TIBIA FIBULA
A. KONSEP MEDIS
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya hubungan atau kontinuitas tulang karena stress pada tulang
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. (Price and Wilson,
1995 : 1183)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa/ trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa
trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang
radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada
tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah, (Sjamsuhidayat & Wim
De Jong, l 998)
Fraktur tibia(Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur ini sering terjadi pada
anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporesis dan tulang lemah yang tak
b. Trauma
Dibagi menjadi dua, yaitu :
Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi
miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung, yaitu titik tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh
terpeleset di kamar mandi pada orangtua.
3. Patofisiologi
Terjadinya trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat merusak jaringan lunak
disekitar fraktur mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromuskuler atau organ- organ
penting lainnya, pada saat kejadian kerusakan terjadilah respon peradangan dengan
pembentukan gumpulan atau bekuan fibrin , osteoblas mulai muncul dengan jumlah yang
besar untuk membentuk suatu metrix baru antara Fragmen- fragmen tulang. Klasifikasi
terjadinya fraktur dapat dibedakan yang terdiri dari fraktur tertutup dan fraktur terbuka,
fraktur tertutup yaitu tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan kulit, fraktur
terbuka yaitu terdapat luka yang menghubungkan luka dengan kulit,(Suriadi & Rita yuliani,
1995).
Setelah terjadinya fraktur periosteum tulang terkelupas dari tulang dan terobek terus kesisi
berlawanan dari sisi yang mendapat truma, akibatnya darah keluar melalui celah- celah
periosteum dan ke otot disekitarnya dan disertai dengan oedema, selain keluar melalui celah
periosteum yang rusak, darah juga keluar akibat terputusnya pembuluh darah didaerah
terjadinya fraktur.
Infiltrasi dan pembengkakan segera terjadi dan bertambah selam 24 jam pertama, menjelang
akhir periode ini otot menjadi hilang elastisitasya, oleh karena itu reposisi lebih mudah
dilakukan selama beberapa jam setelah cedera, setelah dilakukan reposisi atau immobilitas
4. Klasifikasi
a. Fraktur komplet : Fraktur / patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami
b. Fraktur tidak komplet : Fraktur / patah yang hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah
tulang
c. Fraktur tertutup : Fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit, jadi fragmen frakturnya
d. Fraktur terbuka : Fraktur yang disertai kerusakan kulit pada tempat fraktur (Fragmen
frakturnya menembus kulit), dimana bakteri dari luar bisa menimbulkan infeksi pada tempat
b) Grade II : Luka lebih besar / luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif
c) Grade III : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak yang ekstensif,
5. Manifestasi Klinis
Menurut Oswari (1995), gejala klinis fraktur tibia dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Bentuk anggota badan yang diduga patah tampak berubah
b. Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota gerak tampak lebih pendek
c. Anggota badan yang patah tidak dapat digerakkan
d. Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa gesekan tulang
6. Pemeriksaan diagnostic
Dalam (Doenges, 2000 : 762) dijelaskan beberapa pemeriksaan penunjang yang perlu
dilakukan pada fraktur tibia fibula :
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur trauma
b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
d. Hitung daerah lengkap : HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(pendarahan sel darah putih adalah respon stress normal setelah trauma).
e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klien ginjal.
7. Penatalaksanaan
Menurut Brunner & suddarth (2002). Prinsip penanganan Fraktur meliputi:
a. Reduksi fraktur Adalah Mengembalikan fregmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis
b. Imobolisasi fraktur Adalah mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi ekterna dan interna.
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, reduksi dan imobilisasi harus dipertahan kan sesuai
dengan kebutuhan.
WOC
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematika untuk mengumpulkan data atau
informasi dan menganalisanya sehingga dapat diketahui kebutuhan pasien.
a. Identitas Pasien
Identitas bertujuan untuk mengenal pasien yang perlu ditanyakan adalah nama, umur (batas
usia akan mempengaruhi dalam proses tindakan pembedahan), pendidikan (pendidikan
masyarakat yang rendah cenderung memilih pemeliharaan kesehatan secara tradisional, dan
belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara modern), pekerjaan dan alamat.
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik biasanya dilakukan setelah riwayat kesehatan dikumpulkan, pemeriksaan
fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.
a) Inspeksi
Pengamatan terhadap lokasi pembengkakan, warna kulit pucat, Laserasi, kemerahan mungkin
timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.
b) Palpasi
Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan otot oleh sentuhan kita adalah nyeri
tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri tekan pada area
fraktur dan di daerah luka insisi.
c) Perkusi
Perkusi biasanya jarang dilakukan pada kasus fraktur.
d) Auskultasi
Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur berongga atau cairan
yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur pemeriksaan ini pada areal
yang sakit jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002)
2. Diagnosa
a. Data Subjektif
Keluhan rasa nyeri yang hebat pada daerah Fraktur
Kebas/ kesemutan
Tangan sakit bila digerakkan
Takut cacat
Takut melakukan pergerakan
Cemas yang berlebihan
b. Data Objektif
Keadaan umum lemah
Nyeri tekan pada daerah fraktur
Ekpresi wajah meringis
Menolak untuk melakukan pergerakan
Penurunan kekuatan otot
Pembengkakan jaringan pada sisi cedera
Perdarahan pada daerah fraktur
Adanya luka
Cemas/ gelisah
Menurut Doenges (2000). Dari data diatas dapat dirumuskan kemungkinan diagnosa
keperawatan yang dapat timbul pada pasien fraktur adalah:
a. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integeritas tulang ( fraktur)
b. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema dan cedera
pada jaringan lunak
c. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskuler
d. Resiko tinggi terhadap kerusakan integeritas kulit/ jaringan berhubungan fraktur terbuka
e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kerusakan kulit, trauma jaringan.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan kurang
mengingat
3. Intervensi
No Dx Intervensi Rasional
1 A1) Pertahankan tirah baring/ 1) Meningkatkan stabilitas, menurunkan
ekstremitas sesuai dengan indikasi kemungkinan gangguan posisi/
2) Sokong dengan bantal/ gulungan penyembuhan
selimut, pertahankan posisi netral2) Mencegah gerakan yang tidak perlu
pada bagian yang sakit dengan dan perubahan posisi. Posisi yang
bantal pasir tepat dari bantal juga dapat mencegah
tekanan deformitas pada gip yang
3) Pertahankan posisi/ integritas kering.
traksi 3) Traksi memungkinkan tarikan pada
aksis panjang fraktur tulang dan
mengatasi tegangan otot/ pemendekan
untuk memudahkan posisi/ penyatuan
4) Bantu meletakkan beban dibawah4) Membentuk posisi pasien dan fungsi
roda tempat tidur bila traksi dengan memberikan
diindikasikan. keseimbangan timbal balik
4. Implmentasi
5. Evaluasi
asuhan keperawatan fraktur tibia
Sunday, November 30, 2008
fraktur tibia
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
1. Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa/ trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan
patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung misalnya jatuh
bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah,
Fraktur tibia(Fraktur Colles) adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah
kanan akibat jatuh yang bertumpu pada tangan dorsifleksi terbuka. Fraktur ini sering terjadi
pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang osteoporesis dan tulang lemah yang tak
Patah tulang terbuka yaitu bila tulang yang patah menembus jaringan lunak disekitarnya
dan terjadi hubungan antara tulang dan udara. Patah tulang tertutup yaitu patah tulang
Patah tulang lengkap (Complete) bila patahan- patahan tulang satu sama lainnya. Patah
tulang tidak lengkap yaitu bila antara patahan tulang masih terjadi hubungan sebagian.
Patah tulang tidak lengkap sering terjadi pada anak yang tulangnya lebih lentur.
4) Patah Tulang bertindih yaitu bagian tulang yang patah saling berhadapan dan
berdekatan
5) Patah Tulang Baji yaitu kepingan tulang masuk kebagian tulang yang lunak, (Oswari,
1995)
3. Etiologi
a. Kekerasan langsung yaitu tulang patah pada titik terjadinya kekerasan itu sendiri, biasanya
b. Kekerasan tidak langsung yaitu patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya
kekerasan, biasanya terjadi pada bagian paling lemah dalam jalur hantaran vektor
4. Patofisiologi
Terjadinya trauma yang mengakibatkan fraktur akan dapat merusak jaringan lunak
disekitar fraktur mulai dari otot fascia, kulit sampai struktur neuromuskuler atau organ-
organ penting lainnya, pada saat kejadian kerusakan terjadilah respon peradangan dengan
pembentukan gumpulan atau bekuan fibrin , osteoblas mulai muncul dengan jumlah yang
besar untuk membentuk suatu metrix baru antara Fragmen- fragmen tulang. Klasifikasi
terjadinya fraktur dapat dibedakan yang terdiri dari fraktur tertutup dan fraktur terbuka,
fraktur tertutup yaitu tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan kulit, fraktur
terbuka yaitu terdapat luka yang menghubungkan luka dengan kulit,(Suriadi & Rita yuliani,
1995).
Setelah terjadinya fraktur periosteum tulang terkelupas dari tulang dan terobek
terus kesisi berlawanan dari sisi yang mendapat truma, akibatnya darah keluar melalui
celah- celah periosteum dan ke otot disekitarnya dan disertai dengan oedema, selain keluar
melalui celah periosteum yang rusak, darah juga keluar akibat terputusnya pembuluh darah
Infiltrasi dan pembengkakan segera terjadi dan bertambah selam 24 jam pertama,
menjelang akhir periode ini otot menjadi hilang elastisitasya, oleh karena itu reposisi lebih
mudah dilakukan selama beberapa jam setelah cedera, setelah dilakukan reposisi atau
immobilitas maka pertumbuhan atau penyatuan tulang dimulai dengan pembentukan kallus,
5. Gejala klinis
Menurut Oswari (1995), gejala klinis fraktur tibia dapat dibedakan sebagai berikut:
b. Patah lengan atau tungkai bawah, menyebabkan anggota gerak tampak lebih pendek
c. Anggota badan yang patah tidak dapat digerakkan
d. Anggota badan yang patah bila digerakkan akan terasa gesekan tulang
6. Penatalaksanaan
a. Reduksi fraktur Adalah Mengembalikan fregmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis
b. Imobolisasi fraktur Adalah mempertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan, imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi ekterna dan interna.
penyembuhan tulang dan jaringan lunak, reduksi dan imobilisasi harus dipertahan kan
Menurut Sjamsuhidajat & Wim de jong (1998). fase penyembuhan tulang meliputi:
a. Fase Hematoma
Proses penyembuhan yang terjadi dari proses perdarahan disekitar patahan tulang,
proses ini terjadi secara biologis alami pada setiap patahan tulang.
Jaringan fibrosis yang menempel pada patahan tulang akan membentuk kodroid yang
d. Osifikasi
Terjadi penulangan total yang disebabkan oleh kallus fibrosa menjadi kallus tulang
e. Ree modelling
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematika untuk mengumpulkan data atau
a. Identitas Pasien
Identitas bertujuan untuk mengenal pasien yang perlu ditanyakan adalah nama, umur (batas
masyarakat yang rendah cenderung memilih pemeliharaan kesehatan secara tradisional, dan
belum siap menerima pelaksanaan kesehatan secara modern), pekerjaan dan alamat.
Nyeri pada daerah Fraktur, Kondisi fisik yang lemah, tidak bisa melakukan banyak aktivitas,
Ada tidaknya riwayat DM pada masa lalu yang akan mempengaruhi proses perawatan post
Fraktur bukan merupakan suatu penyakit keturunan akan tetapi adanya riwayat keluarga
e. Pola Kebiasan
1. Pola Nutrisi
Umumnya pola nutrisi pasien tidak mengalami perubahan, namun ada beberapa kondisi
dapat menyebabkan pola nutrisi berubah, seperti nyeri yang hebat, dampak hospitalisasi
terutama bagi pasien yang merupakn pengalaman pertama masuk rumah sakit, (Doenges,
2000).
2. Pola Eliminasi
Pasien dapat cenderung mengalami gangguan eliminasi BAB seperti konstipasi dan
gangguan eliminasi urine akibat adanya program eliminasi dilakukan ditempat tidur,
(Doenges, 2000)
3. Pola Istirahat
Umumnya kebutuhan istirahat atau tidur pasien tidak mengalami perubahan yang berarti,
namun ada beberapa kondisi dapat menyebabkan pola istirahat terganggu atau berubah
seperti timbulnya rasa nyeri yang hebat dan dampak hospitali, (Doenges, 2000)
4. Pola Aktivitas
Umumnya pasien tidak dapat melakukan aktivitas (rutinitas) sebagaimana biasanya, yang
hampir seluruh aktivitas dilakukan ditempat tidur. Hal ini dilakukan karena ada perubahan
fungsi anggota gerak serta program immobilisasi, untuk melakukan aktivitasnya pasien
harus dibantu oleh orang lain, namun untuk aktivitas yang sifatnya ringan pasien masih
5. Personal Hygiene
Pasien masih mampu melakukan personal hygienenya, namun harus ada bantuan dari
orang lain, aktivitas ini sering dilakukan pasien ditempat tidur. (Doenges, 2000)
f. Riwayat Psikologis
Biasanya dapat timbul rasa takut dan cemas terhadap fraktur, selain itu dapat juga terjadi
ganggguan konsep diri body image, jika terjadi atropi otot kulit pucat, kering dan besisik.
Dampak psikologis ini dapat muncul pada pasien yang masih dalam perawatan dirumah
sakit. Hal ini dapat terjadi karena adanya program immobilisasi serta proses penyembuhan
g. Riwayat Spiritual
Pada pasien post operasi fraktur tibia riwayat spiritualnya tidak mengalami gangguan yang
berarti, pasien masih tetap bisa bertoleransi terhadap agama yang dianut, masih bisa
mengartikan makna dan tujuan serta harapan pasien terhadap penyakitnya, (Doenges, 2000)
h. Riwayat Sosial
Dampak sosial adalah adanya ketergantungan pada orang lain dan sebaliknya pasien dapat
juga menarik diri dari lingkungannya karena merasa dirinya tidak berguna (terutama kalau
i. Pemeriksaan Fisik
fisik yang lengkap biasanya dimulai secara berurutan dari kepala sampai kejari kaki.
1. Inspeksi
mungkin timbul pada area terjadinya faktur adanya spasme otot dan keadaan kulit.
2. Palpasi
Pemeriksaan dengan cara perabaan, yaitu penolakan otot oleh sentuhan kita adalah
nyeri tekan, lepas dan sampai batas mana daerah yang sakit biasanya terdapat nyeri
3. Perkusi
4. Auskultasi
Pemeriksaan dengan cara mendengarkan gerakan udara melalui struktur berongga
atau cairan yang mengakibatkan struktur solit bergerak. Pada pasien fraktur
pemeriksaan ini pada areal yang sakit jarang dilakukan, (Brunner & Suddarth, 2002)
j. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
Bisa cenderung dapat terjadi formasi batu kemih yang menetap akibat Program
Immobilisasi.
b. Darah
2. Rontgent
Untuk mengetahui secara pasti lokasi fraktur, luas fraktur, dan menunjukkan jenis
(Doenges, 2000)
a. Data Subjektif
- Kebas/ kesemutan
- Tangan sakit bila digerakkan
- Takut cacat
b. Data Objektif
- Adanya luka
- Cemas/ gelisah
Menurut Doenges (2000). Dari data diatas dapat dirumuskan kemungkinan diagnosa
fraktur)
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema dan
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integeritas kulit/ jaringan berhubungan fraktur terbuka
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
kurang mengingat
3. Perencanaan Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan integeritas tulang ( fraktur)
Tujuan:
- Mempertahankan Stabilisasi
Kriteria;
Intervensi:
- Sokong dengan bantal/ gulungan selimut, pertahankan posisi netral pada bagian yang
Rasionalisasi
- Mencegah gerakan yang tidak perlu dan perubahan posisi. Posisi yang tepat dari bantal
- Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan
- Membentuk posisi pasien dan fungsi traksi dengan memberikan keseimbangan timbal
balik
2. Nyeri (akut) berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang, oedema dan cedera
Tujuan:
Kriteria:
penampilan pribadi
Rasionalisasi
- Menghilangkan nyeri dan mencegah kasalahan posisi tulang/ tegangan jaringan yang
cedera
- Mempetahankan kekuatan otot yang sakit dan memudahkan resolusi, imflamasi pada
- Mencegah kebosanan, menurunkan tegangan, dan dapat meningkatkan harga diri, dan
kemampuan Koping
Tujuan :
Kriteria:
- Kaji derajat Imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/ pengobatan dan perhatikan persepsi
- Intruksikan pasien untuk/ bantu dalam rentan gerak pasien pada ekstremitas yang sakit dan
- Berikan/ bantu dalam mobilisasi dengan kursi roda, tongkat, segera mungkin intruksikan
Raionalisasi
- Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/ persepsi diri tentang keterbatasan fisik
meningkatkan rasa kontrol diri/ harga diri, dan membantu menurunkan isolasi sosial
- Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot,
- Mobilitas diri menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan dan
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integeritas kulit/ jaringan berhubungan fraktur terbuka
Tujuan:
- Menyatakan ketidak nyamanan hilang
Kriteria:
Intervensi:
- Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing , kemerahan, pendarahan, perubahan warna,
kelabu, memutih
- Masase kulit dan penonjolan tulang, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
Rasionalisasi
- Memberiklan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh
pemasangan gip
- Menurunkan tekanan Pada area yang peka dan resiko kerusakan kulit
- Mengurangi tekanan konstan pada area yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan
kulit.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
Tujuan:
- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau demam
Kriteria:
Intervensi
- Kaji sisi pen atau Kulit, perhatikan keluhan peningkatan nyeri/ rasa terbakar atau adanya
- Berikan perawatan pen atau kawat steril sesuai perotokol dan latihan cuci tangan
Rasionalisasi
- Pen/ kawat tidak harus dimasukkan melalui kulit yang terinfeksi, kemerahan/ abrasi
- Dapat mengindientifikasikan timbulnya indikasi lokal atau nekrosis jaringan, yang dapat
menimbulkan oesteomiditis.
mengingat
Tujuan:
Kriteria:
Intervensi
Rasionalisasi
- Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap dan kerja sama
pasien dalam program pengobatan membantu untuk penyatuan yang tepat dari tulang
- Menurunkan resiko trauma tulang atau jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut menjadi
oesteomielitis
- Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan informasi
4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah pengolahan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan
Tujuan dari pelaksanaan untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal. pelaksanaan
5. Evaluasi
Evaluasi adalah pengukuran terhadap kebersihan dari rencana keperawatan dalam memenuhi
semua masalah yang dihadapi oleh pasien teratasi sebagian hal ini disebabkan masih adanya
luka bekas operasi yang tidak mungkin dapat disembuh dalam dalam waktu yang sangat singkat
dan nyeri yang dirasakan pasien belum sembuh total, serta pasien belum bisa melakukan
aktivitas secara mandiri sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan. Dan dari hasil evaluasi
tersebut didapatkan perubahan- perubahan pada pasien yang mengarah kepada kondisi yang
lebih dari sebelumnya. Seperti misalnya pada masalah Resiko terhadap infeksi; tidak ditemukan
About Me
edo fiza
Semoga kamu mendapat cukup kebahagiaan untuk membuat kamu bahagia, cukup cubaan
untuk membuat kamu kuat, cukup penderitaan untuk membuat kamu menjadi manusia yang
sesungguhnya, dan cukup harapan untuk membuat kamu positif terhadap kehidupan.
1. Aktivitas/istirahat
Tanda : Keterbatasan/ kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur
itu sendiri, atau trjadi secara sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
1. Sirkulasi
1. Neurosensori
Kebas/kesemutan (parestesis)
1. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera ( mungkin terlokalisasi pada ara
jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi) tak ada nyeri akibat kerusakan
saraf.
1. Penyuluhan/Pembelajaran
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama dirawat : femur 7-8 hari, panggul/pelvis
6-7 hari, lain-lainya 4 hari bila memerlukan perawatan dirumah sakit
Rencana pemulangan :
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien Fraktur menurut Doenges (2000)
antara lain :
1. Nyeri berhubungan dengan spasme otot,edema dan cidera pada jaringan lunak.
2. Resiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan intregitas tulang
3. Resiko tinggi terhadap disfungsi terhadap disfungsi neurovaskuler prifer berhubungan
dengan penurunan atau intrupsi aliran darah, edema berlebihan, hipovolemia.
4. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran darah/emboli lemak.
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka/tulang
neuromuskuler.
6. Kerusakan integrasi jaringan kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, bedah
perbaikan, pemasangan traksi pen, kawat, sekrup.
7. Kurang pengetahuan terhadap kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang paparan informasi.
3. Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan adalah pengkajian yang sistematis dan identifikasi masalah,
penentuan tujuan dan pelaksanaan serta cara atau strategi. Rencana tindakan pada pasien
fraktur tibia dan fibula menurut Doenges (2000) antara lain :
Kriteria hasil : Pasien dapat mengekspresikan rasa nyeri yang minimal, ekspresi wajah pasien
rilek.
Intervensi :
a : Pertahankan imobilisasi pada bagian yang patah dengan cara bed rest, gips, spalek, traksi
c : Evaluasi rasa nyeri, catat tempat nyeri, sifat, intensitas, dan tanda-tanda nyeri non verbal
Rasional :
a. Mengurangi rasa nyeri dan mencegah dis lokasi tulang dan perluasan luka pada jaringan.
Intervensi :
Rasional :
b. : Rentang gerak meningkatkan tonus atau kekuatan otot serta memperbaiki fungsi jantung
dan pernafasan
Diagnosa III. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan alat fiksasi invasive.
Kreteria hasil : Tidak ditemu-kan tanda-tanda infeksi seperti : rubor, tumor, dolor, kolor.
Intervensi :
Rasional :
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan pada pasien fraktur complete tibia dan fibula adalah mewujudkan
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.
5. Evaluasi
Evaluasi : fase akhir dari keperawatan adalah evaluasi terhadap keperawatan yang diberikan,
sedangkan hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data teratasi
atau tidaknya masalah klien, pencapaian tujuan serta ketetapan intervensi keperawatan
Evaluasi adalah penilaian terhadap respon pasien setelah dilakukan keperawatan yang
disusun pada tahap perencanaan. Pada pasien fraktur tibia dan fibula (cruris) post op orif
dengan tujuan dan kriteria hasil seperti yang ada di atas, maka evaluasi yang diharapkan :
6. Dokumentasi
Kegunaannya yaitu :
a. Sebagai alat komunikasi antar anggota keperawatan dan antara anggota tim kesehatan
lainnya.
Related posts:
Name
Website