Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan industri dewasa ini telah memberikan sumbangan besar terhadap
perekonomian Indonesia. Namun di lain pihak hal tersebut juga memberi dampak pada
lingkungan akibat buangan industri. Salah satunya dari industri tahu, sebagian besar
industri tahu merupakan industri rumah tangga yang belum memiliki unit pengolahan
limbah, dimana limbah cair langsung dibuang ke selokan atau badan air tanpa
pengolahan terlebih dahulu. Padahal sebanyak 1,5-3 m3 limbah cair akan dihasilkan
untuk setiap pengolahan satu kuintal kedelai (Nurhasan dkk, 2007). Limbah cair adalah
limbah dalam wujud cair yang dihasilkan dari kegiatan industri yang dibuang ke
lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan (Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup nomar 51 tahun 1995). Dampak yang ditimbulkan oleh
pencemaran limbah industri tahu adalah gangguan terhadap kehidupan biotik dan
turunnya kualitas air akibat meningkatnya kandungan bahan organik.
Pada proses pembuatan tahu, limbah cair dihasilkan dari proses pencucian,
perendaman, proses hasil penggumpalan, pengepresan, dan tumpahan proses serta
pembersihan tempat. Karakteristik buangan industri tahu meliputi dua hal, yaitu
karakteristik fisika dan kimia. Karakteristik fisika meliputi padatan total, padatan
tersuspensi, suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan
anorganik dan gas. Suhu air limbah tahu berkisar 37-45°C, kekeruhan 535-585 FTU,
warna 2.225-2.250 Pt.Co, amonia 23,3-23,5 mg/1, BOD5 6.000-8.000 mg/1 dan COD
7.500-14.000 mg/1 (Herlambang, 2002) dalam (Febrian, 2007). Herlambang (2002)
menuliskan dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran bahan organik limbah industri
tahu adalah gangguan terhadap kehidupan biotik. Turunnya kualitas air perairan akibat
meningkatnya kandungan bahan organik.
Ada beberapa proses yang telah digunakan untuk mengolah air limbah tahu agar
tidak mencemari lingkungan, antara lain proses menggunakan reaktor aerob anaerob,
biofilter aerob, dan fitoremediasi. Pada penelitian ini penulis memilih proses
fitoremediasi, dimana fitoremediasi (phytoremediation) merupakan suatu sistem dimana
tanaman tertentu dalam media (tanah, koral dan air) dapat mengubah zat kontaminan
(pencemar) menjadi kurang atau tidak berbahaya bahkan menjadi bahan yang berguna
secara ekonomi. Fitoremediasi memiliki keuntungan dibandingkan dengan proses
lainnya yaitu murah dari segi biaya, pengoperasian dan perawatan lebih mudah,
mempunyai efisiensi yang cukup tinggi, dapat menghilangkan zat pencemar logam-
logam berat, serta dapat memberikan keuntungan yang tidak langsung seperti
mendukung fungsi ekologis.
Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan tanaman kayu apu (Pistia stratiotes
L.) dengan menggunakan reaktor paralel untuk mengolah air limbah tahu. Diharapkan
dengan pemanfaatan tanaman eceng gondok mampu meningkatkan efisiensi pengolahan
dan konsentrasi pencemar di bawah baku mutu yang ditetapkan, sehingga limbah cair
yang dihasilkan dapat dibuang ke perairan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh pengendapan terhadap kualitas limbah cair tahu?
2. Bagaimana pengaruh pengenceran terhadap kualitas limbah cair tahu?
3. Bagaimana pengaruh fitoremediasi terhadap kualitas limbah cair tahu?

C. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh pengendapan terhadap kualitas limbah cair tahu.
2. Untuk mengetahui pengaruh pengenceran terhadap kualitas limbah cair tahu.
3. Untuk mengetahui pengaruh fitoremediasi terhadap kualitas limbah cair tahu.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, karena di dalamnya
mengandung variabel yang berpengaruh dalam proses pengamatan seperti variabel
respon, variabel manipulasi, dan variabel kontrol.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal berapa? di Green House Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Surabaya.
C. Variabel Penelitian
a. Variabel Kontrol: Limbah cair tahu, tanaman kayu apu, wadah plastik, waktu
bioremediasi
b. Variabel Manipulasi: Perlakuan limbah cair tahu (pengendapan dan pengenceran)
c. Variabel Respon: Kualitas limbah cair tahu
D. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang diperlukan dalam pelaksanaan praktikum meliputi:
Bahan Alat
Limbah cair tahu Aquarium
Tanaman air kayu apu Toples plastik
MnSO4 Wadah plastic
KOH-KI pH meter
H2SO4 Thermometer
Na2SO3
Amilum
Na2S2O3

E. PROSEDUR PENELITIAN
a. Pengendapan
1. Menyiapkan toples plastic.
2. Memasukkan limbah cair tahu ke dalam toples plastik.
3. Melakukan proses pengendapkan limbah cair tahu.
4. Setelah limbah cair tahu diendapkan selama waktu yang telah dilakukan, sebanyak
1 liter limbah cair tahu dimasukkan ke dalam wadah plastik dan diletakkan
tanaman kayu apu sebesar 50 gram.
5. Selama 7 hari berturut-turut dilakukan pengukuran pH, suhu, kekeruhan dan
morfologi tanaman kayu apu serta pengukuran biomassa, DO, BOD pada awal dan
akhir perlakuan guna mengetahui peningkatan kualitas limbah cair tahu tahu
setelah dilakukan pengolahan limbah yaitu fitoremediasi dengan tanaman air kayu
apu.
b. Pengenceran
1. Menyiapkan toples plastik.
2. Memasukkan limbah cair tahu ke dalam toples plastik.
3. Melakukan proses pengendapkan limbah cair tahu.
4. Setelah limbah cair tahu diendapkan selama waktu yang telah dilakukan,
selanjutnya dilakukan proses pengenceran dengan menggunakan sebanyak 250 ml
limbah cair tahu ditambah 750 ml aquades dimasukkan ke dalam wadah plastik dan
diletakkan tanaman kayu apu sebesar 50 gram.
5. Selama 7 hari berturut-turut dilakukan pengukuran pH, suhu, kekeruhan dan
morfologi tanaman kayu apu serta pengukuran biomassa, DO, BOD pada awal dan
akhir perlakuan guna mengetahui peningkatan kualitas limbah cair tahu tahu
setelah dilakukan pengolahan limbah yaitu fitoremediasi dengan tanaman air kayu
apu.
PEMBAHASAN

A. Peningkatan Nilai Ph
Limbah cair tahu yang mengandung bahan organik tinggi akan diuraikan oleh
mikroorganisme yang terdapat di dalam limbah. Proses degradasi bahan organik oleh
mikroorganisme akan meningkatkan pH limbah. Peningkatan pH disebabkan oleh
meningkatnya kandungan NH3 di dalam limbah. Meningkatnya kandungan NH3
menunjukkan besarnya kandungan bahan organik yang terurai karena sebagian besar
keberadaan NH3 dihasilkan dari proses pembusukan bahan organik oleh mikroorganisme.
Rerata kisaran pH limbah setelah perlakuan pengendapan (Tabel 4.3) adalah 6,85. Nilai
tersebut mengalami peningkatan dibandingkan pH awal yaitu sebesar 4,5. Setelah 7 hari
perlakuan pH secara pengenceran juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan pH
awal. pH awal sebelum perlakuan pengenceran sebesar 4,5 sedangkan pH akhir setelah
pengenceran memiliki rata-rata sebesar 7,22. Kenaikan pH diakhir perlakuan juga
disebabkan oleh reaksi denitrifikasi. Denitrifikasi merupakan proses penguraian NO3-
menjadi gas N2 atau NO2-. Beberapa mikroorganisme tetap aktif dalam proses ini, karena
menurut Fauzi (2008) di dalam kondisi anaerob ada sekelompok golongan bakteri
fakultatif anaerob menggunakan NO2- dan NO3- sebagai terminal penerima elektron dan
NO3- diubah menjadi gas N dalam kondisi tidak ada O2 di dalam air (proses denitrifikasi
anoksik). Haridjaja (2010) juga menyatakan bahwa perubahan NO3- dalam air limbah
menjadi gas dilakukan dengan memanfaatkan kemampuan NO3- sebagai penerima
elektron dengan membiarkan ion NO3- mengoksidasi metanol melalui bakteri di bawah
keadaan kekurangan O2. pH setelah 7 hari perlakuan sudah memenuhi baku mutu limbah
cair tahu yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tahun
2001 yaitu 6-9. Jadi dilihat dari faktor kimia air terutama pH, limbah sudah bisa dibuang
ke badan perairan.

B. Pembahasan Penurunan Kekeruhan


Berdasarkan hasil perolehan data pada perlakuan pengendapan dan pengenceran
memperlihatkan nilai kekeruhan mengalami penurunan antara sebelum perlakuan dengan
sesudah perlakuan. Menurut PP No.82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan
pengendalian pencemaran air nilai TSS berkisar antara 50-400 mg/l. Padatan tersuspensi
(TSS) berhubungan positif dengan kekeruhan. Semakin tinggi nilai padatan tersuspensi,
nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Ini juga mengakibatkan nilai DO rendah karena
semakin tinggi nilai kekeruhan akan menyebabkan kandungan DO menurun, yang akan
mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi, misalnya pernafasan dan daya lihat
organisme akuatik, serta dapat menghambat penetrasi cahaya masuk ke dalam air.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah No 82 tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Perairan.
Fauzi, A. 2008. Analisa Kadar Unsur Hara Karbon Organik dan Nitrogen di dalam Tanah
Perkebunan Kelapa Sawit Bengkalis Riau. Tugas Akhir. Program studi diploma 3
kimia analisis [USU] universitas sumatera utara. Medan.
Haridjaja, S. S. 1993. Pengantar Agronomi. Gramedia. Jakarta.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomar 51 tahun 1995 Tentang “Baku Mutu
Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri”.
Febrian Kaswinarni, 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair Industri Tahu.
Tesis, program Studi Ilmu Lingkungan, Universitas Diponegoro, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai