Anda di halaman 1dari 34

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN

MUSKULUSKELETAL PADA PASIEN FRAKTUR EKSTREMITAS


BAWAH (Tibia Fibula)

TIBIA FIBULA

A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang

yang berlebihan (Luckmann and Sorensens, 1993 : 1915)

Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan

sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan

menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson,

1995 : 1183)

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya

disebabkan oleh ruda paksa/ trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa

trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang

radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada

tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah, (Sjamsuhidayat & Wim

De Jong, l 998)

Fraktur tibia(Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan

akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur ini sering terjadi pada

anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporesis dan tulang lemah yang tak

mampu menahan energi akibat jatuh, (Oswari, 1995)


2. Etiologi
a. Fraktur patologis
fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau tanpa trauma berupa yang disebabkan
oleh suatu proses., yaitu : Osteoporosis Imperfekta, Osteoporosis dan Penyakit metabolik

b. Trauma
Dibagi menjadi dua, yaitu :

 Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi
miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
 Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh
terpeleset di kamar mandi pada orangtua.

3. Patofisiologi
Terjadinya trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat merusak jaringan lunak

disekitar fraktur mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromuskuler atau organ- organ

penting lainnya, pada saat kejadian kerusakan terjadilah respon peradangan dengan

pembentukan gumpulan atau bekuan fibrin , osteoblas mulai muncul dengan jumlah yang

besar untuk membentuk suatu metrix baru antara Fragmen- fragmen tulang. Klasifikasi

terjadinya fraktur dapat dibedakan yang terdiri dari fraktur tertutup dan fraktur terbuka,

fraktur tertutup yaitu tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan kulit, fraktur

terbuka yaitu terdapat luka yang menghubungkan luka dengan kulit,(Suriadi & Rita yuliani,

1995).

Setelah terjadinya fraktur periosteum tulang terkelupas dari tulang dan terobek terus kesisi

berlawanan dari sisi yang mendapat truma, akibatnya darah keluar melalui celah- celah

periosteum dan ke otot disekitarnya dan disertai dengan oedema, selain keluar melalui celah

periosteum yang rusak, darah juga keluar akibat terputusnya pembuluh darah didaerah

terjadinya fraktur.
Infiltrasi dan pembengkakan segera terjadi dan bertambah selam 24 jam pertama, menjelang

akhir periode ini otot menjadi hilang elastisitasya, oleh karena itu reposisi lebih mudah

dilakukan selama beberapa jam setelah cedera, setelah dilakukan reposisi atau immobilitas

maka pertumbuhan atau penyatuan tulang dimulai dengan pembentukan kallus,

(Sjamsuhidajat & wim de jong, 1998)

4. Klasifikasi
a. Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami

pergeseran dari posisi normal.

b. Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah

tulang

c. Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya

tidak menembus jaringan kulit.

d. Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen

frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat

fraktur (terkontaminasi oleh benda asing)

a) Grade I : Luka bersih, panjang.

b) Grade II : Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif

c) Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang ekstensif,

merupakan yang paling berat.

5. Manifestasi Klinis
Menurut Oswari (1995), gejala klinis fraktur tibia dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Bentuk anggota badan yang diduga patah tampak berubah

b. Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota gerak tampak lebih pendek
c. Anggota badan yang patah tidak dapat digerakkan

d. Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa gesekan tulang

e. Daerah yang patah terasa sakit, bengkak dan berubah warna.

f. Gejala yang pasti ialah bila dibuat foto rontgent.

6. Pemeriksaan diagnostic
Dalam (Doenges, 2000 : 762) dijelaskan beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan pada fraktur tibia fibula :
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).
e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.

7. Penatalaksanaan
Menurut Brunner & suddarth (2002). Prinsip penanganan Fraktur meliputi:
a. Reduksi fraktur Adalah Mengembalikan fregmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi

anatomis

b. Imobolisasi fraktur Adalah mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai

terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi ekterna dan interna.

c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi adalah segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak, reduksi dan imobilisasi harus dipertahan kan sesuai

dengan kebutuhan.

WOC
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematika untuk mengumpulkan data atau
informasi dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan pasien.
a. Identitas Pasien
Identitas bertujuan untuk mengenal pasien yang perlu ditanyakan adalah nama, umur (batas
usia akan mempengaruhi dalam proses tindakan pembedahan), pendidikan (pendidikan
masyarakat yang rendah cenderung memilih pemeliharaan kesehatan secara tradisional, dan
belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara modern), pekerjaan dan alamat.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Merupakan suatu faktor yang penting bagi petugas kesehatan dalam menegakkan diagnosis
atau menentukan kebutuhan pasien.
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktivitas,
mual, muntah, dan nafsu makan menurun,(Brunner & suddarth, 2002)
c. Riwayat Penyakit dahulu
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan post
operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998)

d. Riwayat Penyakit Keluarga


Fraktur bukan merupakan suatu penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat keluarga
dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan post operasi,
(Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998)

e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan
fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.

a) Inspeksi
Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat, Laserasi, kemerahan mungkin
timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.

b) Palpasi
Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan otot oleh sentuhan kita adalah nyeri
tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area
fraktur dan di daerah luka insisi.

c) Perkusi
Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.

d) Auskultasi
Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur berongga atau cairan
yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal
yang sakit jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002)

2. Diagnosa
a. Data Subjektif
 Keluhan rasa nyeri yang hebat pada daerah Fraktur
 Kebas/ kesemutan
 Tangan sakit bila digerakkan
 Takut cacat
 Takut melakukan pergerakan
 Cemas yang berlebihan
b. Data Objektif
 Keadaan umum lemah
 Nyeri tekan pada daerah fraktur
 Ekpresi wajah meringis
 Menolak untuk melakukan pergerakan
 Penurunan kekuatan otot
 Pembengkakan jaringan pada sisi cedera
 Perdarahan pada daerah fraktur
 Adanya luka
 Cemas/ gelisah

Menurut Doenges (2000). Dari data diatas dapat dirumuskan kemungkinan diagnosa
keperawatan yang dapat timbul pada pasien fraktur adalah:
a. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integeritas tulang ( fraktur)
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema dan cedera
pada jaringan lunak
c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler
d. Resiko tinggi terhadap kerusakan integeritas kulit/ jaringan berhubungan fraktur terbuka
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit, trauma jaringan.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang
mengingat

3. Intervensi
No Dx Intervensi Rasional
1 A1) Pertahankan tirah baring/ 1) Meningkatkan stabilitas, menurunkan
ekstremitas sesuai dengan indikasi kemungkinan gangguan posisi/
2) Sokong dengan bantal/ gulungan penyembuhan
selimut, pertahankan posisi netral2) Mencegah gerakan yang tidak perlu
pada bagian yang sakit dengan dan perubahan posisi. Posisi yang
bantal pasir tepat dari bantal juga dapat mencegah
tekanan deformitas pada gip yang
3) Pertahankan posisi/ integritas kering.
traksi 3) Traksi memungkinkan tarikan pada
aksis panjang fraktur tulang dan
mengatasi tegangan otot/ pemendekan
untuk memudahkan posisi/ penyatuan
4) Bantu meletakkan beban dibawah4) Membentuk posisi pasien dan fungsi
roda tempat tidur bila traksi dengan memberikan
diindikasikan. keseimbangan timbal balik

2 B1) Pertahankan imobilisasi bagian 1) Menghilangkan nyeri dan mencegah


yang sakit dengan tirah baring. kasalahan posisi tulang/ tegangan
jaringan yang cedera
2) Tinggikan dan dukung 2) Meningkatkan aliran balik Vena,
ekstremitas yang terkena menurunkan oedema, dan
menurunkan nyeri
3) Dorong pasien untuk 3) Membantu untuk menghilangkan
mendiskusikan masalah ansietas, pasien dapat merasakan
sehubungan dengan cedera kebutuhan untuk menghilangkan
pengalaman cedera
4) Lakukan dan awasi latihan 4) Mempetahankan kekuatan otot yang
tentang gerak pasif/ aktif sakit dan memudahkan resolusi,
imflamasi pada jaringan yang cedera
5) Indentifikasi aktifitas terapeutik 5) Mencegah kebosanan, menurunkan
yang tepat untuk usia pasien, tegangan, dan dapat meningkatkan
kemampuan fisik dan penampilan harga diri, dan kemampuan Koping
pribadi

3 C1) Kaji derajat Imobilisasi yang 1) Pasien mungkin dibatasi oleh


dihasilkan oleh cedera/ pandangan diri/ persepsi diri tentang
pengobatan dan perhatikan keterbatasan fisik aktual, memerlukan
persepsi pasien terhadap informasi/ intervensi untuk
immobilisasi meningkatkan kemajuan kesehatan
2) Memberikan kesempatan untuk
2) Dorong partisipasi pada aktivitas mengeluarkan energi, memfokuskan
terapeutik/ rekreasi, pertahankan kembali perhatian, meningkatkan rasa
rangsangan. contoh radio, TV, kontrol diri/ harga diri, dan membantu
koran, kujungan keluarga/ teman menurunkan isolasi sosial
3) Meningkatkan aliran darah ke otot
3) Intruksikan pasien untuk/ bantu dan tulang untuk meningkatkan tonus
dalam rentan gerak pasien pada otot, mempertahankan gerak sendi,
ekstremitas yang sakit dan yang mencegah gerak konfraktur
tidak sakit 4) Mobilitas diri menurunkan
4) Berikan/ bantu dalam mobilisasi komplikasi tirah baring dan
dengan kursi roda, tongkat, segera meningkatkan penyembuhan dan
mungkin intruksikan keamanan normalisasi fungsi organ
dalam menggunakan alat mobilitas

4 D1) Kaji kulit untuk luka terbuka,


1) Memberiklan informasi tentang
benda asing , kemerahan, sirkulasi kulit dan masalah yang
pendarahan, perubahan warna, mungkin disebabkan oleh
kelabu, memutih pemasangan gip
2) Masase kulit dan penonjolan
2) Menurunkan tekanan Pada area yang
tulang, pertahankan tempat tidur peka dan resiko kerusakan kulit
kering dan bebas kerutan
3) Ubah posisi dengan sesering
3) Mengurangi tekanan konstan pada
mungkin,
area yang sama dan meminimalkan
resiko kerusakan kulit.

5 E1) Inspeksi kulit untuk adanya iritasi


1) Pen/ kawat tidak harus dimasukkan
atau robekan kontinuitas melalui kulit yang terinfeksi,
2) Kaji sisi pen atau Kulit, kemerahan/ abrasi (Dapat
perhatikan keluhan peningkatan menimbulkan infeksi tulang)
nyeri/ rasa terbakar atau adanya
2) Dapat mengindientifikasikan
oedema, eritema, derainase/ bau timbulnya indikasi lokal atau nekrosis
tak enak jaringan, yang dapat menimbulkan
3) Berikan perawatan pen atau kawat oesteomiditis.
steril sesuai perotokol dan latihan
3) Dapat mencegah kontaminasi silang
cuci tangan dan kemungkinan infeksi
4) 4)Meminimalkan
Intruksikan pasien untuk tidak kesempatan untuk
kombinasi
menyebutkan sisi insersi

6 F 1) Dorong pasien untuk menjalankan


1) Mencegah kekakuan sendi, kontraktur,
latihan aktif / pasif dan kelelahan otot, meningkatkan
kembalinya aktivitas sehari-hari
secara dini
2) Diskusikan pentingnya perjanjian
2) Penyembuhan fraktur memerlukan
evaluasi klinis waktu tahunan untuk sembuh lengkap
dan kerja sama pasien dalam program
pengobatan membantu untuk
penyatuan yang tepat dari tulang
3) Menurunkan resiko trauma tulang
3) Kaji ulang perawatan pen/luka atau jaringan dan infeksi yang dapat
yang tepat berlanjut menjadi oesteomielitis
4) Memberikan dasar pengetahuan
4) Kaji ulang patologi, prognosis, dan dimana pasien dapat membuat pilihan
harapan yang akan datang informasi

4. Implmentasi
5. Evaluasi
asuhan keperawatan fraktur tibia
Sunday, November 30, 2008

fraktur tibia

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Konsep Dasar Teoritis Medis

1. Pengertian

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang

umumnya disebabkan oleh ruda paksa/ trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah

dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan

patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh

bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah,

(Sjamsuhidayat & Wim De Jong, l 998)

Fraktur tibia(Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah

kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur ini sering terjadi

pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporesis dan tulang lemah yang tak

mampu menahan energi akibat jatuh, (Oswari, 1995)

2. Jenis- Jenis Patah tulang:

a. Patah tulang terbuka atau tertutup

Patah tulang terbuka yaitu bila tulang yang patah menembus jaringan lunak disekitarnya

dan terjadi hubungan antara tulang dan udara. Patah tulang tertutup yaitu patah tulang

yang tidak menyebabkan jaringan kulit robek.


b. Patah tulang lengkap dan tidak lengkap

Patah tulang lengkap (Complete) bila patahan- patahan tulang satu sama lainnya. Patah

tulang tidak lengkap yaitu bila antara patahan tulang masih terjadi hubungan sebagian.

Patah tulang tidak lengkap sering terjadi pada anak yang tulangnya lebih lentur.

c. Tulang Menurut garis patahnya

1) Patah tulang melintang

2) Patah tulang oblik atau miring

3) Patah tulang memanjang

4) Patah Tulang bertindih yaitu bagian tulang yang patah saling berhadapan dan

berdekatan

5) Patah Tulang Baji yaitu kepingan tulang masuk kebagian tulang yang lunak, (Oswari,

1995)

3. Etiologi

Fraktur dapat terjadi diakibat oleh beberapa hal:

a. Kekerasan langsung yaitu tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu sendiri, biasanya

bersifat terbuka dengan garis patah melintang atau miring

b. Kekerasan tidak langsung yaitu patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya

kekerasan, biasanya terjadi pada bagian paling lemah dalam jalur hantaran vektor

kekerasan, (Oswari, 1995).

4. Patofisiologi
Terjadinya trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat merusak jaringan lunak

disekitar fraktur mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromuskuler atau organ-

organ penting lainnya, pada saat kejadian kerusakan terjadilah respon peradangan dengan

pembentukan gumpulan atau bekuan fibrin , osteoblas mulai muncul dengan jumlah yang

besar untuk membentuk suatu metrix baru antara Fragmen- fragmen tulang. Klasifikasi

terjadinya fraktur dapat dibedakan yang terdiri dari fraktur tertutup dan fraktur terbuka,

fraktur tertutup yaitu tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan kulit, fraktur

terbuka yaitu terdapat luka yang menghubungkan luka dengan kulit,(Suriadi & Rita yuliani,

1995).

Setelah terjadinya fraktur periosteum tulang terkelupas dari tulang dan terobek

terus kesisi berlawanan dari sisi yang mendapat truma, akibatnya darah keluar melalui

celah- celah periosteum dan ke otot disekitarnya dan disertai dengan oedema, selain keluar

melalui celah periosteum yang rusak, darah juga keluar akibat terputusnya pembuluh darah

didaerah terjadinya fraktur.

Infiltrasi dan pembengkakan segera terjadi dan bertambah selam 24 jam pertama,

menjelang akhir periode ini otot menjadi hilang elastisitasya, oleh karena itu reposisi lebih

mudah dilakukan selama beberapa jam setelah cedera, setelah dilakukan reposisi atau

immobilitas maka pertumbuhan atau penyatuan tulang dimulai dengan pembentukan kallus,

(Sjamsuhidajat & wim de jong, 1998)

5. Gejala klinis

Menurut Oswari (1995), gejala klinis fraktur tibia dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Bentuk anggota badan yang diduga patah tampak berubah

b. Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota gerak tampak lebih pendek
c. Anggota badan yang patah tidak dapat digerakkan

d. Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa gesekan tulang

e. Daerah yang patah terasa sakit, bengkak dan berubah warna.

f. Gejala yang pasti ialah bila dibuat foto rontgent.

6. Penatalaksanaan

Menurut Brunner & suddarth (2002). Prinsip penanganan Fraktur meliputi:

a. Reduksi fraktur Adalah Mengembalikan fregmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi

anatomis

b. Imobolisasi fraktur Adalah mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar

sampai terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi ekterna dan interna.

c. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi adalah segala upaya diarahkan pada

penyembuhan tulang dan jaringan lunak, reduksi dan imobilisasi harus dipertahan kan

sesuai dengan kebutuhan.

7. Fase Penyembuhan tulang

Menurut Sjamsuhidajat & Wim de jong (1998). fase penyembuhan tulang meliputi:

a. Fase Hematoma

Proses penyembuhan yang terjadi dari proses perdarahan disekitar patahan tulang,

proses ini terjadi secara biologis alami pada setiap patahan tulang.

b. Fase jaringan fibrosis


Hematoma akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis, jaringan ini yang

menyebabkan fregmen tulang saling menempel.

c. Fase Pembentukan Kallus

Jaringan fibrosis yang menempel pada patahan tulang akan membentuk kodroid yang

merupakan bahan dasar pembentukan tulang.

d. Osifikasi

Terjadi penulangan total yang disebabkan oleh kallus fibrosa menjadi kallus tulang

e. Ree modelling

Kemampuan tulang unuk menyesuaikan bentuknya seperti bentuk semula.

B. Konsep Dasar Teoritis Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematika untuk mengumpulkan data atau

informasi dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan pasien.

a. Identitas Pasien

Identitas bertujuan untuk mengenal pasien yang perlu ditanyakan adalah nama, umur (batas

usia akan mempengaruhi dalam proses tindakan pembedahan), pendidikan (pendidikan

masyarakat yang rendah cenderung memilih pemeliharaan kesehatan secara tradisional, dan

belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara modern), pekerjaan dan alamat.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Merupakan suatu faktor yang penting bagi petugas kesehatan dalam menegakkan diagnosis

atau menentukan kebutuhan pasien.

Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktivitas,

mual, muntah, dan nafsu makan menurun,(Brunner & suddarth, 2002)

c. Riwayat Penyakit dahulu

Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan post

operasi, (Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998)

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Fraktur bukan merupakan suatu penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat keluarga

dengan DM perlu di perhatikan karena dapat mempengaruhi perawatan post operasi,

(Sjamsuhidayat & Wim Dejong, 1998)

e. Pola Kebiasan

1. Pola Nutrisi

Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun ada beberapa kondisi

dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi

terutama bagi pasien yang merupakn pengalaman pertama masuk rumah sakit, (Doenges,

2000).

2. Pola Eliminasi

Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi dan

gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi dilakukan ditempat tidur,

(Doenges, 2000)
3. Pola Istirahat

Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan yang berarti,

namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau berubah

seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitali, (Doenges, 2000)

4. Pola Aktivitas

Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas) sebagaimana biasanya, yang

hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur. Hal ini dilakukan karena ada perubahan

fungsi anggota gerak serta program immobilisasi, untuk melakukan aktivitasnya pasien

harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih

dapat melakukannya sendiri, (Doenges, 2000)

5. Personal Hygiene

Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus ada bantuan dari

orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat tidur. (Doenges, 2000)

f. Riwayat Psikologis

Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur, selain itu dapat juga terjadi

ganggguan konsep diri body image, jika terjadi atropi otot kulit pucat, kering dan besisik.

Dampak psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah

sakit. Hal ini dapat terjadi karena adanya program immobilisasi serta proses penyembuhan

yang cukup lama, (Doenges, 2000)

g. Riwayat Spiritual
Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak mengalami gangguan yang

berarti, pasien masih tetap bisa bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih bisa

mengartikan makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap penyakitnya, (Doenges, 2000)

h. Riwayat Sosial

Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien dapat

juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna (terutama kalau

ada program amputasi), (Doenges, 2000)

i. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan

fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.

1. Inspeksi

Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat, Laserasi, kemerahan

mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.

2. Palpasi

Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan otot oleh sentuhan kita adalah

nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri

tekan pada area fraktur dan di daerah luka insisi.

3. Perkusi

Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.

4. Auskultasi
Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur berongga

atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur

pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002)

j. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan leukosit urine

Bisa cenderung dapat terjadi formasi batu kemih yang menetap akibat Program

Immobilisasi.

b. Darah

Hitung darah lengkap: memotokrit mungkin meningkat, atau menurun karena

pendarahan bermakna pada sisi fraktur.

2. Rontgent

Untuk mengetahui secara pasti lokasi fraktur, luas fraktur, dan menunjukkan jenis

kerusakan sehingga dapat ditegakkan diagnosa pasti,

(Doenges, 2000)

2. Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan

a. Data Subjektif

- Keluhan rasa nyeri yang hebat pada daerah Fraktur

- Kebas/ kesemutan
- Tangan sakit bila digerakkan

- Takut cacat

- Takut melakukan pergerakan

- Cemas yang berlebihan

b. Data Objektif

- Keadaan umum lemah

- Nyeri tekan pada daerah fraktur

- Ekpresi wajah meringis

- Menolak untuk melakukan pergerakan

- Penurunan kekuatan otot

- Pembengkakan jaringan pada sisi cedera

- Perdarahan pada daerah fraktur

- Adanya luka

- Cemas/ gelisah

Menurut Doenges (2000). Dari data diatas dapat dirumuskan kemungkinan diagnosa

keperawatan yang dapat timbul pada pasien fraktur adalah:

1. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integeritas tulang (

fraktur)
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema dan

cedera pada jaringan lunak

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler

4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integeritas kulit/ jaringan berhubungan fraktur terbuka

5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,

kerusakan kulit, trauma jaringan.

6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan

kurang mengingat

3. Perencanaan Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integeritas tulang ( fraktur)

Tujuan:

- Mempertahankan Stabilisasi

Kriteria;

- Menunjukkan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada posisi fraktur

- Menunjukkan pembentukan kallus/ mulai penyatuan fraktur dengan tepat

Intervensi:

- Pertahankan tirah baring/ ekstremitas sesuai dengan indikasi

- Sokong dengan bantal/ gulungan selimut, pertahankan posisi netral pada bagian yang

sakit dengan bantal pasir


- Pertahankan posisi/ integritas traksi

- Bantu meletakkan beban dibawah roda tempat tidur bila diindikasikan.

Rasionalisasi

- Meningkatkan stabilitas, menurunkan kemungkinan gangguan posisi/ penyembuhan

- Mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi. Posisi yang tepat dari bantal

juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gip yang kering.

- Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan

otot/ pemendekan untuk memudahkan posisi/ penyatuan

- Membentuk posisi pasien dan fungsi traksi dengan memberikan keseimbangan timbal

balik

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema dan cedera

pada jaringan lemak

Tujuan:

- Menyatakan nyeri hilang

Kriteria:

- Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring.

- Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena

- Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan cedera

- Lakukan dan awasi latihan tentang gerak pasif/ aktif


- Indentifikasi aktifitas terapeutik yang tepat untuk usia pasien, kemampuan fisik dan

penampilan pribadi

Rasionalisasi

- Menghilangkan nyeri dan mencegah kasalahan posisi tulang/ tegangan jaringan yang

cedera

- Meningkatkan aliran balik Vena, menurunkan oedema, dan menurunkan nyeri

- Membantu untuk menghilangkan ansietas, pasien dapat merasakan kebutuhan untuk

menghilangkan pengalaman cedera

- Mempetahankan kekuatan otot yang sakit dan memudahkan resolusi, imflamasi pada

jaringan yang cedera

- Mencegah kebosanan, menurunkan tegangan, dan dapat meningkatkan harga diri, dan

kemampuan Koping

3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler

Tujuan :

- Meningkatkan/ mempertahankan mobilitas pada tingkat yang mungkin

Kriteria:

- Mempertahankan posisi fungsional

- Meningkatkan kekuatan/ yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh

- Menunjukkan tehnik yang mampu melakukan aktivitas


Intervensi

- Kaji derajat Imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/ pengobatan dan perhatikan persepsi

pasien terhadap immobilisasi

- Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik/ rekreasi, pertahankan rangsangan. contoh

radio, TV, koran, kujungan keluarga/ teman

- Intruksikan pasien untuk/ bantu dalam rentan gerak pasien pada ekstremitas yang sakit dan

yang tidak sakit

- Berikan/ bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, tongkat, segera mungkin intruksikan

keamanan dalam menggunakan alat mobilitas

Raionalisasi

- Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/ persepsi diri tentang keterbatasan fisik

aktual, memerlukan informasi/ intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan

- Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energi, memfokuskan kembali perhatian,

meningkatkan rasa kontrol diri/ harga diri, dan membantu menurunkan isolasi sosial

- Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,

mempertahankan gerak sendi, mencegah gerak konfraktur

- Mobilitas diri menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan

normalisasi fungsi organ

4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integeritas kulit/ jaringan berhubungan fraktur terbuka

Tujuan:
- Menyatakan ketidak nyamanan hilang

Kriteria:

- Menunjukkan perilaku/ tehnik untuk mencegah kerusakan kulit/ memudahkan

penyembuhan sesuai indikasi

- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/ penyembuhan lesi terjadi

Intervensi:

- Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing , kemerahan, pendarahan, perubahan warna,

kelabu, memutih

- Masase kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan

- Ubah posisi dengan sesering mungkin,

Rasionalisasi

- Memberiklan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh

pemasangan gip

- Menurunkan tekanan Pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit

- Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan

kulit.

5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,

kerusakan kulit, trauma jaringan.

Tujuan:
- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau demam

Kriteria:

- Pasien mengutarakan nyeri pada luka berkurang

- Perawatan memberikan hasil yang baik

- Tanda infeksi tidak terjadi

Intervensi

- Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan kontinuitas

- Kaji sisi pen atau Kulit, perhatikan keluhan peningkatan nyeri/ rasa terbakar atau adanya

oedema, eritema, derainase/ bau tak enak

- Berikan perawatan pen atau kawat steril sesuai perotokol dan latihan cuci tangan

- Intruksikan pasien untuk tidak menyebutkan sisi insersi

Rasionalisasi

- Pen/ kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan/ abrasi

(Dapat menimbulkan infeksi tulang)

- Dapat mengindientifikasikan timbulnya indikasi lokal atau nekrosis jaringan, yang dapat

menimbulkan oesteomiditis.

- Dapat mencegah kontaminasi silang dan kemungkinan infeksi

- Meminimalkan kesempatan untuk kombinasi


6. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang

mengingat

Tujuan:

- Menyatakan pemahaman kondisi, prognosis dan pengobatan

Kriteria:

- Melakukan dengan benar prosedur yang diperlukan

- Menjelaskan alasan tindakan

Intervensi

- Dorong pasien untuk menjalankan latihan aktif / pasif

- Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis

- Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat

- Kaji ulang patologi, prognosis, dan harapan yang akan datang

Rasionalisasi

- Mencegah kekakuan sendi, kontraktur, dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya

aktivitas sehari-hari secara dini

- Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap dan kerja sama

pasien dalam program pengobatan membantu untuk penyatuan yang tepat dari tulang

- Menurunkan resiko trauma tulang atau jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut menjadi

oesteomielitis
- Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi

4. Implementasi Keperawatan

Pelaksanaan adalah pengolahan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap

perencanaan

Tujuan dari pelaksanaan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. pelaksanaan

perawatan yang dilakukan berdasarkan diagnosa perencanaan perawatan pada pasien

fraktur radius distal sinistra adalah:

1. Memberikan rasa nyaman pada pasien

2. Melakukan mobilisasi sesuai dengan keadaan pasien

3. Mencegah terjadinya infeksi gangguan integeritas kulit

4. Membantu memenuhi kebutuhan pasien sehari- hari

5. Melibatkan peran serta anggota keluarga dalam tindakan

6. Memberikan penyuluhan dan bimbingan pada keluarga pasien, dan memberikan

dorongan pada pasien

5. Evaluasi

Evaluasi adalah pengukuran terhadap kebersihan dari rencana keperawatan dalam memenuhi

kebutuhan pasien, evaluasi.

semua masalah yang dihadapi oleh pasien teratasi sebagian hal ini disebabkan masih adanya

luka bekas operasi yang tidak mungkin dapat disembuh dalam dalam waktu yang sangat singkat

dan nyeri yang dirasakan pasien belum sembuh total, serta pasien belum bisa melakukan
aktivitas secara mandiri sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Dan dari hasil evaluasi

tersebut didapatkan perubahan- perubahan pada pasien yang mengarah kepada kondisi yang

lebih dari sebelumnya. Seperti misalnya pada masalah Resiko terhadap infeksi; tidak ditemukan

adanya tanda- tanda infeksi

posted by edo fiza at 11:40 AM

About Me
edo fiza

Banda Aceh, Nanggrou Aceh Darussalam, Indonesia

Semoga kamu mendapat cukup kebahagiaan untuk membuat kamu bahagia, cukup cubaan
untuk membuat kamu kuat, cukup penderitaan untuk membuat kamu menjadi manusia yang
sesungguhnya, dan cukup harapan untuk membuat kamu positif terhadap kehidupan.

Asuhan keperawatan adalah bantuan, bimbingan, penyuluhan, perlindungan yang diberikan


oleh seorang perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien atau klien dengan menggunakan
metode proses keperawatan. (Nasrul Efendy, 1995)

1. 1. Pengkajian pada Pasien Fraktur

Menurut Doengoes, ME (2000) pengkajian fraktur tibia dan fibula meliputi :

1. Aktivitas/istirahat
Tanda : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur
itu sendiri, atau trjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)

1. Sirkulasi

Gejala : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas), atau


hipotensi (kehingan darah)

1. Neurosensori

Gejala : Hilang gerak/sensasi,spasme otot

Kebas/kesemutan (parestesis)

Tanda : Demormitas local; angulasi abnormal,

pemendakan,ratotasi,krepitasi (bunyi berderit, spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang


fungsi).

1. Nyeri/kenyamanan

Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera ( mungkin terlokalisasi pada ara
jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan
saraf.

1. Penyuluhan/Pembelajaran

Gejala : Lingkungan cidera

Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : femur 7-8 hari, panggul/pelvis
6-7 hari, lain-lainya 4 hari bila memerlukan perawatan dirumah sakit

Rencana pemulangan :

Membutuhkan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/pemeliharaan rumah.

2. Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah diagnosa yang dibuat oleh perawat profesional,


menggambarkan tanda-tanda dan gejala-gejala yang menunjukkan masalah kesehatan yang
dirasakan pasien/klien dimana perawat berdasarkan pendidikan dan pengalamannya dapat
membantu menolongnya.

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Fraktur menurut Doenges (2000)
antara lain :

1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot,edema dan cidera pada jaringan lunak.
2. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan intregitas tulang
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi terhadap disfungsi neurovaskuler prifer berhubungan
dengan penurunan atau intrupsi aliran darah, edema berlebihan, hipovolemia.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka/tulang
neuromuskuler.
6. Kerusakan integrasi jaringan kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, bedah
perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat, sekrup.
7. Kurang pengetahuan terhadap kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang paparan informasi.

Dari diagnosa diatas dapat di prioritaskan sebagai berikut :

1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan fraktur/trauma.


2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka/tulang
neuromuskuler.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan alat fiksasi invasive.

3. Perencanaan

Rencana asuhan keperawatan adalah pengkajian yang sistematis dan identifikasi masalah,
penentuan tujuan dan pelaksanaan serta cara atau strategi. Rencana tindakan pada pasien
fraktur tibia dan fibula menurut Doenges (2000) antara lain :

Diagnosa 1. Gangguan rasa nyaman, nyeri berhubungan dengan fraktur/trauma.

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman nyeri terpenuhi.

Kriteria hasil : Pasien dapat mengekspresikan rasa nyeri yang minimal, ekspresi wajah pasien
rilek.

Intervensi :

a : Pertahankan imobilisasi pada bagian yang patah dengan cara bed rest, gips, spalek, traksi

b : Meninggikan dan melapang bagian kaki yang fraktur

c : Evaluasi rasa nyeri, catat tempat nyeri, sifat, intensitas, dan tanda-tanda nyeri non verbal

d. : Kolaborasi dalam pemberian analgetik

Rasional :

a. Mengurangi rasa nyeri dan mencegah dis lokasi tulang dan perluasan luka pada jaringan.

b. Meningkatkan aliran darah, mengurangi edema dan mengurangi rasa nyeri.

c. Mempengaruhi penilaian intervensi, tingkat kegelisahan mungkin akibat dari


presepsi/reaksi terhadap nyeri.

d. Diberikan obat analgetik untuk mengurangi rasa nyeri.


Diagnosa II Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka/tulang
neuromuskuler.

Tujuan : ekstremitas yang rusak dapat digerakkan.

Kreteria hasil : Pasien mampu melakukan aktivitas secara mandiri

Intervensi :

a. : Kaji tingkat mobilitas yang bisa dilakukan pasien

b. : Anjurkan gerak aktif pada ekstremitas yang sehat

c. : Pertahankan penggunaan spalek dan elastis verban

Rasional :

a. : Mengetahui kemandirian pasien dalam mobilisasi

b. : Rentang gerak meningkatkan tonus atau kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung
dan pernafasan

c. : Mempertahankan imobilisasi pada tulang yang patah.

Diagnosa III. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan alat fiksasi invasive.

Tujuan : Tidak terjadi adanya infeksi

Kreteria hasil : Tidak ditemu-kan tanda-tanda infeksi seperti : rubor, tumor, dolor, kolor.

Intervensi :

a. Kaji tanda vital dan tanda infeksi.

b. Ganti balutan luka secara septik aseptik setiap hari

c. Anjurkan pasien untuk menjaga kebersihan.

Rasional :

a. Mengetahui keadaan umum pasien dan dugaan adanya infeksi.

b. Meminimalkan infeksi sekunder dari alat yang digunakan.

c. Untuk mencegah kontaminasi adanya infeksi.

4. Pelaksanaan

Pelaksanaan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan tindakan keperawatan oleh


perawat dan tim kesehatan lain.
Fase operasional merupakan puncak implementasi dengan berorientasi pada tujuan, dapat
dilakukan dengan intervensi independen serta interdependen.

Pelaksanaan keperawatan pada pasien fraktur complete tibia dan fibula adalah mewujudkan
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.

5. Evaluasi

Evaluasi : fase akhir dari keperawatan adalah evaluasi terhadap keperawatan yang diberikan,
sedangkan hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data teratasi
atau tidaknya masalah klien, pencapaian tujuan serta ketetapan intervensi keperawatan

Evaluasi adalah penilaian terhadap respon pasien setelah dilakukan keperawatan yang
disusun pada tahap perencanaan. Pada pasien fraktur tibia dan fibula (cruris) post op orif
dengan tujuan dan kriteria hasil seperti yang ada di atas, maka evaluasi yang diharapkan :

1. Menyatakan perasaan nyeri, hilang atau terkontrol.

2. Pasien memperlihatkan kemandirian dalam aktifitas.

3. Pasien mengetahui kondisi, prognosis dan kebutuhan tindakan medis, memperlihatkan


tanda vital yang normal.

4. Tidak mengalami infeksi lokal maupun sistemik.

5. Memperlihatkan suhu tubuh yang normal.

6. Dokumentasi

Pendokumentasian adalah kumpulan informasi perawatan dan kesehatan pasien yang


dilakukan oleh perawat sebagai pertanggung jawaban dan pertangung gugatan terhadap
asuhan keperawatan yang dilakukan perawat pada pasien dalam melakukan asuhan
keperawatan.

Kegunaannya yaitu :

a. Sebagai alat komunikasi antar anggota keperawatan dan antara anggota tim kesehatan
lainnya.

b. Sebagai dokumen resmi dalam sistem pelayanan kesehatan.

c. Dapat digunakan alat bahan penelitian dalam bidang keperawatan.

d. Sebagai alat yang dapat digunakan dalam bidang pendidikan keperawatan.

e. Sebagai alat pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan asuhan keperawatan yang


diberikan terhadap pasien.

Related posts:
Name

E-mail

Website

Anda mungkin juga menyukai