapat dibedakan menjadi dua, yaitu gagal jantung curah tinggi

(high-urah output) dan gagal jantung curah rendah (low-output) (Buku

Kedokteran EGC, 2017).


9

Gagal jantung adalah gangguan pada fungsi jantung. Sering kali ini

diakibatkan oleh kerusakan kontraksi miokardium, yang dapat disebabkan

oleh penyakit jantung koroner dan iskemia atau infark miokardium atau

akibat gangguan otot jantung primer seperti kardiomiopati atau miokarditis.

Gangguan jantung structural, misalnya gangguan katup atau kelainan

jantung kongenital hipertensi juga dapat menyeababkan gagal jantung saat

otot jantung rusak akibat kelebihan beban kerja jangka panjang yang terkait

dengan kondisi ini. Pasien lain tanpa abnormalitas fungsi miokardium

primer dapat datang dengan manifestasi gagal jantung akibat kebutuhan akut

yang berlebihan pada miokardium, seperti kelebihan beban volume,

hipertiroidisme, dan embolus paru massif. Hipertensi dan penyakit jantung

koroner adalah penyebab utama gagal jantung di Amerika Serikat.

Prevalensi hipertensi yang tinggi pada orang Afro-Amerika menjadi

penyebab signifikan risiko dan insidensi gagal jantung.

2.1.2 Etiologi

Disfungsi otot jantung paling disebabkan oleh penyakit arteri koroner,

kardiomiopati, hepertensi dan gangguan katup jantung.

1. Penyakit arteri koroner. Aterosklerosis arteri koroner merupakan

penyebab utama gagal jantung. Penyakit arteri koroner ini ditemukan pada

lebih dari 60% pasien gagal jantung.

2. Iskemia/infark miokard. Iskemia menyebabkan disfungsi

miokardial akibat hipoksia dan asidosis akibat akumulasi asam laktat.


10

Sedangkan infark miokard menyebabkan nekrosis atau kematian sel otot

jantung. Hal ini menyebabkan otot jantung kehilangan kontraktilitasnya

sehingga menurukan daya pemompaan jantung. Luasnya daerah infark

berhubungan langsung dengan berat ringannya gagal jantung.

3. Kardiomiopati. Kardiomiopati merupakan penyakit pada otot

jantung dan dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu dilatasi, hipertrofi dan

restriktif. Kardiomiopati dilatasi penyebabnya dapat bersifat idiopatik

(tidak diketahui penyebabnya). Namun demikian penyakit ini juga dapat

dipicu oleh proses inflamasi pada miokarditis dan kehamilan. Agens

sitotoksik seperti alkohol juga dapat menjadi faktor pemicu penyakit ini.

Sedangkan kardiomiopati hipertrofi dan kardiomiopati restriktif dapat

menurunkan disensibilitas dan pengisian ventrikular (gagal jantung

diastolik), sehingga dapat menurunkan curah jantung.

4. Hipertensi. Hipertensi sistemik maupun pulmonar meningkatkan

afterload (tahanan terhadap ejeksi jantung). Kondisi ini dapat

meningkatkan beban jantung dan memicu terjadinya hipertrofi otot

jantung. Meskipun sebenarnya hipertrofi tersebut bertujuan untuk

meningkatkan kontraktilitas sehingga dapat melewati tingginya afterload,

namun hal tersebut justru mengganggu saat pengisian ventrikel selama

diastole. Akibatnya, curah jantung semakin turun dan menyebabkan gagal

jantung.

5. Penyakit katup jantung. Katup jantung berfungsi untuk

memastikan bahwa darah mengalir dalam satu arah dan mencegah


11

terjadinya aliran balik. Disfungsi katup jantung membuat aliran darah ke

arah depan terhambat, meningkatkan tekanan dalam ruang jantung, dan

meningkatkan beban jantung. Beberapa kondisi tersebut memicu

terjadinya gagal jantung diastolik.

(Buku Kedokteran EGC, 2017)

Keparahan gagal jantung dipengaruhi oleh beberapa kondisi sistemik

yang meliputi :

1. Peningkatan metabolisme tubuh (misalnya : demam dan

tirotoksikosis)

2. Kelebihan zat besi (misalnya : hemokromatosis)

3. Hipoksia

4. Anemia (hematokrit serum <25%)

5. Disritmia jantung

2.1.3 Manifestasi Klinis

Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana

seorang pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas

pendek yang tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai / tidak

kelelahan); tanda retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki);

adanya bukti objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat.

Tanda khas gagal jantung : takikardia, takipnu, ronki paru, efusi pleura,

peningkatan tekanan vena jugularis, edema perifer, hepatomegali. Tanda objektif

gangguan struktur atau fungsional saat istirahat, kardiomegali, suara jantung


12

ketiga, murmur jantung, abnormalitas dalam gambaran ekokardiografi , kenaikan

konsentrasi peptide natriuretik (Siswanto dkk, 2015).

Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler

kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena meningkat akibat turunnya

curah jantung pada kegagalan jantung. Peningkatan tekanan vena pulmonalis

dapat menyebabkan cairan dapat mengalir dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya

terjadi edema paru, yang dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek.

Meningkatnya tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema perifer umum

dan penambahan berat badan.

Turunnya curah jantung pada gagal jantung dimanifestasikan secara luas

karena darah tidak dapat mencapai jaringan dan organ (perfusi rendah ) untuk

menyampaikan oksigen yang dibutuhkan. Beberapa efek yang timbul akibat

perfusi rendah adalah pusing, konfusi, kelelahan, tidak toleran terhadap latihan

dan panas, ekstremitas dingin dan haluaran urin berkurang (oliguri). Tekanan

perfusi ginjal menurun, mengakibatkan pelepasan renin dari ginjal, yang pada

gilirannya akan menyebabkan sekresi aldosteron , retensi natrium dan cairan, serta

peningkatan volume intravaskuler.

Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah.

Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal

ventrikel kiri murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel

berpasangan atau sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat

mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.

a. Gagal jantung kiri, manifestasi klinisnya :


13

Kongesti paru menonjol pada ventrikel kiri karena ventrikel kiri tidak

mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam

sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Manifestasi klinis

yang meliputi terdiri dari :

1. Dispnea.

Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu

pertukaran gas.dispnea bahkan dapat terjadi saat istirahat atau dicetuskan

oleh gerakan yang minimal atau sedang. Beberapa pasien hanya

mengalami ortopnea pada malam hari, suatu kondisi yang dinamakan

Paroxismal nocturnal dispnea (PND).

2. Batuk.

Batuk yang berhubungan dengan gagal ventrikel kiri bisa kering

dan tidak produktif, tetapi yang tersering adalah batuk basah, yaitu batuk

yang menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak, yang kadang

disertai bercak darah.

3. Mudah lelah.

Terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat

jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan

sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang

digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distress

pernafasan dan batuk.

4. Kegelisahan dan kecemasan.


14

Terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat

kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan

baik (Smeltzer, 2012).

b. Gagal jantung kanan, manifestasi klinisnya :

Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti visera dan

jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu

mengosonkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat

mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.

Manifestasi klinis yang terdiri dari :

1. Edema.

Edema dimulai dari tumit (edema dependen) dan secara bertambah ke atas

tungkai dan paha dan akhirnya ke genetalia eksterna dan tubuh bagian bawah.

Edema sakral sering jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena

daerah sakral menjadi daerah yang dipenden. Pitting edema yang akan tetap

cekung bahkan setelah penekan ringan dengan ujung jari. Baru jahat jelas terlihat

setelah terjadi retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg.

2. Hepatomegali.

Terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini berkembang,

maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat sehingga cairan terdorong keluar

rongga abdomen, suatu kondisi yang dinamakan asites.

3. Anoreksia.

Terjadi akibat pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen.

4. Nokturia.
15

Terjadi karena perfusi renal didukung oleh posisi penderita pada saat

berbaring. Diuresis terjadi paling sering pada malam hari karena curah jantung

akan membaik dengan istirhat.

5. Lemah.

Lemah yang menyertai gagal jantung sisi kanan disebabkan karena

menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk sampah

katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan (Smeltzer, 2012).

2.1.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan foto toraks dapat mengarah ke kardiomegali, corakan

vascular paru menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A/B, infiltrasi

prekordial kedua paru, dan efusi pleura. Fungsi elektrokardigrafi (EKG)

untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan atrium.

2.1.5 Penatalaksanaan

Terapi umum :

1. Istirahat :

- Hilangkan faktor pencetus (seperti anemi)

- Oksigen sampai PaO2 60-100 mmHg (saturasi 90-98%)

2. Diet :

- Batasi garam dan air

3. Medikamentosa :

- Obat pertama :
16

 Furosemid 20-40 mg/IV/bolus selama 2 menit, dapat

diulangi 2-4 jam kemudian

 Morfin IV 3-10 mg perlahan-lahan

- Aminofilin jika ada bronkospasme, 250-500 mg IV selama 15-25

menit

 Obat-obat inotropik :

- Digitalis

- Dopamin HCL : 2-5 µg/kg BB/menit atau lebih

baik

- Dobutamin, mulai 3-4 µg/kg BB/menit lalu dapat

dinaikkan

 ACE inhibitor

 Nitrogliserin sublingual, 0,3-0,4 mg/10 menit,

dihindari jika tensi sistemik <80 mmHg

- Obat alternative :
17

2.1.6 Patofisiologi

a. Mekanisme dasar

Kelainan kontraktilitas pada gagal jantung akan mengganggu kemampuan

pengosongan ventrikel. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi

cardioac output dan meningkatkan volume ventrikel.

Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik ventrikel) maka

terjadi pula peningkatan tekanan akhir diastolik kiri (LEDV). Dengan

meningkatnya LEDV, maka terjadi pula peningkatan tekan atrium (LAP) karena

atrium dan ventrikel berhubungan langsung kedalam anyaman vaskuler paru-paru

meningkatkan tekanan kapiler dan pena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari

anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan osmotik vaskuler, maka akan terjadi

transudasi cairan melebihi kecepatan drainase limfatik, maka akan terjadi edema

interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan

merembes ke alveoli dan terjadilah edema paru-paru (Wijaya & putri, 2013).

b. Respon kompensantorik

1. Meningkatnya aktivitas adregenik simpatik

Menurunnya cardiac output akan meningkatkan aktivitas adregenik

simpatik yang dengan merangsang pengeluaran katekolamin dan saraf-saraf

adregenik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraktil

akan meningkat untuk menambah cardiac output (CO), juga terjadi vasokontriksi

arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan retribusi volume darah dengan

mengurangi aliran darah keorgan-organ yang rendah metabolismenya, seperti kulit


18

dan ginjal agar perfusi ke jantung dan ke otak dapat dipertahankan. Vasokontriksi

akan meningkatkan aliran balik vena kesisi kanan jantung yang selanjutnya akan

menambah kekuatan kontriksi (Wijaya & putri, 2013).

2. Meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem renin angiotensin

aldosterone (RAA).

Aktivitas RAA menyebabkan retensi Na dan air oleh ginjal, meningkatkan

volume ventrikel-ventrikel tegangan tersebut. Peningkatan beban awal ini akan

menambah kontraktilitas miokardium (Wijaya & putri, 2013).

3. Atropi ventrikel

Respon kompensantorik terakhir pada gagal jantung adalah hidrotopi

miokardium akan bertambah tebalnya dinding (Wijaya & putri, 2013).

4. Efek negatif dari respon kompensatorik

Pada awalnya respon kompensatorik menguntungkan namun pada

akhirnya dapat menimbulkan berbagai gejala, meningkatkan laju jantung dan

memperburuk tingkat gagal jantung. Resistensi jantung yang dimaksudkan untuk

meningkatkan kekuatan kontraktilitas dini mengakibatkan bendungan paru-paru,

vena sistemik dan edema, fase kontruksi arteri dan redistribusi aliran darah

mengganggu perfusi jaringan pada anyaman vaskuler yang terkena menimbulkan

tanda serta gejala, misalnya berkurangnya jumlah air kemih yang dikeluarkan dan

kelemahan tubuh. Vasokontriksi arteri juga menyebabkan beban akhir dengan

memperbesar resistensi terhadap ejeksi ventrikel, beban akhir juga meningkat

kalau dilatasi ruang jantung.


19

Akibat kerja jantung dan kebutuhan miokard akan oksigen juga

meningkat, yang juga ditambah lagi adanya hipertensi miokard dan perangsangan

simpatik lebih lanjut. Jika kebutuhan miokard, akhirnya dapat timbul beban

miokard yang tinggi dan serangan gagal jantung yang berulang (Wijaya & putri,

2013).
20

2.1.7 Pathway.

Pathway Decompensatio Cordis(Wijaya & Putri, 2013)

Hipervolemia Hipertensi Stenosis Katup Kerusakan


katup inkompetent miokardium

Pe an
preload Pe an
afterload

Pe beban kerja jantung

Pe an kekuatan
kontraksi ventrikel kiri

Penurunan curah jantung


21

2.1.8 Komplikasi

Mekanisme kompensasi yang dimulai pada gagal jantung dapat

menyebabkan komplikasi pada sistem tubuh lain. Hepatomegali kongestif

dan splenomegali kongestif yang disebabkan pleh pembengkakan sistem

vena porta menimbulkan peningkatan tekanan abdomen, asites, dan masalah

pencernaan. Pada gagal jantung sebelah kanan yang lama, fungsi hati dapat

terganggu. Distensi miokardium dapat memicu disritmia, mengganggu curah

jantung lebih lanjut. Efusi pleura dan masalah paru lain dapat terjadi.

Komplikasi mayor gagal jantung berat adalah syok kardiogenik dan edema

paru akut, suatu kedaruratan medis (LeMone & Burke & Bauldoff, 2016).

Edema paru akut, suatu keadaan darurat, biasanya terjadi akibat LVF. Pada

klien dengan dekompensasi jantung berat, tekanan kapiler di dalam paru

menjadi sangat meningkat karena cairan didorong dari darah sirkulasi ke

interstitium dan kemudian ke alveoli, bronkiolus, dan bronkus. Hasil dari

edema paru jika tidak diterapi adalah kematian karena sulit bernapas. Klien

dengan edema paru mengalami kekurangan cairan. Manifestasi yang

dramatis edema paru akut yang ditampilkan pada pemantauan kritis akan

menakutkan klien dan keluarganya (Black & Hokanson, 2014).

Jika terjadi penurunan fungsi ventrikel kanan, edema perifer dan kongesti

vena pada organ akan terjadi. Pembesaran hati (hepatomegali) dan nyeri

abdomen dapat terjadi ketika hati mengalami kongesti/terbendung dengan

darah vena. Jika hal ini terjadi dengan cepat, perengan kapsul hati dapat
22

menyebabkan rasa tidak nyaman yang parah. Klien dapat mengalami rasa

sakit yang menetap atau nyeri tajam di kuadran kanan atas. Pada gagal

jantung kronis, sakit perut biasanya menghilang (Black & Hokanson, 2014).

Pada RVF berat, lobulus hati dapat menjadi sangat terbendung oleh darah

vena sehingga menjadi anoksik. Anoksia akan menyebabkan nekrosis

lobulus. Pada gagal jantung jangka panjang, area nekrotik ini menjadi

fibrotik dan sklerotik. Sebagai hasilnya, terjadi suatu kondisi yang disebut

sirosis kardiak, ditandai dengan asites dan ikterus (Black & Hokanson,

2014).

Pada gagal jantung kronis, peningkatan beban jantung dan kerja ekstrem

pernapasan meningkatkan kebutuhan metabolik tubuh. Anoreksia, nausea,

dan perut kembung terjadi sekunder karena kongesti vena pada saluran

gastrointestinal. Kombinasi kebutuhan metabolik mengekpresikan ketakutan

mereka dengan banyak cara : mimpi buruk, insomnia, kecemasan akut,

depresi dan melarikan diri dari kenyataan (Black & Hokanson, 2014).
23

2.2 Konsep Dasar Intoleransi Aktivitas

2.2.1 Pengertian

Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari (SDKI,

2017). Ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan

atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin

dilakukan (NANDA, 2017).

2.2.2 Etiologi

a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

b. Tirah baring

c. Kelemahan

d. Imobilitas

e. Gaya hidup monoton

2.2.3 Manifestasi Klinis

a. Mengeluh lelah

b. Dispnea saat/setelah aktivitas

c. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas

d. Merasa lemah

e. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat

f. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat

g. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas

h. Gambaran EKG menunjukkan iskemia

i. Sianosis (SDKI, 2017)


24

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

2.3.1 Pengkajian

1. Biodata pasien.

a) Umur :Gagal jantung sering dijumpai pada pasien dengan umur

sekitar 65-74 tahun.

b) Jenis kelamin : Perempuan mempunya prevalensi lebih tinggi di

banding laki-laki.

2. Keluhan Utama

Keluhan utama pada pasien gagal jantung adalah sesak nafas dan

kelemahan fisik.

3. Riwayat penyakit saat ini.

Pengkajian yang didapat dengan adanya gejala-gejala kongesti

vascular pulmonal adalah dyspnea, ortopnea, dispnea nokturnal

paroksimal, batuk, dan edema pulmonal akut. Pada pengkajian dispnea (

dikarakteriskan oleh pernafasan cepat, dangkal, dan sensasi sulit dalam

mendapatkan udara yang cukup dan menekan klien) apakah mengganggu

aktivitas lainnya seperti keluhan tentang insomnia, gelisah, atau

kelemahan yang disebabkan oleh dispnea.

4. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD).

Pengkajian riwayat penyakit dahulu yang mendukung dengan

mengkaji apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada khas

infark miokardium, hipertensi, diabetes melitus, dan hiperlipidemia.

Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa
25

lalu dan masih relevan dengan kondisi klien saat ini. Obat-obat meliputi

obat diuretic, nitrat, pemnghambat beta serta obat-obat antihipertensi.

Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Juga harus tanyakan

adanya alergi obat dan reaksi alergi yang timbul. Sering kali klien

menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat (Muttaqin, 2009).

5. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK).

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh

keluarga, serta bila ada anggota keluarga yang meninggal, maka penyebab

kematian juga ditanyakan. Penyakit jantung iskemik, pada orang tua

timbulnya pada usia muda merupakan factor resiko utama untuk penyakit

jantung iskemik pada keturunannya. (Muttaqin, 2009)

6. Pemeriksaan fisik.

A. Keadaan umum.

Keadaan umum klien gagal jantung biasanya didapatkan kesadaran

yang baik atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan

yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat (Muttaqin, 2009)

B. B1 (Breathing).

a) DS : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk, atau dengan beberapa

bantal. Banyak dengan / tanpa pembentukan spuntum. Riwayat

penyakit paru kronis. Penggunaan bantuan pernafasan, misalnya

oksigen atau medikasi.

b) DO : Pernafasan : Takipnea, napas dangkal, pernapsan labored;

penggunaan otot aksesori pernapasan, nasal flaring. Batuk : kering /


26

nyaring / nonproduktif atau mungkin batuk terus menerus dengan / tanpa

pembentukan sputum. Sputum : mungkin bertemu darah, merah muda /

berbuih (edema pulmonal). Bunyi napas : mungkin tidak terdenga, dengan

krakles basilar dan mengi. Fungsi mental : Mungkin menurun ; letargi;

kegelisahan. Warna kulit : pucat atau sianosis (Doenges, 2012).

C. B2 (Bleeding)

a) DS : Kalien mengeluh lemah, mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan

berkonsentrasi, defisit memori, penurunan toleransi latihan, distensi vena

jugularis, edema ekstremitas bawah, riwayat hipertensi, IM baru/akut,

episode gagal jantung kongestif sebelumnya, penyakit katup jantung,

bedah jantung, endokarditis, SLE, anemia dan syok septik.

b) DO :

a. TD : mungkin rendah (gagal pemompaan); normal (gagal jantung

kongestif ringan atau kronis) atau tinggi (kelebihan beban cairan ).

b. Tekanan nadi : mungkin sempit, menunjukkan penurunan volume

sekuncup.

c. Frekuensi jantung : takikardia (gagal jantung kiri).

d. Irama jantung : disritmia, misalnya fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel

premature / takikardia, blok jantung.

e. Nadi apikal : PMI mungkin menyebar dan berubah posisi secara

inferior kiri.

f. Bunyi jantung : S3 (gallop) adalah diagnostik; S4 dapat terjadi; S1

dan S2 mungkin melema. Murmur sistolik dan diastolic dapat


27

menandakan adanya stenosis katup atau insufiensi, bunyi jantung

ketiga dan keempat (S3,S4) serta crackles pada peru-paru, S4 atau

gallop atrium.

g. Nadi : nadi perifer berkurang; perubahan dalam kekuatan denyutan

dapat terjadi; nadi sentral mungkin kuat misalnya nadi jugularis,

karotis abdominal terlihat.

h. Warna : kebiruan, pucat, abu-abu, sianotik.

i. Punggung kuku : pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat.

j. Hepar : pembersaran / dapat teraba, reflek hepatojugularis.

k. Bunyi nafas : krekels, ronkhi. Edema : mungkin dependen, umum,

atau pitting (Doenges, 2012).

D. B3 (Brain).

a) DS : Keletihan / kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia,

nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada istirahat atau pada

pengerahan tenaga.

DO : Sianosis, wajah meringis, menangis, merintih, meregang dan

menggeliat, gelisah, perubahan status mental, misalnya letargi, tanda

vital berubah pada aktivitas (Muttaqin, 2009).

E. B4 (Bladder).

a) DS : Penurunan berkemih, urine berwarna gelap., berkemih malam

hari,diare / konstipasi.

b) DO : Nocturia.

F. B5 (Bowel)
28

a) DS : Kehilangan napsu makan, mual / muntah, penambahan berat

badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian /

sepatu terasa sesak,. Diet tinggi garam / makanan yang telah diproses,

lemak, gula, dan kafein. Penggunaan diuretik.

b) DO : Penambahan berat badan cepat, distensi abdomen (asites);

edema (umum, dependen, tekanan, pitting).

G. B6 (Bone)

a) DS : Mudah lelah

b) DO : kulit dingin

(Doenges, 2012)

7. Pemeriksaan diagnostik.

1) Ekokardiografi.

Dapat menunjukkan dimensi perbesaran bilik, perubahan dalam

fungsi / struktur katup, atau area penurunan kontraktilitas ventrikular.

2) EKG.

Hipertrofi atrial atau ventricular, penyimpangan aksis, iskemia,

ddan kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia misalnya takikardia,

fibrilasi atrial, mungkin sering terdapat KVP. Kenaikan segmen ST/T

persisten 6 minggu atau lebih setelah infark miokard menunjukkan

adanya aneurisme ventricular (dapat menyebabkan gagal / disfungsi

jantung).
29

3) Foto rontgen dada.

Dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan mencerminkan

dilatasi / hipertrofi bilik, atau perubahan dalam pembuluh darah

mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal. Kontur abnormal,

mialnya bulging pada perbatasan jantung kiri, dapat menunjukan

aneurisme ventrikel.

4) Kateterisasi jantung.

Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu

membedakan gagal jantungsisi kanan versus sisi kiri, dan stenosis katu

atau insufisiensi. Juga mengkaji patensi arteri coroner. Zat kontras

disuntikan ke dalam ventrikel menunjukkan ukuran abnormal dan

ejeksi fraksi / perubahan kontraktilitas.

5) BUN, kreatinin.

Peningkatan BUN menandakan penurunan perfusi ginjal. Kenaikan

baik BUN dan kreatinin merupakan indikasi gagal jantung (Doenges,

2012).

2.3.2 Diagnosa Keperawatan.

Diagnosa keperawatan : Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

2.3.3 Intervensi Keperawatan.

Intervensi merupakan rencana asuhan keperawatan yang dapat terwujud

dari kerjasama antara perawat dan dokter untuk melaksanakan rencana asuhan

yang menyeluruh dan kolaboratif.


30

Diagnosa Tujuan / Kriteria hasil Intervensi Rasional


Intoleransi Tujuan : Setelah 1. Kaji aktivitas yang 1. Diketahuinya aktivitas
aktivitas dilakukan asuhan menimbulkan kelelahan. yang menimbulkan
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 kelelahan dapat
dengan jam diharapkan intoleransi dijadikan dasar
ketidakseimbanga aktivitas pasien dapat pemberian terapi
n antara suplai teratasi. aktivitas.
dan kebutuhan 2. Bantu klien
oksigen Kriteria hasil : mengidentifikasi 2. Mencegah kelelahan
1. Berpartisipasi aktivitas yang mampu yang berlebihan.
dalam aktivitas dilakukan.
fsik tanpa disertai
peningkatan
tekanan darah, 3. Bantu klien untuk 3. Melakukan aktivitas
nadi dan RR. mengidentifikasi yang disukai akan
2. Mampu aktivitas yang disukai. melatih toleransi
melakukan aktivitas.
aktivitas sehari-
hari (ADLS) 4. Bantu klien untuk
secara mandiri. mengembangkan 4. Motivasi akan
3. Tanda-tanda vital motivasi diri. meningkatkan dorongan
normal. untuk latihan
4. Level kelemahan. meningkatkan toleransi
5. Status respirasi: aktivitas.
pertukaran gas
dan ventilasi
adekuat.
(NANDA, 2015)
31

2.3.4 Implementasi.

Implementasi yang komperhensif merupakan pengeluaran dan perwujudan

dari rencana yang telah disusun pada tahap-tahap perencanaan dapat terrealisasi

dengan baik apabila berdasarkan hakekat masalah, jenis tindakan atau

pelaksanaan bias dikerjakan oleh perawat itu sendiri, kolaborasi secara tim /

kesehatan lain dan rujukan dari profesi lain.

2.3.5 Evaluasi.

Pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang sudah

diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan, apakah benar-benar terpenuhi sesuai

dengan kebutuhan yang dikaji dengan metode pendokumentasian SOAP

Anda mungkin juga menyukai