Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN EKOFISIOLOGI

Pengaruh Alelopati Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Terhadap Perkecambahan Biji


Kedelai (Glycine max)

Oleh :
1. Nurul Qur'ani (15030244002)
2. Dwi Rulitasari (15030244004)
3. Wira Nanda (15030244015)
4. Nur Fatichah Chpiruddiniyah (15030244032)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PRODI BIOLOGI
2017
I. Judul Praktikum :
Pengaruh Alelopati Daun Mengkudu (Morinda citrifolia) Terhadap Perkecambahan Biji
Kedelai (Glycine max)
II. Rumusan masalah
Bagaimana pengaruh alelopati daun mengkudu (Morinda citrifolia) terhadap
perkecambahan biji kedelai (Glycine max)?
III. Tujuan
Untuk mempelajari pengaruh alelopati daun mengkudu (Morinda citrifolia) terhadap
perkecambahan biji kedelai (Glycine max)
IV. Dasar Teori
ALELOPATI
A. Pengertian Alelopati
Istilah alelopati (allelopathy) pertama kali dikemukakan oleh Hans Molisch tahun
1937. Alelopati berasal dari kata allelon (saling) dan pathos (menderita). Menurut
Molisch, alelopati meliputi interaksi biokimiawi secara timbal balik, yaitu yang bersifat
penghambatan maupun perangsangan antara semua jenis tumbuhan termasuk
mikroorganisme (Rice, 1995).
Alelopati merupakan pelepasan senyawa bersifat toksik yang dapat mengganggu
pertumbuhan tanaman disekitarnya dan senyawa yang bersifat alelopati disebut
alelokimia. Beberapa senyawa alelopati menghambat pembelahan sel-sel akar,
menghambat pertumbuhan yaitu dengan mempengaruhi pembesaran sel, menghambat
respirasi akar, menghambat sintesis protein, menghambat aktivitas enzim, serta
menurunkan daya permeabilitas membran pada sel tumbuhan (Soetikno, 1990).
Efek penghambatan senyawa alelopati pada organisme target bisa terjadi secara
langsung maupun tidak langsung, namun bagaimana penghambatan terjadi di alam
belum bisa diketahui secara pasti. Hal ini dikarenakan terdapat faktor lain selain
alelokimia yang bisa menghambat pertumbuhan diantaranya kompetisi, faktor biotik,
dan abiotik (Brooks, 2008) sehingga penelitian ‘bioassay’ penting dilakukan untuk
mengevaluasi potensi alelokimia tersebut (Narwal, 1999).
Alelokimia yang dilepaskan ke lingkungan melalui volatilasi (untuk atsiri),
eksudasi akar, basuhan daun atau hasil dekomposisi residu tumbuhan, dapat berupa
terpenoida, juglone, alkaloida dan fenol (Stowe dan Kil, 1983).
Tanaman berkayu yang dilaporkan bersifat alelopati antara lain: Acasia spp.
(Akasia), Glirycidia sepium (Gamal), Leucaena leucocephala (Lamtoro), Morinda
citrifolia (Mengkudu), dan Pinus divaricata (Pinus). Adanya senyawa alelopati dari
tanaman berkayu dapat dimanfaatkan dalam pertanaman sistem wanatani (agroforestry)
serta dalam pengendalian gulma, patogen, ataupun hama. Alelopati dalam sistem
wanatani dapat dimanfaatkan dalam strategi pengurangan keragaman vegetasi di bawah
tegakan (Singh et al. 2001).
B. Sumber Senyawa Alelopati
Pada suatu agroekosistem, senyawa alelopati kemungkinan dapat dihasilkan oleh
gulma, tanaman pangan, dan hortikultura (semusim), tanaman berkayu, residu dari
tanaman dan gulma, serta mikroorganisme. Alelopati dari tanaman dan gulma dapat
dikeluarkan dalam bentuk eksudat dari akar dan serbuk sari, luruhan organ
(decomposition), senyawa yang menguap (volatile) dari daun, batang, dan akar, serta
melalui pencucian (leaching) dari organ bagian luar (Reigosa et al. 2000).
Sumber senyawa alelopati yang bersifat racun tersebut dapat terjadi melalui
beberapa cara yaitu diantaranya eksudasi dari akar, larut dari daun segar melalui air
hujan atau embun, larut dari serasah yang telah terdekomposisi dan transformasi dari
mikroorganisme tanah.
Pada umumnya konsentrasi senyawa alelopati yang berasal dari daun segar jauh lebih
rendah dibandingkan yang berasal dari serasah yang telah terdekomposisi
(Hasanuzaman, 1995).
Hasil-hasil metabolit sekunder seperti senyawa phenol, alkaloid, terpenoid, asam
lemak, steroid dan polyacetylene dapat berfungsi sebagai alelokimia. Zat-zat alelopati
suatu tanaman paling banyak terlokalisasi di daun. Pelepasan zat alelopati ke
lingkungan secara alamiah terjadi melalui peristiwa eksudasi akar, basuhan batang dan
daun oleh air hujan. Pelepasan atau penarikan zat aktif juga dapat dilakukan dengan
cara ekstraksi, dengan air atau pelarut organik lain yang sesuai. Teknik paling sederhana
adalah dengan cara maserasi (perendaman) atau dengan pemanasan (Waler, 1987).

MENGKUDU (Morinda citrifolia)


Mengkudu merupakan salah satu tumbuhan yang dapat menghasilkan senyawa
alelopati. Mengkudu termasuk tumbuhan keluarga kopi-kopian (Rubiaceae), yang pada
mulanya berasal dari wilayah daratan Asia Tenggara dan kemudian menyebar sampai ke
Cina, India, Filipina, Hawaii, Tahiti, Afrika, Australia, Karibia, Haiti, Fiji, Florida dan
Kuba (Sjabana 2002 cit. Sitepu dan Josua 2012).
A. Klasifikasi dan Morfologi Mengkudu (Morinda citrifolia)
Tanaman mengkudu diklasifikasikan
sebagai berikut (Sjabana 2002 cit. Sitepu dan
Josua 2012),
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Rubiales
Famili : Rubiaceae
Genus : Morinda
Spesies : Morinda citrifolia Gambar 1. Tanaman Mengkudu

Produksi tanaman mengkudu yang dimanfaatkan sebagai tanaman obat yaitu


sekitar 6,04 kg/m2 (2006) dan pada tahun 2007 mencapai produksi sebesar 8,31 kg/m2
(Dalimartha 2006).
Rukmana (2002) memaparkan bahwa mengkudu termasuk jenis tanaman yang
umumnya memiliki batang pendek dan banyak cabang dengan ketinggian pohon sekitar
3-8m di atas permukaan tanah serta tumbuh secara liar di hutan-hutan, ladang,
pinggiran sungai, dan pekarangan. Mengkudu dapat tumbuh di berbagai tipe lahan dan
iklim pada ketinggian tempat dataran rendah sampai 1.500m diatas permukaan laut
dengan curah hujan 1500– 3500mm/tahun, pH tanah 5-7, suhu 22-300C dan
kelembaban 50-70% (Rukmana 2002).
Buah mengkudu memiliki bentuk bulat sampai lonjong, panjang 10cm, berwarna
kehijauan tetapi menjelang masak menjadi putih kekuningan. Setelah lunak, daging
buah mengkudu banyak mengandung air yang aromanya seperti keju busuk. Bau itu
timbul karena pencampuran antar asam kaprik dan asam kaproat. Kedua senyawa
tersebut bersifat aktif sebagai antibiotik. Permukaan buah seperti terbagi dalam sel-sel
polygonal (bersegi banyak) yang berbintik-bintik dan berkutil (Santoso 2008).
Daun tersusun berhadapan dan bertangkai pendek. Daunnya tebal, lebar dan
mengkilap. Bentuk daun lonjong menyempit kearah pangkal (Ribka dan Dewi 2011).
Daun mengkudu merupakan daun tunggal berwarna hijau kekuningan, bersilang
hadapan, ujung meruncing dan bertepi rata dengan ukuran panjang 10-40cm dan lebar
15-17cm. Bunga mengkudu berwarna putih, berbau harum dan mempunyai mahkota
berbentuk terompet (Bangun et al. 2002).
B. Kandungan Senyawa Kimia
Zat aktif utama dalam daun mengkudu meliputi: terpenoid, antibakteri, ascorbic
acid, beta karoten, I-arginine, xeronine, dan proxeronine. Selain itu, mengkudu juga
mengandung antraquinon dan scolopetin yang aktif sebagai antimikroba, terutama
bakteri dan jamur yang penting dalam mengatasi peradangan dan alergi (Sitepu dan
Josua 2012).
Menurut para ahli kesehatan, bagian-bagian tanaman mengkudu mengandung zat-
zat kimia sebagai berikut (Rukmana 2002) :
a. Akar tanaman mengkudu mengandung zat damnacanthal, sterol, resin,
asperulosida, morindadiol, morindon, soranjidol, antraquinon, dan glikosida.
b. Kulit akar tanaman mengkudu mengandung zat kimia yang terdiri atas morindin,
khlororubin, rubiadin, morindon, morindanigrin, aligarind-methyl ether, soranjidol,
antraquinon, monometil, eter, dan lain-lain.
c. Bunga tanaman mengkudu mengandung glikosida, antraquinon, dan acasetin7-0-
beta-b(+)-glukopiransoida.
d. Buah mengkudu mengandung alkaloid triterpenoid, skopoletin, acubin, alizarin,
antraquinon, asam benzoat, asam oleat, asam palmitat, glukosa, eugenol, dan
hexanal. Unsur antibakteri yang terdapat dalam buah mengkudu ini juga berfungsi
untuk pengobatan infeksi kulit, pilek, demam, dan masalah kesehatan lainnya yang
disebabkan oleh infeksi bakteri.
e. Daun tanaman mengkudu mengandung zat kapur, protein, zat besi, karoten, arginin,
asam glutamat, tirosin, asam askorbat, asam ursolat, thiamin, dan antraquinon.
Kandungan flavonoid total dalam daun mengkudu adalah 254mg/100gram fw.
Angka ini termasuk tertinggi dibandingkan 90 tanaman lain yang juga diteliti oleh
Yang et al. Daun mengkudu juga mengandung spektrum luas antrakuinon seperti
iridoid, glikosida flavonol, dan triterpen. Senyawa ini berfungsi sebagai antibakteri
seperti: Staphylococcus aureus yang menyebabkan peradangan dan infeksi, Shigela
yang menyebabkan disentri, Pseudomonas aeruginosa, Proteus morgaii, Baciillis
subtilis, Salmonella, dan Escherichia coli.

V. Metode Praktikum
a. Alat dan Bahan

b. Prosedur Percobaan
c. Rancangan Percobaan

VI. Hasil pengamatan


VII. Analisis
VIII. Pembahasan
IX. Kesimpulan
X. Daftar Pustaka
XI. Lampiran
a. Dokumentasi
Gambar

Anda mungkin juga menyukai