Anda di halaman 1dari 16

LANDASAN ONTOLOGI, EPISTIMOLOGIS, DAN

AKSIOLOGIS FILSAFAT PANCASILA

OLEH

NAMA: NABIILA DWIYANI TANGKO


NIM: K1A1 19 055

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga makalah dengan judul “Landasan Ontologi, Epistimologis,
Dan Aksiologis Filsafat Pancasila” ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa
saya juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupunjpikirannya.
Juga saya berterimakasih kepada Bapak dosen Drs. Hamuni, M.Si. yang telah
memberikan tugas ini untuk menambah wawasan saya terhadap cara penyusunan
makalah.
cccx

Juga harapan saya semoga laporan ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca. Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
gsf

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman saya, saya yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu saya sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Kendari, 27 November 2019

Nabiila Dwiyani Tangko

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR I
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan 2
1.4. Manfaat 2
BAB II. PEMBAHASAN 3
2.1. Pengertian Filsafat. 3
2.2. Pengertian Pancasila. 3
2.3. Landasan Ontologis Filsafat Pancasila. 3
2.4. Landasan Epistimologis Filsafat Pancasila. 6
2.5. Landasan Aksiologis Filsafat Pancasila. 8
BAB III. PENUTUP 12
3.1 Kesimpulan 12
3.2. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pancasila dapat diposisikan menjadi dasar negara, pandangan hidup


bangsa, dan juga falsafah negara. Sebagai falsafah negara, tentu Pancasila ada
yang merumuskannya. Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari
Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia
di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan
kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa,
serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari,
dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara
Republik Indonesia.
Setiap bangsa dan negara yang ingin berdiri kokoh kuat, tidak mudah
terombang-ambing oleh kerasnya persoalan hidup berbangsa dan bernegara,
sudah barang tentu perlu memiliki dasar negara dan ideologi negara yang
kokoh dan kuat pula. Tanpa itu, maka bangsa dan negara akan rapuh.
Nilai-nilai Pancasila sebagai sumber acuan dalam menyusun etika
kehidupan berbangsa bagi seluruh rakyat Indonesia, maka Pancasila juga
sebagai paradigma pembangunan, maksudnya sebagai kerangka pikir, sumber
nilai, orientasi dasar, sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu
perkembangan perubahan serta proses dalam suatu bidang tertentu. Pancasila
sebagai paradigma pembangunan mempunyai arti bahwa Pancasila sebagai
sumber nilai, sebagai dasar, arah dan tujuan dari proses pembangunan. Untuk
itu segala aspek dalam pembangunan nasional harus mendasarkan pada hakikat
nilai-nilai sila-sila Pancasila dengan mewujudkan peningkatan harkat dan
martabat manusia secara konsisten berdasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat
manusia.
Dalam berbagai sudut pandang mengenai teori pancasila tidak dapat
dielakkan lagi bahwa pancasila merupakan pandangan hidup bangsa indonesia,
maka penulis merujuk pada kajian antologis, epistemologis, dan aksiologi

1
pancasila dalam menyusun beberapa kalimat yang tingkat relevansinya
mencapai topik makalah yang akan dibuat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari filsafat?
2. Apa pengertian dari Pancasila?
3. Bagaimanakah yang dimaksud dengan landasan ontologis filsafat
Pancasila?
4. Bagaimanakah yang dimaksud dengan landasan epistimologis filsafat
Pancasila?
5. Bagaimanakah yang dimaksud dengan landasan aksiologis filsafat
Pancasila?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian filsafat.
2. Untuk mengetahui pengertian Pancasila.
3. Untuk memahami landasan ontologis filsafat Pancasila.
4. Untuk memahami landasan epistimologis filsafat Pancasila.
5. Untuk memahami landasan aksiologis filsafat Pancasila.

1.4 Manfaat
1. Mampu mengetahui pengertian filsafat.
2. Mampu mengetahui pengertian Pancasila.
3. Mampu memahami landasan ontologis filsafat Pancasila.
4. Mampu memahami landasan epistimologis filsafat Pancasila.
5. Mampu memahami landasan aksiologis filsafat Pancasila.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1. Pengertian Filsafat

Kata filsafat dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Yunani


terdiri atas kata philein artinya cinta dan shopia artinya kebijaksanaan. Cinta
artinya hasrat yang bear atau yang berkobar-kobar atau yang sungguh-
sungguh. Kebijaksanaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang
sesungguhnya. Filsafat berarti hasrat atau keinginan yang sungguh akan
kebenaran sejati.

2. 2. Pengertian Pancasila

Kata Pancasila berasal dari bahasa sansekerta India (kasta


brahmana). Sedangkan menurut Muh Yamin, dalam bahasa sansekerta,
memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu; panca yang artinya lima,
syila: vokal i pendek, yang artinya batu sendi, alas, atau dasar. Syiila vokal
i panjang artinya peraturan tingkah laku yang baik atau penting. Kata-kata
tersebut kemudian dalam bahasa indonesia terutama bahasa jawa diartikan
“susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara
etimologi kata “pancasila” yang dimaksud adalah istilah “pancasyila”
dengan vokal i yang memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau
secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsure”. Adapun istilah
“pancasyiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna “lima aturan tingkah
laku yang penting”.

2. 3. Landasan Ontologi Filsafat Pancasila

Istilah “ontologi” berasal dari kata Yunani ontayang berarti “sesuatu


yang sungguh-sungguh ada”, “kenyataan yang sesungguhnya”, dan logos
yang berarti “studi tentang”, “teori yang membicarakan”.

3
Ontologi mempelajari ciri hakiki (pokok) dari keberadaan (Being)
yang berbeda dari studi tentang hal-hal yang ada secara khusus. Ontologi
mempelajari keberadaan dalam bentunya yang paling abstrak, dan
pertanyaan yang diajukan adalah “Apakah keber-adaan (Ada) itu? Apakah
hakikat keberadaan sebagai keberadaan (Being-as-Being)“.

Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan


sebagai upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila
Menurut Notonagoro hakikat dasar ontologis Pancasila adalah manusia.
Mengapa?, karena manusia merupakan subjek hukum pokok dari sila-sila
Pancasila.

Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan Yang Maha Esa,
berkemanusian yang adil dan beradab, berkesatuan Indonesia,
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta berkeadilan social bagi seluruh rakyat
Indonesia pada hakikatnya adalah manusia (Kaelan, 2005).
Dengan demikian, secara ontologis hakikat dasar keberadaan dari sila-sila
Pancasila adalah manusia. Untuk hal ini. Notonagoro lebih lanjut
mcngemukakan bahwa manusia sebagai pendukung pokok sila-sila
Pancasila secara ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas
susunan kodrat, raga dan jiwa, serta jasmani dan rohani. Selain itu, sebagai
makhluk individu dan sosial, serta kedudukan kodrat manusia sebagai
makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh
karena itu, secara hierarkis sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa
mendasari dan
menjiwai keempat sila-sila Pancasila (Kaelan, 2005).

Selanjutnya, Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik


Indonesia memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan
kesatuan, serta mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak, yaitu berupa
sifat kodrat monodualis, sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai

4
makhluk sosial. Di samping itu, kedudukannya sebagai makhluk pribadi
yang berdiri sendiri, sekaligus sebagai makhluk Tuhan. Konsekuensmya,
segala aspek dalam penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai-nilai
Pancasila yang merupakan suatu kesatuan yang utuh yang memiliki
sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat manusia yang monodualis
tersebut.

Kemudian, seluruh nilai-nilai Pancasila tersebut menjadi dasar


rangka dan jiwa bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap
aspek penyelenggaraan negara harus dijabarkan dan bersumberkan pada
nilai-nilai Pancasila. seperti bentuk negara, sifat negara, tujuan negara,
tugas/kewajiban negara dan warga negara, sistem hukum negara, moral
negara, serta segala aspek penyelenggaraan negara lainnya.

Jika sila-sila Pancasila diajabarkan maka akan menjadi sebagai berikut:

I. Tuhan adalah sebab pertama (causa prima) dari segala sesuatu , Yang
Maha Esa dan segala sesuau tergantung kepadanya. Tuhan adalah
sempurna dan maha kuasa, merpakan dzat yang mutlak, ada secara
mutlak. Zat yang mulia dan sempurna.
II. Manusia memiliki susunan hakikat pribadi yang monopluralis
(majemuk tunggal), bertubuh-berjiwa, berakal-berasa-berkehendak,
bersifat individu-makhluk sosial, berkedudukan sebagai pribadi
berdiri sendiri-makhluk Tuhan yang menimbulkan kebutuhan
kejiwaan dan religious, yang seharusnya secara bersama-sama
dipelihara dengan baik dalam kesatuan yang seimbang, harmonis, dan
dinamis.
III. Mengakui adanya kualitas metafisis “satu”. “Satu” ialah secara mutlak
tidak dapat terbagi. Merupakan cirri pribadi yaitu mempunyai bentuk,
susunan, sifat-sifat dan keadaan tersendiri sehingga kesemuanya itu
menjadikan yang bersangkutan suatu keutuhan (keseluruhan) yang

5
mempunyai tempat tersendiri (utuh,terpisah daari yang lain,
mempunyai benuk dan wujud).
IV. Mengakui adanya “rakyat”. Rakyat ialah keseluruhan jumlah semua
orang, warga dalam lingkungan daerah atau Negara tertentu, yang
dalam segala sesuatunya meliputi semua warga, dan untuk keerluan
seluruh warga, termasuk hak dan kewajiban asasi kemanusiaan setiap
warga, sebagai perseorangan dan sebagai penjelmaan hakikat
manusia. Hakikat rakyat adalah pilar Negara dan yang berdaulat.
V. Mengakui adanya kulitas metafisis “baik” ang berupa adil. Adil ialah
dipenuhinya sebagai wajib segala sesuatu yang merupakan hak dalam
hubungan hidup kemanusiaan. Sebagai penjelmaan hakikat manusia
(wajib lebih diutamakan daripada hak), pemenuhan hak sebagai
kewajiban tersebut mencakup hubungan antara Negara (pendukung
wajib) dengan warga negaranya (disebut keadaan distributif),
hubungan antara warga Negara, hubungan antara warga negara
dengan negara (diseut keadilan legal) dan hubungan di antar sesama
warga negara (disebut keadilan kumulatif). Keadilan mengandung inti
adil yang pada hakikatnya adalah kerelaan (aspek jiwa) dan
kesebandingan (aspek raga).

2. 4. Landasan Epistemologis Filsafat Pancasila

Epistemologi berasal dari kata Yunani, “episteme” dan “logos”.


Episteme biasa diartikan sebagai “pengetahuan” atau “kebenaran” dan
“logos” didartikan “pikiran” atau teori. Epistemologi dapat diaartikan
sebagai “teori pengetahuan yang benar” dan lazimnya hanya disebut “teori
pengetahuan” yang dalam bahasa Inggrisnya “Theory of Knowledge”.

Mengenai batasan pengertian epistemology dapat dikemukakan


sebagai berikut: epistemology adalah cabang filsafat yang menyelidiki
secara kritis hakikat, landasan, batas-batasan, dan patokan keshahihan
pegetahuan, karena memeriksa bagaimana kita mengetahui, dapat pula ia

6
dipandang sebagai teori kognisi. Ia lebih mendasar dai metodelogi. Karena
itu asumsi-asumsi epistemologi suatu bentuk pengetahuan tercermin pada
metodologi yang diterapkan dalam pengenbangan pengetahuan tersebut.
Landasan epistemologi menentukan cara-cara yang dipakai untuk
memperoleh dan memvalidasi pengetahuan.

Sumber pengetahuan dibedakan dibedakan secara kualitatif, antara:


Sumber primer, yang tertinggi dan terluas, orisinal: lingkungan alam,
semesta, sosio-budaya, sistem kenegaraan dan dengan dinamikanya;
Sumber sekunder: bidang-bidang ilmu yang sudah ada/ berkembang,
kepustakaan, dokumentasi;
Sumber tersier: cendekiawan, ilmuwan, ahli, narasumber, guru.
Pengetahuan manusia relatif mencakup keempat wujud tingkatan
itu. Ilmu adalah perbendaharaan dan prestasi individual maupun sebagai
karya dan warisan budaya umat manusia merupakan kualitas martabat
kepribadian manusia. Perwujudannya adalah pemanfaatan ilmu guna
kesejahteraan manusia, martabat luhur dan kebajikan para cendekiawan
(kreatif, sabar, tekun, rendah hati, bijaksana). Ilmu membentuk kepribadian
mandiri dan matang serta meningkatkan harkat martabat pribadi secara
lahiriah, sosial (sikap dalam pergaulan), psikis (sabar, rendah hati,
bijaksana). Ilmu menjadi kualitas kepribadian, termasuk kegairahan,
keuletan untuk berkreasi dan berkarya.

Epistimologi dari pendidikan pancasila menurut sila-sila Pancasila :

I. Sila pertama : Ketuhanan yang Maha Esa

Pemikiran tentang apa dan bagaimana sumber pengetahuan manusia


diperoleh melalui akal atau panca indra dan dari ide atau Tuhan. Bila
dilihat dari pendidikan maka dapat diketahui apakah ilmu dapat mealui
rasio dari Tuhan.

II. Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Pancasila adalah ilmu yang mealui perjuangan yang sesuai dengan


logika . dengan ilmu diharapkan tidak ada lagi kekerasan dan

7
kesewenang-wenangan manusia terhadap yang lainnya. Proses
pembentukan pengetahuan melalui lembaga pendidikan secara teknik
edukatif lebih sederhana. Komunikasi antar guru dan siswa juga sangat
penting.

III. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia

Proses terbentuknya pengetahuan atau pendidikan manusia merupakan


hasil dari kerja sama dengan lingkungannya.

IV. Sila keempat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat


Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Manusia diciptakan Alah sebagai pemimpin dimuka bumi ini untuk


memakmurkan umat manusia dan seorang pemimpin harus punya syarat
yaitu bijaksana. Jadi dalam hal ini diperlukan suatu ilmu yaitu ilmu
keguruan agar menjadi guru ideal.

V. Sila Kelima : Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Adil disini dalam arti luas, seimbangn antara ilmu umum dengan agama.
Dan untuk mendapatkannya dapat dilakukan pendidikan secara
informal, formal, dan non-formal.

Epistemologi Pancasila sebagai suatu objek kajian pengetahuan


pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan
susunan pengetahuan Pancasila. Adapun tentang sumber pengetahuan
Pancasila. sebagaimana telah dipahami bersama, adalah nilai-nilai yang
ada pada bangsa Indonesia itu sendiri. Merujuk pada pemikiran filsafat
Aristoteles, bahwa nilainilai tersebut sebagai kausa materialisPancasila.
Selanjutnya, susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka
Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti

8
susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari dari sila-sila Pancasila ifu.
Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hierarkis dan
berbentuk piramidal, yaitu:
a. Sila pertama Pancasila mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya;
b. Sila kedua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila
ketiga, keempat. dan kelima;
c. Sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta
mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima;
d. Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, dan ketiga,
serta mendasari dan menjiwai sila kelima; serta
e. Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga, dan
keempat.
Demikianlah susunan Pancasila memiliki sistem logis, baik yang
menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis
Pancasila juga menyangkut kualitas ataupun kuantitasnya. Selain itu,
dasar-dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila
Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi Landasan
kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Kedudukan
dan kodrat manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa. Karena itu, sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi
Pancasila juga mengakui kcbenaran wahyu. Selain itu, dalam sila ketiga,
keempat, dan kelima, epistemology Pancasila mengakui kebenaran
konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu paham
epistemologi, Pancasila memandang bahwa ilmu pengetahuan pada
hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan pada kerangka
moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah
sebabnya Pancasila secara epistemologis harus menjadi dasar moralitas
bangsa dalam membangun perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.

9
2. 5. Landasan Aksiologis Pancasila
Aksiologi menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan
hakikat nilai secara kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya
sejiwa dengan ontologi dan epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu
dapat disarikan sebagai berikut; Tuhan yang maha esa sebagai mahasumber
nilai, pencipta alam semesta dan segala isi beserta antarhubungannya,
termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral mengikat manusia secara
psikologis-spiritual: akal dan budi nurani, obyektif mutlak menurut ruang
dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral merupakan
pengendalian semesta dan kemanusiaan yang menjamin multieksistensi
demi keharmonisan dan kelestarian hidup.

Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai


atau yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai,
dan kedudukan metafisika suatu nilai. Dengan kata lain Aksiologis adalah
bidang filsafat yang menyelidiki nilai-nilai (value).

Nilai tidak akan timbul dengan sendirinya, niai timbul karena


manusia mempunyai bahasa, maka dengan demikian menjadi mungkin
adanya saling hubungan seperti yang ada dalam masyarakat pergaulan, jadi
masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai.

Sesuatu bisa dibilang mempunyai nilai jika:

1. Berguna (nilai guna)


2. Benar (nilai kebenaran atau logis)
3. Mempunyai nilai moral, etis, dan religious.

Aksiologi (nilai) dari pancasila dan isinya:

1. 1. Sila pertama: Ketuhanan yang Maha Esa

Percaya kepada Allah merupakan yang paling utama dalam ajaran


agama islam. Dilihat dari segi pendidikan sejak dari anak-anak
sampai perguruan tinggidiberikan pelajaran agama dan hal ini
merupakan subsistem dari system pendidikan nasional.

10
1. 2. Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Dalam kehidupan umat islam, setiap muslim yang datang kemasjid


untuk shalat berjamaah ia berhak berdiri dibarisan depan tanpa
membedakan ras, suku, keturunan, dll karena di mata Allah manusia
sama.

1. 3. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia

Islam mengajarkan supaya bersatu dalammencapai tujuan yang


diinginkan dan mengajarkan untuk taat kepada pemimpin. Tapi
Indonesia adalah negara pancasila bukan yang berdasarkan suatu
agama. Walaupun bangsa ini memiliki agama yang berbeda-beda
negara kita tetap berusaha untuk membina dan membimbing terhadap
kehidupan beragama untuk terwujudnya kesatuan dan kerukunan
antar agama satu dengan lainnya.

Begitu juga dalam pendidikan jika kita ingin berhasil harusah


berkorban untuk tercapainnya tujuan yang diharapkan. Dan
menjunjung persatuan seperti semboyan Bhineka Tunggal Ika
1. 4. Sila keempat : Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Bangsa kita ini sudah memiliki sikap gotong royong dan suka
musyawarah, dan seharusnya ini harus terus dilestarikan. Dan dalam
sia ini juga ddapat diartikan semua orang mempunyai derajat yang
sama untuk musyawarah, dll.

1. 5. Sila Kelima : Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Dalam mewujukan keadian bagi seluruh rakyat hendaknya kita


mengembangkan perbuatan yang lluhur, menghormati hak orang lain,
suka memberi pertolongan, bersikap hemat, menghargai karya orang
lain, dll.

11
BAB III
PENUTUP

3.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penguraian landasan-landasan filsafat Pancasila dapat


disimpulkan bahwa Pancasila sebagai falsafah negara merupakan pedoman
dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam
hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan
manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai
dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.
Pancasila sebagai falsafah negara dapat ditinjau secara ontologis,
epistemologis, dan aksiologis. Ontologis berarti meninjau bagian dari filsafat
yang menyelidiki tentang hakikat yang ada. Epistemologis adaah studi tentang
pengetahuan atau kita mengetahui (adanya) benda-benda. Epistemologi juga
dapat diartikan sebagai cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan,
metode, dan validitas dan hakikat ilmu pengetahuan. Sedangkan aksiologis
adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau yang baik.
Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan kedudukan
metafisika suatu nilai. Dengan kata lain Aksiologis adalah bidang filsafat yang
menyelidiki nilai-nilai.

3.2. Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya


penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang hal-hal yang
diuraikan di atas dengan sumber–sumber yang lebih banyak yang tentunya
dapat di pertanggung jawabkan.
Untuk itu penulis akan sangat berterima kasih jika pembaca dapat
memberikan masukan-masukan maupun kritik yang membangun dan dapat
penulis tingkatkan kedepannya.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://blog.umy.ac.id/rinienurul/2012/11/13/filsafat-pendidikan-pancasila-dalam-
tinjauan-ontologis-epistimologis-dan-aksiologis/

http://blog.unnes.ac.id/wawanandriawan/2015/11/19/paper-pancasila-dalam-
perspektif-ontologis-epistimologis-dan-aksiologis-filsafat-pancasila/

13

Anda mungkin juga menyukai